• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 Batasan Masalah dan Istilah

2.1.2 Dasar-Dasar Perilaku Individu Dalam Kerja

Robbins (1991; 2007:47-49) mengemukakan bahwa dasar perilaku individu dalam kerja meliputi karakteristik biografis seperti usia, jenis kelamin status perkawinan; kemampuan fisik dan intelektual, locus of control, kepribadian, dan pembelajaran.

a. Karakteristik biografis 1) Usia

Penelitian menunjukkan bahwa pegawai yang berusia lebih tua mempunyai kedudukan rendah untuk menghindar dari kemangkiran dibanding yang lebih muda. Hal ini dimungkinkan karena kesehatan yang menurun seiring dengan bertambahnya usia dan perlu waktu yang lebih lama untuk recovery dibanding yang lebih muda usianya.

Analisis literatur yang terkini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kinerja, demikian pula ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Banyak fakta yang mengindikasikan hubungan positif antara keduanya, setidaknya untuk usia sampai 60 tahun. Bagaimanapun perubahan tertentu atau kemajuan pada teknologi dapat berpengaruh. dalam pekerjaan, dimana pekerja sebagai subjek untuk membuat

perubahan pada kemampuannya misal dengan adanya komputer dan jaringan internet, maka disini yang lebih tua akan mempunyai kepuasan kerja yang lebih rendah dibanding yang lebih muda.

2) Jenis kelamin

Kajian psikologis menemukan bahwa wanita lebih mudah menyesuaikan diri dengan pimpinan sedangkan pria lebih agresif dan cenderung mempunyai harapan lebih untuk sukses, namun demikian pendapat tersebut tidak banyak mendapat dukungan. Perkembangan 20 tahun terakhir tentang emansipasi wanita dalam pekerjaan menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal produktivitas kerja. Meskipun ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa wanita lebih tinggi pada tingkat turnover, hal ini tidak serta merta menjadi kesimpulan yang bermakna, karena ada beberapa penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan. produktivitas kerja antara pria dan wanita.

Penelitian selanjutnya pada tingkat ketidakhadiran. Banyak fakta mengindikasikan bahwa wanita sering tidak hadir dibanding pria. Hal ini didasarkan atas logika budaya yang mengarah pada wanita seharusnya tinggal dirumah dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Wanita secara turun temurun ditetapkan untuk merawat anak dan bukan sebagai pencari nafkah.

3) Status perkawinan

Penelitian tentang keterkaitan antara kinerja dengan status perkawinan belum banyak dilaksanakan. Salah satu penelitian yang konsisten menunjukkan bahwa pekerja yang sudah menikah mempunyai tingkat ketidakhadiran yang rendah, dan cenderung puas terhadap pekerjaan yang digelutinya.. Pekerja yang sudah menikah meningkat rasa tanggung jawabnya sehingga melihat pekerjaan sebagai sesuatu hal yang sangat penting dan berharga. Selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, misalnya bagaimana dengan pekerja yang bercerai.

4) Masa kerja

Beberapa kajian menunjukkan bahwa masa jabatan/kerja jika didefinisikan sebagai pengalaman kerja maka berhubungan positif dengan produktivitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa pegawai senior atau pekerja dengan masa kerja yang lama berkorelasi negatif dengan ketidakhadiran. Selanjutnya ditemukan juga bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan turnover/keluar masuknya pegawai

5) Jumlah tanggungan

Ada hubungan yang positif antara jumlah anak dalam keluarga pekerja wanita dengan ketidakhadiran. Begitu juga dengan kepuasan kerja. Namun ada pula penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah anak tidak mempengaruhi turnover dan ada pula yang sebaliknya.

b. Kemampuan

Kemampuan disini merujuk pada suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan individu pada hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor : kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

1) Kemampuan intelektual

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal, ketepatan peseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan memori. Kecerdasan kognitif bukan sebagi prasyarat utama untuk semua pekerjaan namun beberapa penelitian yang sudah dilakukan berulang- ulang menunjukkan bahwa tes-tes IQ yang menilai kemampuan verbal, numerik, ruang dan perseptual merupakan faktor penting pada pekerja untuk semua jenis pekerjaan. Namun demikian yang perlu diingat adalah hasil penelitian Goleman (1995:38) dan Patton (2001:2) bahwa yang menentukan kinerja seseorang dari kecedasan kognitif (IQ) hanya menyumbang 20%, sedangkan 80% disumbangkan oleh faktor lain dan salah satunya kecerdasan emosional. Masih menurut Goleman bahwa indikator-indikator kecerdasan emosional yang memberi kontribusi adalah; (a) kemampuan memotivasi diri, (b) ketekunan, (c) keuletan, (d) ketrampilan empatik, dan (e) ketrampilan berkomunikasi.

2) Kemampuan fisik

Sementara kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi, kemampuan fisik yang khusus memiliki makna penting untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut ketrampilan. Misalnya, pekerjaan yang keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai, atau bakat-bakat serupa menuntut manajemen untuk mengenali kapabilitas fisik seorang karyawan.

Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan pekerjaan telah teridentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas jasmani. Tidaklah mengherankan bahwa hubungan antara kemampuan-kemampuan ini juga kecil, nilai yang tinggi pada satu kemampuan bukanlah jaminan nilai yang tinggi pada kemampuan yang lain dan kemungkinan besar kinerja karyawan yang tinggi dicapai bila manjemen telah memastikan sejauh mana suatu pekerjaan menuntut masing- masing dari sembilan kemampuan itu dan kemudian menjamin bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut mempunyai kemampuan tersebut.

3) Kesesuaian kemampuan dan pekerjaan

Dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku orang-orang ketika bekerja perlu diketahui bahwa pekerjaan-pekerjaan mengajukan tuntutan yang berbeda-beda terhadap orang dan bahwa orang memiliki kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, kinerja karyawan ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan.

Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada pesyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Jadi, misalnya, seorang kepala / pimpinan perusahaan memerlukan kemampuan decision making yang baik, maka jika para pegawai tidak mempunyai kemampuan yang disyaratkan kemungkinan besar akan gagal. Namun jika kemampuannya terlalu jauh melampui persyaratan kemungkinan besar kinerja akan memadai meskipun juga bisa terjadi ketidakefisienan dan penurunan kepuasan kerja.

c. Kepribadian

Kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan individu untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian seseorang ditentukan oleh hereditas; lingkungan yang meliputi adat istiadat, norma, budaya, nilai- nilai, dan situasi misalnya dalam kondisi atau situasi tertekan (underpresure).

Karakteristik yang dimiliki individu menggambarkan perilaku individu. Sebagai contoh digambarkan sebagai berikut:

Kecemasan tinggi sabar/tenang

Extrovert

Introvert

Gambar 2.2 Karakteristik individu ( Robbins, 1991:93 ) Tegang, tidak stabil,

mudah dirangsang/ dipengaruhi, hangat, sosial dan kurang mandiri

Percaya diri, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri, hangat, sosial dan kurang mandiri

Tegang, dapat dipengaruhi, tidak stabil,

dingin, pemalu

Sabar, percaya diri, dapat

dipercaya, dapat menyesuaikan diri, tenang, dingin, pemalu

Selanjutnya dari atribut kepribadian locus of control dapat diprediksi perilaku pekerja. Atribut lain misalnya kebutuhan atau motif breprestasi, harga diri, self monitoring, dan lain sebagainya.

Locus of control internal mengakibatkan rendahnya tingkat

ketidakhadiran. Sebagai contoh, individu merasa dirinya sehat, individu berprinsip bahwa sehat berasal dari dirinya sendiri, sehingga berusaha menjaga kesehatannya dan tidak mudah sakit sehingga jarang absen atau tidak datang dalam bekerja. Orang dengan locus of control internal lebih baik pada penampilan kerjanya dengan catatan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Orang dengan locus of Control internal suka mencari informasi sebanyak-banyaknya sebelum membuat keputusan, motivasi tinggi untuk berprestasi, usaha besar untuk mengontrol lingkungan sedangkan orang dengan locus of control eksternal cenderung banyak mengeluh dan ikut arus dan kurang memiliki upaya untuk mengoptimalkan dirinya.

d. Pembelajaran

Setiap perubahan perilaku yang dapat diamati sebagai bukti ada atau tidak adanya proses pembelajaran dan pengalaman masa lalu yang telah diperolehnya. Penguatan/reinforcement positif merupakan suatu instrumen yang ampuh untuk memodifikasi atau merubah perilaku. Dengan memberikan ganjaran terhadap perilaku yang berkaitan dengan kinerja, maka pekerja akan cenderung untuk mengulanginya, sehingga manajemen dapat meningkatkan perilaku seseorang akan semakin sering itu akan diulang.

Analog dengan pernyataan tersebut Robbins (1991:57) mengemukakan bahwa dengan menciptakan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti ragam-ragam tertentu.yang pada akhirnya frekuensi dari perilaku tersebut akan meningkat. Secara umum orang akan semakin meningkat kinerjanya jika mereka memperoleh reinforcement secara positif Penerapan dari konsep ini adalah bahwa bila seseorang karyawan memperoleh pujian dalam bekerjanya maka karyawan tersebut cenderung akan meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya apabila seseorang dalam bekerjanya tidak pernah memperoleh pujian atas karyanya maka ada kecenderungan untuk tidak meningkatkan kinerjannya.

Hukuman yang dahulu dipercaya sebagai bagian dari proses belajar menjadi tidak efektif karena dengan hukuman justru membuat pelaku tertekan dan perilaku yang dirubah sifatnya sementara, bahkan bisa menjadikan semangat kerja turun dan pembolosan atau keluarnya karyawan lebih tinggi. Merubah perilaku karyawan dapat juga dengan menggunakan model yaitu pimpinan memberikan contoh pada karyawannya sehingga karyawan akan meniru apa yang telah dilakukan oleh pimpinannya.

Teori pembelajaran berikutnya adalah teori belajar sosial dari Bandura (1971) yang menggunakan pendekatan perilaku dan mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut Bandura, teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya,

bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.

Masih dalam perspektif pembelajaran Zanden (1984:266) mengembangkan teori pertukaran sosial Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan. Pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.

Menurut teori itu maka seorang guru akan berperilaku dalam hal ini melakukan aktivitas bekerja apabila guru memperoleh imbalan baik berupa material maupun spiritual, demikian pula bila selalu mendapat pujian maka akan cenderung untuk meningkatkan kinerjanya, sebaliknya bila guru pembimbing mendapat hukuman atau kritikan berakibat menurunnya kinerja mereka.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang dikeluarkan orang lain, demikian pula perilaku orang lain tersebut, akan dipengaruhi oleh orang lain juga dan demikian seterusnya sehingga saling mempengaruhi dalam berinteraksi akan berdampak pada perilaku seseorang. Melalui pemberian isyarat berupa simbol,

kita mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan orang lain, kita menangkap pikiran, perasaan orang lain tersebut. Teori ini mirip dengan teori pertukaran sosial .karena dalam teori pertukaran sosial mempunyai prinsip bahwa hubungan sosial sebagai suatu transaksi dagang ( Rakhmat:2000:121). Masih menurut Rakhmat bahwa asumsi dasar teori pertukaran sosial adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan. Makna dari teori tersebut bahwa kinerja guru pembimbing akan dapat optimal dalam bekerja apabila guru bidang studi dan kepala sekolah memberikan dan menciptakan hubungan yang memuaskan sehingga timbul semacam penguatan dan ganjaran dalam berbagai bentuk

Ganjaran adalah segala akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Nilai suatu ganjaran antara individu satu dengan yang lain berbeda demikian pula jika dalam waktu yang lain maka nilai yang dipersepsi akan berbeda pula. Dalam organisasi seperti sekolah ganjaran yang diberikan oleh kepala sekolah akan dipersepsi sangat individuil oleh setiap guru Bagi seorang guru yang secara ekonomi cukup memadai, maka ganjaran cukup dalam bentuk pujian atau motivasi, sedangkan bagi guru yang secara ekonomi kurang maka ganjaran yang berupa pemeberian bonus atau uang akan meningkatkan kinerjanya.

Biaya merupakan akibat negatif yang terjadi dalam interaksi. Biaya dapat berupa konflik, kecemasan, waktu, harga diri, dan kondisi lain yang dapat

menghabiskan segala sesuatu yang kesemuanya dapat memberikan efek yang tidak menyenangkan. Dalam organisasi sekolah biaya yang diberikan oleh sekolah ( dalam hal ini kepala sekolah atau guru bidang studi dan staf yang lain ) kepada guru pembimbing akan sangat menentukan kinerja mereka. Apabila dari pihak sekolah memberikan biaya yang besar seperti sering marah, kurang menghargai karya guru pembimbing atau perilaku negatif lain maka pada gilirannya para guru pembimbing akan cenderung kurang memberikan kontribusi dalam bentuk aktivitas atau berupa kinerja yang tidak optimal.

Laba atau hasil yaitu ganjaran dikurangi biaya. Apabila dalam berinteraksi dengan orang lain memberikan laba atau hasil maka ia akan cenderung meningkatkan hubungan. Bilamana guru pembimbing tidak memperoleh laba artinya mereka tidak mendapatkan keuntungan misalnya seperti penghargaan maka guru pembimbing cenderung untuk tidak menunjukkan kinerja yang optimal, dan sebaliknya bila guru pembimbing memperoleh laba maka akan selalu meningkatkan kinerjanya.

Tingkat perbandingan yaitu ukuran standar baku yang digunakan sebagai kreteria dalam menilai interaksi mereka. Dalam organisasi sekolah ukuran standar baku yang berupa standar kinerja yang harus dilakukan oleh para guru pembimbing Apabila guru pembimbing merasa puas dengan standar kinerja yang diberikan oleh sekolah maka ia akan cenderung menunjukkan kinerja sesuai dengan tugas dan tanggung-jawabnya.

Selain itu interaksi di antara beberapa pihak tersebut akan tetap berjalan lancar tanpa gangguan apapun manakala simbol yang dikeluarkan oleh masing-

masing pihak dimaknakan bersama sehingga semua pihak mampu mengartikannya dengan baik. Hal ini mungkin terjadi karena individu-individu yang terlibat dalam interaksi tersebut berasal dari budaya yang sama, atau sebelumnya telah berhasil memecahkan perbedaan makna di antara mereka. Namun tidak selamanya interaksi berjalan mulus. Ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan simbol yang tidak signifikan, simbol yang tidak bermakna bagi pihak lain. Akibatnya orang-orang tersebut harus secara terus menerus menegosiasikan perilakunya agar cocok dengan perilaku orang lain.

Dokumen terkait