• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 AKTIVITAS PEMASARAN SAYURAN DI PANGALENGAN

7 DAMPAK SALURAN PASAR MODERN

Dampak Saluran Pasar Modern terhadap Petani

Hadirnya saluran pasar modern menyebabkan terjadinya beberapa perubahan baik pada aktivitas budidaya maupun pemasaran yang dilakukan oleh petani sayuran di Kecaatan Pangalengan. Terdapat beberapa indikator yang akan menjadi pembahasan dalam mengkaji dampak saluran pasar modern pada petani di Kecamatan Pangalengan. Indikator tersebut diantaranya adalah produktivitas sayuran, keuntungan petani per hektar, dan kualitas sayuran yang dihasilkan petani.

Produktivitas Sayuran Petani menjadi Meningkat

Produktivitas kentang di Kecamatan Pangalengan dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan saluran pasar yang terjadi yaitu tradisional dan modern. Hasil analisis data menunjukkan bahwa produkivitas kentang dari petani yang memasok ke pasar modern lebih tinggi dibandingkan produktivitas kentang yang dihasilkan petani pasar tradisional. Produktivitas kentang yang dihasilkan saluran pasar modern adalah 20 000.00 kilogram per hektar sedangkan pada pasar tradisional 19 509.89 kilogram per hektar. Hal ini terjadi karena petani di saluran pasar modern menerapkan budidaya yang lebih baik seperti penggunaan mulsa dan pemupukan tambahan.

Biaya produksi per hektar di saluran pasar modern pada komoditas kentang lebih tinggi dibandingkan saluran pasar tradisional namun tudak signifikan yaitu sebesar Rp57 500 000.00 per hektar sedangkan pada saluran pasar tradisional mencapai Rp57 033 175.36 per hektar. Namun terkait dengan biaya pemasaran dan penerimaan, khusus pada komoditi kentang dibedakan menjadi tunai dan total. Penerimaan atau biaya tunai adalah berkaitan dengan kentang yang langsung dijual saat panen, sedangkan istilah total digunakan ketika memperhitungkan kentang yang dijadikan bibit. Adapun perbedaan biaya tunai yang dikeluarkan petani di pasar tradisional dam modern berturut-turut adalah Rp61 080 864.93 dan Rp63 155 000.00 sedangkan biaya total Rp62 102 665.88 untuk pasar tradisional dan Rp63 955 000.00 untuk pasar modern. Analisis keseluruhannya dilakukan dalam lingkup per hektar. Diantara kedua pasar memang tidak terdapat perbedaan biaya yang signifikan. Hal ini terjadi karena teknik budidaya yang dilakukan petani di saluran pasar modern tidak jauh berbeda dengan yang petani untuk pasar tradisional lakukan. Walaupun produktivitas yang dihasilkan oleh petani yang memasok ke pasar modern lebih tinggi, namun biaya produksi per kilogram yang dihasilkan di saluran pasar modern sedikit lebih tinggi dibanding saluran pasar tradisional yaitu Rp3 157.75 berbanding Rp3 130.76. Produktivitas dan biaya usahatani di kedua saluran pasar dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Produktivitas dan biaya pokok kentang pada saluran pasar tradisional dan modern di kecamatan Pangalengan

Saluran Pasar Produktivitas per Ha (Kg)

Biaya Pokok per Ha (Rp)

Biaya Pokok per Kg (Rp)

Tradisional 19 509.89 53 033 175.36 3 130.76

Modern 20 000.00 57 500 000.00 3 157.75

Perbedaan 490.11 466 824.64 26.99

Sama halnya dengan komoditi kentang, produktivitas tomat dikedua saluran pemasaran menghasilkan rataan yang berbeda. Produktivitas tomat di saluran pasar modern juga lebih tinggi dibanding saluran pasar tradisional yaitu 36 000 kilogram per hektar berbanding 29 842.11 kilogram per hektar. Biaya produksi pengusahaan tomat oleh petani pasar modern per hektar pun lebih tinggi dari saluran pasar tradisional, berturut-turut adalah Rp74 163 424.12 dan Rp55 768 455.07. Perbedaan tersebut terjadi karena petani di saluran pasar modern dituntut untuk menghasilkan tomat dengan kualitas super sesuai dengan permintaan restoran atau eksportir. Tomat dengan kualitas super tersebut dihasilkan jika mendapatkan perlakuan budidaya yang lebih baik diantaranya adalah pemupukan,

penggunaan mulsa, penggunaan turus dan pengikatan cabang pada turus. Perlakuan tersebut seringkali tidak dilakukan oleh petani pada saluran pasar tradisional sehingga biaya produksi lebih rendah. Akhirnya biaya produksi tomat di saluran pasar modern pun lebih tinggi yaitu Rp2 060.10 sedangkan di pasar tradisional hanya Rp1 868.78. Produktivitas dan biaya produksi tomat di kecamatan Pangalengan kedua saluran pasar dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Produktivitas dan biaya pokok tomat pada saluran pasar tradisional dan Modern di kecamatan Pangalengan

Saluran Pasar Produktivitas per Ha (Kg)

Biaya Pokok per Ha (Rp) Biaya Pokok per Kg (Rp) Tradisional 29 842.11 55 768 455.07 1 868.78 Modern 36 000.00 74 163 424.12 2 060.10 Perbedaan 6 157.89 18 389 969.09 191.31

Seperti kentang dan tomat, produktivitas kubis di saluran pasar modern lebih tinggi dibandingkan saluran pasar tradisional. Perbedaan produktivitasnya mencapai 3 864.96 kilogram per hektar. Biaya produksi kubis per hektar di kedua saluran hampir mendekati angka yang sama yaitu Rp27 382 198.95 untuk saluran tradisional dan Rp31 250 000.00 untuk modern. Adapun biaya pokok produksi per kilogram yang dihasilkan hanya berbeda Rp0.10 karena pada dasarnya dalam budidaya kubis tidak ada perbedaan yang signifikan di kedua saluran. Produktivitas kubis di kedua saluran pasar dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Biaya pokok dan produktivitas kubis pada saluran pasar tradisional dan Modern di kecamatan Pangalengan

Saluran Pasar Produktivitas per Ha (Kg)

Biaya Pokok per Ha (Rp) Biaya Pokok per Kg (Rp) Tradisional 27 385.04 27 382 198.95 999.99 Modern 31 250.00 31 250 000.00 1 000.00 Perbedaan 3 864.96 3 052 455.36 0.10

Berbeda dengan ketiga komoditas sayuran sebelumnya yaitu kentang, tomat, dan kubis, wortel pada penelitian ini merupakan komoditas yang hanya dipasok ke saluran pasar tradisional. Produktivitas wortel yang dihasilkan oleh petani responden rata-rata mencapai 25 525.00 kilogram per hektar dengan biaya pokok produksi per hektar mencapai Rp13 716 996.90 dan biaya pokok per kilogram sebesar Rp537.39. Produktivitas dan biaya pokok produksi wortel di Kecamatan Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Produktivitas dan biaya pokok wortel pada saluran pasar tradisional di kecamatan Pangalengan

Saluran Pasar Satuan Besaran

Produktivitas Kilogram 25 525.00

Biaya Pokok per hektar Rupiah 13 716 996.90

Secara umum, produktivitas sayuran di saluran pasar modern lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas sayuran di saluran pasar tradisional. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa saluran pasar modern memiliki pengaruh yang positif terhadap produktivitas sayuran yang diusahakan petani. Petani pasar modern lebih aware terhadap budidaya sayuran yang baik supaya menghasilkan sayuran berkualitas sesuai dengan keinginan pasar karena termotivasi dengan harga jual yang tinggi.

Keuntungan Petani menjadi Meningkat

Keuntungan petani yang akan dianalisis dalam melihat dampak saluran pasar modern adalah per hektar. Hal ini dilakukan supaya analisis komparasi dilakukan secara konsisten dengan perbandingan yang adil karena jika dilakukan per kilogram, maka produktivitas lahannya tidak dapat terukur. Dengan diketahuinya produktivitas dan biaya usahatani per hektar, maka dapat diketahui biaya pokok per kilogram dari setiap komoditas sayuran yang diteliti. Berdasarkan aktivitas budidaya yang dilakukan petani dikedua saluran, dapat diketahui perbedaan biaya dan produktivitas sayuran baik di saluran pasar tradisional maupun di saluran pasar modern.

Adapun keuntungan petani di kedua saluran pemasaran baik tradisional maupun modern untuk komoditi kentang disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Analisis keuntungan petani kentang

Indikator Saluran Pasar

Tradisional Modern

Biaya usahatani per Ha (Rp) 57 033 175.36 57 500 000.00

Produktivitas (Kg/Ha) 19 509.89 20 000.00

Biaya Pemasaran (Rp/Ha) 5 069 490.52 6 455 000.00 Keuntungan (Rp/Ha) 31 810 959.72 36 645 000.00

Rasio keuntungan terhadap biaya 1.51 1.57

Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa keuntungan dari petani di pasar modern lebih besar 15.20 persen dari petani yang memasok ke pasar tradisional. Hal ini juga terbukti dari nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar untuk petani yang memasok ke pasar modern yaitu sebesar 1.57 sedangkan petani pasar tradisional 1.51. Petani di pasar modern melakukan kegiatan sortasi dan grading sehingga menambah nilai dari kentang yang dihasilkannya dan mendapatkan nilai jual kentang yang lebih tinggi. Petani tersebut biasanya bermitra dengan pedagang besar (pedagang III) dan menjalin komunikasi yang baik antara keduanya supaya usaha yang dilakukan tetap berkelanjutan.

Terkait dengan biaya pemasaran, seperti telah dibahas di bagian sebelumnya, petani di pasar tradisional lebih banyak menggunakan jasa perantara untuk memasarkan kentang sedangkan di pasar modern petani tidak menggunakan jasa tersebut. Akhirnya biaya yang dikeluarkan petani pada pasar tradisional lebih banyak digunakan untuk membayar jasa perantara yaitu 60 persen dari total biaya pemasaran, sedangkan biaya yang menambah nilai sayuran yang dihasilkan hanya 40 persennya saja.

Beralih ke komoditi tomat, hasil analisis menunjukkan bahwa petani tomat di saluran pasar modern rata-rata mengeluarkan biaya produksi yang lebih tinggi dibanding petani pasar tradisional. Begitu juga dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan dibandingkan di pasar tradisional. Hal ini terjadi karena terdapat petani pasar modern yang memasok tomat langsung ke restoran dimana seluruh biaya dimulai sortasi, pengepakan, transportasi, dan bongkar muat ditanggung sendiri. Adapun keuntungan petani di pasar tradisional maupun modern untuk komoditi tomat secara rata-rata disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Analisis keuntungan petani tomat di Kecamatan Pangalengan periode Januari-April 2013

Indikator Saluran Pasar

Tradisional Modern

Biaya usahatani per Ha (Rp) 55 768 455.07 74 163 424.12

Produktivitas (Kg/Ha) 29 842.11 36 000

Biaya Pemasaran (Rp) 4 989 772.85 23 202 857.14

Total Biaya (Rp) 60 755 227.93 97 366 281.27

Penerimaan (Rp) 125 979 314.80 180 202 334.63

Keuntungan (Rp) 64 224 086.88 83 836 053.36

Rasio keuntungan thd biaya 1.07 0.85

Perbedaan yang cukup signifikan dapat dilihat pada pengusahaan tomat. Biaya produksi antara petani yang memasok ke pasar tradisional rata-rata mencapai Rp55 768 455.07 per hektar sedangkan biaya pokok produksi tomat yang dipasok ke pasar modern mencapai Rp74 163 424.12 per hektar. Biaya pemasaran pun lebih tinggi Rp18 216 084.29 dibandingkan saluran pasar tradisional. Akhirnya keuntungan yang didapatkan petani yang memasok ke eksportir dan restoran lebih tinggi sebesar 27.00 persen dibandingkan keuntungan petani di pasar tradisional yang berturut-turut nilainya adalah Rp64 224 086.88 dan Rp83 836 053.36. Walaupun demikian, jika dilihat nilai rasio keuntungan terhadap biaya, saluran pasar tradisional memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 1.07 sedangkan pasar modern hanya 0.85. Hal ini terjadi karena pada budidaya tomat yang dilakukan petani saluran pasar modern, lebih banyak biaya yang dikeluarkan sehingga memengaruhi biaya secara keseluruhan.

Harga tomat yang berlaku pada saat penelitian lapang dilangsungkan yaitu bulan Maret sampai April, pernah terjadi harga pasar tomat yang melebihi harga kontrak eksportir. Petani pun kemudian merasa kurang nyaman dengan hal tersebut sehingga perjanjian antara kedua belah pihak diperbaharui. Harga yang diberlakukan kemudian menjadi harga kontrak ditambah dengan harga yang berlaku di pasar tradisional kemudian dibagi dua. Hal ini jelas membuat petani tetap bersemangat untuk memproduksi tomat dengan kualitas dan keuntungan yang lebih baik. Keuntungan petani untuk komoditi kubis di kedua saluran pemasaran baik tradisional maupun modern berdasarkan analisis yang dilakukan ternyata tidak berbeda secara nyata. Analisis secara rata-rata terkait keuntungan petani kubis di pasar tradisional maupun modern disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Analisis keuntungan petani kubis

Indikator Saluran Pasar

Tradisional Modern

Biaya usahatani per Ha (Rp) 27 382 198.95 31 250 000.00

Produktivitas (Kg/Ha) 27 385.04 31 250.00

Biaya Pemasaran (Rp) 5 922 629.44 9 375 000.00

Penerimaan (Rp) 56 259 162.30 72 265 625.00

Keuntungan (Rp) 22 954 333.92 31 640 625.00

Rasio Keuntungan thd Biaya 0.69 0.78

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa keuntungan petani kubis di pasar modern lebih besar 37.84 persen dibandingkan keuntungan petani yang memasok kubis ke pasar tradisional. Biaya usahatani dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani kubis pasar tradisional lebih rendah dibandingkan biaya usahatani dan biaya pemasaran yang dikeluarkan di pasar modern. Namun karena harga kubis di pasar modern lebih tinggi yaitu Rp2 500 berbanding Rp2 071, maka penerimaannya pun lebih tinggi. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu 0.78 untuk pasar modern dan 0.69 untuk pasar tradisional. Namun dalam penelitian komoditi kubis, petani responden yang memasok ke pasar modern di Pangalengan masih terbatas yaitu hanya satu orang. Hal ini dikarenakan petani belum dapat menyerap informasi dan menjalin kerjasama dengan pasar modern.

Keuntungan petani untuk komoditi wortel di saluran pasar tradisional cukup besar yaitu mencapai 65.52 persen dari biaya usahatani per hektar. Hal ini disebabkan oleh harga jual wortel yang tinggi di pasar tradisional yaitu mencapai Rp1 928.57 per kilogram, sedangkan biaya pokok produksinya 61elative kecil yaitu Rp537.39 per kilogram. Secara umum petani melakukan sistem tebasan dalam menjual wortelnya, namun tetap ada biaya pemasaran sebesar Rp5 787 930.88 per hektar yang proporsi terbesarnya (65.96 persen) digunakan untuk membayar penyedia jasa perantara. Hal tersebut lebih banyak dialokasikan untuk pembayaran jasa perantara saat penjualan hasil panen wortel. Adapun nilai rasio keuntungan terhadap biaya pengusahaan wortel oleh petani adalah 1.07 yang berarti petani mendapatkan keuntungan Rp1.07 dari setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan. Secara terperinci keuntungan petani wortel disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Analisis keuntungan petani wortel di Kecamatan Pangalengan periode Januari-April 2013

Indikator Jumlah

Biaya usahatani per Ha (Rp) 13 716 966.70

Produktivitas (Kg/Ha) 25 525.00

Biaya Pemasaran (Rp) 5 787 930.88

Penerimaan (Rp) 40 441 419.14

Keuntungan (Rp) 20 936 491.57

Secara umum, dampak saluran pemasaran modern terhadap petani adalah positif dimana petani terdorong untuk menghasilkan sayuran yang lebih baik yang ditunjukkan oleh peningkatan produktivitas dan kualitas sayuran yang dihasilkan. Hal ini dicapai karena petani melakukan food agricultural practices pada pengusahaan sayurannya. Keuntungan petani modern pun dari ketiga komoditas yang dipasarkan ke pasar modern yaitu kentang, tomat dan kubis terbukti lebih tinggi dibandingkan keuntungan petani yang memasok ke pasar tradisional. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai rasio biaya terhadap keuntungan di saluran pasar modern yang lebih tinggi dibandingkan tradisional kecuali untuk komoditi tomat.

Meningkatnya Kualitas Sayuran yang Dihasilkan Petani

Petani pangalengan umumnya menjual kentang hasil produksinya dalam bentuk abress atau secara tercampur. Tidak ada pengelompokkan kentang berdasarkan ukuran (grading) padahal sebenarnya kentang yang dihasilkan memiliki ukuran yang berbeda-beda. Pada pasar modern biasanya dilakukan grading sebagai fungsi fasilitas disamping kegiatan sortasi yang dilakukan petani. Harga jual yang tinggi di pasar modern mendorong petani yang biasanya bermitra dengan pedagang besar dan eksportir untuk menghasilkan kentang yang berkualitas. Adapun kentang yang dihasilkan adalah Super/XL, Medium ABC, DN, TO dan Baby. Adapun ukuran kentang yang dipanen dapat dilihat pada Gambar 13.

Keterangan: dari kiri ke kanan ukuran Baby-TO-DN-Medium ABC-Super Gambar 13 Ukuran kentang yang dihasilkan oleh petani Pangalengan

Pada saluran pasar tradisional, biasanya kentang yang diperjualbelikan adalah kualitas ABC yang tercampur tanpa differensiasi harga. Berbeda dengan pasar modern yang menetapkan harga berbeda sesuai dengan grade kentang yang dihasilkan. Harga kentang yang tercantum dalam perjanjian dengan eksportir ditunjukkan oleh Tabel 27.

Tabel 27 Differensiasi harga kentang di pasar modern pada periode Januari sampai April 2013

GradeKentang Spesifikasi (Buah/Kg) Harga yang ditetapkan

Super 10-15 6 500

Medium ABC 16-20 6 000

Mini (TO) 21-30 4 500

Berdasarkan data differensiasi harga tersebut, dapat diketahui bahwa kualitas yang baik menghasilkan harga jual yang lebih tinggi. Hal ini bahkan berlaku bagi kentang dengan ukuran TO dan DN (baby) yang bahkan jika dikelompokkan dengan baik dan sesuai keinginan konsumen, dihargai lebih tinggi dari kentang abress. Dengan adanya kontrak harga, petani yang memasok ke pasar modern lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas kentangnya. Hal ini terjadi terutama untuk petani mitra yang bekerja sama baik dengan eksportirnya langsung maupun mitra dari pedagang besar yang memasok ke eskportir. Melalui sistem kemitraan yang biasanya juga tergabung dalam sebuah kelompok tani, petani kemudian dibina dalam hal budidaya supaya kualitas kentang sesuai dengan kesepakatan. Sistem tersebut jelas merupakan simbiosis mutualisme yang menguntungkan lembaga pemasaran di pasar modern. Oleh karena itu, salah satu dampak hadirnya pasar modern adalah meningkatkan kualitas kentang.

Kualitas tomat yang dihasilkan petani sangat beragam ukurannya. Namun petani saluran pasar tradisional biasanya menjualnya secara tercampur. Adapun di pasar modern, grade tomat yang dihasilkan terdiri dari kualitas super, A, B, dan TO. Kualitas super spesifikasi beratnya adalah terdiri dari 8-10 buah per kilogram, kualitas A berisi 11-15 buah per kilogram, kualitas B berisi 16-20 buah per kilogram, serta TO yang dalam satu kilogramnya berisi lebih dari 20 buah. Tomat yang akan dipasok ke pasar modern dibeli dengan harga yang berbeda sesuai dengan grade yang dihasilkan petani. Berbeda dengan kentang yang sortasi dan grading-nya dilakukan pedagang besar, pada komoditas tomat akan disoroti saluran pasar modern yaitu restoran karena fungsi pemasaran tersebut dilakukan langsung oleh petani. Tabel 28 menunjukkan harga beli tomat di restoran yang menjadi tujuan petani responden.

Tabel 28 Harga beli Tomat di Pasar Modern (Restoran) GradeTomat Spesifikasi

(Buah/Kg)

Harga yang ditetapkan (Rp/Kg) Restoran 1 Restoran 2

Super 8-10 8 200 15 000

A 11-15 7 700 6 500

B 16-20 7 000 4 500

TO >20 5 000 4 000

Penetapan harga tomat di pasar modern lebih tinggi dibandingkan harga tomat di pasar tradisional yang pada waktu penelitian kisaran harganya Rp3 500 sampai dengan Rp7 000 dan tetap menghadapi risiko fluktuasi harga. Walaupun permintaan tomat untuk restoran relatif sedikit yaitu 50 kilogram per minggu, namun untuk pasar ekspor permintaan tomat masih belum dapat terpenuhi. Kontrak harga menyebabkan petani terpacu untuk memenuhi permintaan tomat. Sama halnya seperti kentang, petani yang menyalurkan tomat ke pasar ekspor juga bermitra sehingga terdapat pengawasan dan pemberian informasi yang penting dalam menghasilkan tomat berkualitas. Target menghasilkan tomat yang berkualitas ditempuh dengan pemasangan ajir atau turus dan pengikatan batang tanaman tomat pada ajir tersebut. Selain itu, cabang tanaman tomat juga tidak dibiarkan banyak, cukup 4 cabang supaya dihasilkan tomat dengan kualitas super lebih banyak. Dengan demikian, pada komoditi tomat pun terjadi peningkatan kualitas dengan hadirnya pasar modern.

Adapun pada komoditi kubis, hadirnya saluran pasar modern dalam hal ini restoran cukup berpengaruh terhadap peningkatan kualitas kubis yang dihasilkan petani. Walaupun dalam hal budidaya tidak ada perbedaan yang signifikan antara petani tradisional dan petani pasar modern, tetapi dalam saluran pasar modern terdapat perlakuan pasca panen pada komoditi kubis. Adapun tindakan pasca panen yang dilakukan adalah sortasi, pengelupasan lapisan luar kubis yang kotor, pelapisan bonggol kubis, dan pengemasan dengan dibungkus koran. Walaupun harga jual yang ditetapkan restoran tidak berbeda jauh yaitu Rp2 500 per kilogram, namun berdasarkan aktivitas pasca panen tersebut, jelas bahwa kualitas kubis yang dihasilkan lebih baik dibandingkan saluran pasar tradisional yang langsung dijual saat panen.

Komoditi terakhir yaitu wortel, kualitas yang dihasilkan pada pasar tradisional sudah cukup baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan negosiasi lebih lanjut dengan pasar modern. Sebagian petani menyebutkan enggan memasuki pasar modern karena sistem konsinyasi yang cenderung merugikan dan maraknya wortel impor dari luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan regulasi pemerintah terhadap ketentuan impor produk hortikultura khususnya sayuran. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa dengan hadirnya pasar modern dan saluran pasar yang mengikutinya, petani dapat meningkatkan kualitas sayuran yang dihasilkan. Walaupun biaya yang dikeluarkan lebih tinggi, namun keuntungan petani tetap lebih tinggi karena harga yang berlaku di pasar modern pun lebih tinggi dari pasar tradisional.

Dampak Saluran Pasar Modern terhadap Saluran Pasar Tradisional

Keberadaan saluran pasar modern tentu memiliki dampak terhadap saluran pasar tradisional. Hal ini dapat dilihat dari tiga indikator utama yaitu volume produksi sayuran di saluran pasar tradisional, kegiatan pemasaran yang tercermin melalui fungsi pemasaran oleh masing-masing lembaga pemasarab, serta panjang pendeknya saluran pemasaran yang terjadi di pasar tradisional.

Menurunnya Volume Sayuran

Volume produksi pada saluran pasar tradisional dengan hadirnya saluran pasar modern adalah lebih kecil karena alokasi produk sayuran di lokasi penelitian terbagi ke pasar modern baik itu eksportir maupun restoran. Pada awalnya, ketika saluran pasar modern belum menjadi alternatif pilihan pemasaran petani, seluruh hasil sayuran petani dipasarkan ke pasar tradisional.

Seperti yang diungkapkan pada pembahasan skema volume arus komoditi sebelumnya, walaupun proporsinya volume sayuran yang dipasarkan ke saluran pasar modern lebih rendah, namun hal tersebut berdampak pada menurunnya volume sayuran yang dipasarkan di saluran pasar tradisional. Volume perdagangan pada saluran pasar tradisional menjadi menurun di ketiga komoditas yang dianalisis yaitu kentang sebesar 20.39 persen, tomat sebesar 23.34 persen, dan kubis sebesar 0.47 persen. Gambar 14 menunjukkan alokasi volume sayuran setelah adanya pasar modern.

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000

Kentang Tomat Kubis

624 775 467500 526 500 160000 180 600 2 500 V ol ume P er dagan gan (K g) Komoditas volume ke Pasar Tradisional Volume ke pasar modern

Gambar 14 Alokasi volume sayuran setelah adanya saluran pasar modern Pada dasarnya volume perdagangan sayuran di pasar modern masih dapat ditingkatkan seiring dengan meluasnya retail modern dan permintaan ekspor dari dalam negeri. Petani dan pelaku pemasaran sayuran di Pangalengan dapat mengakses informasi pasar dan menciptakan sistem agribisnis sayuran yang baik termasuk pemasaran sebagai penanganan pasca panen. Namun, peranan pasar tradisional yang menyerap volume sayuran lebih besar tidak dapat dihilangkan begitu saja. Untuk itu, pasar tradisional perlu perbaikan dalam hal sarana dan infrasturktur sehingga sistem yang terjadi dapat mencontoh kepada saluran pasar modern yang terbukti menambah keuntungan di sisi produsen dan kepuasan konsumen tetap tercapai.

Bertambahnya Fungsi Pemasaran Saluran Pasar Tradisional

Indikator kedua adalah fungsi pemasaran yang terjadi ketika pasar modern menjadi tujuan pemasaran. Dapat diketahui bahwa terdapat fungsi pemasaran yang tumbuh akibat dari keberadaan pasar modern. Lebih tepatnya adalah pada komoditi kentang yang dilakukan oleh pedagang III, dan pada komoditi kubis yang dilakukan oleh petani. Bertambahnya fungsi pemasaran karena pengaruh pasar modern dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Fungsi pemasaran yang tumbuh karena pasar modern

Komoditas dan Lembaga Pemasaran

Fungsi-fungsi Pemasaran

Dokumen terkait