• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum dan Kebiasaan-Kebiasaan dalam Perjanjian Sewa- Sewa-Menyewa

TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

D. Dasar Hukum dan Kebiasaan-Kebiasaan dalam Perjanjian Sewa- Sewa-Menyewa

1. Dasar Hukum Perjanjian Sewa Menyewa

Peraturan tentang sewa menyewa termuat dalam Bab Ketujuh dari buku III KUH Perdata yang berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena waktu tertentu bukan merupakan syarat mutlak dalam perjanjian sewa menyewa.40

Di samping itu, bagi perjanjian sewa menyewa ini berlaku juga ketentuan tentang perjanjian pada umumnya, sebagaimana yang tercantumkan dalam Bab Kedua dari Buku III KUH Perdata.

40

Bab VII dari Buku III KUH Perdata terdiri dari empat (4) bagian, yaitu: Bagian I : Ketentuan Umum

Bagian I Buku III KUH Perdata ini terdapat pasal yang didalamnya merupakan pengertian dari perjanjian, yang terdiri dari para pihak yg mengikatkan diri karena pihak yang satu memberikan kenikmatan dan ketenteraman kepada pihak lainnya atas suatu barang dengan pembayaran suatu nilai harga sewa yang disanggupi oleh pihak yang menyewa.

Bagian II : Tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah.

Bagian II Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah. Maksudnya pada bagian ini ditetapkannya apa yang diwajibkan oleh dari masing-masig pihak penyewa dan yang menyewakan.

Bagian III : Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah

Bagian III Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah. Pada bagian ini terdapat tujuh Pasal yang di mana dimulai dari Pasal 1581 sampai Pasal 1587.

Bagian IV :Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa menyewa tanah.

Bagian IV Buku III KUH Perdata, mengatur tentang Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa menyewa tanah. Pada bagian ada sebelas (11) pasal yang dimulai dari Pasal 1588 samapai pada Pasal 1600.

Dalam melaksanakan perjanjian sewa menyewa rumah toko, dan sebagainya diatur di dalam ketentuan-ketentuan BAB VII Buku Ketiga dari KUH Perdata.

2. Kebiasaan-Kebiasaan Dalam Perjanjian Sewa Menyewa

Biasanya orang yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu. Pada umumnya mereka hanya menyetujui hal-hal pokok saja, dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Dalam hal perjanjian sewa menyewa, perjanjian sudah dianggap cukup jika sudah memuat klausul-klausul apabila setuju tentang barang dan harga sewanya.

Tentang dimana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya pengantaran barang, tentang bagaimana barang itu musnah dalam perjalanan, soal-soal itu lazimnya tidak terpikirkan dan tidak diperjanjikan. Bagi pembuat perjanjian yang memahami hukum tentu akan berfikir bahwa apabila dikemudian hari terdapat masalah maka yang bersangkutan akan tunduk saja pada hukum dan undang-undang. Namun apabila pembuat perjanjian itu tidak atau kurang memahami hukum maka akan berlandaskan pada kebiasaan setempat yang mungkin saja kebiasaan itu sesungguhnya lahir atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.41

41

Than Thong Kie, Study Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris Buku I, Ichtiar Van Baru, Jakarta, 2000, hal 325

Kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum. Di Indonesia kebiasaan diatur dalam beberapa undang-undang, yakni :42

a. Pasal 15 AB yang berbunyi :

“Selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan, maka kebiasaan tidak merupakan hukum kecuali apabila undang-undang menetapkan demikian”.

Pasal tersebut berarti bahwa kebiasaan itu diakui apabila undang-undang menunjuknya atau dengan perkataan lain, hakim tidak perlu mempergunakan kebiasaan apabila undang-undang tidak menunjuknya. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kebiasaan itu sendiri merupakan sumber hukum. Kalau dilihat dari bunyi Pasal 15 AB, maka pada asasnya adalah bahwa pembentuk undang-undang berpendapat bahwa undang-undang-undang-undanglah yang menjadi sumber hukum.

b. Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi :

“Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya di haruskan oleh kepatutan, kebiasaan atau

undang-undang”.

Dengan demikian bunyi Pasal 1339 KUH Perdata tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan harus diperhatikan oleh pihak-pihak dalam pembuatan perjanjian, meskipun terdapat asas kebebasan (beginselen der verdragsvrijheid) yang tersimpul dalam Pasal 1339 KUH Perdata, Pasal 1339 ini menegaskan

42

GHS. Lumban Tobing, Seri Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, Erlangga, Jakarta, 2003, hal 263

bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

c. Pasal 1347 KUH Perdata berbunyi :

“Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan

tegas dinyatakan.”

d. Pasal 1346 KUH Perdata yang berbunyi :

“Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi

kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat.”

e. Pasal 1571 KUH Perdata yang berbunyi :

“Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka

perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu

yang diharuskan menurut kebiasaan waktu setempat.”

Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, seperti pada umumnya dimana apabila terjadi kegiatan sewa menyewa ada beberapa hal yang telah menjadi kebiasaan yang sering dilakukan oleh para pihak, misalnya :

1. Pemilik pada umumnya mendatangi penyewa apabila jangka waktu sewa menyewa hendak berakhir untuk menanyakan apakah perjanjian sewa menyewa tetap dilanjutkan atau dihentikan.

2. Pemilik pada umumnya mendatangi penyewa untuk meminta uang sewaan. 3. Pada umumnya penyewa bertanggung jawab sepenuhnya terhadap barang

yang disewa, dan lain-lain.