• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis komparasi saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis komparasi saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPARASI SALURAN PASAR TRADISIONAL DAN

MODERN PADA KOMODITAS SAYURAN DI KECAMATAN

PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis komparasi saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013 Fitriyani Mir’ah Aliyatillah

(4)
(5)

RINGKASAN

FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH. Analisis Komparasi Saluran Pasar Tradisional dan Modern pada Komoditas Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh HARIANTO dan ANNA FARIYANTI.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting untuk dikembangkan karena memiliki permintaan pasar yang tinggi baik dari dalam maupun luar negeri. Walaupun neraca perdagangan sayuran Indonesia masih bernilai negatif namun trend ekspor dari tahun 2005 sampai dengan 2010 bernilai positif 10 persen. Perkembangan pasar modern seperti ekspor tersebut dan food service industries seperti restoran menawarkan keuntungan yang lebih tinggi kepada petani sayuran. Namun pasar modern memiliki persyaratan terkait kontinyuitas kuantitas dan konsistensi kualitas sayuran. Oleh karena itu, penting dilakukan studi terkait pemasaran sayuran untuk pasar modern.

Pangalengan merupakan sentra produksi sayuran di Jawa Barat yang berkontribusi cukup besar dalam produksi sayuran Nasional. Selain itu, Pangalengan juga merupakan wilayah yang ditargetkan dapat meningkatkan ekspor sayuran khususnya ke Singapura. Pemasaran sayuran yang dilakukan petani awalnya hanya ke pasar tradisional, namun seiring dengan berkembangnya pasar modern, petani mulai memasok ke pasar modern terutama karena adanya jaminan harga yang stabil berdasarkan kesepakatan dan tawaran harga jual yang tinggi. Berbeda dengan pasar tradisional yang menghadapi risiko fluktuasi harga sehingga memicu tidak terintegrasinya harga di tingkat petani dan pengecer. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menganalisis aktivitas pemasaran komoditas sayuran di Pangalengan; (2) menganalisis efisiensi saluran pasar modern dan tradisional komoditas sayuran di Pangalengan; dan (3) menganalisis dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran pasar tradisional.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) di tiga desa di Kecamatan Pangalengan yaitu Desa Pangalengan, Desa Margamekar, dan Desa Margamukti karena memiliki produktivitas sayuran paling tinggi. Komoditas sayuran yang diteliti adalah kentang, tomat, kubis dan wortel. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui lembaga pemasaran sayuran yang terlibat, fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi, saluran pemasaran, serta dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran pasar tradisional. Adapun analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel dan Eviews untuk menganalisis integrasi harga sayuran di pasar tradisional yang menggunakan model ordinary least square (OLS) dari Model Ravallion.

(6)

pembelian. Yang membedakannya dengan pasar modern adalah di tingkat petani terdapat penambahan fungsi fasilitas berupa grading.

Efisiensi pemasaran yang terjadi pada komoditas kentang, tomat, dan kubis terbukti lebih efisien pada saluran pasar modern dibanding tradisional. Efisiensi saluran pasar dilihat dari nilai marjin pemasaran, farmer’s share, dan integrasi pasar antara petani dan ritel. Umumnya komoditas sayuran yang dianalisis belum terintegrasi dengan baik yang ditunjukkan oleh nilai index of market connection yang tinggi. Hal ini terjadi karena informasi pasar yang datang ke petani lebih lambat dibandingkan pedagang perantara. Adapun pada komoditi tomat, terintegrasi kuat karena informasi kepada petani lebih terbuka dan disalurkan dengan cepat.

Dampak saluran pasar modern terhadap petani adalah meningkatnya produktivitas sayuran yang dihasilkan, meningkatnya keuntungan, dan meningkatnya kualitas sayuran yang dipasarkan. Adapun dampak saluran pasar modern terhadap saluran pasar tradisional antara lain berkurangnya volume perdagangan sayuran di pasar tradisional, bertambahnya fungsi pemasaran, serta saluran pemasaran tradisional menjadi lebih pendek.

(7)

SUMMARY

FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH. Comparative Analysis of Traditional and Modern Marketing Channels of Vegetables Commodities in Pangalengan District, Bandung Regency. Supervised by HARIANTO and ANNA FARIYANTI.

Vegetable is one of the important horticultural commodities that potential to be developed because it has a high market demand both from within and outside the country. Although the trade balance value was still negative, the export trend of vegetable from 2005 to 2010 is positive 10 percent. Modern market developments such as the export and food service industries such as restaurants offer higher returns to farmers. But the Modern market has the requirement related to quantity and consistency of vegetable quality. Therefore, it is important to analyze marketing of vegetable in Modern market.

Pangalengan is the vegetable production centers in West Java that contribute quite big in the National vegetable production. In addition, the district is also targeted to make contribution to increase the export of vegetable, especially to Singapore. Along with the development of a Modern market, farmers started supplying to the Modern market that enforces the selling price fixed based on agreements and offer a higher selling price than traditional markets. Because of fluctuating prices, traditional market trigger unintegrated market price at the level of farmers and retailers. The aims of this research are to: (1) analyze the marketing aktivities of vegetables in Pangalengan; (2) analyze the efficiency of the Modern and traditional market channels of vegetables in Pangalengan; and (3) analyze the impact of Modern market channels against farmers and traditional market channels.

Research location determined purposively in three villages in the District of Pangalengan because of the highest vegetables productivity i.e. Margamekar Village, Pangalengan Village and Margamukti Village. Vegetables in this research are potato, tomato, cabbage and carrot. Data analysis was done qualitatively and quantitatively. Qualitative analysis was conducted to find out the vegetable market institutions, marketing functions, marketing channels, and the impact of modern market channels to farmers and traditional market channels. Microsoft Excel and Eviews software are used to analyze price integration of vegetables on traditional market with ordinary least square (OLS) model that adapted from Ravallion Model.

The results showed that the marketing institutions of vegetables in traditional market channels are traders I, traders II, wholesale and retailers. While for marketing institutions on the modern market are of traders III, exporters, and restaurant. The marketing function that carried out by marketing institutions who supply vegetables to traditional market generally consists of: (1) facilities functions such as sortation, risk, cost, and market information; (2) physical functions in the form of transportation and storage; and (3) exchange functions such as sales and purchase. While in the modern market channels, there is an additional marketing function facility at the level of farmer i.e grading activities.

(8)

Analysis of the market integration indicates that generally vegetables in traditional markets were unintegrated. This condition happened because the information that comes to market farmers is slower than intermediary traders. As for the commodity tomato, integrated strong because information to farmers more open and distributed quickly.

The impact of Modern market channels to traditional market channels are declining trading volume of vegetables, adding of marketing functions, and shortening marketing channels. The impact of Modern market channels are increasing the productivity of the vegetables, increased profits, and increasing the quality of the vegetables.

Keywords: Traditional market, Modern Markets, Vegetable, Market Integration, Marketing channels

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS KOMPARASI SALURAN PASAR TRADISIONAL DAN

MODERN PADA KOMODITAS SAYURAN DI KECAMATAN

PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, M. Adev

(13)

Judul Tesis : Analisis Komparasi Saluran Pasar Tradisional dan Modern pada Komoditas Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Nama : Fitriyani Mir`ah Aliyatillah

NIM : H451110191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS Ketua

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemasaran, dengan judul analisis komparasi saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Ir Harianto, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran, dan motivasi kepada penulis.

2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran, dan motivasi kepada penulis.

3. Dr Ir Suharno, M. Adev dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji pada sidang tertutup yang telah banyak memberi saran dan masukan.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS sebagai ketua program studi magister sains agribisnis; Dr Ir Suharno, M.Adev sebagai sekretaris program studi magister sains agribisnis; dan seluruh staf program studi magister sains agribisnis atas motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis.

5. Kementrerian Pendidikan dan Kebudayaan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) sebagai sponsor biaya pendidikan penulis selama menjadi mahasiswa pasca sarjana.

6. Bapak H. Enzem Zaenal dan Bapak H. Odih Dedi Permana sebagai tokoh masyarakat dan ketua kelompok tani di Desa Margamekar yang telah memberikan informasi secara mendalam dan bantuan serta kasih sayang kepada penulis selama pengambilan data berlangsung.

7. Bapak Firman sebagai penyuluh pertanian di Disperta Jawa Barat yang telah menyediakan informasi harga sayuran secara komprehensif.

8. Ayahanda Maman Karliman dan Ibunda Fatmah Setiawati sebagai orangtua penulis, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya.

9. Teman-teman seperjuangan Magister sains agribisnis angkatan 2 yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pelaku pemasaran sayuran, akademisi, dan pengambil keputusan.

(17)
(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Pemasaran Sayuran di Indonesia 7

Lingkup Pasar Modern 8

Efisiensi Saluran Pemasaran Modern dan Tradisional 8

Integrasi Pasar Komoditas Agribisnis 9

Dampak Saluran Pasar Modern terhadap Petani dan

Saluran Pasar Tradisional 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 13

Pemasaran Produk Pertanian secara makro 13

Konsep Saluran Pemasaran 15

Konsep Efisiensi Pemasaran 16

Kerangka Pemikiran Operasional 19

4 METODE PENELITIAN 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Jenis dan Sumber Data 23

Metode Pengolahan dan Analisis Data 24

5 AKTIVITAS PEMASARAN SAYURAN DI PANGALENGAN 26

Karakteristik petani responden 28

Karakteristik pedagang 29

Gambaran umum sistem pemasaran sayuran di Pangalengan 31 Lembaga pemasaran pada saluran pasar tradisional 34 Lembaga pemasaran pada saluran pasar Modern 35 Saluran pemasaran sayuran di Kecamatan Pangalengan 36

Saluran pemasaran kentang 36

Saluran pemasaran tomat 40

Saluran pemasaran kubis 43

(19)

6 EFISIENSI SALURAN PASAR TRADISIONAL DAN MODERN 48

Marjin Pemasaran dan Farmer’s share 48

Integrasi pasar sayuran di Pangalengan 55

7 DAMPAK SALURAN PASAR MODERN 56

Dampak saluran pasar modern terhadap petani 56 Produktivitas sayuran petani menjadi meningkat 57

Keuntungan petani menjadi meningkat 59

Meningkatnya kualitas sayuran yang dihasilkan petani 62 Dampak saluran pasar modern terhadap saluran pasar tradisional 64

Menurunnya volume sayuran 64

Bertambahnya fungsi pemasaran 65

Saluran pemasaran lebih pendek 66

8 SIMPULAN 67

9 SARAN 68

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 73

RIWAYAT HIDUP 93

DAFTAR TABEL

1 Pasar Ekspor Sayuran Indonesia tahun 2005-2009 1 2 Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat terhadap nasional tahun 2011 3 3 Data produksi kentang, tomat, wortel, dan kubis di Kecamatan

Pangalengan tahun 2010 23

4 Kriteria Integrasi Pasar 26

5 Luas wilayah Kecamatan Pangalengan Tahun 2012 27 6 Luas lahan, produktivitas, dan produksi sayuran di kecamatan

Pangalengan tahun 2011 27

7 Karakteristik Responden Petani Sayuran di Pangalengan 29 8 Karakteristik Responden Pedagang Sayuran di Pangalengan 30 9 Biaya Produksi Kentang di Kecamatan Pangalengan Berdasarkan Jenis

Bibit yang digunakan 36

10 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran Kentang 38 11 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran tomat 40 12 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran Kubis 44 13 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran Wortel 46 14 Marjin pemasaran dan farmer’s share kentang di Pangalengen periode

Januari-April 2013 48

15 Marjin pemasaran dan farmer’s share tomat di Pangalengen periode

Januari-April 2013 49

16 Marjin pemasaran dan farmer’s share kubis di Pangalengen periode

(20)

17 Marjin pemasaran dan farmer’s share wortel di Pangalengen periode

Januari-April 2013 52

18 Integrasi Pasar Komoditas Sayuran 53

19 Produktivitas Kentang pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern 54 20 Produktivitas tomat pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern 55 21 Produktivitas kubis pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern 56 22 Produktivitas wortel pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern 56

23 Analisis keuntungan petani kentang 56

24 Analisis keuntungan petani tomat 57

25 Analisis keuntungan petani kubis 58

26 Analisis keuntungan petani wortel 59

27 Diferensiasi harga kentang di pasar Modern periode Januari-April 2013 60

28 Harga beli tomat di pasar Modern (Restoran) 60

29 Fungsi pemasaran yang tumbuh karena pasar modern 63

DAFTAR GAMBAR

1 Fluktuasi Harga Sayuran di Tingkat Petani dan Pengecer Pangalengan 4

2 Saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat 7

3 Margin pemasaran 17

4 Kerangka pemikiran operasional 22

5 Skema arus komoditi kentang di Pangalengan periode Januari-April

2013 37

6 Skema arus komoditi tomat di Pangalengan periode Januari-April 2013 41 7 Skema arus komoditi kubis di Pangalengan periode Januari-April 2013 43 8 Skema arus komoditi wortel di Pangalengan periode Januari-April 2013 45 9 Farmer’s share kentang di Pangalengan periode Januari-April 2013 50 10 Farmer’s share tomat di Pangalengan periode Januari-April 2013 51 11 Farmer’s share kubis di Pangalengan periode Januari-April 2013 53 12 Farmer’s share wortel di Pangalengan periode Januari-April 2013 54 13 Ukuran kentang yang dihasilkan petani Pangalengan 59 14 Alokasi volume sayuran setelah adanya pasar Modern 62

DAFTAR LAMPIRAN

1 Marjin pemasaran kentang 71

2 Marjin pemasaran tomat 74

3 Marjin pemasaran kubis 76

4 Marjin pemasaran wortel 78

(21)
(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi baik dari dalam maupun luar negeri. Konsumsi per kapita sayuran di Indonesia dari tahun 2006 sampai 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 36.5 persen sehingga permintaan akan sayuran di dalam negeri pun meningkat (BPS 2011). Namun kondisi neraca perdagangan sayuran Indonesia sampai dengan tahun 2009 masih bernilai negatif dengan nilai ekspor sebesar 100 juta USD sedangkan nilai impor mencapai 298 juta USD. Walaupun demikian, potensi ekspor masih besar dan variatif yang terbukti dari trend ekspor dari tahun 2005 sampai dengan 2009 yang bernilai positif 10 persen. Adapun Negara tujuan ekspor sayuran Indonesia antara lain Cina, India, Singapura, Jepang, Malaysia, Filipina, Korea, Taiwan, dan Thailand (ACDIVOCA 2011). Pasar ekspor sayuran Indonesia tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pasar ekspor sayuran Indonesia tahun 2005-2009

Importir

Sumber: Agricultural Cooperative Development International (2011)

Salah satu permintaan ekspor hortikultura Indonesia adalah berasal dari Singapura dimana permintaannya pada tahun 2014 mendatang mencapai 30 persen dari total ekspor buah dan sayuran Indonesia. Permintaan tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 6 persennya saja di tahun 2010 yaitu senilai 22.4 juta USD1. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, pada tahun 2012 Kementerian Pertanian secara khusus mengeluarkan pedoman teknis akselerasi peningkatan ekspor hortikultura ke Singapura karena Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk memperluas pangsa pasar sayuran terutama karena didukung oleh kondisi agronomis dan letak geografis yang berdekatan dengan Singapura.

1

(23)

Terdapat beberapa kelemahan yang menyebabkan Indonesia belum dapat meningkatkan pangsa pasar sayuran di Singapura maupun Negara importir sayuran lainnya. Kelemahan tersebut diantaranya adalah kondisi infrastruktur jalan dan pelabuhan yang kurang memadai serta lemahnya manajemen rantai pasok. Pada dasarnya sayuran Indonesia memiliki dayasaing, namun perlu adanya perbaikan kemasan dan kualitas (Kemendag 2011). Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kinerja ekspor sayuran Indonesia adalah dengan meningkatkan kualitas sayuran diantaranya melalui perbaikan sistem pemasaran.

Pasar ekspor sayuran Indonesia merupakan salah satu contoh pasar modern dengan sistem kontrak yang dicirikan oleh adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli baik secara lisan ataupun tertulis terkait dengan harga, kualitas, kuantitas, dan persyaratan lainnya (Perdana 2011). Jenis pasar ini juga disebut sebagai pasar terstruktur. Selain pasar ekspor sayuran Indonesia, pasar modern dengan sistem kontrak juga mencakup lingkup domestik seperti ritel modern, agroindustri, dan food service industry seperti restoran. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pasar tradisional seperti pasar induk kramat Djati dan Caringin, serta pasar modern dengan sistem kontrak yang terdiri dari pasar ekspor serta restoran yang secara nasional pertumbuhannya mencapai 2.09 persen di tahun 2011 (BPS 2011).

Pada tahun 2007, petani yang terlibat dalam rantai pasar modern di Indonesia baru mencapai 15 persen. Hal ini dikarenakan adanya persyaratan berupa konsistensi terhadap kualitas dan kontinyu dalam hal kuantitas yang sulit dipenuhi oleh petani sayuran skala kecil. Perkembangan pasar modern dalam rantai pemasaran sayuran di Indonesia memiliki dampak terhadap perekonomian. Beberapa pihak berpendapat bahwa dengan meluasnya pasar modern seperti ritel modern di Indonesia, pertumbuhan ekonomi serta iklim persaingan usaha semakin baik dan dapat meningkatkan lapangan pekerjaan (Punjabi dan Sardana 2007). Namun pihak lain berpendapat bahwa pasar modern berdampak negatif terhadap pasar tradisional karena mengakibatkan hilangnya konsumen di pasar tradisional (SMERU 2007). Dampak hadirnya pasar modern terhadap konsumen lebih positif karena pasar tersebut menawarkan lebih banyak keunggulan sehingga kepuasan konsumen dapat meningkat dengan disediakannya lebih banyak pilihan.

Adapun dampak saluran pasar modern terhadap petani sayuran masih menjadi kontroversi. Terdapat hasil penelitian yang bertolak belakang dalam melihat dampak saluran pasar modern terhadap petani hortikultura khususnya di Negara berkembang. Sebagian besar hasil penelitian menyebutkan bahwa saluran pasar modern merugikan petani produk agribisnis terutama petani kecil karena kemungkinan petani dalam menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen sangat kecil. Studi empiris ditunjukkan oleh Cartey dan Mesbah (1993) yang mengungkapkan bahwa petani kecil sangat sedikit partisipasinya dalam ekspor buah di Negara Chili. Begitu juga dengan ekspor sayuran di Kenya yang tidak melibatkan petani sehingga saluran pemasaran tersebut sama sekali tidak menguntungkan bagi petani lokal.

(24)

dan pendapatan yang lebih tinggi ketika menjadi pemasok dalam saluran pasar modern untuk komoditas jagung. Selain meningkatkan pendapatan, saluran pasar modern juga dapat meningkatkan produktivitas dan akses tenaga kerja lokal yang lebih baik. Huang dan Reardon (2008) yang menyebutkan bahwa saluran pasar modern memiliki dampak positif bagi petani yaitu peningkatan pendapatan, teknologi produksi yang semakin membaik dan menciptakan lowongan pekerjaan yang baru bagi masyarakat. Conception dan Digal (2007) juga menyatakan bahwa saluran pasar modern memberikan pendapatan yang lebih baik kepada petani walaupun supermarket sebagai salah satu ritel modern memiliki standar kualitas dan kuantitas yang harus dipenuhi. Hal ini terjadi karena saluran pasar modern telah menggeser paradigma petani untuk lebih memperhatikan keamanan pangan dan berusaha memproduksi komoditas yang sesuai dengan permintaan konsumen.

Dengan demikian, penting dilakukan penelitian yang mengkaji secara khusus mengenai saluran pasar sayuran baik dengan tujuan akhir pasar tradisional maupun pasar modern dengan sistem kontrak seperti ekspor dan restoran. Dampak hadirnya pasar modern terhadap petani dan pasar tradisional menjadi penting untuk dianalisis karena perbedaan hasil penelitian terdahulu tidak dapat dijadikan kesimpulan umum khususnya untuk komoditas hortikultura di Indonesia.

Perumusan Masalah

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia yang berkontribusi cukup besar terhadap produksi sayuran nasional. Pada tahun 2011, Jawa Barat menjadi penghasil sayuran Nasional seperti kubis sebesar 21.97 persen, tomat 37.19 persen, kentang 25.93 persen, cabe merah 21.98 persen dan bawang merah 11.34 persen (Disperta Jabar 2012). Adapun penelitian ini membahas empat komoditas sayuran utama yaitu kentang, tomat, kubis, dan wortel. Hal ini karena keempat komoditas tersebut berkontribusi cukup besar terhadap produksi sayuran nasional. Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat terhadap Nasional pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat terhadap nasional tahun 2011 Komoditas Nasional (Ton) Jawa Barat (Ton) Persentase

Kubis 1 358 113 298 332 21.97

Tomat 954 046 354 832 37.19

Kentang 1 060 805 275 101 25.93

Cabe Merah 888 852 195 383 21.98

Bawang Merah 893 124 101 273 11.34

Wortel 526 917 115 297 21.88

Sumber: Diperta Jawa Barat (2012) (diolah)

(25)

yang awalnya hanya memasok ke pasar tradisional menjadi memiliki kesempatan untuk memasok juga ke pasar modern. Harga yang lebih tinggi mendorong petani untuk melakukan pemasaran sayuran ke pasar modern dengan sistem kontrak walaupun harus memenuhi persyaratan terkait kualitas dan kuantitas sayuran. Harga yang terjadi di pasar modern cenderung stabil karena penetapan harga terjadi sesuai dengan kesepakatan di awal kerjasama. Sebaliknya, di pasar tradisional, pelaku agribisnis sayuran menghadapi risiko fluktuasi harga. Fluktuasi harga sayuran di tingkat petani dan pedagang pengecer di pasar Pangalengan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Fluktuasi harga sayuran di tingkat petani dan pedagang pengecer di pasar Pangalengan

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat, 2013

Salah satu fenomena yang sering terjadi pada komoditas sayuran adalah fluktuasi harga yang memicu pada ketidakefisienan pasar jika perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen tidak disampaikan dengan baik ke tingkat petani. Berdasarkan Gambar 1, kenaikan atau penurunan harga sayuran yang terjadi di tingkat pedagang pengecer, tidak selalu diikuti oleh kenaikan atau penurunan harga yang terjadi di tingkat petani. Hal ini sering disebut dengan pasar yang tidak terintegrasi padahal integrasi pasar merupakan salah satu indikator efisiensi harga. Oleh karena itu, diperlukan analisis integrasi pasar sebagai bagian dari analisis efisiensi harga di lokasi penelitian.

Pelaku pemasaran baik itu di pasar tradisional maupun pasar modern harus melakukan kegiatan pemasaran secara efisien supaya kualitas sayuran tetap terjaga dan memberikan keuntungan yang maksimal. Saluran pasar modern maupun tradisional memiliki tingkat efisiensi yang berbeda. Salah satu ukuran efisiensi adalah terintegrasinya hubungan antara harga di tingkat petani dan harga di tingkat pedagang eceran. Kenaikan harga di tingkat konsumen memiliki respon yang berbeda saat penurunan harga, terkadang lebih intensif namun juga terkadang terjadi sebaliknya (Aguiar dan Santana 2002). Walaupun efisiensi saluran pasar modern terbukti lebih baik dibanding saluran pasar tradisional

0

Data Mingguan April 2012- Maret 2013

(26)

(Aparna dan Hanumanthaiah 2012), namun tingkat efisiensi dapat berbeda karena dipengaruhi juga oleh kondisi geografis wilayah dan karakteristik responden. Untuk itu, analisis efisiensi pemasaran di kedua saluran pemasaran menjadi salah satu bagian dari penelitian.

Aktivitas pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran baik pasar modern maupun tradisional ditujukan untuk menciptakan nilai spesifik produk dengan melakukan berbagai fungsi pemasaran. Namun salah satu fungsi pemasaran yang seringkali tidak dilakukan oleh petani dalam saluran pasar tradisional adalah sortasi dan grading yang pada dasarnya dapat meningkatkan nilai tambah dari sayuran yang dihasilkannya. Aktivitas tersebut dinilai memerlukan biaya tambahan karena membutuhkan penanganan ekstra dan membutuhkan tenaga kerja. Oleh karena itu, sayuran yang dipasok ke pasar tradisional kualitasnya tercampur dan hanya dikenakan satu harga. Berbeda dengan saluran pasar modern yang menuntut dilakukannya fungsi pemasaran berupa sortasi dan grading. Walaupun jenis sayurannya sama, namun harga yang terbentuk akan bervariasi tergantung dengan grade yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan harga jual yang secara otomatis meningkatkan penerimaan produsen atau petani (Tambunan et al. 2004).

Menyikapi perkembangan pasar modern, petani yang pada awalnya hanya berorientasi kepada pasar tradisional kini mulai terdorong untuk memenuhi permintaan di pasar modern karena menawarkan keuntungan lebih besar dibandingkan pasar tradisional. Hal ini juga dikarenakan konsumen pasar modern memiliki willingness to pay lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional karena segmentasinya menengah ke atas. Hernandez et al. (2007) mengungkapkan bahwa petani merupakan bagian penting dalam saluran pasar modern. Namun, beberapa penelitian menunjukkankan bahwa petani sulit terlibat dalam saluran pasar modern khususnya petani skala kecil (Minot dan Roy 2007). Hal ini terkait dengan persyaratan memasuki pasar modern untuk komoditas sayuran diantaranya adalah kualitas, kuantitas, kemasan, keamanan pangan, dan keberlanjutan pengiriman.

Dampak hadirnya pasar modern yang secara spesifik dicirikan oleh hadirnya saluran pasar modern, baik itu terhadap petani maupun terhadap perekonomian, tidak dapat disamakan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi lokal baik geografis maupun karakteristik petani suatu daerah, begitu juga dengan Pangalengan. Walaupun berperan sebagai daerah sentra produksi sayuran, namun dampak hadirnya saluran pasar modern dengan sistem kontrak perlu dilakukan lebih lanjut. Dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran pasar tradisional pada penelitian ini dapat dianalisis setelah mengetahui secara komprehensif aktivitas pemasaran yang terjadi baik di saluran pasar tradisional maupun modern. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut, pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah aktivitas pemasaran komoditas sayuran di Pangalengan? 2. Apakah saluran pasar modern lebih efisien dibandingkan dengan saluran

pasar tradisional pada komoditas sayuran di Pangalengan?

(27)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diungkapkan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini antara lain untuk:

1. Menganalisis aktivitas pemasaran komoditas sayuran di Pangalengan. 2. Menganalisis efisiensi saluran pasar modern dan tradisional komoditas

sayuran di Pangalengan.

3. Menganalisis dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran pasar tradisional.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi terciptanya sistem pemasaran komoditas sayuran yang baik sebagai salah satu subsistem agribisnis yang terintegrasi khususnya di Pangalengan sebagai daerah penelitian. Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi acuan bagi lembaga pemasaran komoditas hortikultura dalam memasuki pasar modern sebagai salah satu jaringan pemasaran dengan tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan melalui aktivitas pemasaran yang tepat. Adapun bagi perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan terkait pemasaran sayuran sehingga dapat juga dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terbatas pada sentra sayuran di Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan Pangalengan, dengan asumsi sudah mewakili daerah sentra produksi sayuran yang lainnya di Indonesia. Desa yang dipilih adalah Margamukti, Margamekar, dan Pangalengan dengan alasan ketiga desa tersebut merupakan penghasil komoditas sayuran Kubis, Kentang, Wortel dan Tomat dengan produksi paling tinggi. Pemilihan komoditas tersebut berdasarkan studi pendahuluan kepada beberapa ketua kelompok tani di Pangalengan dan data sekunder dari Direktorat Jenderal Hortikultura Jawa Barat terkait komoditas sayuran potensial untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor khususnya ke Singapura. Pasar modern yang dipilih adalah pasar ekspor dan food service industry yaitu restoran.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pemasaran Sayuran di Indonesia

(28)

Analisis pemasaran sayuran telah banyak dilakukan oleh peneliti baik di Indonesia maupun luar negeri. Sayuran tersebut diantaranya wortel, kentang, kubis (Silitonga 1999; Ma’mun 1985; Setiawan 2009). Pada dasarnya saluran pemasaran sayuran yang terjadi memiliki kemiripan satu sama lain dimana melibatkan lembaga pemasaran yang hampir sama. Secara khusus, saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat bermuara kepada konsumen luar negeri dan konsumen domestik yang bergerak dari desa menuju ke daerah perkotaan (Ferrari 1994).

Produk yang mudah rusak (perisable) seperti sayuran, dalam pemasarannya biasanya hanya melewati sedikit perantara dibandingkan produk yang tahan lama akan tetapi pada komoditas sayuran karena produksinya tersebar, perantara kemungkinan lebih panjang karena membutuhkan kegiatan pengumpulan. Hal ini terjadi terutama pada petani yang mengusahakan sayuran dalam skala kecil dan menghasilkan sayuran dengan volume sedikit sehingga memilih pedagang pengumpul dalam memasarkan sayurannya. Walaupun demikian, waktu yang dibutuhkan untuk melewati perantara tersebut relatif singkat yaitu hanya satu atau paling lama dua hari (Ferrari 1994). Adapun saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat menurut Ferrari (1994) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat Sumber: Ferrari (1994)

Farmer

Customer (Village market)

Customer (Local market) Field Trader

Assembly Trader

Wholesaler

Broker Subwholesaler

Institutional Buyer

Ritel Market

Riteler

Consumer

Export Village

Small Town

Urban Centre

(29)

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa saluran pasar sayuran di Jawa Barat terdiri dari pasar modern yaitu pasar internasional untuk memenuhi ekspor dan perusahaan institusi. Adapun pasar tradisional umumnya dipasarkan melalui pedagang pengecer. Pasar modern umumnya memasok sayuran dari pedagang besar (wholesaler) dan tidak langsung dari petani. Berdasarkan penelitian terdahulu di beberapa Negara berkembang, sedikit sekali petani yang mampu mengakses saluran tersebut secara langsung, terutama petani kecil. Hal ini disebabkan adanya persyaratan volume produksi yang harus berkelanjutan dan kualitas yang harus konsisten. Oleh karena itu, saluran pasar modern membentuk saluran tersendiri dengan melibatkan lembaga pemasaran yang berbeda dengan saluran pasar tradisional. Segala persyaratan yang harus dipenuhi di pasar modern menjadikan petani lebih memperhatikan kualitas sayuran bahkan sejak tahapan budidaya (Huang dan Reardon 2008).

Lingkup Pasar Modern

Pasar sering didefinisikan sebagai tempat atau lokasi terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli yang membentuk harga tertentu. Dahl dan Hammond (1977), pakar ekonomi memberikan pengertian ruang lingkup pasar menjadi empat hal yaitu: 1). Kekuatan dari permintaan dan penawaran yang bekerja; 2). Harga dan modifikasinya adalah penentu; 3). Pengalihan hak milik dari sejumlah barang atau jasa; 4). Mengandung pengertian fisik dan kelembagaan yang terlibat. Pasar secara ekonomi diartikan sebagai ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan atau mengubah harga.

Istilah pasar modern dalam penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu. Sebagian besar penelitian membatasi pasar modern pada retail modern seperti Hernandez et al. (2012) untuk komoditas jambu merah (guava) yang dipasarkan ke pasar modern berupa supermarket dan Cadilhon et al. (2006) untuk komoditas sayuran yang dipasarkan ke pasar modern berupa supermarket, hypermarket, dan department store. Adapun penelitian ini mengacu kepada konsep yang diungkapkan oleh Minot dan Roy (2007) dimana saluran pemasaran modern tidak hanya mencakup retail modern saja tetapi juga perusahaan pengolah makanan (food processing), food service industry seperti restoran, dan ekspor. Oleh karena itu, karena restoran dan ekspor merupakan salah satu bagian dari pasar modern, maka digunakan istilah saluran pasar modern untuk dijadikan komparasi dengan saluran pasar tradisional.

Efisiensi Saluran Pasar Modern dan Tradisional

(30)

kenaikan atau penurunan harga di tingkat konsumen (ritel) dapat diteruskan dengan baik kepada petani sebagai produsen (Irawan 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (1999) marjin pemasaran sayuran merupakan perbedaan harga pada masing-masing tingkat pasar yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran (marketing cost and marketing profit). Konsep pengukuran dilakukan berdasarkan perbedaan harga beli dan harga jual dalam rupiah per kilogram. Tingkat harga beli dan harga jual tersebut dihitung berdasarkan rata-rata pembelian atau penjualan per kilogram. Adapun farmer share digunakan untuk mengetahui bagian harga di tingkat konsumen yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase.

Irawan (2007) mengungkapkan bahwa besarnya marjin pemasaran umumnya merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya inefisiensi pemasaran yang disebabkan oleh kekuatan pasar yang tidak sempurna. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa marjin pemasaran yang tinggi tidak selalu mencerminkan adanya kekuatan monopsoni yang secara teoritis ditunjukkan oleh adanya keuntungan pedagang yang berlebihan (non zero profit). Hal ini karena besarnya marjin pemasaran tersebut pada dasarnya merupakan total biaya pemasaran yang meliputi biaya operasional pemasaran yang dikeluarkan pedagang (biaya pengangkutan, penyimpanan, sortasi, grading) dan keuntungan pedagang. Adapun biaya operasional yang dikeluarkan pedagang dapat bervariasi tergantung pada sifat voluminous komoditas yang dipasarkan, risiko kerusakan dan penyusutan selama proses pemasaran, risiko modal pedagang, dan fungsi-fungsi pemasaran lain yang harus dilakukan dalam memenuhi preferensi konsumen. Dalam marjin pemasaran pun, jarak antara produsen dan konsumen biasanya memiliki pengaruh signifikan karena berpengaruh terhadap biaya sewa alat angkutan, pengepakan, dan tingkat kerusakan selama proses pemasaran. Oleh karena itu, diperlukan ukuran efisiensi lain yang pada penelitian ini menggunakan farmer’s share dan integrasi pasar.

Terkait dengan perbandingan efisiensi di saluran pasar tradisional dan modern, Cadilhon et al. (2006) mengungkapkan hasil temuannya berdasarkan penelitian tentang komparasi pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Vietnam. Saluran pasar modern yang memfokuskan secara eksklusif terhadap kualitas, terbukti lebih efisien dibandingkan saluran pasar tradisional. Namun, saluran pasar modern tersebut hanya mencakup 2 persen dari total keseluruhan pemasaran sayuran.

Integrasi Pasar Komoditas Agribisnis

(31)

Penelitian terkait integrasi pasar telah banyak dilakukan pada komoditas agribisnis seperti kentang (Adiyoga et al. 2006), Jagung (Asmarantaka 1985), kentang dan kubis (Ma’mun 1985), dan komoditas agribisnis lainnya. Rezitl et al. (2008) menungkapkan bahwa integrasi pasar vertikal merupakan hubungan antara harga komoditas tertentu pada berbagai level di sepanjang rantai pasok. Seberapa cepat sebuah shock disampaikan antara produsen ke konsumen serta besaran penyesuaian yang terjadi sangat tergantung dari sifat produk. Produk yang bersifat perishable dan tidak banyak membutuhkan proses pengolahan cenderung disampaikan dengan cepat ketika perubahan harga terjadi. Sebaliknya produk yang membutuhkan proses pengolahan yang lebih panjang atau tindakan pascapanen tertentu serta relatif tidak mudah rusak akan memiliki mekanisme transmisi yang lebih lambat.

Hal tersebut dibuktikan oleh studi empiris yang dilakukan oleh Bakucs dan Ferto (2008) yang menyebutkan bahwa produk susu yang sebenarnya perisable, namun dengan proses pengolahan yang dilakukan mengakibatkan tidak terjadinya integrasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut terjadi karena processor dan pengecer dapat menunda atau menahan proses penyampaian harga dari konsumen ke produsen sehingga mengurangi efisiensi pemasaran pada sektor tersebut (Bakucs and Ferto 2008). Aguiar dan Santana (2002) berdasarkan penelitian yang dilakukannya di Brazil, juga mengungkapkan bahwa baik daya simpan produk maupun konsentasi pasar bukanlah menjadi faktor yang menentukan tidak terjadinya transmisi harga atau integrasi pasar.

Adiyoga et al. (2006) mengungkapkan hasil penelitiannya yang menggunakan data serial harga harian, mingguan dan bulanan yang mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara dan Singapura terintegrasi dengan baik. Kointegrasi merupakan implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi (harga). Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi tersebut membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Pada akhirnya hal tersebut akan mengarah pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Analisis keterpaduan pasar sayuran di Jawa Barat juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Permana (2004). Penelitian tersebut mengukur keterpaduan pasar Ciwidey dengan pasar Caringin. Hasil analisis menunjukkan adanya keterpaduan pasar namun dinyatakan bahwa petani kurang dapat mengakses informasi pasar sehingga persaingan menjadi tidak sempurna. Terdapat ketidaksesuaian dalam hal tersebut karena keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai.

(32)

Dampak Saluran Pasar Modern terhadap Petani dan Saluran Pasar Tradisional

Perkembangan ritel modern seperti supermarket dan hypermarket yang pesat di Negara berkembang mendorong beberapa peneliti untuk mengkaji lebih jauh konsekuensinya bagi petani dan konsumen serta eksistensi pasar tradisional. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negeri, yang dicirikan dengan berkembangnya ritel modern seperti swalayan atau hypermarket di kota-kota besar tersebut memberikan peluang dan tantangan tersendiri karena menuntut kualitas produk pada tingkat tertentu yang lebih baik. Perkembangan pasar-pasar swalayan yang pesat tersebut perlu disikapi pula dengan penyediaan produk yang bermutu.

Selain ritel modern, permintaan yang berasal dari konsumen dalam negeri juga mendorong produsen sayuran untuk memenuhi pangsa pasar yang diminta. Pasar modern dalam hal ini eksportir, perusahaan pengolah makanan, restoran, dan supermarket menjual sayuran dengan harga yang lebih tinggi daripada pasar tradisional, sehingga tidak kompetitif atas komponen harga. Namun, penawaran kualitas yang lebih tinggi menargetkan segmen konsumen yang berbeda. Dengan menawarkan produk-produk segar berkualitas tinggi dan sering dengan jaminan keamanan pangan, pasar modern seperti ritel modern melayani terutama untuk konsumen berpenghasilan menengah dan atas. Hal ini juga tercermin dari jam buka dan fitur lain dari toko-toko ritel modern yang lebih disesuaikan dengan gaya hidup modern. Bahkan setelah mengendalikan perbedaan kualitas produk, harga sayuran tetap secara signifikan lebih tinggi di gerai ritel modern daripada di pasar tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan menghargai suasana belanja modern dan kenyamanan yang ditawarkan oleh supermarket.

(33)

Pada dasarnya petani kecil juga dapat mengakses ritel modern, seperti yang diungkapkan oleh Minot dan Roy (2007). Setidaknya ada lima faktor penting yang harus diperhatikan saat petani akan memasok sayuran kepada eksportir, supermarket, perusahaan pengolah, dan perusahaan layanan makanan berskala besar, yaitu:

1. Biaya produksi dari petani skala kecil terhadap petani skala besar. Jelas sekali bahwa petani kecil tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi ketika ada perbedaan signifikan terkait skala produksi karena petani skala besar berproduksi pada biaya yang lebih rendah. Namun untuk komoditas seperti sayuran, harga dapat diusahakan dengan kompetitif oleh petani kecil karena memiliki pekerja keluarga dengan tingkat upah yang secara implisit lebih rendah dan lebih intensif dibanding pekerja upahan.

2. Biaya pemasaran dari petani skala kecil terhadap petani skala besar. Eksportir, supermarket, perusahaan pengolah, dan perusahaan layanan makanan berskala besar membutuhkan pasokan dengan volume yang besar. Posisi petani kecil tidak menguntungkan bahkan jika biaya produksi lebih rendah.

3. Struktur agraria akan mepengaruhi sejauh mana petani kecil mampu berpartisipasi dalam rantai pasokan modern. Jika dibutuhkan pasokan yang besar sementara petani besar hanya sedikit, maka ritel modern terpaksa mendapat pasokan dari petani kecil. Namun jika populasi petani kecil sedikit dan pasokan relatif kecil, ritel modern hanya akan bekerja sama dengan petani besar.

4. Sifat permintaan konsumen. Ketika kualitas dan keamanan pangan menjadi standar yang ketat dari konsumen, maka hanya petani besar yang dapat memenuhi hal tersebut. Petani besar yang berorientasi ekspor bahkan melakukan integrasi vertikal sehingga biaya bisa lebih efisien dan keuntungan lebih maksimal

5. Lembaga pemasaran yang menghubungkan petani dan pembeli. Koordinasi antara banyak petani skala kecil untuk mencapai agregat pasokan yang besar merupakan salah satu strategi memasuku ritel modern.

(34)

Petani yang dapat mengakses saluran pasar modern pada umumnya terkena dampak positif yaitu mendapatkan harga yang tinggi terutama karena berupaya memenuhi persyaratan kualitas produk sayuran dengan menjalankan fungsi pemasaran. Selain itu, manfaat positif lainnya yang didapat petani adalah kemudahan mengakses pasar ekspor yang memberikan keuntungan lebih besar (Punjabi dan Sardana 2007). Adapun Cadilhon et al. (2006) menungkapkan dampak positif dan negatif dari meningkatnya partisipasi petani dalam saluran pasar modern. Dampak positifnya antara lain meningkatnya lapangan kerja, perbaikan kualitas produk, terciptanya harga yang kompetitif, dan berkembangnya usaha agribisnis untuk memasok saluran pasar modern yang berorientasi ekspor. Dampak negatifnya antara lain diperlukan investasi yang tinggi dalam teknik budidaya yang berpotensi meniadakan keterlibatan petani khususnya petani kecil dalam saluran pasar modern.

Hasil penelitian terkait dampak saluran pasar modern terhadap petani sayuran dilakukan juga oleh Conception dan Digal (2007) di Filipina. Hasil penelitian menyebutkan bahwa meningkatnya populasi dan berubahnya gaya hidup masyarakat perkotaan menciptakan peluang terciptanya saluran pasar modern. Namun supermarket sebagai salah satu ritel modern memiliki standar kualitas dan kuantitas yang harus dipenuhi sehingga petani kecil mengalami kesulitan untuk terlibat karena membutuhkan investasi yang cukup besar dalam memproduksi sayuran berkualitas. Supaya petani dapat terlibat, petani harus bertindak sebagai satu kesatuan yang terorganisasi di mana organisasi tersebut harus mampu beradaptasi dengan perubahan pasar. Untuk mampu menanggapi perubahan pasar dengan baik dibutuhkan adanya kompetisi manajerial dan kepemimpinan yang juga baik. Keterlibatan petani dalam organisasi diharapkan mampu mengubah posisi petani dalam penentuan harga dan lebih mendorong petani untuk terlibat aktif dalam saluran pasar modern yang memberikan pendapatan lebih tinggi kepada petani. Dengan demikian, peran kelembagaan dalam saluran pasar modern juga penting untuk meningkatkan peran serta petani terutama yang berskala kecil.

Suryadarma et al. (2008) mengungkapkan dampak kehadiran pasar modern terhadap penurunan kinerja pedagang pasar tradisional secara keseluruhan. Hal tersebut dilihat melalui indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai. Di antara ketiga indikator kinerja tersebut, supermarket secara statistik hanya berdampak pada berkurangnya jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional. Langkah utama yang dapat ditempuh adalah perbaikan infrastruktur pasar tradisional, pengorganisasian para pedagang kaki lima (PKL), dan pelaksanaan pengelolaan pasar yang lebih baik. Kebersihan, keamanan, lahan parkir yang luas, dan fasilitas umum yang memadai dapat mendorong pasar tradisional yang kompetitif mampu bersaing dengan pasar modern.

(35)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Pemasaran Produk Pertanian secara Makro

Purcell (1979) menekankan definisi pemasaran kepada adanya koordinasi dan proses atau sistem yang menjembatani atau menghubungkan gap antara apa yang diproduksi produsen dengan apa yang diinginkan konsumen. Definisi ini lebih menekankan kepada apa yang terjadi dan bagaimana produk pertanian setelah lepas dari tangan produsen atau farm gate. Hal yang hampir senada diungkapkan oleh Kohl dan Uhls (2002) yang mendefinisikan pemasaran sebagai keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran produk-produk atau jasa-jasa dimulai dari tingkat produksi pertanian sampai pada konsumen akhir. Dahl dan Hammond (1977) juga menekankan pengertian pemasaran kepada serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai dengan konsumen akhir. Fungsi tersebut mencakup fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungus fisik (pengolahan, pengangkutan, penyimpanan), dan fungsi fasilitas (pembiayaan, risiko, standarisasi, dan intelegen pemasaran). Fungsi-fungsi tersebut merupakan kegiatan produktif yang meningkatkan nilai guna baik tempat, waktu, maupun kepemilikan yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh kelompok perusahaan atau individu yang disebut sebagai lembaga pemasaran.

Dahl dan Hammond (1977) memperluas analisis pemasaran produk pertanian kedalam empat segmen yaitu segmen sarana produksi pertanian (farm inpur industries), segmen aktivitas usahatani (on farm), segmen pemasaran produk pertanian yang meliputi lembaga pemasaran, serta segmen kebijakan atau fasilitas dari pemerintah. Schaffner et al. (1998) mengungkapkan bahwa pemasaran dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu makro dan mikro.

Perspektif makro yang diungkapkan sama seperti definisi sebelumnya yang dikemukakan oleh Purcell (1979) dan Kohl dan Uhls (2002), yaitu menganalisis sistem pemasaran setelah dari petani yaitu fungsi-fungsi pemasaran atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk atau jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem pemasaran tersebut seperti pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran. Adapun perspektif mikro pemasaran merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara individu pada setiap tahapan pemasaran dalam mencari keuntungan melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan.

(36)

Pendekatan Chicago school biasanya bersifat agregasi yang lebih menekankan pada kuantitatif seperti melihat peranan pemerintah dalam penentuan harga. Adapun pendekatan SCP lebih kepada kajian empiris yang menekankan pada aspek deskriptif yang membahas aspek kelembagaan secara mendalam dan lebih menekankan pada pembentukan harga (price discovery) serta menjelaskan tindakan institusi yang memiliki kekuatan pasar. Adapun pada penelitian ini lebih mengacu kepada pendekatan SCP namun tidak secara keseluruhan tercakup pembahasannya karena juga menekankan kepada bagaimana pengaruh pasar modern terhadap petani dan saluran pemasaran tradisional yang sudah ada.

Konsep Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran (marketing channel) adalah sebuah sistem yang dirancang untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, termasuk orang dan organisasi yang didukung oleh berbagai fasilitas, peralatan, dan sumberdaya informasi (Bovee and Thill 1992). Saluran pemasaran dikatakan juga sebagai suatu jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirnya produk atau jasa dari produsen kepada konsumen atau konsumen bisnis (Levens 2010). Adapun Kotler-Keller (2009) mendefinisikan saluran pemasaran merupakan sekumpulan organisasi yang saling terkait yang terlibat dalam proses membuat produk atau jasa yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi.

Saluran distribusi diartikan juga sebagai sekumpulan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses yang membuat produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis (Kotler-Armstrong 2010). Berdasarkan beberapa teori yang dijelaskan oleh berbagai sumber di atas, saluran pemasaran merupakan sebuah sistem jaringan yang terdiri dari orang atau organisasi yang terlibat dalam pengalihan kepemilikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

Bovee and Thill (1992) menyatakan bahwa produsen membutuhkan saluran pemasaran untuk tiga alasan penting yaitu: (1) menjaga aspek transaksi dari pemasaran, termasuk penjualan, pembiayaan, dan pengambilan risiko yang dihubungkan dengan ketersediaan produk dalam mengantisipasi penjualan di masa yang akan datang; (2) melaksanakan fungsi logistik perpindahan produk dari produksi utama ke pembelian atau konsumsi utama; serta (3) membantu produsen mempromosikan barang dan jasa.

Kotler-Armstrong (2010) menyatakan bahwa saluran pemasaran digunakan untuk tujuan efisiensi yang lebih besar dalam usaha menyediakan barang bagi pasar sasaran. Melalui kontak, pengalaman, spesialiasi, dan skala operasi, perantara biasanya menawarkan pencapaian yang lebih besar dibandingkan pencapaian yang mampu diraih produsen jika melakukan sendiri. Dalam saluran distribusi, perantara membeli produk dalam jumlah besar dari berbagai produsen dan memecahnya ke dalam kuantitas yang lebih kecil serta dengan kombinasi barang yang lebih luas yang diinginkan konsumen. Oleh karena itu, perantara memainkan peran penting untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran.

(37)

1. Middleman (perantara) yaitu seseorang atau organisasi yang membantu produsen memindahkan produk melalui saluran pemasaran.

2. Agen atau broker adalah perantara yang membantu pemasaran barang dan jasa tetapi tidak memiliki produk. Agen tidak seperti broker yang biasanya bekerja pada waktu yang lama untuk produsen.

3. Grosir (wholesaler) merupakan perantara yang membeli dari produsen dan menjual ke pengecer dan konsumen.

4. Pengecer (riteler) yaitu perantara yang menjual ke konsumen akhir, pengecer membeli barang dari grosir atau pada beberapa kasus membeli langsung dari produsen.

5. Distributor biasanya diterapkan dalam organisasi pemasaran untuk perantara yang melakukan fungsi yang sama baik grosir dan pengecer.

6. Pedagang (dealer) merupakan perantara yang menjual hanya kepada konsumen akhir, tidak kepada perantara-perantara lain.

7. Value-Added Reseller (VAR), perantara yang membeli bahan baku dari produsen, memberikan nilai tambah pada produk memodifikasi atau mengembangkan produk, kemudian menjual kembali produk tersebut kepada konsumen akhir.

Perantara pemasaran juga dibagi kedalam dua kelompok umum, yaitu pedagang (merchants) yang merupakan perantara dengan mengambil kepemilikan fisik barang yang dijual kepada konsumen atau perantara lain dan perantara fungsional (functional intermediaries) yaitu perantara yang tidak mengambil kepemilikan barang yang dijual. Agen yang menfasilitasi yang membantu pemasaran dan proses distribusi tidak selalu lansung membantu aliran produk. Agen juga menambahkan keahlian atau fungsi pendukung seperti, finacial service, risk taking, transportation and storage.

Konsep Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk optimalisasi dari nisbah antara input dan output dimana suatu perbaikan tingkat efisiensi ditandai dengan perubahan yang dapat mengurangi biaya input dalam melakukan kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen dari output berupa barang atau jasa. Istilah efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) proses pemasaran. Hal itu mencerminkan kesepakatan bahwa pelaksanaan proses pemasaran harus berlangsung secara efisien. Teknologi atau prosedur baru hanya boleh diterapkan jika dapat meningkatkan efisiensi proses pemasaran.

(38)

output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran. Ukuran efisiensi kedua yaitu efisiensi harga, adalah menekankan pada kemampuan sistem pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen. Target efisiensi harga adalah efisiensi alokasi sumberdaya dan maksimisasi output. Efisiensi harga akan tercapai apabila pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran bersifat responsif terhadap harga.

Adapun Schaffner et al. (1998) menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran dapat dilihat secara makro maupun mikro. Dalam perspektif makro, efisiensi diukur secara keseluruhan yang terdiri dari dua dimensi yang berbeda yaitu efisiensi operasional yang mengukur produktivitas pelaksanaan jasa pemasaran serta efisiensi penetapan harga yang mengukur bagaimana harga pasar mencerminkan biaya produksi dan harga pemasaran secara memadai pada seluruh sistem pemasaran. Perspektif mikro menukur efisiensi secara manajerial atau individu melalui pengolahan bahan baku dan strategi pemasaran seperti segmenting, targeting, positioning, dan marketing mix (price, product, place, promotion) melalui supply chain management.

Pasar yang efisien adalah pasar yang mendekati pasar persaingan sempurna. Oleh karena itu, konsep efisiensi pasar dapat dilihat dari efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional merupakan rasio antara sumberdaya yang dipergunakan dengan marketing output yang ditujukan untuk memenuhi kepuasan konsumen. Adapun yang dikatakan efisien adalah kondisi dimana biaya menurun tanpa menurunkan kepuasan konsumen, atau kondisi dimana kepuasan meningkat tanpa meningkatkan biaya, juga kondisi meningkatnya kepuasan konsumen dengan peningkatan biaya yang lebih rendah. Adapun ukuran efisiensi pemasaran yang digunakan pada penelitian ini adalah efisiensi operasional yang terdiri dari marjin pemasaran dan farmer’s share dan efisiensi harga berupa integrasi pasar.

Marjin Pemasaran

Tomek dan Robinson (1990) yang membagi marjin pemasaran ke dalam dua alternatif definisi yaitu: (1) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen; dan (2) merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktifitas bisnis yang terjadi dalam pemasaran tersebut. Definisi pertama sama dengan definisi marjin pemasaran Dahl dan Hammond (1977) yaitu perbedaan harga di tingkat pengecer (Pr) dengan harga yang diterima petani (Pf).

(39)

Gambar 3 Basic market margins

Sumber: Tomek and Robinson, 1990

Gambar 3 menunjukkan bahwa marjin pemasaran adalah selisih harga ritel dengan harga petani (Rr-Pf). Marjin pemasaran dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan (Q) maka hasilnya disebut nilai marjin pemasaran yang terbagi menjadi dua komponen. Komponen pertama berupa pembayaran yang diberikan kepada faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi seperti upah tenaga kerja, bunga, modal, sewa tanah, laba wirausaha, dan risiko modal yang kemudian disebut sebagai biaya pemasaran. Komponen kedua adalah pembayaran yang diberikan kepada pelaku yang terlibat dalam pemasaran seperti pedagang pengecer, pedagang pengumpul (assembler), dan pedagang perantara.

Marjin pada setiap tingkat lembaga pemasaran dapat dihitung dengan jalan menghitung selisih antara harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Konsep kedua lebih bersifat ekonomi karena memberikan pengertian adanya nilai tambah (value added) dari adanya kegiatan pemasaran. Farmer’s Share

Bagian harga yang diterima (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga di tingkat konsumen yang dinyatakan dalam presentase.

Analisis Integrasi Pasar

Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran khususnya efisiensi harga yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuan akan menyebabkan perubahan harga di pasar pengikutnya. Integrasi pasar terjadi dari pasar di tingkat yang lebih tinggi seperti pedagang eceran ke pasar dengan tingkat yang lebih rendah contohnya tingkat petani (Asmarantaka 2009).

Keterpaduan antara dua pasar terjadi jika perubahan harga dari satu pasar ditransfer ke pasar lain dengan cepat karena tersedianya informasi pasar. Hal ini

Jumlah (Q) Derived Demand (Dr)

Primary Demand (Df) Petani

(Pf)

Harga (P)

Ritel (Pr)

Marjin

Derived Supply (Sr)

Primary Supply (Sf)

(40)

terjadi biasanya pada pasar yang strukturnya mendekati persaingan sempurna. Supaya keterpaduan pasar ini terjadi, maka setiap lembaga yang terlibat baik dalam pasar acuan maupun dalam pasar pengikut, harus memiliki informasi yang sama. Adapun ukuran yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar ada tiga yaitu pendekatan dengan metode korelasi (r), pendekatan dengan regresi sederhana (OLS), dan pendekatan hubungan autoregressive distribute lag antara pasar acuan dengan pasar pengikut (Ravallion 1986).

Ukuran integrasi pasar yang pertama dan kedua dilakukan pada analisis harga di tingkat pasar yang satu dengan yang lainnya pada saat yang bersamaan (concurrent method). Adapun ukuran ketiga, data yang dipakai adalah the time lag method dengan persamaan yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) yaitu:

Pit = (1+b1) Pit-1 + b2 (Pt– Pt-1) + (b3-b1) Pt-1 + b4X Dimana:

Pit : Harga di pasar lokal (i) waktu t Pt : Harga di pasar acuan waktu t Pit-1 : Harga di pasar lokal (i) waktu t-1 Pt-1 : Harga di pasar acuan waktu t-1 X : Faktor musim dan faktor lain

(1+b1) : Koefisien lag harga di tingkat pasar ke-1 (lokal) pada waktu t-1 b2 : Koefisien perubahan harga di pasar (acuan) pada t (Pt) dan t-1 (Pt-1) (b3-b1) : Koefisien lag harga di tingkat pasar (acuan) pada waktu t-1

IMC (Index of Market Connection) atau indeks hubungan pasar merupakan perbandingan antara koefisien pasar lokal pada periode sebelumnya dengan koefisien pasar acuan pada periode sebelumnya. Apabila terjadi keterpaduan pasar dalam jangka pendek, b1 = -1 dan IMC=0; jika pasar terpisah atau tidak terpadu dalam jangka pendek, b1 dan b3 bernilai sama dan IMC=∞. Pada dasarnya, nilai IMC yang mendekati nol menunjukkan derajat integrasi pasar yang tinggi dan dalam keterpaduan jangka panjang nilai b2 mendekati 1. Jika batasan ini diterima, maka terjadi keseimbangan dalam proses penyesuaian harga jangka pendek dimana kenaikan harga di pasar acuan akan diteruskan secara sempurna ke pasar lokal. Dengan kata lain, jika terjadi integrasi pada jangka pendek maka dalam jangka panjang pun akan terjadi integrasi, namun tidak berlaku kebalikannya.

Kerangka Pemikiran Operasional

(41)

dengan melakukan sistem pemasaran yang efisien. Hal ini penting dilakukan mengingat produk hortikultura salah satunya sayuran, merupakan produk yang mudah rusak (perishable), memerlukan banyak tempat karena sifat fisiknya yang kaku (bulky), dan memerlukan ruang yang besar (voluminous) sehingga memerlukan penanganan pemasaran yang baik untuk menjaga kualitasnya.

Petani sebagai produsen dan juga lembaga pemasaran yang berperan penting dalam terlaksananya ekspor produk hortikultura khususnya sayuran, dituntut untuk melaksanakan tidak hanya good agricultural proceses (GAP) tetapi juga aktivitas pemasaran yang efisien. Jika produk yang berkualitas dapat diciptakan dan diiringi dengan pemasaran yang baik, maka terdapat tiga pilihan pemasaran yang menjanjikan untuk produk hortikultura khususnya sayuran di Indonesia. Pertama, memenuhi permintaan ekspor, kedua mengganti impor sayuran dengan produksi dalam negeri, dan ketiga memenuhi permintaan high end lokal market seperti supermarket dan food service industry. Pilihan pertama dan ketiga merupakan bentuk pasar modern yang seiring dengan berkembangnya pendidikan dan pendapatan masyarakat, meningkat dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan pasar modern yang cepat memberikan peluang bagi produsen pertanian untuk memasuki pasar tersebut, termasuk petani sayuran. Dengan segala persyaratan yang ditentukan oleh pasar modern, kemudian muncul pertanyaan terkait dampak saluran pasar modern terhadap aktivitas pemasaran petani dan terhadap saluran pemasaran tradisional. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa saluran pasar modern terbukti lebih efisien dan lebih menguntungkan petani dibandingkan saluran pasar tradisional (Cadilhon et al. 2006; Aparna dan Hanumanthaiah 2012). Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan kesimpulan di Indonesia yang kondisi geografis dan demografisnya berbeda. Oleh karena itu, diperlukan kajian secara khusus terhadap dampak saluran pasar modern komoditas hortikultura di Indonesia.

Salah satu sentra produksi komoditas hortikultura terutama sayuran yang ada di Indonesia adalah Jawa Barat. Komoditas yang juga berkontribusi cukup besar terhadap produksi sayuran nasional adalah kubis, kentang, tomat, dan wortel. Penghasil sayuran tersebut salah satunya adalah Kecamatan Pangalengan. Jawa Barat juga merupakan daerah yang ditargetkan dapat berkontribusi dalam pemenuhan pangsa pasar ekspor sayuran khususnya ke Singapura berdasarkan pedoman akselerasi peningkatan ekspor hortikultura ke Singapura. Hal ini berimplikasi terhadap produk sayuran yang kuantitasnya harus kontinyu dan kualitas yang konsisten untuk memenuhi permintaan di pasar modern tersebut. Persyaratan tersebut juga berpengaruh terhadap kegiatan yang dilakukan petani baik terhadap aktivitas budidaya maupun pemasaran. Hipotesis awalnya adalah, dengan adanya persyaratan dari pasar modern baik itu eksportir maupun restoran, petani lebih menyadari pentingnya kualitas sayuran yang dihasilkannya sehingga melakukan budidaya dan pemasaran yang baik yang dapat menjaga kualitas sayuran atau meningkatkan nilai tambah sayuran. Hal ini tentu saja didorong karena permintaan pasar yang menawarkan insentif berupa harga jual yang tinggi kepada petani.

Gambar

Tabel 1 Pasar ekspor sayuran Indonesia tahun 2005-2009
Tabel 2 Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat terhadap nasional tahun 2011
Gambar 1  Fluktuasi harga sayuran di tingkat petani dan pedagang pengecer di
Gambar 2 Saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

When the classification performances were compared for the coarse level scale solutions, it was found that the region-based scale selection produced more accurate

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kondisi keuangan, opinion shopping , dan opini audit tahun sebelumnya

Berdasarkan bilangan individu anak buaya yang tinggi, Sungai Klias merupakan kawasan yang diperlukan sebagai habitat untuk pemuliharaan Crocodylus porosus di Sabah...

Graf adalah pasangan dua buah himpunan yaitu himpunan titik dan himpunan sisi, dinotasikan dengan ( ) di mana V menyatakan himpunan titik yang tak kosong dan

Karakteristik Long Invers Pengujian gangguan bersifat long invers merupakan pengujian rele arus lebih dengan karakteristik waktu arus yang sangan-sangat berbanding terbalik

Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah Hotel Dana Solo diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada dengan tujuan meningkatkan

Penulis berkesempatan mewawancarai seorang anggota Pekerja Persekutuan Siswa dan Mahasiswa di solo yang terkenal injili .Dalam pertemuan tim inti mereka mengakui ada fenomena