• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Program Bantuan Pangan Non Tunai

2.5.5 Dasar Hukum Kebijakan Program

2. UU No.13/Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

3. UU No.18/Tahun 2012 tentang Pangan.

4. UU No.23/Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

5. Perpres No.82/Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

6. Perpres No.63/Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai (BSNT).

7. Arahan Presiden 26 Maret 2017, 16 April 2017, 19 Juli 2017.

2.6 Kemiskinan

2.6.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial yang erat kaitannya dengan kebijakan sosial. Sejarah munculnya kebijakan sosial tidak dapat dipisahkan dari hadirnya persoalan kemiskina di masyarakat. Kemiskinan dikatakan sebagai akar dari masalah sosial. Berdasarkan Undang-undang nomor 13 Tahun 2011 dipaparkan bahwa “Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunya sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau kelurganya”.

Menurut Zastrow (dalam Suharto 2008: 73) terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk mengartikan kemiskinan yaitu:

1. Kemiskinan Absolut

Menurut pendekatan absolut, peran sejumlah barang dan jasa sangat penting dalam menentukan kesejahteraan individu atau keluarga. Definisi kemiskinan didasarkan pada cukup tidaknya jumlah uang yang diperoleh. Berdasarkan garis kemiskinan ini, orang miskin kemudian didefinisikan sebagai mereka yang tidak memiliki pendapatan untuk memenuhi sejumlah minimum kebutuhan hidup.

2. Kemiskinan Relatif

Pendekatan relatif menekankan bahwa seseorang dikatakan sebagai miskin bila pendapatannya berada dibawah pendapatan masyarakat rata-rata. Menurut pendekatan ini kemiskinan disebabkan karena adanya perbedaan pendapatan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya atau antara suatu waktu dengan waktu lainnya.

Selain terdapat pendekatan dalam mendefinisikan kemiskinan, terdapat juga Teori Kemiskinan yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kemiskinan. Menurut Zastrow (dalam Suharto 2008: 75) ada empat teori kemiskinan yaitu:

1. Teori Budaya Kemiskinan

Oscar Lewis sebagai tokoh yang mengembangkan teori budaya kemiskinan menjelaskan bahwa kelompok miskin menjadi miskin karena gaya hidup mereka dipengaruhi oleh budaya tetentu.

Menurut Lewis, individu yang dibesarkan dalam budaya kemiskinan memiliki keyakinan yang kuat bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan. Mereka menjadi tergantung, merasa lebih rendah dari yang lain serta enggan untuk memperbaiki kondisi mereka.

Teori budaya kemisikinan sangat controversial dan mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satunya Eleanor Leacock beranggapan bahwa budaya miskin bukan penyebab kemiskinan melainkan akibat dari kemiskinan yang terjadi terus-menerus. Selain itu kritik juga datang dari William Ryan yang menyatakan bahwa Teori Budaya Kemiskinan hanya merupakan bentuk klasik konsep menyalahkan korban. Ryan menyatakan bahwa yang patut disalahkan adalah sistem sosial yang memberikan kesempatan bagi munculnya kemiskinan.

2. Teori Fungsionalis

Teori fungsionalis memandang bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidakberfungsian ekonomi. Teori ini juga mencatat bahwa sistem kesejahteraan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah kemiskinan memiliki beberapa efek samping dalam kemiskinan.

Selain itu masalah mengenai kurangnya sistem informasi yang menginformasikan kelompok miskin tentang hak mereka menjadi salah satu sebab terjadinya kemiskinan dalam teori ini.

3. Teori Konflik Teori ini memandang bahwa masyarakat modern memiliki begitu banyak kemakmuran. Karenanya, kemiskinan ada karena struktur kekuatan menginginkanya untuk ada. Seperti halnya teori fungsional, teori ini tidak memandang kemiskinan sebagai suatu hal yang berguna atau penting. Melainkan, kemiskinan dipandang sebgai akibat adanya beberapa kelompok merasa diuntungkan, sementara kelompok lainnya dirugikan.

4. Teori Interkasionis

Penganut teori interaksionis memandang kemiskinan sebagai masalah pembagian harapan. Kelompok miskin memperoleh penilaian negatif dari kelompok berpengaruh. Mereka yang menjadi objek labeling tersebut akan mencap dirinya negatif dari mulai berlaku sama dengan harapan orang lain terhadap mereka.

Kelompok ini percaya bahwa kemiskinan bukan sekedar masalah konsep diri seorang individu. Mirip dengan pendekatan relatif, interaksionis memandang sifat dasar kemiskinan sebagai sesuatu yang relatif, tergantung pada subjek perbandingannya. Interkasionis mendesak agar stigma dan pandangan negatif yang dihubungkan dengan kemiskinan segera dihilangkan.

Kemudian berdasarkan Undang-undang nomor 13 Tahun 2011 disebutkan hak-hak dan bentuk penanganan fakir miskin oleh pemerintah yaitu:

Fakir miskin berhak:

1. Memperoleh kecukupan sandang, pangan dan perumahan.

2. Memperoleh pelayanan kesehatan.

3. Memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya.

4. Mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya.

5. Mendapatkan pelayanan sosial melalu jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan rehabilitasi sosial, dalam membangun, mengembangkan, serta memberdayakan diri dan keluarganya.

6. Memperoleh derajat kehidupan yang layak.

7. Memperoleh lingkungan hidup yang sehat.

8. Meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan.

9. Memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha. Penanganan fakir miskin dilaksanakan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Hak-hak dan bentuk penanganan fakir miskin oleh pemerintah berdasarkan Undang- Undang Nomor Tahun 2011 tersebut adalah upaya yang terarah,terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk kebijakan, program, dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap masyarakat.

2.6.2 Strategi Pengentasan Kemiskinan

Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat sangat relevan sebagai paradigma kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial termasuk masalah kemiskinan. Pendekatan ini menyadari tentang betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan

kekuatan internal melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya materi dan nonmaterial.

Korten (dalam Hikmat, 2004:15-16) menyatakan bahwa ada tiga dasar untuk melakukan perubahan-perubahan struktural dan normatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, yaitu sebagai berikut:

1. Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadaan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha-usaha rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, dan untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri di tingkat individual, keluarga, dan komunitas.

2. Mengembangkan struktur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang berfungsi menurut kaidah-kaidah sistem organisasi.

3. Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi secara teritorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah pemilikan dan pengendalian lokal.

Kendati demikian, model pembangunan yang berpusat kepada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan (empowerment). Model ini memandang inisiatif-kreatif rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang paling utama dan memandang kesejahteraan material-spiritual rakyat sebagai tujuan yang harus dicapai oleh proses pembangunan. Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya maupun politik menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Reformulasi ini memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk membangun secara partisipatif. Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa sehingga esensi pemberdayaan tidak terdistorsi. Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya

penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, mobilisator, sistem pendukung, dan peran-peran lainnya yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung.

Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk yaitu:

1. Pengembangan potensi diri.

2. Bantuan pangan dan sandang.

3. Penyediaan pelayanan perumahan.

4. Penyediaan pelayanan kesehatan.

5. Penyediaan pelayanan pendidikan.

6. Penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha.

7. Bantuan hukum 8. Pelayanan sosial.

Sementara itu Rondinelli (1990:91) mengemukakan ada tiga strategi dasar program yang bertujuan untuk membantu penduduk miskin yakni:

1. Bantuan disalurkan ke tempat dimana mayoritas orang miskin hidup, melalui program pembangunan desa terpadu atau proyek produksi pelayanan yang berorientasi pada penduduk desa.

2. Bantuan dipusatkan untuk mengatasi cacat standar kehidupan orang-orang miskin melalui program kebutuhan dasar manusia.

3. Bantuan dipusatkan pada kelompok yang mempunyai ciri sosio ekonomi yang sama yang mendorong atau mempertahankan mereka untuk terus berkubang di dalam lingkaran kemiskinan melalui proyek yang dirancang bagi masyarakat tertentu.

Dari pemaparan tiga strategi dasar program yang bertujuan untuk membantu penduduk miskin tersebut dapat dilihat bahwa program Bantuan Pangan Non Tunai yang dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya sesuai dengan ketiga strategi dasar tersebut. Namun permasalahannya adalah apakah program Bantuan Pangan Non Tunai yang dijalankan oleh pemerintah saat ini telah memenuhi ketiga strategi dasar tersebut? Sehingga dapat terwujudnya efektifitas dari program Bantuan Pangan Non Tunai dalam pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor.

2.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2008: 33) Melalui konsep, peneliti diharapkan akan menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Konsep sangat penting dalam penelitian karena dia menghubungkan dunia teori dan dunia observasi, antara abstraksi dengan realitas.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep dari penelitian, yaitu:

1. Efektivitas pelaksanaan program adalah tercapainya tujuan dari suatu program dalam hal ini program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam pengentasan kemiskinan di Kota Medan yang dapat dilihat atau dianalisis melalui ketetapan sasaran program, sosialisasi program, pencapaian tujuan program dan pemantauan Program.

2. Strategi dalam pengentasan kemiskinan merupakan upaya pengentasan kemiskinan yang dianjurkan menurut kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat tak lain adalah kebijaksanaan memberi ruang gerak, fasilitas publik dan kesempatan-kesempatan yang kondusif bagi maraknya kemampuan dan kemungkinan kelompok masyarakat miskin untuk mengatasi masalah mereka sendiri dan tidak untuk justru menekan dan mendesak mereka ke pinggir-pinggir atau ke posisi-posisi

ketergantungan. Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di setiap daerah dengan memberdayakan kelompok masyarakat yaitu dengan melaksanakan program e-Warong yang merupakan bagian dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang nantinya akan mensinergikan bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Salah satu daerah yang ikut melaksanakan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah Kota Medan yaitu pada Kecamatan Medan Johor .

2.8 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir bertujuan memberikan pedoman dan mempermudah dalam kegiatan penulisan penelitian. Kerangka berpikir merupakan suatu gambaran yang menjelaskan tentang proses atau tahapan dalam suatu penelitian. Masalah kemiskinan menjadi masalah kompleks yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dijelaskan bahwa salah satu cara pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dengan memberikan bantuan pangan. Sudah banyak program terkait bantuan pangan yang telah dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah programm beras sejehtera (rastra). Namun dalam pelaksanaannya program rastra masih menemui beberapa kendala yaitu masih belum tepat sasaran, belum tepat jumlah, belum tepat harga, penyaluran kurang tepat waktu, dan kualitas beras yang buruk. Dari beberapa kendala yang dihadapi program rastra Pemerintah mengeluarkan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebagai upaya meningkatkan efektivitas dalam penyaluran bantuan sosial. Program Bantuan

Pangan Non Tunai (BPNT) adalah bantuan pangan dari pemerintah yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli pangan di warung elektronik (e-warong). Dalam pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai penulis ingin mengetahui efektivitas pelaksanaan program tersebut. Untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) penulis menggunakan indikator pengukuran efektivitas menurut Budiani (2007:53) yaitu ketetapan sasaran program, sosialisasi program, pencapaian tujuan program dan pemantauan Program. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat dari skema berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Efektivitas Program Bantuan Pangan Non Tunai di Kota Medan dilihat dari indikator menurut Sugiyono dalam Budiani (2007:53) yaitu:

1. Ketetapan sasaran program 2. Sosialisasi program

Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai di Kota Medan Perpres RI No 63 Tahun 2017 tentang penyaluran Bantuan Sosial

secara Non Tunai

Masalah Rastra: 1) Belum tepat sasaran; 2) Belum tepat jumlah;

3) Kualitas beras masih buruk; 4) Penyaluran belum tepat waktu.

2.9 Hipotesis Kerja

Dalam sebuah penelitian, hipotesis berfungsi sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian kualitatif, hipotesis kerja tidak diuji, tetapi diusulkan sebagai satu panduan dalam proses analisis data.

Hipotesis kerja (dalam Amirin,2000:84) adalah hipotesa yang sebenarnya, yang asli, yang bersumber dari kesimpulan teoritik. Adapun penulis merumuskan hipotesis kerja dalam penelitian ini yaitu, Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor meliputi ketetapan sasaran program, sosialisasi program, pencapaian tujuan program dan pemantauan Program dalam pelaksanaan program ini.

 Meningkatnya kesejahteraan dan kemampuan ekonomi keluarga penerima manfaat,

 Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik, akurat, fakta, dan karakteristik mengenai bidang tertentu, baik berupa keadaan, permasalahan, sikap, pendapat kondisi, prosedur atau sistem secara faktual dan cermat. Menurut Bogdan dan Taylor dalam (Ahmadi, 2016:15), metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang- orang atau subjek itu sendiri.

Penelitian deskripsi ini akan membantu peneliti untuk mendeskripsikan ke-efektivitasan pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai dalam pengentasan kemiskinan di Kecamatan Medan Johor dengan melihat pertama, Ketepatan sasaran program yaitu dengan melihat sejauh mana Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dengan sasaran yang tepat dan sudah ditentukan sebelumnya. Kedua, sosialisasi program yaitu kemampuan penyelenggara Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam melakukan sosialisasi program tersebut, sehingga informasi program bantuan berupa pangan dapat tersampaikan kepada masyarakat. Ketiga, Pencapaian tujuan program yaitu untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara hasil dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam pengentasan kemiskinan di Kecamatan Meda Johor dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keempat, pemantauan program yaitu pengawasan yang dilaksanakan pada

program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Medan Johor dilakukan sebagai bentuk perhatian kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang bermaksud untuk mengetahui masalah yang ada di lokasi penelitian. Penelitian tentang efektivitas pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam pengentasan kemiskinan di Kota Medan dilakukan di Kecamatan Medan Johor, dengan alasan karena dari beberapa Kota/ Kabupaten di Pulau Sumatera yang menjadi daerah penyalur Bantuan Pangan Non Tunai tingkat kemiskinan Kota Medan menduduki peringkat yang paling tinggi dari enam daerah lainnya yaitu Kota Padang, Kota Pekanbaru, Kota Jambi, Kota Palembang, Bandar Lampung dan Kota Batam. Selain itu, jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Bantuan Pangan Non Tunai Kota Medan paling banyak dari keenam daerah penyalur Bantuan Pangan Non Tunai di Sumatera.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Sosial Kota Medan, hal ini dikarenakan Dinas Sosial Kota Medan merupakan pengendali dari pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kota Medan, sehingga akan mempermudah peneliti untuk memperoleh data yang faktual dan akurat. Dinas Sosial Kota Medan berada di Jln. T.B Simatupang No. 114, Medan Sunggal Kota Medan. Penelitian ini juga difokuskan pada pelaksanaan program Bantuan PAngan Non Tunai (BPNT) yang berada di Kecamatan Medan Johor, hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang dikeluhkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) kepada Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan (F-PKB) yaitu berupa saldo yang kerap kosong,

kebutuhan pokok yang tidak tersedia, hingga ketidaksesuaian masyarakat sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

3.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya, oleh karena itu pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel (Suyanto, 2005:17). Penentuan informan dalam penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Sugiyono, 2009:221).

Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Perkembangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi situasi atau objek yang diteliti. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yan pada awalnya jumlah awal belum mampu memberikan data yang lengkap, maka harus mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data (dalam Sugiyono, 2008:300).

Kemudian dapat diperoleh informasi yang jelas dan dapat dipercaya berupa pernyataan-pernyataan, keterangan ataupun data-data yang dapat membantu dalam mengatasi permasalahan tersebut. Informan peneliti diperoleh secara langsung dan berhubungan dengan objek yang akan di teliti dan tentunya dapat memberi informasi terkait dengan Efektivitas Pelaksanaan Program bantuan Pangan Non Tunai di Kecamatan Medan Johor.

Informan dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar mengetahui persoalan atau permasalahan tertentu dan dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor, yang selanjutnya akan

memberikan pernyataan melalui wawancara, atau memberikan data-data yang dapat membantu dalam memahami permasalahan tersebut.

Tabel 3.1: Matriks Informan Penelitian

No Informan Penelitian Informasi yang dibutuhkan Metode 1 Sekretaris Dinas

(BPNT)

7 E-Warong

3.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data

Data merupakan informasi yang dikumpulkan untuk mendukung sebuah penelitian. Data adalah rekaman atau gambaran atau keterangan suatu hal atau fakta. Data penelitian kualitatif diperoleh dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang dapat dikelompokkan ke dalam

dua kategori yaitu metode yang bersifat interaktif dan noninteraktif (Mantja, 2007:52). Teknik interaktif terdiri dari wawancara dan pengamatan berperan serta, sedangkan noninteraktif meliputi pengamatan tak berperan serta, analisis isi dokumen, dan arsip. Sumber data penelitian kualitatif adalah manusia dengan perilakunya, peristiwa, arsip, dan dokumen. Adapun data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh sipeneliti langsung dari obyek yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini dihasilkan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang peneliti yakin mampu memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen publikasi yang sudah dalam bentuk jadi ataupun melalui bahan kepustakaan.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data 1. Dokumentasi

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Biasanya berbentuk surat-surat, catatan-catatan harian, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertian yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran atau arkeologis. Dalam penelitian ini dokumentasi dilakukan melalui pengumpulan data-data yang berkaitan dengan pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Medan Johor.

Selain itu dokumentasi juga dilakukan dengan mendapatkan

informasi melalui internet. Studi dokumentasi dilakukan melalui data-data yang berupa dokumen, arsip, maupun buku yang berhubungan dengan pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Medan Johor. Dalam melakukan penelitian ini akan menggunakan pedoman dokumentasi.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan, seperti kegiatan pengamatan terhadap obyek penelitian ini untuk memperoleh keterangan data yang lebih akurat mengenai hal-hal yang diteliti serta untuk mengetahui relevansi antara jawaban responden dengan kenyataan yang terjadi di lapangan (Bungin, 2007:115). Observasi dalam penelitian ini adalah bagaimana Dinas Sosial Kota Medan terutama Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial Kota Medan, dan pengelola atau petugas agen e-warong dalam melaksanakan kegiatannya, situasi dan kondisi dalam menyelenggarakan pelayanan serta bentuk bentuk kegiatannya. Serta bagaimana dampak terhadap masyarakat Penerima Manfaat dari Program Bantuan Pangan Non Tunai di Kecamatan Medan Johor dalam pengentasan kemiskinan. Dalam melakukan observasi, maka peneliti akan berpedoman kepada pedoman observasi.

3. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik (Setyadin, 2005:22).

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian.

Dalam melakukan wawancara, maka peneliti akan menggunakan pedoman wawancara.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel (Sugiyono, 2014:89). Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif.

Miles and Huberman dalam (Sugiyono, 2014:91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Miles and Huberman dalam (Sutopo, 2006:113-115) mengatakan dalam proses analisis kualitatif, terdapat tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh peneliti kualitatif. Tiga komponen utama analisis tersebut adalah

data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion

data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion

Dokumen terkait