• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PANGAN NON TUNAI (BPNT) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PANGAN NON TUNAI (BPNT) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR SKRIPSI"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM

BANTUAN PANGAN NON TUNAI (BPNT) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Ilmu Administrasi Publik

Disusun Oleh:

SARIFAH HANUM 150903059

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Sarifah Hanum

NIM : 150903059

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor

Medan, 23 April 2019

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi

Ilmu Administrasi Publik

Dr. Tunggul Sihombing, MA Dr. Tunggul Sihombing, MA NIP : 196203011986031027 NIP : 196203011986031027

Wakil Dekan I FISIP USU MEDAN

Husni Thamrin, S.Sos, M.SP NIP : 197203082005011001

(3)

KATA PENGANTAR ر لا ن ر لا الله Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Publik.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini, baik dari segi bahasa, isi dan penulisan yang digunakan. Walaupun demikian penulis sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan hasil yang terbaik. Dengan penuh ketulusan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

Motivasi, masukan yang bersifat konstruktif, dan juga doa yang telah diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan, serta memberikan motivasi dan nasihat

(4)

kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dra. Asima Yanty S Siahaan, M.A, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta membantu penulis agar bisa berfikir secara konseptual selama proses perkuliahan.

4. Kedua orang tua tercinta. Ibu Juminah, yang senantiasa mengasihi dan menyayangi penulis, penyemangat dan alasan terbesar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama proses pengerjaan skripsi. Kepada Bapak tercinta yang selalu penulis rindukan yaitu Alm. Yatiman yang pada saat ini sudah berada di Surga Allah SWT yang paling tinggi derajatnya. Amin YRA.

Terimakasih atas cinta kasih, pengorbanan, dukungan secara moril dan materil sehingga penulis bisa bertahan sampai di titik ini. Terimakasih juga kepada abang dan kakak penulis (Melan Sri Rahayu, Wagiyem, Rusmiati, Salim Purba, Suwandi, Sutrisno, Bambang Fransisko.) atas bantuan, semangat dan dukungan yang diberikan selama ini.

5. Kepala Dinas Sosial Kota Medan yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi.

6. Sekretaris Dinas Sosial Kota Medan dan Kasi Pemmas, Penyaluran Bantuan Stimulan & Penataan Lingkungan yaitu Bapak Fakhruddin, SH, Ibu Bungamin Br Surbakti, SH, MH, serta seluruh staff dan pegawai Dinas

(5)

Sosial Kota Medan yang sudah menyambut penulis dengan baik, meluangkan waktu untuk memberikan banyak informasi, dan data-data menyangkut penelitian ini.

7. Informan penulis yaitu Bapak Freddy, Ibu Ratih, Ibu Dewi, Ibu Ernawati, Ibu Nur Hayati, Ibu Sri Minuk, Ibu Sudarsih, Ibu Candrawati, Ibu Murnita, Ibu Sri Dewi, Ibu Juliati, Ibu Marliani Br Simbolon, Ibu Rika Ani, Ibu Epita, Ibu Sarifah, dan Ibu Susiana yang telah meluangkan waktunya untuk keperluan penelitian ini.

8. Kak Dian dan Bang Suhendri yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi selama perkuliahan.

9. Kak Murni, Kak Yuliza, Kak fauziah, dan Kak Midun serta Kakak/Abang Angkatan 2013/2014 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih untuk masukan, saran, dan ilmu yang diberikan dalam penulisan skripsi ini.

10. Grup Whatsapp menantu Idaman yang juga sedang berjuang untuk memantaskan diri menjadi menantu idaman mertua, semangat selalu kekasih hati. Marshela Cahya Ningrum, Ruth Miranda, dan Nur Ilhami Aprilla, semoga selalu bersama.

11. Keluarga besar Sibandang sekaligus Tim PKL dan Sibolang Tapanuli Utara. Nada Safira, Nabilah, Parmawati, Febriani Barus, Mesra Desi, Windah Wildani, Hendri Naibaho, dan Atman. Semangat selalu dalam menggapai cita-cita, dan sampai jumpa di kesuksesan selanjutnya.

12. Seluruh mahasiswa Administrasi Publik angkatan 2015.

(6)

13. Sahabat SMAN 2 Kabanjahe, Puput Chentya Deva, Novita Shindy, Resi Harianti, Eka Sri Puspa, dan Tiya Purnama, serta keluarga besar XII IPS 1.

Terimakasih karena sudah selalu ada dan tidak melupakan penulis.

Semoga tidak lekang oleh waktu.

14. Sahabat SDN No. 040444 Kabanjahe, Meininta Rahmayanti, Puput Almiah Sinulingga, dan Surya Nanda. Terima kasih sudah selalu ada dan tidak melupakan penulis. Semoga selalu bersama.

15. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada tim Al-Fatih yaitu abangda Safri Ali, Fernan, Adi, dan kakak Latifah Hasanah atas semangat, motivasi, dan dukungannya kepada penulis.

16. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Muhammad Ari Hasbi Harahap, SS atas perhatian, pengertian yang luar biasa, kasih sayang, dan kesabaran dalam menghadapi kelabilan penulis. Terima kasih juga sudah menjadi pendengar yang baik penulis untuk setiap cerita keluh kesah selama pengerjaan skripsi ini sejak awal hingga skripsi ini bisa terselesaikan. Semoga selalu ada dan menjadi bagian terpenting dalam hidup penulis.

17. Kepada kamu yang bersedia membaca skripsi ini dan yang sedang berjuang untuk menjadi sarjana, semangat dan selalu libatkan Allah SWT.

(7)

Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat dalam dunia pendidikan Indonesia. Semoga Allah memberikan Rahmat dan Keridhoan-Nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal „Alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 13 Agustus 2019

Penulis Sarifah Hanum

(8)

ABSTRAK

Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) merupakan upaya mereformasi Program Subsidi Rastra yang dilaksanakan berdasarkan arahan Presiden Republik Indonesia untuk meningkatkan efektivitas dan ketepatan sasaran program, serta untuk mendorong inklusif keuangan. Sistem baru penyaluran bantuan pangan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai. Bantuan Pangan Non Tunai adalah bantuan pangan dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli pangan di e-Warong KUBE PKH/ pedagang bahan pangan yang bekerjasama dengan Bank HIMBARA.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program BPNT dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor secara rinci sesuai dengan teori yang digunakan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer berupa wawancara dan observasi di lapangan, dan pengumpulan data sekunder berupa dokumentasi. Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling, dimana informan dalam penelitian ini terdiri dari Sekretaris Dinas Sosial Kota Medan, Kasi Pemmas, Penyaluran Bantuan Stimulan & Penataan Lingkungan, Koordinator PKH Kecamatan Medan Johor, Pendamping Sosial Kecamatan Medan Johor, Ketua e-Warong, dan KPM.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan meninjau semua data yang dikumpulkan yang didukung oleh hasil wawancara dengan pendekatan teori yang dikemukakan oleh Budiani bahwa untuk mengetahui ukuran efektivitas sebuah program dapat dilihat dari empat indikator yaitu ketetapan sasaran program, sosialisasi program, pencapaian tujuan program dan pemantauan Program.

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa Efektivitas pelaksanaan program BPNT belum cukup maksimal dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu pendataan awal yang dilakukan kepada KPM kurang tepat sasaran dan kurang merata, sehingga masih ada anggota KPM yang tidak sesuai dengan kriteria sasaran yang telah ditetapkan. Masih adanya KPM yang sering menghadapi saldo yang kosong, kurangnya pemahaman KPM terkait pengaduan tentang KKS yang bermasalah, dan tidak keberlanjutannya sosialisasi yang dilakukan terkait program BPNT.

Kata Kunci: Efektivitas Program, Program BPNT, Kecamatan Medan Johor

(9)

ABSTRACT

The BPNT Program is an effort to reform the Subsidy Program Rastra which is carried based on the instruction of the President of the Republic of Indonesia to increase the effectiveness and the accuracy of the program goals.

And to encourage the financial inklusif. This new system of food aid distribution is regulated in Presidential Regulation No. 63 of 2017 concerning Non-Cash Social Aid Distribution.Non-Cash Food Assistance is food aid from the government that is given to KPM every month through an electronic account mechanism that is used only to buy food at KUBE PKH e-Warong / food merchants in collaboration with HIMBARA Bank.

This research aims to understand and describe how the effectiveness of BPNT Program Implementation in Poverty Alleviation in Medan Johor District in detail in accordance with the theory used. The method used in this research is descriptive method with a qualitative approach. Data collection techniques by collecting primary data in the form of interviews and observations in the field, and secondary data collection in the form of documentation.Determination of the informants in this study was done by purposive sampling and snowball sampling techniques, where the informants in this study consisted of the Secretary of the Medan City Social Service, the Head of Community Services, the Distribution of Stimulant & Environmental Structuring Assistance, the Coordinator of PKH Medan Johor District, the Social Assistant of Medan Johor District, the Chairperson e-Warong, and the KPM. The data obtained and then analyzed qualitatively by reviewing all the data that collected which was supported by the interviews with the theoretical approach proposed by Budiani that to determine the effectiveness of a program can be seen from four indicators, they are the determination of program objectives, the program of socialization, the achievement of program objectives and monitoring Program.

Based on the results of the study, it can be seen that the effectiveness of the BPNT program implementation has not been maximal enough in its implementation. This is due to a number of things, they are the initial data collection done to KPM which was not well targeted and not evenly distributed, so there were still KPM members who did not fit the established target criteria.

There are still KPM who often face an empty balance, lack of KPM understanding related to complaints about the problematic KKS, and the lack of sustainability of the socialization carried out related to the BPNT program.

Keywords : Program Effectiveness, The BPNT Program, Medan Johor District

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR BAGAN ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

AKRONIM ... xv

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 9

Tujuan Penelitian ... 9

Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Efektivitas Kebijakan Publik ... 12

2.2 Pendekatan Efektivitas ... 12

2.3 Berbagai Model Teori Organisasi dan Pengukuran Efektivitas Program ... 13

2.4 Konsep Kebijakan Publik dan Program ... 17

2.4.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 17

2.4.2 Pengertian Program ... 20

2.5 Program Bantuan Pangan Non Tunai ... 21

2.5.1 Tujuan, Manfaat, dan Prinsip Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ……… 23

2.5.2 Kepesertaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) …… 24

2.5.3 Besaran Manfaat dan Pagu Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ……… 26

2.5.4 Mekanisme Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) …... 27

2.5.5 Dasar Hukum Kebijakan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) …... 29

2.5 Kemiskinan ……… 30

2.6.1 Pengertian Kemiskinan ………. 30

2.6.2 Strategi Pengentasan Kemiskinan ………. 33

2.7 Defenisi Konsep ………... 35

2.8 Kerangka Berpikir ……….. 36

2.9 Hipotesis Kerja ………... 39

(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian ... 39

3.2 Lokasi Penelitian ... 40

3.3 Informan Penelitian ... 41

3.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Jenis Data ... 44

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.5 Teknik Analisis Data ... 47

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kondisi Wilayah Kecamatan Medan Johor ………... 51

4.1.1 Geografis dan Demografi ………... 51

4.1.2 Sejarah Singkat Kecamatan Medan Johor ……….. 55

4.1.3 Visi dan Misi Kecamatan Medan Johor ………. 57

4.1.4 Struktur Organisasi ………... 58

4.2 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Medan ……….. 59

4.2.1 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Medan ……… 60

4.2.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Medan ……….. 60

4.2.3 Kepegawaian Dinas Sosial Kota Medan ……… 62

4.3 Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ……….... 66

4.4 Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor …………. 79

4.4.1 Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor Berkaitan dengan Ketepatan Sasaran Program ……… 80

4.4.2 Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor Berkaitan dengan Sosialisasi Program ……… 88

4.4.3 Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor Berkaitan dengan Pencapaian Tujuan Program ………….. 95

4.4.4 Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor Berkaitan dengan Pemantauan Program ………. 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 100

5.1.1 Ketepatan Sasaran Program ……….. 100

5.1.2 Sosialisasi Program ……….. 100

5.1.3 Pencapaian Tujuan Program ……… 101

5.1.4 Pemantauan Program ………... 101

5.2 Saran ………. 101

5.2.1 Ketepatan Sasaran Program ………. 102

(12)

5.2.3 Pencapaian Tujuan Program ……… 102 5.2.4 Pemantauan Program ………... 103 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tahapan Jumlah Persebaran Bantuan Pangan Non Tunai

(BPNT) pada Tahun 2017 ……….. 5

Tabel 1.2 Persebaran Wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi Daerah Sasaran Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Tahun 2017 ………. 5

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ………... 43

Tabel 4.1 Data Kelurahan Berdasarkan Luas dan Jumlah Penduduk Tahun 2018 ………. 53

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ……….. 54

Tabel 4.3 Data Kependudukan Berdasarkan Suku ………. 55

Tabel 4.4 Data Kependudukan Berdasarkan Mata Pencarian Tahun 2018 ………. 55

Tabel 4.5 Data Kependudukan Berdasarkan Kewarganegaraan Tahun 2018 ………. 56

Tabel 4.6 Data Kependudukan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2018 ... 56

Tabel 4.7 Nama-nama Camat yang pernah Menajabat ………... 57

Tabel 4.8 Daftar Pegawai Dinas Sosial Kota Medan ……….. 64

Tabel 4.9 Tingkat Pendidikan Pegawai ………... 66

Tabel 4.10 Jumlah E-Warong KUBE-PKH Kota Medan ……… 70

Tabel 4.11 Jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Kecamatan Medan Johor ……….. 84

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Medan Johor ………. 53

Gambar 4.2 Kantor Dinas Sosial Kota Medan ……… 60

Gambar 4.3 E-Warong Bersinar I, Kecamatan Medan Johor ………. 73

Gambar 4.4 E-Warong Bersinar II, Kecamatan Medan Johor ……… 74

Gambar 4.5 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) ……… 76

Gambar 4.7 Struk Pembelian Bahan Pangan Non Tunai ……… 79

Gambar 4.8 Transaksi KPM pada E-Warong dan Penyerahan Berkas Ulang ………... 89

Gambar 4.9 Penyaluran Bantuan Kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) ………. 98

(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ……….. 38 Bagan 4.1 Struktur Organisasi Kecamatan Medan Johor ………… 59 Bagan 4.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Medan ………... 63

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Pedoman Observasi Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi Lampiran 4 Transkrip Wawancara Lampiran 5 Transkrip Observasi Lampiran 6 Transkrip Dokumentasi

Lampiran 7 Surat Rekomendasi/Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Deli Serdang

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian di Dinas P2KB dan P3A Kabupaten Deli Serdang dari Bappeda Kabupaten Deli Serdang

Lampiran 10 Surat Izin Penelitian dari Dinas P2KB dan P3A Kabupaten Deli Serdang

(17)

AKRONIM

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BI Bank Indonesia

BPNT Bantuan Pangan Non Tunai

BPS Badan Pusat Statistik

BRI Bank Rakyat Indonesia

DAS Daerah Aliran Sungai

DPM Data Penerima Manfaat

DT-PFM Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin

EDC Electric Data Capture

E-Warong Elektronik Warong

GNNT Gerakan Nasional Non Tunai

HIMBARA Himpunan Bank Milik Negara

KKS Kartu Keluarga Sejahtera

KPM Keluarga Penerima Manfaat

KSP Kantor Staf Presiden

KTP Kartu Tanda Penduduk

KUBE Kelompok Usaha Bersama

NIK Nomor Induk Kependudukan

OJK Otoritas Jasa Keuangan

Perpres Peraturan Presiden

PKH Program Keluarga Harapan

PSKS Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial

Rastra Beras Sejahtera

RI Republik Indonesia

RTS-PM Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat

SDM Sumber Daya Manusia

SNKI Strategi Nasional Keuangan Inklusif

TKPK Tim Koordinasi Penanggulangan Kemsikinan TKSK Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan

WNI Warga Negara Indonesia

WNA Warga Negara Asing

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan dan Kerentanan Pangan di Indonesia merupakan tantangan yang dihadapi pemerintah dari masa ke masa. Kemiskinan merupakan suatu kondisi di mana seseorang merasa tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Secara umum akibat yang akan timbul dari permasalahan kemiskinan adalah hilangnya kesejahteraaan bagi kalangan miskin, yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, hilangnya hak akan pendidikan, hak akan kesehatan, tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, termarjinalkan dari hak akan perlindungan hukum, hak atas rasa aman, hak atas partisipasi terhadap pemerintahan dan keputusan publik, hak atas spiritualitas, dan hak akan kebebasan hidup (Muttaqien, 2006:4). Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang memerlukan penanganan dan program secara terpadu dan berkelanjutan (Bappenas, 2017). Masalah kemiskinan menjadi masalah kompleks yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, namun menjadi permasalahan umum yang dihadapi oleh berbagai Negara. Menurut Badan Pusat Statistik, pada bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen).

Berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dijelaskan bahwa fakir miskin berhak memperoleh kecukupan pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, pelayanan sosial, derajat kehidupan yang layak, lingkungan hidup yang sehat,

(19)

kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan serta pekerjaan dan kesempatan berusaha. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk menjamin hak fakir miskin tersebut dengan melakukan penanganan fakir miskin dengan asas kemanusiaan, keadilan sosial, non diskriminasi, kesejahteraan, kesetiakawanan, dan pemberdayaan. Asas tersebut dijelaskan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin. Pada pasal 7 poin b dijelaskan bahwa penanganan fakir miskin dapat diwujudkan dengan memberikan bantuan pangan.

Dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan, pemerintah menggunakan berbagai program dan stimulus. Salah satunya adalah Program Beras Sejahtera (Rastra, yang sebelumnya disebut Raskin). Namun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa permasalahan, seperti masih ditemukan exclusion error dan inclusion error yang tinggi.

Exclusion error misalnya, masih ada rumah tangga yang seharusnya menerima Rastra, tapi tidak terdaftar sebagai penerima atau telah terdaftar, namun pada praktiknya dia tidak menerima Rastra. Sementara inclusion error, yaitu ada rumah tangga yang sebetulnya tidak berhak menerima Rastra, justru menerima bantuan tersebut. Masih ditemukan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) yang hanya menerima 4-6 kilogram per bulan dari yang seharusnya 15 kilogram per bulan. Masih ada RTS-PM yang membayar lebih mahal dari yang seharusnya, yaitu Rp1.600 per kilogram. Masih sering terjadi keterlambatan bahkan perapelan distribusi beras, padahal distribusi harus dilakukan setiap bulannya. Selain itu masih banyak ditemukan beras berkualitas buruk atau rusak saat diterima oleh

(20)

penerima manfaat, serta masih banyak ditemukan prosedur administrasi yang justru sering menjadi penghambat (cpps.ugm.ac.id.2017).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial serta mendorong keuangan inklusif, Presiden Republik Indonesia (RI) pada Rapat Kabinet Terbatas tentang Keuangan Inklusif tanggal 26 April 2016 memberikan arahan agar bantuan sosial dan subsidi disalurkan secara nontunai. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang menyatakan bahwa strategi pengelolaan keuangan dan keterhubungan masyarakat dengan perbankan merupakan upaya untuk mempercepat pengentasan kemiskinan. Saat ini strategi tersebut dilaksanakan melalui penyaluran program bantuan sosial secara nontunai kepada para penerima bantuan. Sesuai hasil rapat terbatas tertanggal 16 Maret 2016 tentang Program Penanggulangan Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi, disepakati bahwa mulai Tahun Anggaran 2017 penyaluran manfaat raskin (yang kemudian disebut Bantuan Pangan Non-Tunai/BPNT) dilakukan melalui mekanisme nontunai (menggunakan teknologi e-voucher) sehingga dapat tepat sasaran dan lebih mudah terjangkau. Setiap bantuan sosial dan subsidi disalurkan secara non-tunai dan menggunakan sistem perbankan untuk kemudahan mengontrol, memantau, dan mengurangi penyimpangan. Pemberian bantuan pangan dalam bentuk non tunai diharapkan dapat mendukung perilaku produktif masyarakat melalui fleksibilitas waktu penarikan bantuan dan akumulasi aset melalui kesempatan menabung dan juga dapat memberi dampak bagi peningkatan kesejahteraan dan kemampuan ekonomi penerima manfaat melalui akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan (Kemensos RI, 2017). Sistem yang dipakai

(21)

dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), yaitu dengan menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang multi fungsi, yaitu sebagai e- wallet yang dapat menyimpan data penyaluran bantuan pangan serta berfungsi sebagai kartu tabungan. Dengan sistem ini, BPNT akan langsung disalurkan ke rekening penerima manfaat. KPM bebas membeli beras berkualitas dan mendapatkan beras segar dari petani. KPM memiliki kebebasan membeli bahan pangan yang dibutuhkan, selain beras (telur, minyak goreng, gula, bawang, daging). Program ini juga untuk mendorong perluasan inklusi keuangan.

Penyaluran bantuan melalui bank memberi kemudahan mengontrol, memantau penyalurannya, dan mengurangi penyimpangan.

Untuk integrasi bansos dalam Kartu Keluarga Sejahtera pada 2018, target subsidi energi sebanyak 28.488.031 keluarga, 10 juta Keluarga Penerima Manfaat PKH, 10 juta Keluarga Penerima Manfaat BPNT. Bantuan PKH dan BPNT sudah mulai disalurkan via KKS, namun masih diperlukan KKS baru sebanyak 20 juta.

Terobosan baru ini untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Tahun 2018 pelaksanaan BPNT dilakukan di 217 kabupaten/kota (https://www. gooo/amp/www.metrotvnews.com/amp/VNnJ2yjN- kenapa-bansos-rastra-dan-bantuan-non-tunai-diakses pada 25 November 2018).

Program Bantuan Pangan Non Tunai disalurkan ke beberapa kabupaten atau kota terpilih di Indonesia yang dianggap sudah siap dengan akses dan fasilitas memadai untuk melaksanakan program tersebut. Berikut dapat dilihat tahapan jumlah persebaran Bantuan Pangan Non Tunai pada tahun 2017, dan persebaran wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi daerah sasaran penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai pada tahun 2017.

(22)

Tabel 1.1 : Tahapan Jumlah Persebaran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Tahun 2017

BPNT 2017

Tahap I (April)

Tahap II (Mei)

Tahap III (Oktober)

Tahap IV (November)

Jumlah Kab/Kota

44 24 34 67 51

Jumlah KPM

1.286.194 2.031.071 2.082.964 3.757.328 926.353 Total KPM

BPNT

1.286.194 3.317.265 5.400.229 9.157.557 10.083.910

Sumber : Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI, 2018

Tabel 1.2 : Persebaran Wilayah Kabupaten/Kota yang Menjadi Daerah Sasaran Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Tahun 2017

Kabupaten/Kota KPM

Kota Medan 80,421

Kota Padang 27,427

Kota Pekanbaru 20,467

Kota Jambi 26,751

Kota Palembang 79,396

Kota Bandar Lampung 49,711

Kota Batam 32,493

Kota Jakarta Selatan 39,776

Kota Jakarta Timur 51,427

Kota Jakarta Pusat 21,273

Kota Jakarta Barat 46,716

Kota Jakarta Utara 53,756

Kota Bogor 41,759

Kota Sukabumi 14,389

Kota Bandung 63,262

Kota Cirebon 16,994

Kota Bekasi 68,253

Kota Depok 36,993

Kota Cimahi 18,724

Kota Tasikmalaya 49,617

Kota Banjar 8,717

Kota Magelang 4,951

Kota Surakarta 31,947

Kota Salatiga 6,092

Kota Pekalongan 9,087

Kota Tegal 10,899

(23)

Kota Yogyakarta 17,634

Kota Kediri 12,863

Kota Blitar 5,011

Kota Malang 18,689

Kota Probolinggo 13,946

Kota Pasuruan 8,493

Kota Mojokerto 4,685

Kota Madiun 5,370

Kota Surabaya 72,590

Kota Batu 5,649

Kota Tangerang 52,133

Kota Cilegon 10,383

Kota Serang 16,390

Kota Tangerang Selatan 15,009

Kota Denpasar 3,851

Kota Mataram 25,680

Kota Makassar 39,795

Kota Balikpapan* 9,563

Boyolali* 40,096

Kulon Progo* 27,848

Sidoarjo* 51,674

TOTAL 48 Kabupaten/Kota 1.432.408

Sumber : Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI Tahun 2018 *4 daerah ditunda pelaksanaannya.

Berdasarkan data di atas dari beberapa Kota/Kabupaten yang terpilih untuk menjadi sasaran penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai ada tujuh daerah di Pulau Sumatera yang terpilih untuk melaksanakan program Bantuan Pangan Non Tunai antara lain Kota Medan, Kota Padang, Kota Pekanbaru, Kota Jambi, Kota Palembang, Bandar Lampung, dan Kota Batam. Kota Medan menjadi salah satu Kota terpilih di Pulau Sumatera yang dijadikan sasaran dalam penyaluran Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 2016 telah mencapai 1,45 juta jiwa. Lebih dari 10 persen dari total jumlah penduduk Sumut yang mencapai 14,1 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin tersebar di 33 kabupaten/kota di Sumut. Angka penduduk miskin tertinggi tercatat di Kota Medan (206,87 ribu jiwa), Kabupaten Langkat (114,19 ribu jiwa), Deliserdang (110,09 ribu jiwa), Simalungun (92,19 ribu jiwa), Asahan (84,35 ribu jiwa) dan Kabupaten Serdang Bedagai (18,7 ribu jiwa).

(https://medanmerdeka.com/pemilu/pilkada/angka-kemiskinan-di-sumut

(24)

Akan tetapi berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Maret 2018 angka kemiskinan di Sumut berjumlah 1.324.980 jiwa, atau 9,22 persen dari total 15 juta penduduk di Sumut. Pada September 2017 angka kemiskinan di Sumut mengalami sedikit penurunan, dari 9,28 persen menjadi 9,22 persen. Pada September 2017, jumlah masyarakat miskin di Sumut sebanyak 1.325.570 jiwa. Artinya jumlah masyarakat miskin di Sumut berkurang sekitar 16 ribu jiwa. (https://sumutpos.co/2018/08/02/penduduk-miskin-di-sumut-13-juta- jiwa-turun-16-ribu/ diakses pada 15 November 2018).

Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mulai diimplementasikan di Kota Medan pada Januari 2017. Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ini disalurkan melalui warung bergerak atau lebih sering disebut e-Warong. Sampai pada tahun 2018 sudah ada 46 titik e-Warong yang tersebar di kelurahan- kelurahan di Kota Medan. Program Bantuan Pangan Non Tunai telah disalurkan kepada 158.107 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Dalam pelaksanaannya Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kota Medan masih menemui beberapa permasalahan, seperti tidak meratanya proses penyaluran bantuan dan tidak adanya saldo pada kartu yang dimiliki KPM. Selain itu, para penyalur bantuan yang terdiri dari agen BRI-Link dan e-Warong kerap melakukan persaingan usaha yang cukup ketat dengan tidak hanya memberikan item bantuan yang diwajibkan oleh Pemerintah. Sejauh ini, item yang diwajibkan oleh pemerintah untuk diberikan pada KPM hanya beras dan telur. Hal ini merupakan keinginan pemerintah untuk membantu pangan masyarakat yang bernutrisi.

Namun kenyataan di lapangan, justru bantuan bisa berupa kebutuhan pokok lainnya seperti sabun, minyak goreng dan lainnya. Dan hal ini cukup membuat

(25)

penyalur yang mengikuti aturan Pemerintah sepi dari para KPM (http://www.tribunnews.com/regional/2018/04/15/ persoalan- bpnt-di-sumut-akan ditindak lanjuti-komisi-ivdiakses pada 6 Oktober 2018).

Sebuah kebijakan dibentuk pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Sebuah kebijakan dapat dikatakan berhasil atau tidaknya dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan dari kebijakan tersebut. Efektivitas merupakan ukuran atau kriteria keberhasilan suatu kebijakan. Kebijakan disebut efektif kalau pelaksanaannya berjalan secara lancar, wajar, dan memberikan hasil berupa output dan outcome seperti yang direncanakan (Abidin, 2016). Oleh karena itu untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan, ataupun program diperlukan evaluasi untuk mengetahui berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut. Salah satu kriteria dasar untuk menilai suatu kebijakan adalah dengan efektivitas. Efektivitas merupakan unsur pokok kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Berdasarkan uraian di atas efektivitas pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai perlu dievaluasi agar program ini berjalan optimal dan indikator keberhasilan tujuan dapat dicapai. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai dalam Pengentasan Kemiskinan di Kota Medan”. Penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana efektivitas dari pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam pengentasan kemiskinan di Kecamatan Medan Johor.

Dalam penelitian efektivitas ini diberi batasan hanya melihat efektivitas kebijakan sampai pada proses pelaksanaannya karena melihat bahwa kebijakan Program

(26)

Bantuan Pangan Non Tunai ini baru diimplementasikan selama kurang lebih dua tahun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan yaitu: “Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang ingin dicapai atau yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Medan Johor secara rinci sesuai dengan teori yang digunakan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan informasi yang akurat dan faktual, sehingga memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis yaitu :

1. Secara Teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi perkembangan ilmu Administrasi Publik pada umumnya dan kebijakan publik pada khususnya. Dan penelitian ini diharapkan dapat

(27)

dijadikan sebagai bahan referensi atau informasi ilmiah bagi penelitian- penelitian berikutnya.

2. Secara Praktisi, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi yang dapat menjadi masukan yang berguna bagi kemajuan instansi yang terkait.

3. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya tulis.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Efektivitas Kebijakan Publik

Sebuah kebijakan dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Namun dalam pelaksanaannya, untuk mencapai tujuan tersebut seringkali tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan karena adanya faktor-faktor yang menghambatnya.

Oleh karena itu, diperlukan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan dari kebijakan tersebut. Efektivitas merupakan salah satu kriteria dasar dalam menilai suatu kebijakan.

Menurut Prihartono (2012:37), efektivitas diartikan sebagai tingkat keberhasilan mencapai sasaran. Sasaran diartikan sebagai keadaan atau kondisi yang diinginkan. Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara input dan output, atau sering disebut ratio input dan output. Dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik, Abidin (2016:15) mengatakan efektivitas adalah ukuran atau kriteria keberhasilan suatu kebijakan. Kebijakan disebut efektif jika pelaksanaannya berjalan secara lancar, wajar, dan memberikan hasil berupa output dan outcome seperti yang direncanakan. Dengan kata lain, setiap kebijakan yang dibuat, berhasil dilaksanakan secara baik. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Kemudian efektvitas kebijakan publik menurut Gie (dalam Budiani 2007:52) menyatakan bahwa efektifitas adalah suatu keadaaan yang terjadi karena dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki. Maka pekerjaan tersebut dikatakan efektif bila

(29)

menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah pencapaian dari kegiatan yang telah dilaksanakan baik dari segi kualitas, kuantitas, waktu dan lain sebagainya. Dengan kata lain, efektivitas merupakan hasil dari pelaksanaan dari suatu kegiatan dan sekaligus menjadi suatu tolak ukur keberhasilan dari suatu kegiatan.

2.2 Pendekatan Efektivitas

Lubis dan Husseini (1987:55) menyebutkan ada 3 (tiga) pendekatan utama dalam pengukuran efektivitas, yaitu :

1. Pendekatan sumber (resorce approach), yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan proses (proses approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan internal atau mekanisme organisasi.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana.

Menurut Makmur (2008:8) menyebutkan bahwa penentuan sasaran yang tepat baik yang ditetapkan secara individu maupun sasaran yang ditetapkan organisasi sesungguhnya sangat menentukan keberhasilan Selanjutnya menurut Sinambela (2008:82) mengemukakan bahwa masyarakat merupakan aktor penting dalam suatu proses penentu suatu kebijakan atau program pembangunan. Peran serta publik tidak hanya diartikan sebagai upaya sadar untuk melibatkan masyarakat kedalam konteks proses penentu kebijakan publik.

Dari tiga pendekatan tersebut dapat dikemukakan bahwa efektivitas merupakan konsep yang mampu memberikan gambaran tentang keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai sasarannya. Selanjutnya untuk mengetahui ketercapaian suatu tujuan dalam suatu program dibutuhkan ukuran efektifitas untuk mengukur keberhasilan sebuah program.

(30)

2.3 Berbagai Model Teori Organisasi dan Pengukuran Efektivitas Program Wexley dan Yukl (dalam Kasim 1993:1) mengemukakan bahwa organisasi adalah suatu pola kerjasama antara orang-orang yang terlibat dalam kegiatan- kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam masyarakat modern dikenal banyak jenis organisasi yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sektor swasta maupun sektor publik (negara).

Menurut Lubis & Huseini (1987:1) organisasi adalah suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, memiliki tujuan tertentu dan batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Kasim (1985: 85) mengemukakan bahwa organisasi merupakan unsur utama dalam administrasi negara karena menyangkut kerjasama antara orang- orang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan-tujuan publik seperti pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Kasim (1989: 84 – 85) mengajukan beberapa model teori organisasi sebagai acuan untuk mendeskripsikan efektivitas yaitu sebagai berikut:

1. Model Tujuan Rasional

Model ini menganggap bahwa organisasi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan secara rasional. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan aturan- aturan, prosedur, dan birokrasi dengan memperhatikan keahlian (expertise) setiap orang untuk menjalankan tugas masing-masing sesuai tata kerja, lingkup wewenang, dan tanggung jawab baik fungsional maupun struktural.

2. Model Hubungan Manusia

Dalam model hubungan manusia, keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, tidak dilihat pada tata kerja atau birokrasi yang rasional melainkan kepada segi-segi yang melatari hubungan manusia dalam organisasi itu, seperti kebutuhan, dorongan, keinginan, harapan, kepuasan, serta aneka faktor sosial-psikologis yang menjadi kekuatan ataupun kendala bagi terjalinnya hubungan manusia dalam mencapai tujuan organisasi.

3. Model Sistem Terbuka

Model sistem terbuka menganggap bahwa suatu organisasi, swasta atau publik, tidak bisa bebas dari lingkungan. Teori ini mendasarkan gagasannya pada asumsi bahwa semakin kompleks tugas organisasi maka semakin beragam (complicated) unit-unit organisasi yang bersangkutan, dan tiap unit organisasi berhubungan dengan segmen lingkungan yang berbeda pula.

(31)

4. Model Proses Internal

Model proses internal menganggap bahwa dalam suatu organisasi ada dua faktor determinan yang amat menentukan pencapaian tujuan, yaitu informasi dan komunikasi. Oleh karena itu model proses internal menempatkan pengelolaan informasi, komunikasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan serta pengawasan terhadap pelaksanaan tugas merupakan kegiatan sentral dalam organisasi untuk mencapai tujuannya.

Dalam pelaksanaan program atau kegiatan sebuah organisasi sangat perlu untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana langkah efesiensi dilakukan dalam organisasi tersebut. Keberhasilan organisasi pada umumnya diukur dengan konsep efektivitas, namun banyak terdapat perbedaan dari para pakar yang menggunakannya. Sebab utamanya adalah tidak adanya kesamaan pendapat karena banyaknya ukuran efektivitas yang dapat digunakan.

Sutrisno (2010 : 149) juga mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan agar tercapai efektivitas organisasi baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang menjadi ukuran efektivitas organisasi, yaitu sebagai berikut:

1. Produksi (production)

Produksi barang maupun jasa menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi barang ataupun jasa yang sesuai dengan permintaan lingkungannya. Ukuran produksi ini akan meliputi keuntungan penjualan, jangkauan pasar, pelanggan yang dilayani dan sebagainya.

2. Efisiensi (efficiency)

Ini berhubungan secara langsung dengan keluaran yang dikonsumsi oleh pelanggan. Untuk organisasi dapat bertahan perlu memperhatikan efisiensi. Ukuran efisiensi melibatkan tingkat laba, modal atau harta, biaya per unit, penyusutan, depresiasi dan sebagainya.

3. Kepuasan (satisfaction)

Banyak manajer berorientasi pada sikap untuk dapat menunjukkan sampai seberapa jauh organisasi dapat memenuhi kebutuhan para karyawannya, sehingga mereka dapat merasakan kepuasannya dalam bekerja. Hal ini dilakukan manajer dengan pencarian keuntungan yang optimal. Yang dimaksud optimal yaitu pencapaian tujuan yang diselaraskan dengan kondisi organisasi demi kelangsungan usahanya.

(32)

4. Adaptasi (adaptiveness)

Kemampuan adaptasi ialah sampai seberapa jauh organisasi mampu menerjemahkan perubahan-perubahan intern dan ekstern yang ada, kemudian akan ditanggapi oleh organisasi yang bersangkutan, kemampuan adaptasi ini sifatnya lebih abstrak di banding dengan masalah yang lain seperti produksi, keuangan, efisiensi, dan sebagainya. Walaupun demikian, tetapi bisa diamati dari hasil penelitian. Jika organisasi tidak bisa menyesuaikan diri, maka kelangsungan hidup bisa terancam.

5. Perkembangan (development)

Perkembangan merupakan suatu fase setelah kelangsungan hidup terus (survive) dalam jangka panjang. Untuk itu organisasi harus bisa memperluas kemampuannya, sehingga bisa berkembang dengan baik dan sekaligus akan dapat melewati fase kelangsungan hidupnya. Usaha pengembangan kemampuan tersebut seperti program pelatihan bagi karyawan. Dari pengembangan kemampuan organisasi diharapkan dapat mengembangkan orgasnisasinya dengan baik untuk sekarang maupun yang akan datang.

Menurut Nugroho (2012:107) pada dasarnya ada “lima tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi kebijakan, yaitu:

1. Tepat Kebijakan.

Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal dapat memecahkan masalah yang hendak dipecahkan.

Sisi kedua kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Sisi ketiga adalah, kebijakan tersebut dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakannya.

2. Tepat Pelaksanaan.

Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah saja. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan. Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat sebaiknya diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan masyarakat sebaiknya

diselenggarakan oleh masyarakat.

3. Tepat Target.

Ketepatan disini berkenaan dengan tiga hal. Pertama, target yang diintervensi sesuai dengan apa yang telah direncanakan, tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, dan tidak bertentangan dengan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, target tersebut dalam kondisi siap untuk diintervensi atau tidak. Ketiga, intervensi implementasi kebijakan tersebut bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan sebelumya.

(33)

4. Tepat Lingkungan.

Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan yaitu interaksi di antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Kemudian lingkungan eksternal kebijakan yang terdiri atas public opinion, yaitu persepsi publik akan kebiajakan dan implementasi kebijakan; interpretive instution yang berkenaan dengan interpretasi lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan; individuals, yakni individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.

5. Tepat Proses.

Secara umum, implementasi kebijakan publik terdiri atas tiga proses, yaitu:

1) Policy acceptance. Di sini publik memahami kebijakan sebagai sebuah “aturan main” yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

2) Policy adoption. Di sini publik menerima kebijakan sebagai sebuah

“aturan main” yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah menerima kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

3) Strategic readiness. Di sini publik siap melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan, di sisi lain birokrat pelaksana siap menjadi pelaksana kebijakan.

Menurut Campbell (dalam Stress 1985:46) pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan Program 2. Keberhasilan Sasaran

3. Kepuasan Terhadap Program 4. Tingkat input dan output 5. Pencapaian tujuan menyeluruh

Pendapat lain, Budiani (2007:53) menyebutkan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas adalah sebagai berikut :

1. Ketepatan sasaran program, yaitu sejauh mana peserta program tepat yang sudah ditentukan sebelumnya. Menurut Makmur (2011:8) ketepatan sasaran lebih berorientasi kepada jangka pendek dan lebih bersifat operasional, penentu sasaran yang tepat baik ditetapkan secara indvidu maupun sasaran yang ditetapkan organisasi sesungguhnya sangat menentukan keberhasilan aktivitas organisasi. Demikian pula sebaiknnya,

(34)

jika sasaran yang ditetapkan itu kurang tepat maka akan menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri.

2. Sosialisasi program, yaitu kemampuan penyelenggaraan program dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya. Menurut Wilcox dalam Mardikonto (2013:86), Memberikan informasi merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan memperlancar dalam melanjutkan suatu pekerjaan, karena dengan memberikan informasi dapat dipergunakan dan meningkatkan pengetahuan bagi orang yang menerima informasi tersebut

3. Pencapaian tujuan program, yaitu sejauh mana kesesuaian antara hasil program dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Duncan (dalam Streers 1985:53) menyebutkan bahwa pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodesasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor yaitu : kurun waktu dan sasaran yang merupakan target yang kongkrit.

4. Pemantauan program, yaitu kegiatan yang dilakukan setelah dilaksanakan program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program. Selanjutnya menurut Winardi (2010:7), pengawasan meliputi tindakan mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan standar-standar yang telah digariskan. Apabila hasil yang dicapai menyimpang dari standar yang berlaku perlu dilakukan tindakan korektif untuk memperbaikinya.

Selanjutnya menurut Bohari (1992:3) pengawasan merupakan suatu bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih kepada bawahannya. Siagian (dalam Situmorang Dkk 1993:19) menyebutkan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengukuran efektivitas diatas, peneliti menggunakan indikator-indikator untuk mengukur efektivitas Budiani (2007:53) karena peneliti ingin mengetahui ukuran efektivitas dalam pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam pengentasan kemiskinan di Kecamatan Medan Johor melalui ketetapan sasaran program, sosialisasi program, pencapaian tujuan program dan pemantauan Program.

(35)

2.4 Konsep Kebijakan Publik dan Program 2.4.1 Pengertian Kebijakan Publik

Nugroho (2012:30) mengemukakan bahwa semua negara menghadapi masalah yang relatif sama, yang membedakan adalah bagaimana respon pemerintah terhadap masalah tersebut, respon ini yang disebut sebagai kebijakan publik. Beberapa penulis besar seperti William Dunn, Charles Jones, dan Lee Friedman menggunakan istilah public policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda. Istilah kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan mengarahkan masyarakat dan bertanggungjawab melayani kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan pengertian public dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat, atau umum (Abidin, 2012:12).

Beberapa ahli/tokoh memberikan pengertian yang berbeda- beda berkaitan dengan kebijakan publik. Easton (1969) (dalam Tangkilisan, 2003:

2) memberikan pengertian kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat.

Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Sedangkan Anderson (1975) (dalam Tangkilisan 2003: 2) memberikan definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang

(36)

dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan itu adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.Menurut Woll (dalam Tangkilisan, 2003: 2) kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu sebagai berikut:

Robert Eyestone (dalam Winarno 2007:17), memberikan pengertian bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep yang ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Dari beberapa konsep di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah respon dari pemerintah terhadap suatu masalah baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan untuk mengatasi masalah dalam suatu pemerintahan tersebut. Howlett dan Ramesh (dalam Subarsono 2015:13) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan yaitu sebagai berikut:

(37)

Penyusunan agenda (agenda setting), yaitu suatu proses agar suatu masalah mendapat perhatian pemerintah.

1. Formulasi kebijakan (policy formulation), yaitu proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

2. Pembuatan kebijakan (decision making), yaitu proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan.

3. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil

4. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.

Menurut Jones (dalam Tangkilisan 2003:3) kebijakan terdiri dari beberapa komponen yaitu sebagai berikut:

1. Goal atau tujuan yang diinginkan.

2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan.

3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

4. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder).

Dalam hal ini hubungannya komponen-komponen tersebut dengan tindakan pemerintah adalah untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dimasyarakat, kebijakan adalah keputusan-keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diutarakan.

2.4.2 Pengertian Program

Menurut Wahab (2008: 28-29), salah satu substansi dari kebijakan adalah kebijakan sebagai suatu progam. Program merupakan suatu lingkup kegiatan pemerintah yang relatif khusus dan jelas batas-batasnya. Dalam konteks program itu sendiri biasanya akan mencakup serangkaian kegiatan yang mencakup pengesahan/legislasi, pengorganisasian, dan pengerahan atau penyediaan sumber-sumber daya. Program-program atau sub-sub progam

(38)

dipandang sebagai sarana untuk mewujudkan berbagai tujuan-tujuan yang ingin dicapai pemerintah.

Harbani Pasolong (2008:92) menjelaskan bahwa:

program adalah kumpulan kegiatan-kegitan nyata, sistematis, dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa oganisasi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau merupakan parisipasi aktif masyarakat guna mencapai sasaran, tujuan yang telah ditetapkan.

Arikunto (1988:1) mendefinisikan bahwa program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Arikunto (1988:2) menjelaskan bahwa program dapat bermacam-macam wujudnya ditinjau dari berbagai aspek, yakni tujuan, jenis, jangka waktu, luas, sempitnya, pelaksana, sifatnya, dan sebagainya.

1. Ditinjau dari tujuan, ada program yang kegiatannya bertujuan mencari keuntungan (kegiatan komersial) dan ada yang bertujuan sukarela (kegiatan sosial).

2. Ditinjau dari jenis, ada program pendidikan, program koperasi, program kemasyarakatan, program pertanian, dan sebagainya, yang pengklasifikasiannya didasarkan atas isi kegiatan program tersebut.

3. Dilihat dari jangka waktu, ada program berjangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

4. Ditinjau dari keluasannya, ada program sempit, hanya menyangkut variabel yang terbatas dan program luas, menyangkut banyak variabel.

5. Ditinjau dari pelaksana, maka ada program kecil yang hanya dilaksanakan oleh beberapa orang, dan program besar yang dilaksanakan oleh berpuluh bahkan berates orang.

6. Ditinjau dari sifatnya, ada program penting dan program kurang penting. Program penting adalah program yang dampaknya menyangkut nasib orang banyak mengenai hal yang vital sedangkan program kurang penting adalah sebaliknya.

Dari beberapa aspek diatas menjelaskan bahwa untuk meninjau sebuah program dapat bermacam-macam wujudnya dari berbagai aspek, yaitu ditinjau dari tujuan yang merupakan meninjau program berdasarkan tujuannya apakah bertujuan untuk mencari keuntungan atau untuk kegitatan

(39)

sosial, yang kedua yaitu ditinjau dari jenis programnya, yang ketiga yaitu ditinjau dari jangka waktunya, yang keempat yaitu ditinjau dari keluasannya, yang kelima yaitu program ditinjau dari pelaksananya, dan yang keenam yaitu program ditinjau dari sifatnya.

2.5 Program Bantuan Pangan Non Tunai

Salah satu program yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok adalah program bantuan pangan non tunai (BPNT) sesuai dengan Peraturan Presiden RI No.

63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai. Untuk meningkatkan efektifitas dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial serta mendorong keuangan inklusif.

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah bantuan sosial pangan yang diberikan oleh pemerintah sebagai pengganti program Rastra/Raskin yang disalurkan secara non-tunai atau menggunakan kartu elektronik yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulannya, yang digunakan hanya untuk membeli bahan kebutuhan pokok seperti beras dan gula. Pencairan dana bantuan sosial dapat dilakukan di e-Warong atau agen yang telah bekerjasama dengan Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara). Di dalam kartu keluarga sejahtera (KKS) elektronik tersebut, terdapat sistem Saving account dan e-Wallet/dompet elektronik, sehingga peserta keluarga penerima manfaat (KPM) dapat membelanjakan dana bantuan sosial untuk membeli bahan kebutuhan pokok. Apabila dana bantuan tersebut masih tersisa dan tidak habis dalam jangka waktu 1 bulan, maka dana tersebut akan

(40)

secara otomatis tersimpan di tabungan serta dapat digunakan kembali pada bulan berikutnya.

Berdasarkan Permensos No. 10 Tahun 2017 dan Permensos No. 25 Tahun 2016 Bantuan pangan non tunai merupakan bantuan dari program pemerintah yang diberikan kepada warga miskin di Indonesia yang sudah data masuk ke dalam program keluarga harapan (PKH) atau keluarga penerima manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme kartu elektronik atau akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli kebutuhan pangan masyarakat di E-Warong (elektronik warong) atau pedagang bahan pangan yang tedaftar memenuhi persyaratan dan bekerjasama dengan bank negara seperti Bank BRI, BTN, dan lain sebagainya.

2.5.1 Tujuan, Manfaat, dan Prinsip Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Bantuan Pangan Non Tunai yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Lintas Sektor terkait, yaitu Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kemenko Perekonomian, BAPPENAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, TNP2K, dan Kantor Staf Presiden.

Tujuan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi beban pengeluaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan.

2. Memberikan nutrisi yang lebih seimbang kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

3. Meningkatkan ketepatan sasaran dan waktu penerimaan bantuan pangan bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

(41)

4. Memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Mendorong pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Adapun manfaat Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya ketahanan pangan di tingkat Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.

2. Meningkatnya transaksi non tunai dalam agenda Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

3. Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan keuangan sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi yang sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

4. Meningkatnya efisiensi penyaluran bantuan sosial.

5. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.

Prinsip umum Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah sebagai berikut:

1. Mudah dijangkau dan digunakan oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

2. Memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tentang kapan, berapa, jenis dan kualitas bahan pangan (beras dan telur) sesuai dengan preferensi.

3. Mendorong usaha eceran rakyat untuk melayan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

4. Memberikan akses jasa keuangan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

2.5.2Kepesertaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

1) Kepesertaan

Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Lintas Sektor terkait, yaitu Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kemenko Perekonomian, BAPPENAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial,

(42)

Kementerian Dalam Negeri, TNP2K, dan Kantor Staf Presiden kepesertaan dalam Bantuan Pangan Non Tunai adalah sebagai berikut:

1. Penerima Manfaat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

Penerima manfaat bantuan pangan non tunai adalah Keluarga yang selanjutnya disebut keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan pangan non tunai (BPNT). Pada Tahun 2017 keluarga penerima manfaat (KPM) adalah penduduk dengan kondisi sosial ekonomi 25% terendah di daerah pelaksanaan.

2. Sumber Data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

Sumber data keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan pangan non tunai (BPNT) adalah data terpadu program penanganan fakir miskin, Selajutnya disebut DT-PFM, yang merupakan hasil pemutakhiran basis data terpadu di tahun 2015.

3. Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (DT-PFM) DT-PFM dikelola dikelola oleh kelompok kerja pengelola data terpadu program penanganan fakir miskin, selanjutnya disebut Pokja Data yang dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. 284/HUK/2016 tanggal 21 September 2016. Pokja data terdiri dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian PPN/Bappenas (Bappenas), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pusat Statistika (BPS), dan Sekertariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

4. Daftar Penerima Manfaat (DPM) Bantuan Pangan Non Tunai 2017

Daftar Penerima Manfaat (DPM) bantuan pangan non tunai 2017 ditetapkan oleh Menteri Sosial. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan pangan non tunai 2017 adalah keluarga yang namanya termasuk di dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM).

5. Data Penerima Manfaat (DPM) Diserahkan Kepada Bank Penyalur Dan Pemerintah Daerah Oleh Kementerian Sosial Bank penyalur kemudian membukakan rumah rekening berdasarkan data penerima manfaat (DPM). Rumah rekening akan menjadi akun elektronik bantuan pangan setelah proses pendaftaran peserta selesai. Apabila keluarga penerima manfaat (KPM) yang namanya terdaftar di data penerima manfaat (DPM) telah memiliki rekening untuk penyaluran program bantuan sosial lain, maka rekening tersebut dapat digunakan untuk menerima program bantuan pangan non tunai (BPNT).

6. Akun Elektronik Bantuan Pangan

Akun elektronik program bantuan pangan non tunai (BPNT) diutamakan atas nama perempuan dalam keluarga, baik sebagai kepala keluarga atau pasangan kepala keluarga.

Gambar

Tabel 1.1 : Tahapan Jumlah Persebaran Bantuan Pangan Non Tunai         (BPNT) pada Tahun 2017  BPNT  2017  Tahap I (April)  Tahap II (Mei)  Tahap III  (Oktober)  Tahap IV  (November)  Jumlah  Kab/Kota  44  24  34  67  51  Jumlah  KPM  1.286.194  2.031.071
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1: Matriks Informan Penelitian
Gambar 4.1: Peta Kecamatan Medan Johor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk me- ngetahui peningkatan derajat stres oksidatif pada pelaku latihan submaksimal embu berpa- sangan putra shorinji kempo di malam

Hasil penelitian menunjukkan: Siswa dengan gaya belajar visual mampu memberikan cara penyelesaian yang berbeda–beda dalam menyelesaikan masalah dan memberikan jawaban

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata persentase hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan CTL dengan strategi tutor sebaya, untuk mengetahui

Secara umum KPM mengetahui bahwa BPNT sebagai pengganti program Rastra atau Raskin, meskipun persentasenya tidak terlalu tinggi. Menurut keluarga penerima PKH yang mengetahui

Penerapan Tel U Point Dosen menimbulkan Pro dan Kontra yang terjadi diantara para dosen, hal tersebut didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 8 Februari

Studi penelitian yang dilakukan oleh Gallant (2003), menyimpulkan bahwa self efficacy dapat dijadikan sebagai prediktor yang signifikan terhadap SMB pada lansia yang

BPNT adalah bantuan sosial pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah (Kemensos) yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulan melalui mekanisme akun

Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka perlu untuk diketahui bahwa pelaksanaan program pengentasan kemiskinan yang salah satunya adalah Bantuan Langsung