• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Sambung Rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Sambung Rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL EKSTRAK

ETANOL DAUN SAMBUNG RAMBAT (

Mikania

cordata

(Burm.f.) B.L.Rob.) TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LANNY PERMATA SARI NASUTION

NIM 131524034

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL EKSTRAK

ETANOL DAUN SAMBUNG RAMBAT (

Mikania

cordata

(Burm.f.) B.L.Rob.) TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LANNY PERMATA SARI NASUTION

NIM 131524034

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL EKSTRAK

ETANOL DAUN SAMBUNG RAMBAT (

Mikania cordata

(Burm.f.) B.L.Rob

.

) TERHADAP PENYEMBUHAN

LUKA SAYAT

OLEH:

LANNY PERMATA SARI NASUTION NIM 131524034

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 23 November 2015

Medan, Januari 2016

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt NIP 195504241983031003

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt NIP 195504241983031003

Drs. Suryanto, M.Si., Apt NIP 196106191991031001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Sambung Rambat (Mikania Cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) terhadap Penyembuhan Luka Sayat. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada orang tua penulis yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada semua teman-teman yang selalu memberikan dukungan selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.

Medan, Januari 2016 Penulis,

(6)

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG RAMBAT (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.)

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

Abstrak

Latar Belakang: Sambung rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) termasuk jenis gulma yang terdapat di perkebunan kelapa sawit dan karet. Tumbuhan ini secara tradisional telah digunakan sebagai obat untuk mengatasi bengkak, disentri, gatal-gatal, tukak lambung, batuk, sakit mata, sakit kepala dan mengobati luka. Metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini dapat membantu proses penyembuhan luka.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi ekstrak etanol daun

sambung rambat dalam bentuk sediaan gel dan menguji efektivitasnya terhadap penyembuhan luka.

Metode: Serbuk daun sambung rambat dimaserasi dengan pelarut etanol 80%.

Maserat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator (±500C) dan bantuan vakum, kemudian dilakukan pengeringan beku dengan freeze dryer suhu -400C. Terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun sambung rambat (EEDSR) dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia. Ekstrak yang diperoleh diformulasi menjadi sediaan gel berbasis HPMC dengan konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5%. Sediaan gel diuji efektivitasnya terhadap luka sayat pada punggung kelinci dengan diameter 2 cm dan dievaluasi sediaan gel selama 90 hari.

Hasil: Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan EEDSR mengandung

flavonoida, tanin, saponin, glikosida dan triterpenoid/steroid. Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak masing-masing diperoleh kadar air (6,66% dan 11,31%), kadar sari larut air (27,68% dan 39,68%), kadar sari larut etanol (33,83% dan 66,58%), kadar abu total (3,61% dan 2,18%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,64% dan 0,25%). Hasil uji efektivitas sediaan gel EEDSR terhadap penyembuhan luka sayat untuk konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5% berturut-turut sembuh setelah pemberian gel selama 20, 19, 18, 17 dan 16 hari. Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok sediaan gel EEDSR dengan kontrol negatif yaitu 22 hari dan tanpa perlakuan sembuh selama 24 hari (p<0,05). Penyembuhan tercepat terjadi pada kelompok yang diberi gel EEDSR 2,5% dan lebih cepat menyembuhkan luka sayat pada kelinci dibandingkan betadine salep sembuh selama 17 hari. Hasil evaluasi gel EEDSR stabil dalam penyimpanan 90 hari, homogen, pH yang diperoleh 6,2-6,9. Nilai viskositas untuk basis gel, gel EEDSR 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5% berturut-turut adalah 3900, 3700, 3500, 3300, 3100 dan 2900 cps.

Kesimpulan: Ekstrak etanol daun sambung rambat dapat diformulasi dalam

bentuk sediaan gel dan mempercepat penyembuhan luka sayat.

(7)

EFFECTIVITY TEST OF GEL DOSAGE FORMS USING ETHANOL EXTRACT OF SAMBUNG RAMBAT (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.)

LEAF FOR WOUND HEALING

Abstract

Background: Sambung rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) is one type of weed that is often found in oil palm and rubber plantations. Traditionally, this plant has been used as medicine by the people to cope with the swelling, dysentery, itching, stomach ulcers, cough, sore eyes, headaches and treat wounds. Secondary metabolites contained in this plant can help the process of wound healing.

Objective: The purpose of this research was formulated ethanol extract of

sambung rambat leaf in gel dosage forms and test its effectiveness on wound healing.

Method: The powder of sambung rambat’s leaf was macerated by ethanol 80%.

The macerate was evaporated by using rotary evaporator (± 500C), then was dried by freeze dryer (-400

C). Simplicia powder and ethanol extract of sambung rambat (EEDSR) was characterized and screened phytochemically. The extract was formulated into dosage form by using HPMC as gel base with its concentration 0.5, 1, 1.5, 2 and 2.5%. Further preparations of gel was evaluated and then tested its effectiveness against wound with a diameter of 2 cm on a rabbit and gel was evaluated for 90 days.

Result: The result from phytochemical screening showed that the powder and

EEDSR contained flavonoids, tannins, saponins, glycosides and steroid/ triterpenoid. The characterization of simplicia powder and EEDSR were obtained with water content (6.66% and 11.31%), water soluble extract content (27.68% statistics showed that there were significant differences with the negative control that was cured on 22 days and without treatment was cured on 24 days (p<0.05). The fastest healing occured in that was given 2.5% EEDSR gel and the effect of wound healing was faster than Betadine ointment which was 17 days. The evaluated result from EEDSR gel preparations were stable for 90 days in storage, homogeneous, pH values from 6.2 to 6.9. Viscosity values for base gel, gel EEDSR 0.5; 1; 1.5; 2 and 2.5% in a row were 3900; 3700; 3500; 3300; 3100 and 2900 cps.

Conclusion: Ethanol extract of sambung rambat leaf can be formulated into gel

preparation and accelerates wound healing.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN. ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 6

2.1.2 Nama daerah ... 6

2.1.3 Habitat ... 6

(9)

2.1.5 Kandungan kimia ... 7

2.1.6 Khasiat tumbuhan ... 7

2.2 Ekstraksi ... 7

2.2.1 Metode-metode ekstraksi ... 8

2.3 Gel ... 9

2.3.1 Hidroksi propil metil selulosa ... 10

2.3.2 Propilen glikol ... 11

2.3.3 Metil paraben ... 12

2.3.4 Propil paraben ... 13

2.4 Kulit ... 13

2.4.1 Epidermis ... 14

2.4.2 Dermis ... 15

2.4.3 Subkutis... 15

2.5 Luka ... 16

2.6 Penyembuhan Luka ... 19

2.7 Pengaruh Senyawa Kimia Tumbuhan terhadap Penyembuhan Luka 21 2.7.1 Flavonoid ... 21

2.7.2 Tanin ... 21

2.7.3 Saponin ... 21

2.7.4 Terpenoid/steroid ... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 23

3.1 Alat dan Bahan ... 23

(10)

3.1.2 Bahan-bahan ... 23

3.2 Hewan Percobaan... 24

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 24

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 24

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 24

3.3.3 Pengolahan sampel ... 24

3.4 Pembuatan Ekstrak ... 24

3.5 Skrining Fitokimia ... 25

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid ... 25

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid ... 25

3.5.3 Pemeriksaan tanin ... 26

3.5.4 Pemeriksaan glikosida ... 26

3.5.5 Pemeriksaan saponin ... 26

3.5.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida ... 27

3.6 Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 27

3.6.1 Penetapan kadar air ... 27

3.6.2 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 28

3.6.3 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 28

3.6.4 Penetapan kadar abu total ... 28

3.6.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 29

3.7 Pembuatan Formula Sediaan ... 29

3.7.1 Pembuatan basis gel ... 29

3.7.2 Komposisi formula ... 29

(11)

3.9 Evaluasi Formula ... 31

3.9.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 31

3.9.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 32

3.9.3 Pemeriksaan pH ... 32

3.9.4 Penentuan viskositas sediaan ... 32

3.10 Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 34

4.2 Hasil Ekstraksi ... 34

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 34

4.4 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Sambung Rambat 35 4.5 Hasil Uji Efektivitas Penyembuhan Luka Sayat ... 36

4.6 Evaluasi Sediaan ... 41

4.6.1 Hasil pemeriksaan stabilitas fisik ... 41

4.6.2 Hasil pengamatan homogenitas sediaan ... 43

4.6.3 Hasil penentuan pH sediaan ... 43

4.6.5 Hasil penentuan viskositas sediaan ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Rumus bangun HPMC ... 11

2.2 Rumus bangun propilen glikol ... 11

2.3 Rumus bangun metil paraben ... 12

2.4 Rumus bangun propil paraben ... 13

2.5 Struktur kulit ... 14

2.2 Penyembuhan primer ... 17

2.3 Penyembuhan sekunder ... 18

3.1 Perhitungan diameter luka sayat ... 31

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Komposisi formula gel EEDSR ... 30

4.1 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan EEDSR ... 35

4.2 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak ... 35

4.3 Data pengurangan luka ... 37

4.4 Data pemeriksaan sediaan gel EEDSR secara fisik ... 41

4.5 Hasil pengamatan perubahan konsistensi, warna dan bau sediaan gel ... 42

4.6 Data pengamatan homogenitas sediaan ... 43

4.7 Data pengukuran pH ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan sambung rambat ... 54

2 Gambar tumbuhan dan daun segar sambung rambat ... 55

3 Gambar simplisia dan serbuk daun sambung rambat ... 56

4 Bagan alur penelitian ... 57

5 Perhitungan karakterisasi simplisia dan ekstrak ... 60

6 Sediaan gel ... 65

7 Homogenitas sediaan ... 66

8 Perhitungan viskositas ... 67

9 Surat ijin penggunaan hewan uji ... 68

10 Data pengukuran diameter luka sayat ... 69

11 Data rata-rata hasil pengukuran diameter luka ... 71

12 Gambar perubahan diameter luka sayat ... 72

13 Hasil uji statistik deskriptif ... 81

14 Hasil variansi ANOVA ... 87

(15)

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG RAMBAT (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.)

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

Abstrak

Latar Belakang: Sambung rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) termasuk jenis gulma yang terdapat di perkebunan kelapa sawit dan karet. Tumbuhan ini secara tradisional telah digunakan sebagai obat untuk mengatasi bengkak, disentri, gatal-gatal, tukak lambung, batuk, sakit mata, sakit kepala dan mengobati luka. Metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini dapat membantu proses penyembuhan luka.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi ekstrak etanol daun

sambung rambat dalam bentuk sediaan gel dan menguji efektivitasnya terhadap penyembuhan luka.

Metode: Serbuk daun sambung rambat dimaserasi dengan pelarut etanol 80%.

Maserat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator (±500C) dan bantuan vakum, kemudian dilakukan pengeringan beku dengan freeze dryer suhu -400C. Terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun sambung rambat (EEDSR) dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia. Ekstrak yang diperoleh diformulasi menjadi sediaan gel berbasis HPMC dengan konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5%. Sediaan gel diuji efektivitasnya terhadap luka sayat pada punggung kelinci dengan diameter 2 cm dan dievaluasi sediaan gel selama 90 hari.

Hasil: Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan EEDSR mengandung

flavonoida, tanin, saponin, glikosida dan triterpenoid/steroid. Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak masing-masing diperoleh kadar air (6,66% dan 11,31%), kadar sari larut air (27,68% dan 39,68%), kadar sari larut etanol (33,83% dan 66,58%), kadar abu total (3,61% dan 2,18%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,64% dan 0,25%). Hasil uji efektivitas sediaan gel EEDSR terhadap penyembuhan luka sayat untuk konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5% berturut-turut sembuh setelah pemberian gel selama 20, 19, 18, 17 dan 16 hari. Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok sediaan gel EEDSR dengan kontrol negatif yaitu 22 hari dan tanpa perlakuan sembuh selama 24 hari (p<0,05). Penyembuhan tercepat terjadi pada kelompok yang diberi gel EEDSR 2,5% dan lebih cepat menyembuhkan luka sayat pada kelinci dibandingkan betadine salep sembuh selama 17 hari. Hasil evaluasi gel EEDSR stabil dalam penyimpanan 90 hari, homogen, pH yang diperoleh 6,2-6,9. Nilai viskositas untuk basis gel, gel EEDSR 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5% berturut-turut adalah 3900, 3700, 3500, 3300, 3100 dan 2900 cps.

Kesimpulan: Ekstrak etanol daun sambung rambat dapat diformulasi dalam

bentuk sediaan gel dan mempercepat penyembuhan luka sayat.

(16)

EFFECTIVITY TEST OF GEL DOSAGE FORMS USING ETHANOL EXTRACT OF SAMBUNG RAMBAT (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.)

LEAF FOR WOUND HEALING

Abstract

Background: Sambung rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) is one type of weed that is often found in oil palm and rubber plantations. Traditionally, this plant has been used as medicine by the people to cope with the swelling, dysentery, itching, stomach ulcers, cough, sore eyes, headaches and treat wounds. Secondary metabolites contained in this plant can help the process of wound healing.

Objective: The purpose of this research was formulated ethanol extract of

sambung rambat leaf in gel dosage forms and test its effectiveness on wound healing.

Method: The powder of sambung rambat’s leaf was macerated by ethanol 80%.

The macerate was evaporated by using rotary evaporator (± 500C), then was dried by freeze dryer (-400

C). Simplicia powder and ethanol extract of sambung rambat (EEDSR) was characterized and screened phytochemically. The extract was formulated into dosage form by using HPMC as gel base with its concentration 0.5, 1, 1.5, 2 and 2.5%. Further preparations of gel was evaluated and then tested its effectiveness against wound with a diameter of 2 cm on a rabbit and gel was evaluated for 90 days.

Result: The result from phytochemical screening showed that the powder and

EEDSR contained flavonoids, tannins, saponins, glycosides and steroid/ triterpenoid. The characterization of simplicia powder and EEDSR were obtained with water content (6.66% and 11.31%), water soluble extract content (27.68% statistics showed that there were significant differences with the negative control that was cured on 22 days and without treatment was cured on 24 days (p<0.05). The fastest healing occured in that was given 2.5% EEDSR gel and the effect of wound healing was faster than Betadine ointment which was 17 days. The evaluated result from EEDSR gel preparations were stable for 90 days in storage, homogeneous, pH values from 6.2 to 6.9. Viscosity values for base gel, gel EEDSR 0.5; 1; 1.5; 2 and 2.5% in a row were 3900; 3700; 3500; 3300; 3100 and 2900 cps.

Conclusion: Ethanol extract of sambung rambat leaf can be formulated into gel

preparation and accelerates wound healing.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat dengan keanekaragaman hayati yang menempati urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazil (Depkes RI., 2007). Lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat yang dimiliki oleh Indonesia, namun baru ± 300 jenis yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Wehantouw, dkk., 2011). Sejak zaman dahulu, bahan obat yang berasal dari hewan dan tumbuhan banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit (Dalimartha, 2005).

Salah satu jenis tumbuhan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi obat tradisional adalah daun sambung rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.). Tumbuhan ini merupakan gulma yang terdapat di perkebunan kelapa sawit dan karet, dapat menyebabkan kerusakan lahan perkebunan karena menyerap unsur hara dan air, membelit tanaman serta mengeluarkan zat allelopati yang dapat menekan pertumbuhan (Nasution, 1986).

(18)

Penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa sambung rambat memiliki aktivitas antiulcer (Alam, dkk., 2013), analgetik (Ahmed, dkk., 2001), antiinflamasi (Bhattacharya, dkk., 1992), antikanker (Bishayee, dkk., 1994), antiemetik dan antelmintik (Bulbul, dkk., 2013) serta efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positifdan bakteri gram negatif (Ali, dkk., 2011).

Menurut Chowdhury, dkk. (2010) dan Barua, dkk. (2014), menyebutkan bahwa daun sambung rambat mengandung saponin, flavonoid, glikosida, tanin, terpenoid dan steroid. Flavonoid yang terdapat dalam daun ini adalah nepetin sedangkan kandungan terpenoidnya adalah mikanolide, dihydromikanolide, deoxymikanolide dan scandenolide (Aguinaldo, dkk., 1995; Nixon, 1995). Senyawa-senyawa tersebut bersifat antibakteri, antioksidan dan meningkatkan proliferasi sel sehingga dapat berperan dalam proses penyembuhan luka (Ghosh dan Gaba, 2013; Arun, dkk., 2013).

Proses penyembuhan luka merupakan salah satu hal penting sehingga dibutuhkan alternatif baru untuk perawatan luka dengan menemukan obat yang dapat mempercepat penyembuhan karena luka yang tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan perdarahan, terjadinya kematian sel dan kontaminasi bakteri (Yuhernita, dkk., 2014).

(19)

Penggunaan obat luka dalam bentuk gel lebih disukai karena gel akan menyebabkan lingkungan yang lembab sehingga mencegah jaringan mengalami dehidrasi dan kematian sel (Yuliani, dkk., 2012). Selain itu, sediaan gel juga mudah mengering dan membentuk lapisan film yang tipis sehingga mudah dicuci serta memiliki pelepasan obat yang baik (Voigt, 1995; Panjaitan, dkk., 2012; Shelke, dkk., 2013). Berdasarkan hal di atas, maka akan dilakukan penelitian terhadap ekstrak etanol daun sambung rambat yang diformulasi dalam sediaan gel menggunakan HPMC sebagai basis gel karena HPMC dapat menghasilkan gel yang netral, jernih, mempunyai resistensi yang baik terhadap serangan mikroba dan viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang (Rowe, dkk., 2009; Marriott, dkk., 2010). Selanjutnya sediaan diuji efektivitasnya terhadap penyembuhan luka sayat.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada simplisia dan ekstrak daun sambung rambat?

b. Apakah sediaan gel ekstrak etanol daun sambung rambat mempunyai efek penyembuhan luka pada luka sayat eksisi?

c. Berapakah konsentrasi ekstrak etanol daun sambung rambat yang paling efektif dalam penyembuhan luka sayat eksisi?

1.3Hipotesis

(20)

a. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada simplisia dan ekstrak daun sambung rambat adalah golongan saponin, flavonoid, glikosida, tanin, alkaloid dan steroid/terpenoid.

b. Sediaan gel ekstrak etanol daun sambung rambat mempunyai efek penyembuhan luka pada luka sayat.

c. Konsentrasi yang paling efektif dalam penyembuhan luka sayat.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak daun sambung rambat.

b. Untuk menguji efektivitas penyembuhan luka pada luka sayat dari sediaan gel ekstrak etanol daun sambung rambat.

c. Untuk mengetahui konsentrasi yang paling efektif dalam penyembuhan luka sayat.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah untuk memperoleh sediaan gel ektrak etanol daun sambung rambat yang nantinya dapat digunakan oleh masyarakat sebagai penyembuhan luka.

1.6 Kerangka Penelitian

(21)
(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan sambung rambat adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Compositae Genus : Mikania

Spesies : Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.

2.1.2 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan sambung rambat adalah Areuy caputuheur (Sunda), Braja wengi, Sambung rambat (Jawa) (Heyne, 1987).

2.1.3 Habitat

Tumbuhan sambung rambat merupakan tumbuhan asli Amerika. Di Indonesia dapat ditemukan mulai dataran rendah sampai ± 1600 m di atas permukaan laut, terutama di daerah yang memiliki musim kemarau, di tempat-tempat yang mendapat cukup matahari, pada jurang yang curam dan pinggir sungai (Heyne, 1987).

2.1.4 Morfologi

(23)

hati atau bulat telur segitiga, pangkalnya bersegi tumpul dan memiliki ujung daun yang runcing. Tepi daun bergerigi, ukuran panjang daun 5-11 cm dan lebarnya 3-7 cm serta berwarna hijau. Bunga berbentuk bulat panjang dengan ujung agak runcing, berbunga empat dan berwarna putih dengan sedikit ungu (Neuwinger, 1996).

2.1.5 Kandungan kimia

Daun sambung rambat mengandung flavonoid, glikosida, terpenoid/ steroid, saponin, tanin dan vitamin C (Chowdhury, dkk., 2010; Rahim, dkk., 2012; Barua, dkk., 2014). Kandungan terpenoid dari daun sambung rambat adalah golongan sesquiterpen lakton yang terdiri dari mikanolide, dihydromikanolide, deoxymikanolide, scandenolide sedangkan senyawa flavonoid dari daun sambung rambat adalah mikanin-3-O-sulfate dan nepetin (Aguinaldo, dkk., 2003; Ahmed, dkk., 2001). Selain itu, daun sambung rambat juga mengandung minyak atsiri

seperti α-pinene, germacrene D, β-pinene, β-caryophyllene dan α-thujene (Bedi, dkk., 2003; Siddiqui, dkk., 2003).

2.1.6 Khasiat tumbuhan

Daun sambung rambat dapat menyembuhkan luka secara tradisional dengan cara meremas-remas daunya kemudian diletakkan pada luka (Heyne, 1987). Selain itu, dapat juga untuk mengatasi bengkak (Wiart, 2006), disentri, gatal-gatal, tukak lambung (Chowdhury, dkk., 2011), batuk, sakit mata, sakit kepala (Alam, dkk., 2013).

2.2 Ekstraksi

(24)

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI., 2000).

2.2.1 Metode-metode ekstraksi

Menurut Depkes RI., (2000) bahwa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara yaitu:

a. Cara dingin

 Maserasi, adalah proses pengektraksian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

 Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

b. Cara panas

(25)

 Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

 Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

 Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

 Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.3 Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Depkes RI., 1995).

(26)

adalah bentonit sedangkan tragakan, hidroksipropilmetilselulosa, metilselulosa adalah bahan organik (Voigt, 1995). Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam dari fase terdispersi yang mengurung dan memegang medium pendispersi (Ansel, 2005).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1995) adalah sebagai berikut: 1 kemampuan penyebarannya baik pada kulit

2 efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit 3 tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

4 kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet seperti metil dan propil paraben (Voigt, 1995).

2.3.1 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC)

Hidroksi propil metil selulosa dengan nama lain hypromellosum, memiliki berat molekul 10.000-1.500.000 (Rowe, dkk., 2009).

HPMC memiliki ciri-ciri serbuk atau granul putih, tidak berbau dan tidak berasa. Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid kental, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%) dan eter, tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, serta campuran air dan alkohol (Rowe, dkk., 2009).

(27)

peningkat viskositas dan digunakan untuk mengatur kecepatan pelepasan obat. HPMC juga digunakan secara luas dalam kosmetik dan produk makanan. HPMC bersifat nontoksik dan tidak menyebabkan iritasi serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang (Rowe, dkk., 2009).

HPMC tidak bercampur dengan zat pengoksidasi kuat. HPMC merupakan polimer nonionik, sehingga tidak membentuk kompleks dengan garam logam atau ion organik. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11 dan memiliki pH 5,5-8,0 dalam 1% b/b air (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.1 Rumus bangun HPMC

2.3.2 Propilen glikol

Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; mudah larut dalam eter, tidak larut dengan minyak mineral, tetapi dapat melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe, dkk., 2009).

(28)

Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi lokal. Propilenglikol juga digunakan sebagai humektan pada sediaan topikal dengan konsentrasi 15% (Rowe, dkk., 2009).

2.3.3 Metil paraben

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Konsentrasi metil paraben untuk penggunaan topikal adalah 0,02-0,3% dan 0,18% jika dikombinasikan dengan propil paraben (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.3 Rumus bangun metil paraben

(29)

aktivitasnya pada pH 4-8 dan efeknya berkurang dengan kenaikan pH (Rowe, dkk., 2009).

2.3.4 Propil paraben

Propil paraben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Konsentrasi propil paraben untuk penggunaan topikal adalah 0,01-0,6% dan 0,02% jika dikombinasikan dengan metil paraben (Rowe, dkk., 2009).

Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri serta lebih aktif terhadap gram-positif dibandingkan bakteri gram-negatif. Aktivitas antimikrobanya meningkat jika dikombinasikan dengan paraben lainnya (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.4 Rumus bangun propil paraben

2.4 Kulit

(30)

60.000 melanosit, dan ribuan ujung saraf tepi. Kulit memiliki bagian

pelengkap seperti rambut, kuku dan kelenjar keringat/sebasea (Arisanty, 2013).

Gambar 2.5 Struktur kulit

2.4.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan paling luar dan paling tipis dari kulit. Epidermis tidak memiliki pembuluh darah dan sistem persarafan. Fungsi epidermis adalah sebagai sistem imun yang pertama dari tubuh manusia atau dikenal dengan istilah

First Skin Immune System. Epidermis memiliki variasi ketebalan antara 0,4-0,6 mm dan memiliki 5 stratum/jenjang (Arisanty, 2013).

Menurut Arisanty (2013), epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):

a. Stratum korneum adalah lapisan paling atas dari epidermis, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

b. Stratum lusidum: hanya terdapat pada telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis, terdapat sel mati yang tidak memiliki inti. c. Stratum granulosum: mengandung sel granular (granula lamelar) dan

(31)

d. Stratum spinosum: memiliki inti sel keratinosit besar. Lapisan ini merupakan hasil pembelahan sel yang berikatan dan melakukan migrasi sel ke arah atas.

e. Stratum basale (stratum germinativum) adalah lapisan paling dalam dari epidermis yang berlokasi dekat dermis. Sel ini merupakan sel hidup berinti karena mendapatkan difusi oksigen dan nutrisi dari dermis. Stratum germinativum merupakan sel yang mulai melakukan pembelahan sel (mitosis) pada proses regenerasi sel keratinosit epidermis.

2.4.2 Dermis

Dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang merupakan jaringan ikat, memiliki banyak pembuluh darah, memiliki sistem persarafan. Dermis terdiri atas jaringan ikat, protein kolagen dan elastin, fibroblas, sistem imun ( makrofag, sel mast, limfosit) dan sistem saraf (korpuskel meissner, korpuskel pacini, ujung saraf tepi).

Dermis memiliki dua lapisan utama, yaitu papilare berfungsi sebagai penguat dari epidermis dalam satu ikatan membran dan lapisan retikuler yang memiliki pembuluh darah perifer yang banyak dan berikatan serta terdiri dari jaringan ikat padat (Arisanty, 2013).

Dermis memiliki beberapa reseptor sensori. Bagian pelengkap kulit terdapat di dermis seperti akar rambut, kelenjar ekrin, apokrin dan sebasea (Arisanty,2013).

2.4.3 Subkutis

(32)

sebagai penyimpan lemak, kontrol temperatur dan penyangga organ di sekitarnya (Arisanty, 2013).

2.5 Luka

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit atau membran mukosa yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh (Zederfeldt, dkk., 1986). Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dapat dibagi menjadi 4 jenis:

a. Stadium I, luka superfisial (Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II, luka partial thickness: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.

c. Stadium III, luka full thickness: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV, luka full thickness: yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Baroroh, 2011).

(33)

jaringan yang hilang dan memerlukan penyembuhan luka secara sekunder (Arisanty, 2013; Baxter, 2013).

Keterangan:

Gambar A: tepi luka ditahan oleh gumpalan darah dan juga bisa dengan jahitan

Gambar B: pada stadium ini berlangsung regenerasi epidermis

Gambar C: regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut yang padat (Robbins dan kumar, 1992) Penyembuhan luka secara primer yaitu penyembuhan dengan menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan serta akan menghasilkan jaringan granulasi yang sangat sedikit. Proses yang berlangsung adalah epitelisasi dan deposisi jaringan ikat yang terjadi selama 10-14 hari. Pada hari pertama setelah luka, garis insisi segera terisi bekuan darah dan terjadi reaksi radang. Pada hari kedua, terjadi reepitelisasi permukaan dan pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel. Selanjutnya terjadi sintesis kolagen yang dirangsang oleh makrofag.

(34)

Kolagen yang terbentuk akan merapatkan kedua tepi luka (Robbins dan kumar, 1992; Morison, 2003; Arisanty, 2013).

Penyembuhan luka secara sekunder adalah penyembuhan yang memerluka proses terbentuknya jaringan granulasi yang banyak dimana jaringan grnulasi tumbuh di bawah keropeng dan terjadi regenerasi epitel di bawah keropeng kemudian keropeng akan lepas setelah terjadi epitelisasi sempurna. Proses yang berlangsung dalam penyembuhan ini adalah proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi (proses dimana daerah permukaan luka mengecil), epitelisasi (penutupan epidermis) (Morison, 2003; Arisanty, 2013).

Keterangan:

Gambar A: menunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka Gambar B: penyembuhan di bawah keropeng

Gambar C: luka terbuka dengan jaringan granulasi

Gambar D: sebuah jaringan parut yang besar atau daerah epidermis baru yang tipis

(Robbins dan kumar, 1992)

(35)

2.6 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling

(Arisanty, 2013).

Pada fase inflamasi terjadi pada awal kejadian atau saat luka terjadi hingga hari ke-3 atau ke-5. Pada fase ini terjadi dua respons yaitu respons vaskular dan respons inflamasi. Respons vaskular diawali dengan respons hemostatik tubuh selama 5 detik pasca luka yaitu pembuluh darah akan berkonstriksi di sekitar luka sehingga vasokonstriksi akan mengurangi pendarahan, kemudian pengaktifan trombosit dan pembentukan lapisan fibrin. Lapisan fibrin ini membentuk scab (keropeng) di atas permukaan luka. Respon inflamasi ditandai dengan pelepasan substansi vasoaktif seperti prostaglandin dan histamin yang mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Vasodilatasi menyebabkan semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam, ketidaknyamanan/nyeri. Kemudian sel darah putih yaitu neutrofil sebagai pertahanan seluler pertama akan memfagositosis jaringan yang mati, benda-benda asing dan bakteri, yang tidak dapat terfagositosis neutrofil akan diteruskan oleh makrofag sebagai sel pertahanan seluler kedua. Selanjutnya makrofag akan memfagositosis neutrofil. Proses ini disebut dengan proses debris (pembersihan) (Boyle, 2009; Febram, dkk., 2010; Arisanty, 2013).

(36)

makrofag akan mengeluarkan fibroblast growth factor (FGF) dan faktor angiogenesis (AGF). FGF akan menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen dan elastin. AGF akan merangsang pembentukan pembuluh darah yang baru. Kolagen dan elastin yang dihasilkan menutupi luka dengan membentuk matriks/ikatan jaringan baru yang dikenal dengan proses granulasi yang menghasilkan jaringan granulasi. Jaringan granulasi berproliferasi sehingga luka yang tadinya memiliki kedalaman, permukaannya menjadi rata dengan tepi luka. Kemudian terjadi proses epitelisasi yang dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis (warna merah muda) menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah rusak. Sel mengalami kontraksi (pergeseran), tepi luka menyatu hingga ukuran luka mengecil (Febram, dkk., 2010; Arisanty, 2013).

Fase remodeling atau maturasi terjadi mulai hari ke-21 sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Aktivitas utama yang terjadi adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktivitas remodeling kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi sehingga menyebabkan penekanan ke atas permukaan kulit. Kolagen akan menguatkan ikatan sel kulit baru karena kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan. Serabut-serabut kolagen akan menyebar dengan saling terikat dan menyatu sehingga berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan (Arisanty, 2013).

Kondisi lembab akan menyebabkan luka lebih cepat sembuh karena meningkatkan produksi faktor pertumbuhan seperti Fibroblas Growth Factor

(37)

2.7 Pengaruh Senyawa Kimia Tumbuhan Terhadap Penyembuhan Luka

2.7.1 Flavonoid

Flavonoid bertindak sebagai penampung radikal hidroksi dan superhidroksi atau memperlambat timbulnya sel nekrosis sehingga melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995). Flavonoid dapat juga untuk mempercepat proses penyembuhan luka karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013). Flavonoid yang terdapat dalam daun sambung rambat adalah mikanin 3-O-sulfat yang memiliki aktivitas antivirus dan nepetin sebagai antioksidan (Nixon, 1995; Rufatto, dkk., 2012; Aguinaldo, dkk., 2003).

2.7.2Tanin

Tanin merupakan komponen yang banyak terdapat dalam ekstrak tanaman, bersifat antioksidan. Antioksidan berperan dalam perbaikan jaringan karena mencegah kerusakan jaringan yang merangsang proses penyembuhan luka (Barku, dkk., 2013). Tanin juga berkhasiat sebagai astringen yang mampu menciutkan luka, menghentikan pendarahan dan mengurangi peradangan (Wijaya, dkk., 2014). Selain itu juga dapat meningkatkan pembentukan fibroblas dan pembuluh darah baru yang berfungsi sebagai transportasi untuk pasokan makanan dan oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel yang sedang dalam perbaikan sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka (Choudhary, 2011).

2.7.3 Saponin

(38)

sedangkan menurut Yenti, dkk., (2011), saponin juga memiliki kemampuan sebagai antimikroba yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat. Saponin juga dapat meningkatkan laju epitelisasi sehingga dapat mempercepat penutupan luka (Arun, dkk., 2013).

2.7.4Terpenoid/steroid

Terpenoid/steroid dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013). Terpenoid yang terdapat pada daun sambung rambat adalah sesquiterpen lakton seperti mikanolide, dihydromikanolide, deoxymikanolide dan scandenolide (Aguinaldo, dkk., 1995).

Mikanolide, dihydromikanolide dan deoxymikanolide memiliki aktivitas antibakteri (Bakir, dkk., 2004; Facey, dkk., 2010). Menurut Ahmed, dkk. (2001) bahwa deoxymikanolide memiliki aktivitas analgetik terhadap mencit yang diinduksi oleh asam asetat sedangkan scandenolide memiliki aktivitas antiinflamasi.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu, pengumpulan dan pengolahan sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak, skrining fitokimia dan karakterisasi simplisia serta ekstrak, pembuatan sediaan gel, evaluasi sediaan gel, pengujiaan sediaan gel terhadap penyembuhan luka sayat. Pengamatan efek penyembuhan luka sayat dilakukan secara visual terhadap diameter luka sayat kelinci dan analisis statistik.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, blender, cawan porselen berdasar rata, jangka sorong, kurs porselen, neraca analitik, mortir, stamfer, oven listrik, pH meter, gunting bedah, pinset bedah, rotary evaporator, lemari pengering, tanur, termometer dan viskometer brookfiled.

3.1.2 Bahan

(40)

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan dengan berat 1,5 kg sampai 2 kg. Kelinci ini sebelumnya telah diaklimatisasi selama seminggu.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain yang diambil di Desa Punden Rejo, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi, Bogor.

3.3.3 Pengolahan sampel

Daun sambung rambat yang masih segar dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan dalam lemari pengering dengan temperatur ± 400C sampai daun kering. Simplisia yang telah kering diserbuk dengan blender dan disimpan dalam wadah tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.

3.4 Pembuatan Ekstrak

(41)

ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan (Depkes RI., 1979). Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±50oC sampai diperoleh ekstrak kental, selanjutnya dilakukan pengeringan beku dengan freeze dryer pada suhu -400C selama ± 24 jam.

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak meliputi: pemeriksaan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, triterpenoid/steroid dan glikosida.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam spot plat/tabung reaksi, kemudian ditambahkan masing-masing 2 tetes larutan pereaksi (LP) Mayer, Bouchardat, Dragendorff. Jika terdapat alkaloid, maka dengan LP Mayer terbentuk endapan putih kekuningan, dengan LP Bouchardat terbentuk endapan coklat kehitaman, dengan LP Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Alkaloid dikatakan positif jika dua dari tiga reaksi tersebut memberikan hasil positif (Depkes RI., 1995).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

(42)

Cara percobaan:

Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida (Depkes RI., 1995).

3.5.3 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.4 Pemeriksaan glikosida

Sampel ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 mlcampuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol. Kemudian akan diperoleh dua lapisan (sari air dan sari pelarut organik). Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan saponin

(43)

selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes RI., 1995).

3.5.6 Pemeriksaan triterpenoida/steroid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya triterpenoida/ steroida (Harborne, 1987).

3.6 Karakteristik Simplisia dan Ekstrak

3.6.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja :

(44)

dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI., 1995).

3.6.2 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995).

3.6.3 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadarnya dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995).

3.6.4 Penetapan kadar abu total

(45)

sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995).

3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadarnya dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995).

3.7 Pembuatan Formula Sediaan

3.7.1 Pembuatan basis gel

Formula basis gel dibuat menurut Suardi, dkk., 2008; Tambe, dkk., 2009. R/ Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) 3%

Propilenglikol 15%

Metil paraben 0,18%

Propil paraben 0,02%

Akuades ad 100

Cara pembuatan : Akuades sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan, kemudian dikembangkan HPMC di dalamnya. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol (Campuran I). Campuran I yang diperoleh ditambahkan sedikt demi sedikit ke dalam HPMC yang telah terdispersi dengan baik sambil digerus, kemudian ditambahkan sisa akuades dan digerus homogen.

3.7.2 Komposisi formula

(46)

Tabel 3.1 Komposisi formula gel EEDSR

Keterangan : EEDSR: Ekstrak etanol daun sambung rambat, F1: formula gel tanpa EEDSR, F2: formula gel EEDSR 0,5% b/b, F3: formula gel EEDSR 1% b/b, F4: formula gel EEDSR 1,5% b/b, F5: formula gel EEDSR 2% b/b, F6: formula gel EEDSR 2,5% b/b.

Cara pembuatan sediaan gel EEDSR : ke dalam lumpang dimasukkan EEDSR masing-masing dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%, diteteskan dengan beberapa tetes etanol, ditambahkan sedikit demi sedikit basis gel lalu digerus sampai homogen.

3.8 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Sayat

Pengujian terdiri atas 8 kelompok yaitu

kelompok 1 diberi gel tanpa EEDSR (kontrol negatif) (F1), kelompok 2 diberi gel EEDSR 0,5% (F2),

kelompok 3 diberi gel EEDSR 1% (F3), kelompok 4 diberi gel EEDSR 1,5% (F4), kelompok 5 diberi gel EEDSR 2% (F5), kelompok 6 diberi gel EEDSR 2,5% (F6),

kelompok 7 diberi betadine salep (kontrol positif) (F7), kelompok 8 tanpa diberi pengobatan (F8).

(47)

dibuat luka dengan ukuran tanda yang telah dibuat bentuk lingkaran pada bagian punggung dengan cara mengangkat kulit hewan uji dengan pinset lalu digunting dengan gunting bedah (Hajiaghaalipour, dkk., 2013). Setelah itu, pada kulit yang telah disayat dioleskan 0,3 g sediaan gel sesuai dengan kelompok masing-masing (Aponno, dkk., 2014). Pemberian sediaan gel dilakukan secara topikal sebanyak 1 kali sehari dan setiap harinya luka dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9% b/v. Pengamatan luka dilakukan setiap hari secara visual dengan mengukur diameter luka. Luka dianggap sembuh jika diameter luka sama dengan nol. Menurut Hamzah, dkk., (2013) menyebutkan bahwa diameter luka dihitung dengan rumus:

Keterangan : d: diameter rata-rata, d1: diameter pertama, d2: diameter kedua, d3: diameter ketiga, d4: diameter keempat

Gambaran perhitungan diameter luka sayat pada punggung kelinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.1 Perhitungan diameter luka sayat

3.9 Evaluasi Formula

Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik yang mencakup pemeriksaan stabilitas sediaan, homogenitas, pemeriksaan pH dan viskositas yang dilakukan pada suhu kamar selama 90 hari (Dosani, dkk., 2011).

3.9.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual. Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan

(48)

penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.

3.9.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Cara: Sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak adanya butiran kasar (Depkes RI., 1979). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.

3.9.3 Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH dilakukan dengan alat pH meter. Alat dikalibrasi dengan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian pH meter dicuci dengan air suling dan dikeringkan dengan kertas tisu. Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan cara 1 g sediaan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml kemudian pH meter dicelupkan ke dalam larutan sediaan. Dicatat nilai pH yang ditunjukkan pada pH meter (Sativa, dkk., 2014).

3.9.4 Penentuan viskositas sediaan

(49)

3.10 Analisis Data

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi sampel dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil identifikasi adalah sambung rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.), famili Compositae, dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 54 dan gambar tumbuhan pada Lampiran 2 halaman 55.

4.2 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80% untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia baik yang bersifat non polar dan polar. Metode maserasi dipilih karena tekstur daun yang lunak dan mudah mengembang dalam cairan pengekstraksi. Selain itu, maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana karena cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan di luar sel menyebabkan larutan terpekat keluar hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dengan di luar sel (Kartikasari, dkk., 2014). Hasil ekstraksi dari 1 kg simplisia diperoleh ekstrak etanol 152,85 g dan setelah dilakukan pengeringan beku dengan freeze dryer pada suhu -400C diperoleh 121,26 g.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

(51)

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan EEDSR

No. Golongan senyawa Hasil

Simplisia Ekstrak

Adanya glikosida ditandai terbentuknya cincin ungu dengan pereaksi Molish (Depkes RI., 1995). Flavonoid ditentukan dengan penambahan serbuk Mg adengan HCl pekat terjadi warna kuning jingga. Tanin dengan penambahan pereaksi FeCl3 10% terjadi warna biru atau hijau (Farnsworth, 1996). Triterpenoid/steroid ditandai dengan timbulnya warna merah, ungu atau hijau biru dengan pereaksi Liebermann Buchardt (Harborne,1987). Saponin ditandai dengan terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang setelah penambahan HCl 2N (Depkes RI., 1995).

4.4 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Sambung Rambat

Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 60. Monografi dari simplisia tumbuhan ini tidak terdapat di Materia Medika Indonesia (MMI), sehingga hasil ini dapat menjadi acuan untuk menentukan parameternya.

Tabel 4.2 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak

(52)

Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan simplisia dan ekstrak (Depkes RI., 2000). Semakin tinggi kadar air, semakin mudah untuk ditumbuhi jamur karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya jamur (Mutiatikum, dkk., 2010). Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa kadar air simplisia dan ekstrak memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk kadar air ekstrak adalah tidak lebih dari 30% (Voigt, 1995) sedangkan persyaratan untuk kadar air simplisia adalah tidak lebih dari 10% (Depkes RI., 1995). Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air (polar) (Depkes RI., 1995). Penetapan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu total untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI., 2000). Kandungan mineral internal yang terdapat dalam tumbuhan ini adalah K, Ca, Mg, Mn, Fe (Barua, dkk., 2014). Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengevaluasi simplisia dan ekstrak terhadap kontaminasi bahan-bahan yang mengandung silika, logam-logam berat seperti Pb (Depkes RI., 1995).

4.5 Hasil Uji Efektivitas Penyembuhan Luka Sayat

(53)

jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot (Baroroh, 2011).

Luka sayat pada hewan uji dinyatakan sembuh ditandai dengan perubahan diameter luka yaitu semakin mengecil (0 cm). Data rata-rata hasil pengukuran diameter luka dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 71 dan Gambar 3.1 sedangkan data pengurangan luka sayat dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Gambar 4.1 Grafik pengukuran diameter luka sayat

Tabel 4.3 Data pengurangan luka sayat

Hari Pengurangan diameter luka (cm)

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 diberi betadine (kontrol positif), F8: tanpa pengobatan

Grafik dan tabel di atas terlihat bahwa adanya pengurangan diameter luka sayat oleh masing-masing perlakuan yang berangsur-angsur sembuh hingga hari

(54)

ke-24. Kelompok kelinci yang paling cepat menyembuhkan luka sayat adalah kelompok sediaan gel EEDSR 2,5% pada hari ke 16 diameter luka sudah 0 cm (sembuh). Kelompok kelinci yang diberi betadine salep dan gel EEDSR 2% memiliki waktu kesembuhan yang sama yaitu pada hari ke-17. Kelompok yang diberi gel EEDSR 0,5%, 1%, 1,5% memiliki waktu kesembuhan masing-masing pada hari ke-20, 19 dan 18 sedangkan kontrol negatif dan tanpa pengobatan dapat menyembuhkan luka sayat pada kelinci pada hari ke-22 dan 24. Hasil pengamatan menunjukkan pemberian sediaan gel EEDSR dapat mempercepat penyembuhan luka dibandingkan dasar gel dan tanpa pengobatan.

Betadine salep dapat menyembuhkan luka sayat karena betadine mengandung bahan aktif povidon iodin yang mampu menyembuhkan infeksi luka di kulit yang disebabkan oleh bakteri (Gennaro, 2000). Povidon iodin juga dapat menginduksi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dalam penyembuhan luka (Angel, dkk., 2008; Balin, dkk., 2002), tetapi proses epitelisasi yang disebabkan povidon iodin berlangsung lambat (Angel, dkk., 2008; Abbas, dkk., 2015).

(55)

menciutkan pori-pori kulit sehingga pendarahan pada luka dapat berhenti dengan cepat dan luka cepat mengering (Arun, dkk., 2013).

Efektivitas sediaan gel EEDSR dalam mempercepat penyembuhan luka sayat dikarenakan adanya kandungan terpenoid/steroid yang bertindak sebagai astrigen dan antimikroba serta meningkatkan laju epitelisasi, tanin sebagai astrigen yang mampu menciutkan pori-pori kulit, antimikroba, antioksidan (Arun, dkk., 2013) dan meningkatkan pembentukan pembuluh kapiler dan fibroblas (Choudhary, 2011), saponin bertindak sebagai antioksidan, antimikroba, meningkatkan laju epitelisasi dan memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Arun, dkk., 2013; Mappa, dkk., 2013), dan flavonoid memiliki aktivitas antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, astrigen yang berperan dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Arun, dkk., 2013; Barku, dkk., 2013; Sabirin, dkk., 2013).

Kandungan terpenoid dari daun sambung rambat adalah golongan sesquiterpen lakton yang terdiri dari mikanolide dan dihydromikanolide memiliki aktivitas antibakteri (Bakir, dkk., 2004; Facey, dkk., 2010), deoxymikanolide memiliki aktivitas analgetik dan antibakteri yang sangat kuat (Ahmed, dkk., 2001; Facey, dkk., 2010) dan scandenolide sebagai antiinflamasi (Ahmed, dkk., 2001), sedangkan flavonoid dari daun sambung rambat adalah mikanin-3-O-sulfate yang bertindak sebagai antivirus (Rufatto, dkk., 2012) serta nepetin sebagai antioksidan (Nixon, 1995).

(56)

ini disebabkan karena tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya (Wijaya, dkk., 2014).

Penggunaan gel EEDSR 2,5% memiliki efek penyembuhan lebih cepat dibandingkan dengan sediaan gel EEDSR 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%. Hal ini dikarenakan sediaan gel EEDSR 2,5% memiliki viskositas yang lebih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi absorbsi obat secara perkutan adalah nilai viskositas. Viskositas suatu sediaan berbanding terbalik dengan difusinya. Semakin tinggi nilai viskositas suatu sediaan maka koefisien difusinya akan semakin kecil dan difusi akan semakin lambat sehingga sediaan gel yang memiliki viskositas yang tinggi akan lebih lama menyembuhkan luka (Hasyim, dkk., 2012). Data panjang luka (cm) pada masing-masing hewan uji pada tiap perlakuan dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan kelinci.

Hasil pengujian ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

(57)

Pengujian Post Hoc Tukey HSD dilakukan untuk melihat kelompok perlakuan mana yang memiliki efek sama atau berbeda dan efek terkecil sampai terbesar antara satu dengan yang lainnya. Pengujian ini dilakukan terhadap semua perlakuan dari hari ke-1 sampai ke-24. Hasil pengujian Post Hoc Tukey HSD

menunjukkan bahwa kelompok yang diberi sediaan gel EEDSR 0,5%, 1%, 2%, 2,5% dan kontrol positif memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol negatif dan tanpa pengobatan. Kelompok sediaan gel EEDSR 2% tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol positif dimana kedua kelompok tersebut terletak dalam satu subset sedangkan pada kelompok gel EEDSR 2,5% memiliki perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol positif mulai hari ke-1 sampai hari ke-16. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 15 halaman 89.

4.6 Hasil Evaluasi Sediaan

4.6.1 Hasil pemeriksaan stabilitas fisik

Hasil pemeriksaan formulasi sediaan gel EEDSR secara visual dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan gambar sediaan gel Lampiran 6 halaman 65.

Tabel 4.4 Data pemeriksaan sediaan gel EEDSR secara visual

Formula Penampilan

Warna Bau Konsistensi

F1 bening tidak berbau semi padat

F2 coklat khas daun sambung rambat semi padat F3 coklat kehitaman khas daun sambung rambat semi padat F4 coklat kehitaman khas daun sambung rambat semi padat F5 coklat kehitaman khas daun sambung rambat semi padat F6 coklat kehitaman khas daun sambung rambat semi padat Keterangan: F1: basis gel, F2: gel EEDSR 0,5% b/b, F3: gel EEDSR 1% b/b, F4:

gel EEDSR 1,5% b/b, F5: gel EEDSR 2% b/b, F6: gel EEDSR 2,5% b/b.

(58)

kehitaman. Intensitas warna gel bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Bau khas juga bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, semakin kuat aroma khas ekstrak yang tercium sementara basis gel yang dihasilkan tidak berbau.

Pengamatan stabilitas organoleptis dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan terhadap tampilan fisik sediaan selama penyimpanan dengan cara mengamati bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah dibuat (Mappa, dkk., 2013). Hasil uji organoleptis sediaan gel EEDSR dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil pengamatan perubahan konsistensi, warna dan bau sediaan gel

Pengamatan Formula Waktu penyimpanan (hari)

0 7 14 21 28 90

Keterangan: F1: basis gel, F2: gel EEDSR 0,5% b/b, F3: gel EEDSR 1% b/b, F4: gel EEDSR 1,5% b/b, F5: gel EEDSR 2% b/b, F6: gel EEDSR 2,5% b/b, (+) = ada perubahan, (-) = tidak ada perubahan

(59)

4.6.2 Hasil uji homogenitas sediaan gel EEDSR

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui bahan-bahan sediaan gel apakah terdistribusi secara merata. Hasil pengamatan homogenitas semua sediaan gel EEDSR dan basis gel dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan gambarnya pada Lampiran 7 halaman 66.

Tabel 4.6 Data pengamatan homogenitas sediaan

Keterangan: F1: basis gel, F2: gel EEDSR 0,5% b/b, F3: gel EEDSR 1% b/b, F4: gel EEDSR 1,5% b/b, F5: gel EEDSR 2% b/b, F6: gel EEDSR 2,5% b/b, ( )= tidak homogen, ( = homogen

Hasil pengamatan homogenitas gel pada tabel di atas menunjukkan bahwa sediaan gel yang dibuat tidak terdapat butiran kasar pada gelas objek, maka semua sediaan gel dikatakan homogen.

4.6.3 Hasil penentuan pH sediaan

Hasil penentuan pH sediaan gel EEDSR dilakukan dengan menggunakan pH meter untuk seluruh sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka penelitian
Gambar 2.2 Rumus bangun propilen glikol
Gambar 2.3 Rumus bangun metil paraben
Gambar 2.4 Rumus bangun propil paraben
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun kelapa sawit (EEDKS) dilakukan skrining fitokimia, karakterisasi, dan ekstrak diformulasi menjadi sediaan gel berbasis HPMC

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga skripsi dengan judul Efektivitas Gel Putih Telur

ABSTRAK : Telah dilakukan studi awal formulasi dari ekstrak etanol kayu angin ( Usnea sp ) dalam bentuk sediaan gel dan uji efektivitas sediaan gel terhadap

Terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun kelapa sawit (EEDKS) dilakukan skrining fitokimia, karakterisasi, dan ekstrak diformulasi menjadi sediaan gel berbasis HPMC

Kesimpulan : ekstrak teh hijau dapat diformulasi dalam sediaan gel dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu dan kelompok tikus yang diberi semua formula

Kesimpulan : ekstrak teh hijau dapat diformulasi dalam sediaan gel dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu dan kelompok tikus yang diberi semua formula

penelitian tentang formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun teh hijau ( Camellia Sinensis (L.) Kuntze) dan uji efektivitas penyembuhan luka sayat pada tikus putih,

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang