• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN PERUSAHAAN PENANAMAN

E. Pengawasan Kegiatan Perusahaan Penanaman Modal

Pengawasan Kegiatan Perusahaan penanaman modal adalah upaya yang dilakukan guna mencegah dan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan penanaman modal dan penggunaan fasilitas penanaman modal.

Pengawasan kegiatan penanaman modal merupakan sarana untuk mencapai kelancaran dan ketepatan pelaksanaan penanaman modal. Sasaran lain yang ingin dicapai adalah pengumpulan data realisasi penanaman modal yang lebih akurat. Oleh karena itu, kegiatan pelaksanaan kegiatan penanaman modal ini lebih menekankan diri untuk:98

1. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal serta informasi masalah dan hambatan yang dihadapi perusahaan;

2. membimbing dan memfasilitasi penyelesaian masalah dan hambatan yang dihadapi perusahaan;

3. mengawasi pelaksanaan kegiatan proyek penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku. Termasuk pula mengawasi penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan perusahaan.

Evaluasi penanaman modal dilakukan secara preventif dan korektif (termasuk represif). Secara preventif, pengendalian pelaksanaan penanaman modal dilakukan dengan:99

98http://bkpmd.bengkuluprov.go.id, (diakses pada tanggal 14 Mei 2016)

99Ibid.

1. Pemantauan kompilasi, yakni verifikasi serta evaluasi dari Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dan berbagai sumber lainnya;

2. Melakukan pembinaan dengan cara penyuluhan tentang aturan penanaman modal. Pembinaan juga dilakukan dengan cara memberikan konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai ketentuan perizinan yang dimiliki penanam modal. Pembinaan lainnya dengan cara memberikan bantuan dan memfasilitasi investor yang mengalami masalah, kendala dan hambatan ketika merealisasikan proyek penanaman modalnya;

3. Melakukan pengawasan dengan cara meneliti dan mengevaluasi terhadap informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal beserta fasillitas yang telah diberikan kepada proyek investasi. Kegiatan ini dilakukan dengan cara meninjau ke lokasi proyek penanaman modal secara langsung. Pengawasan selanjutnya dilakukan dengan menindaklanjuti penyimpangan terhadap ketentuan penanaman modal yang berlaku.

Kegiatan pemantauan dilakukan oleh BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, badan pengusahaan KPBPB, atau administrator KEK sesuai dengan kewenangannya.. Hal ini bisa dilihat dari kewenangan (dalam memproses pendaftaran penanaman modal, izin prinsip penanaman modal, persetujuan penanaman modal dan izin usaha) yang dimiliki.100

Pelaksanaan kegiatan pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, badan pengusahaan KPBPB,

100Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, pasal 7.

atau administrator KEK sesuai kewenangan (maupun pelimpahan kewenangan) yang dimilikinya. Terhadap permasalahan teknis yang dialami oleh investor, instansi teknis terkait juga dapat melakukan kegiatan pembinaan.101

Instansi penanaman modal tingkat kabupaten/kota dapat melakukan kegiatan pengawasan kepada perusahaan di dalam wilayahnya sendiri. Sedangkan terhadap perusahaan yang berlokasi di lintas kabupaten/kota, maka kewenangan pengawasannya berada di pundak instansi penanaman modal provinsi. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bertugas mengawasi penggunaan fasilitas fiskal oleh investasi yang masih menjadi kewenangan pemerintah.102

Setiap pelaksanaan kegiatan evaluasi harus dimulai dengan langkah koordinasi dengan intansi berwenang terkait di masing-masing tingkatannya.

Termasuk pula jika akan mengadakan kegiatan pengawasan di lokasi proyek, maka perusahaan yang bersangkutan harus diberitahukan dahulu lewat surat resmi.103

Namun kegiatan evaluasi dapat berlangsung mendadak bila ditemui situasi yang memaksa, seperti pencemaran lingkungan, permintaan perusahaan sendiri atau instansi berwenang terkait maupun karena pengaduan masyarakat. Terhadap situasi seperti itu, baik BKPM maupun instansi penanaman modal tingkat provinsi dapat melakukan kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan tanpa melalui koordinasi terlebih dahulu dengan instansi berwenang setempat.104

101Ibid. pasal 8.

102Ibid. pasal 9.

103Ibid. pasal 11.

104Ibid. pasal 12.

Jika di dalam kegiatan evaluasi preventif banyak ditemui persoalan krusial yang merugikan masyarakat dan negara, kegiatan evaluasi dapat dilanjutkan secara korektif (represif). Instansi penanaman modal nasional sesuai tingkat kewenangannya dapat membatalkan surat perizinan penanaman modal yang telah dikeluarkan. Pembatalan surat perizinan tersebut meliputi pendaftaran penanamanmodal, izin prinsip penanaman modal, persetujuan penanaman modal atau izin pendirian Kantor Perwakilan Perusahaan Asing.105

Pada tahap yang lebih tinggi, evaluasi represif dilakukan dalam bentuk pencabutan izin usaha penanaman modal. Instansi penanaman modal nasional sesuai tingkat kewenangannya dapat melakukan pencabutan terhadap pendaftaran penanaman modal, izin prinsip penanaman modal, persetujuan penanaman modal atau izin pendirian Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yang tengah merealisasikan proyek investasinya.106

Namun demikian evaluasi represif dalam kategori rendah dapat berupa sanksi administratif. Ini diberikan kepada perusahaan yang melalaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai investor serta menyalahgunakan fasilitas penanaman modal. Sanksi yang dikeluarkan oleh instansi penanaman modal nasional sesuai tingkat kewenangannya ini dapat berupa peringatan tertulis. Jika peringatan tertulis itu diabaikan dapat dilanjutkan dengan pembatasan kegiatan

105 http://forum-penanaman-modal.blogspot.co.id/2010/02/pengendalian-pelaksanaan-penanaman.html, (Diakses pada tanggal 14 Mei 2016).

106Ibid.

usaha, pembekuan kegiatan usaha (beserta fasilitas penanaman modalnya) sampai pencabutan kegiatan usaha (beserta fasilitas penanaman modalnya).107

107Ibid.

BAB III

PEROLEHAN STATUS SEBAGAI PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL

A. Perizinan Penanaman Modal

Dalam mewujudkan suatu kegiatan penanaman modal perlu dilalui beberapa proses yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Salah satu proses tersebut adalah perizinan. Dimana perizinan itu sendiri adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus, yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.108

Pada awalnya persetujuan dan perizinan penanaman modal dilimpahkan kepada daerah-daerah dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Sedangkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999 tentang Perubahan KeduaAtas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal, telah diserahkan kepada daerah, dimana untuk melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut, Gubernur Kepala Daerah Propinsi dapat

108Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara izin prinsip Penanaman Modal, Pasal 1 ayat(9).

menugaskan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

Namun sejak tanggal 12 April 2004 persetujuan dan perizinan penanaman modal disentralisasikan kepada pemerintah pusat dengan ditetapkannya keputusan presiden No. 29 Tahun 2004tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.

Seiring berjalannya waktu sistem Pelayanan Satu Atap dianggap kurang efektif, dan diganti menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 (Permendagri 24/2006) pasal 1 ayat (11) mendefinisikan “Penyelenggaraan Terpadu Satu Pintu” sebagai kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat..109 Pasal 1 ayat (7) Perka BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal juga mendefinisikan “Pelayanan Terpadu Satu Pintu” adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.110

109David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm 43.

110 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 14 Tahun 2015, Op.cit., Pasal 1 ayat (7).

Dari definisi Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan utama dari PTSP tersebut adalah untuk mempermudah proses perizinan penanaman modal agar dapat dilaksanakan di satu tempat saja. Sebab Implikasi ekonomis dari prosedur yang panjang dan berbelit-belit adalah semakin panjang jalur birokrasi atau prosedur yang harus dilalui, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan.111

Berdasarkan Permendagri 24/2006 pasal 4 Bupati/Wali Kota “wajib”

melakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, yang mencakup:112

1. Pelayanan atas permohonan perizinanan dan non-perizinan dilakukan oleh perangkat daerah penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu;

2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;

3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non-perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya;

5. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan;

111 Andrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : SinarGrafika,2010), hlm 49.

112Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Pasal 4.

6. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku;

7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan.

Adapun ruang lingkup Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah sebagai berikut:

1. Layanan Perizinan Penanaman Modal, terdiri atas:113

a. Izin Prinsip Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip, merupakan izin untuk memulaikegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.114

b. Izin Usaha, merupakan izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas pendaftaran/izin prinsip/persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.115

c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip perluasan, merupakan izin untuk memulai rencana perluasan, merupakan izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di bidang usaha

113 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 15 Tahun 2015

tentangPedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (3).

114David Kairupan, Op.cit., hlm58.

115Ibid.

yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.116

d. Izin Usaha Perluasan, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial atas penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan, sebagai pelaksanaan atas izin prinsip perluasan/persetujuan perluasan yang dimiliki oleh perusahaan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.117

e. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip perubahan, merupakan izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin prinsip/izin prinsip perluasan sebelumnya.118

f. Izin Usaha Perubahan, adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan perubahan ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin usaha/izin usaha perluasan sebelumnya sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modal.119

g. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal, disebut juga izin prinsip penggabungan perusahaan, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan hasil penggabungan, untuk melaksanakan bidang usaha perusahaan hasil penggabungan.120

116Ibid.

117Ibid.,hlm 59.

118Ibid.,hlm 58.

119Ibid.,hlm 59.

120 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 14 Tahun 2015, Op.cit., Pasal 1 ayat (13).

h. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha (surviving company) setelah terjadinya merger, untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial perusahaan merger.121

i. Izin Pembukaan Kantor Cabang, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang ingin membuka kantor perusahaan baru sebagai cabang dari kantor perusahaan inti yang sudah melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial.

j. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang ingin mendaftarkan suatu perusahaan asing sebagai perwakilan dari perusahaan inti yang sudah melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial.

k. Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A), merupakan izin yang wajib dimiliki bagi perusahaan yang sudah memiliki kantor perwakilan perusahaan asing yang menginginkan kantor perwakilan perusahaan perdagangan asing tersebut untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial di bidang yang sama dengan perusahaan inti.

l. Izin lokasi, merupakan izin yang diberikan kepada perusahaanuntuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.122

121David Kairupan, Op.cit., hlm59.

122Ibid.

2. Layanan Non-Perizinan Penanaman Modal, terdiri atas:123 a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin;

b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;

c. Usulan fasilitas Pajak Penghasilan (Pph) Badan untuk Penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;

d. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh importir mengenai produsen barang yang diimpornya dalam melakukan kegiatan importasi barang, yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen penataan tertib impor dalam rangka pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor;

e. Angka Pengenal Importir Umum (API-U), merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh importir dalam melakukan kegiatan importasi barang, yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen penataan tertib impor dalam rangka pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor124

f. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), adalah pengesahan rencana jumlah, jabatan dan lama penggungaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing dan penerbitan izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)

;

125

123 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 15 Tahun 2015, Op.cit.,Pasal 11 ayat (2).

124Sudaryanto, Moezahar, Loc.Cit.

125Ibid.

;

g. Rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01), merupakan rekomendasi yang diperlukan guna memperoleh visa untuk maksud kerja bagi tenaga kerja warga negara asing126

h. Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), merupakan pemberian izin bagi perusahaan penanaman modal untuk mempekerjakan tenaga kerja asing dalam jumlah jabatan dan periode tertentu

; dan

127

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat (PTSP BKPM), Pemerintah Provinsi (PTSP PDPPM) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (PTSP PDKPM), PTSP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), PTSP Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

.

128

1. Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat diselenggarakan pada PTSP Pusat di BKPM dan terdiri atas:

Kewenangannya adalah:

129

a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi;

b. urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi:

126Ibid.

127Ibid.

128 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 15 Tahun 2015, Op.cit., Pasal 4 ayat (1)

129Ibid., pasal 5 ayat (1).

1) Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

2) penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3) Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;

4) penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5) penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah negara lain.

2. Penyelenggaraan PTSP yang menjadi kewenangan Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM) yang diselenggarakan oleh BPMPTSP Provinsi terdiri atas:130

a. Urusan pemerintah provinsi yang diatur dalam perundang-undangan;

b. Urusan pemerintahan provinsi yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota; dan

130Ibid., pasal 6 ayat (1).

c. Urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan wewenang kepada Gubernur.

3. Penyelenggaraan PTSP yang menjadi kewenangan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM) diselenggarakan oleh BPMPTSP kabupaten/kota terdiri atas:

a. Urusan pemerintah kabupaten/kota di bidangpenanaman modal yang ruang lingkupnya dalam satu kabupaten/kota; dan

b. Urusan pemerintah pusat yang diberi pelimpahan wewenang kepada bupati/walikota.

4. Menurut pasal 8 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015, penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang berlokasi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas(KPBPB) dilakukan berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari Menteri/Kepala Lembaga Non-Kementrian (LPNK), Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota kepada Badan Pengusahaan KPBPB.

5. Menurut pasal 9 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015, penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dilakukan berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari Menteri/Kepala LPNK, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota kepada Administrator KEK.

B. Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal

Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga oleh mekanisme koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadinya kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar belakang kepentingan politis maupun ekonomi.131

Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik masuknya investasi ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahan koordinasi antara instansi terkait tersebut perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan singkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di samping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh (reformasi) terhadap aparatur negara (civil service reform) serta reformasi pelayanan publik (public service reform).132

Koordinasi yang harmonis di antara berbagai institusi yang berkaitan dengan efektifitas sistem hukum, akan dapat berjalan dengan baik apabila ada kejelasan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari masing-masing institusi, sehingga tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi koordinasi adalah menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi

instansi-131Ana Rokhmatussa’dyah, Suratman, Op.cit.,hlm 92

132Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 248.

instansi terkait, misalnya menyangkut masalah promosi investasi, perizinan, fasilitas investasi, dan lain-lain.133

Dari sisi kepentingan investor, tertibnya koordinasi di antara instansi-instansi terkait akan memberikan kejelasan dan kepastian dalam pemenuhan kewajiban mereka dan menciptakan efisiensi berusaha, di mana hal ini tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi iklim investasi. Penertiban koordinasi kelembagaan mencakup aspek-aspek sinkronisasi wewenang dan meningkatkan kerja sama antarlembaga. Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 mengatur Koordinasi dan Kebijakan Penanaman Modal yang termuat dalam Bab XII, Pasal 27 yang menyatakan sebagai berikut:134

1. Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi pemerintah, antarinstansi pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah daerah.

2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

3. Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

133Ana Rokhmatussa’dyah, Suratman, Loc.cit.

134Ibid. Hlm 93.

4. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Dari ketentuan ayat (2) tersebut, dalam rangka Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sesuai dengan ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dibentuk pertama kali oleh pemerintah pada tahun 1973 sebagai pengganti Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk pada tahun 1968, yang terlebih dahulu menggantikan Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing yang dibentuk pada Tahun 1967.

Sebelum tahun 1967, pemerintah Indonesia tak menaruh perhatian mendalam pada koordinasi antarlembaga pemerintah terkait penanaman modal asing. Akhirnya, pada tahun tersebut diberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang salah satu isinya ialah membentuk forum bernama Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing (BPPMA). Badan ini bertugas menghubungkan berbagai departemen nan terkait dengan kegiatan penanaman modal asing dan memberi nasihat pada presiden tentang penerapan penanaman modal tersebut.

Setahun kemudian, sebuah undang-undang mengenai penanaman modal dalam negeri diterbitkan. Karena satu dan lain hal, BPPMA dibubarkan. Sebagai gantinya, di akhir tahun 1968, dibentuk forum baru bernama Panitia Teknis Penanaman Modal. Tugasnya ialah mempelajari dan menilai setiap permohonan penanaman modal yang masuk, baik dari dalam maupun luar negeri. Setiap

permohonan penanaman kapital harus memenuhi syarat dan ketentuan nan berlaku.

Akan tetapi, pada teknis aplikasi kerjanya, forum ini tak mempunyai wewenang menerbitkan izin penanaman modal. Ia harus mengacu pada departemen teknis dalam menilai permohonan penanaman kapital di tanah air.

Guna menyempurnakan fungsi forum penanaman modal, pemerintah pun membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 1973.

Adapun visi dan misi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebagai berikut:135

1. Melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga;

2. membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya;

3. memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan;

4. melakukan reformasi sistem dan penegakan hokum;

5. meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;

6. meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;

7. mewujudkan kemandirian ekonomi;

8. melakukan revolusi karakter bangsa;

9. memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

135http://www.bkpm.go.id (diakses pada tanggal 18 Mei 2016).

Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal juga mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:136

1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;

2. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;

3. menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;

4. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha;

5. membuat peta penanaman modal Indonesia;

6. mempromosikan penanaman modal;

7. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman

7. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman