• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEROLEHAN STATUS SEBAGAI PERUSAHAAN

C. Peran Pemerintah Daerah

Bila dilihat dari sisi ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat terdiri atas aspek: tersedianya lapangan pekerjaan yang mencukupi sebagai sumber nafkah bagi anak bangsa, serta tersedianya pilihan barang dan jasa yang cukup berupa barang atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan (konsumsi) dengan harga yang wajar dan terjangkau. Pemerintah sebagai penyelenggara negara, perlu dan harus berperan aktif mengembangkan kegiatan penanaman modal. Peran itu tidak boleh hilang, dibatasi atau dihalangi globalisasi, perdagangan bebas,ataupun alasan lainnya.

Pada dasarnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah dan/atau pemerintah daerah untuk menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.137Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan Pemerintah.138

137Ibid., Pasal 30 ayat (1).

138Ibid., Pasal 30 ayat (2).

Penyelenggaraan urusan pemerintahan

di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria:139

1. Eksternalitas, yaitu pembagian urusan pemerintahan yang ditentukan berdasarkan dampak akibat yang ditimbulkan. Dalam arti jika urusan pemerintahan tersebut dalam penyelenggaraannya berdampak nasional maka itu menjadi urusan pemerintah, berdampak regional menjadi urusan provinsi dan lokal menjadi urusan kabupaten/kota.

2. Akuntabilitas, yaitu penanggung jawab suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya atau yang menerima langsung dampak/akibat yang ditimbulkan. Hal ini untuk menghindari klaim atas dampak/akibat tersebut, dan ini sejalan dengan semangat demokrasi yaitu pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyatnya.

3. Efisiensi, yaitu daya guna dan hasil guna yang diperoleh dalam arti jika urusan pemerintahan tersebut akan berhasil guna jika ditangani/diurus pemerintah maka itu menjadi urusan pemerintah, demikian pula sebaliknya.

Mengenai penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada di lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah daerah provinsi.140

139Ade Suerani, Otonomi Daerah Menuntut Komitmen dan Konsistensi Pemerintah,

Sedangkan penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada di dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah

https://adetentangotda.wordpress.com/2011/05/18/otonomi-daerah-menuntut-komitmen-dan-konsistensi-pemerintah/,(diakses pada tanggal 26 Juni 2016).

140Undang-Undang Penanaman Modal, Op.cit., Pasal 30 ayat (5).

daerah kabupaten/kota.141

Pemerintah daerah memiliki peran yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal, mengingat daerah kabupaten/kota mempunyai potensi yang besar dalam rangka penanaman modal. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom dalam bidang penanaman modal adalah:

Penyelenggaraan kegiataan penanaman modal di daerah Provinsi yang pada hakikatnya adalah kewenangan dari pemerintah pusat dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

142

1. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas Kabupaten/Kota; dan

2. melakukan kerja sama dengan Kabupaten/Kota.

Dalam hal penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada di dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah daerah kabupaten/kota, dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota di Bidang Penanaman Modal telah ditentukan lima macam kebijakan. Yakni:143

1. Kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal, meliputi:

a. Identifikasi potensi sumber daya daerah kabupaten/kota yang hasilnya disajikan dalam bentuk peta investasi tentang daerah kabupaten/kota dan petunjuk (direktori) tentang potensi Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), serta kelembagaan;

141Ibid., Pasal 30 ayat (6).

142Salim H.S., Budi Sutrisno, Op.cit., hlm 91.

143Ibid.

b. identifikasi dan penyusunan daftar pengusaha kecil, menengah dan besar;

c. penyusunan program pengembangan penanaman modal daerah Kabupaten/Kota dalam bentuk Rencana Strategis Daerah (Renstrada) sesuai dengan Program Pembangunan Daerah (Propeda) kabupaten/kota;

d. penetapan bidang usaha unggulan/prioritas

e. penyiapan usulan bidang-bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal, tertutup untuk PMA dan bidang-bidang usaha unggulan/prioritas;

f. penyusunan profil-profil proyek penanaman modal bidang-bidang usaha unggulan/prioritas

g. penyusunan profil-profil investasi proyek kemitraan;

h. penetapan kebijakan pemberian insentif khusus sesuai dengan kewenangan daerah kabupaten/kota;

i. pelaksanaan pelatihan dan penyuluhan teknis dan bisnis bagi usaha kecil dan menengah;

j. penyelenggaraan kewenangan lain di bidang kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi.

2. Promosi dan kerja sama internasional penanaman modal;

a. Penyelenggaraan promosi penanaman modal daerah baik di dalam maupun di luar negeri, seperti seminar, pameran, temu usaha, dan lokakarya;

b. pembuatan bahan promosi penanaman modal daerah dalam bentuk media cetak;

c. kerja sama dengan provinsi dan pemerintah pusat (BKPM) dalam penyelenggaraan promosi penanaman modal daerah;

d. pelaksanaan forum temu usaha dan penjodohan bagi usaha kecil dan menengah dengan usaha besar dalam rangka kemitraan;

e. kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka penyelenggaraan promosi penanaman modal daerah baik di dalam maupun di luar negeri;

f. pengiriman misi penanaman modal ke daerah lain dan ke luar negeri;

g. penerimaan misi penanaman modal ke daerah lain dan ke luar negeri;

h. pelaksanaan kerja sama luar negeri sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat;

i. penyiapan materi perjanjian dalam rangka kerja sama sub regional di bidang penanaman modal;

j. pelaksanaan sosialisasi atas perjanjian kerja sama luar negeri di bidang penanaman modal kepada aparatur dunia usaha;

k. penyelenggaraan kewenangan lain di bidang promosi dan kerja sama internasional penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi.

3. Pelayanan perizinan penanaman modal;

a. Pemberian persetujuan seluruh proyek baru dan perluasan PMDN atas bidang usaha/proyek selain yang menjadi kewenangan provinsi dan pusat;

b. Pemberian persetujuan perubahan rencana proyek PMDN atas persetujuan proyek;

c. Pemberian perizinan pelaksanaan persetujuan penanaman modal dalam rangka PMDN;

d. Pemberian insentif khusus penanaman modal yang menjadi kewenangannya;

e. Penyelenggaraan kewenangan lain di bidang pelayanan perizinan penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi.

4. Pengendalian penanaman modal;

a. Pemantauan perkembangan pelaksanaan seluruh penanaman modal yang berada di wilayahnya;

b. pembinaan terhadap pelaksanaan seluruh penanaman modal dalam rangka peningkatan realisasi penanaman modal yang berada di wilayahnya;

c. pengawasan terhadap pelaksanaan seluruh penanaman modal yang berada di wilayahnya;

d. pemberian sanksi terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran atas ketentuan penanaman modal yang surat persetujuannya dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota;

e. penyelesaian permasalahan yang dialami oleh perusahaan penanaman modal yang berada di wilayahnya;

f. penyusunan laporan perkembangan seluruh persetujuan dan realisasi penanaman modal di daerahnya secara berkala;

g. penyelenggaraan kewenangan lain di bidang pengendalian penanaman modal yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.

5. Sistem informasi penanaman modal.

a. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi penanaman modal yang terintegrasi dengan sistem informasi penanaman modal provinsi dan pemerintah pusat (BKPM);

b. pengumpulan dan pengolahan data persetujuan dan realisasi proyek PMDN dan PMA;

c. pemutakhiran data dan informasi promosi penanaman modal daerah.

Apabila dibandingkan antara kewenangan pemerintah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, dapat diketahui bahwa kewenangan yang lebih besar diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini disebabkan:144

1. Titik berat desentralisasi itu berada di tingkat kabupaten/kota; dan

2. daerah kabupaten/kota mempunyai potensi yang besar dalam rangka penanaman modal.

Kebijakan-kebijakan tersebut bertujuan agar kegiatan penanaman modal di daerah dapat memberikan kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat demi kepentingan nasional.

D. Akibat Hukum Perolehan Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal 1. Tata Cara Memperoleh Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal

Untuk mendirikan suatu perusahaan penanaman modal di Indonesia baik Asing maupun dalam negeri, tentunya harus melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Tahapan-tahapan tersebut antara lain:145

a. Pengajuan Izin Sementara untuk pendirian Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA) melalui BPKM dengan terlebih dahulu memperhatikan Perpres No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi untuk mengetahui apakah bidang usaha PT PMA

144Ibid., hlm 96.

145Shanti Rachmadsyah, Pendirian PT PMA,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c106ba70922c/pendirian-pt-pma,(diakses pada tanggal 26 Juni 2016)

tersebut terbuka untuk investasi asing, dan jika terbuka (Tbk), berapa besar komposisi penanaman modal asing yang diperbolehkan.

b. Untuk pendirian perusahaan PMA, maka harus mengajukan aplikasi kepada BKPM Pusat, tetapi untuk pendirianperusahaan PMDN, dapat mengajukan aplikasi kepada BKPM yang memiliki kewenangan berdasarkan bidang usaha dan Lokasi Perusahaan PMDN tersebut.

Pengajuan pendirian dilakukan dengan mengisi formulir aplikasi yang telah ditentukan dalam Lampiran I Perka BKPM No. 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1) Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah pemerintah negara lain;

2) rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing;

3) rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk perusahaan penanaman modal asing, atau dalam Bahasa Indonesia untuk perusahaan penanaman modal dalam negeri;

4) rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia;

5) rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia;

6) permohonan pendaftaran ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum);

7) surat kuasa asli bermeterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan;

c. Setelah izin pendaftaran penanaman modal dari BKPM dikeluarkan, selanjutnyamengajukan permohonan izin prinsip penanaman modal dari BKPM, yaitu izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal (Pasal 1 angka 16 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015). Izin prinsip diajukan dengan mengisi formulir aplikasi sesuai dengan lampiran Perka BKPM 14/2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal yang ke III (untuk perusahaan PMDN) dan yang ke IV (untuk perusahaan PMA), dan melampirkan:

1) Bukti diri pemohon, yaitu:

a) Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran;

b) rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya;

c) rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Menteri Hukum dan HAM;

d) rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

2) Keterangan rencana kegiatan, berupa:

a) Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan-bahan dan dilengkapi dengan diagram alir (flowchart);

b) uraian kegiatan usaha sektor jasa;

c) rekomendasi dari instansi pemerintah terkait.

d. Setelah izin prinsip keluar dan perusahaan telah siap melakukan kegiatan/berproduksi komersial, maka perusahaan tersebut wajib memperoleh izin usaha dari BKPM. Izin usaha didapat dengan mengajukan permohonan pada BKPM, dengan mengisi formulir aplikasi sesuai dengan lampiran III Perka BKPM 15/2015 dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1) Laporan Hasil Pemeriksaan proyek (LHP), untuk permohonan Izin Usaha atau Izin Usaha Perluasan yang kegiatan usahanya memerlukan fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;

2) rekaman akta pendirian dan pengesahan serta akta perubahan dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM;

3) rekaman Pendaftaran/Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan/Surat persetujuan Penanaman Modal/Izin Usaha dan/atau Surat Persetujuan Perluasan Penanaman Modal/Izin Usaha Perluasan yang dimiliki;

4) rekaman NPWP;

5) bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama:

(1) Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah atau akta jual beli tanah oleh PPAT, atau

(2) rekaman perjanjian sewa-menyewa tanah.

6) bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan:

(1) Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau

(2) rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/bangunan.

7) Rekaman Izin Gangguan (UUG/HO) atau rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri;

8) rekaman Laporan Kegiatan Penanaman modal (LKPM) periode terakhir;

9) rekaman persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau rekaman persetujuan/pengesahan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);

Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut diatas, maka perusahaan yang bersangkutan sudah memperoleh status sebagai perusahaan penanaman modal, baik PMDN maupun PMA, dan perusahaan penanaman modal tersebut sudah dapat melakukan kegiatan produksi, serta berhak memperoleh segala pelayanan dan fasilitas yang menjadi hak perusahaan penanaman modal.

2. Akibat Hukum Perolehan Status sebagai Perusahaan Penanaman Modal

Perolehan status sebagai perusahaan penanamn modal di Indonesia tentunya menimbulkan akibat hukum tertentu. Akibat hukum tersebutadalah:

a. Hak Perusahaan Penanaman Modal

Suatu perusahaan penanaman modal yang sudah memiliki status yang sah di Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki hak-hak sebagai berikut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing:

a) Hak untuk mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga kerja ahli warga negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga warga negara Indonesia.146

b) Hak untuk dapat diberikan tanah dengan hak gunabangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku, demi keperluan perusahaan.147

146Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Pasal 11.

147Ibid., Pasal 14.

c) Hak transfer dalam valuasi asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:148

(1) Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak dan kewajiban pembayaran lain di Indonesia.

(2) Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja yang dipekerjakan di Indonesia.

(3) Biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut.

(4) Penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap.

(5) Kompensansi dalam hal nasionalisasi.

2) Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal:

a) Hak untuk dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya;149

b) hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, tanpa ada penundaan yang didasarkan pada perlakuan diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatriasi ini meliputi:150

(1) Modal;

(2) keuntungan, bunga bank, dividen, dan pendapatan lain;

(3) dana-dana yang diperlukan untuk:

(a) pembelian bahan baku dan penolong barang setengah jadi atau barang jadi; atau

148Ibid., Pasal 19.

149Undang-Undang Penanaman Modal,Op.cit., Pasal 8 ayat (1).

150Ibid., Pasal 8 ayat (3).

(b) penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal.

(4) tambahan dana yang diperlukan bagi pembayaran penanaman modal;

(5) dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman;

(6) royalty atau biaya yang harus dibayar;

(7) pendapatan dari perseorangan warga Negara asing yang bekerja dalam perusahan penanaman modal;

(8) hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;

(9) kompensasi atas kerugian;

(10) kompensasi atas pengambilalihan;

(11) pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual.

c) hak untuk menggunakan tenaga ahli warga Negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu;151

d) hak untuk mendapatkan kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

e) hak mendapatkan informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;

f) hak pelayanan; dan

151Ibid., Pasal 10 ayat (3).

g) hak mendapatkan berbagai bentuk fasilitas, kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.152

b. Kewajiban Perusahaan Penanaman Modal

Selain memperoleh berbagai hak, fasilitas, serta kemudahan yang telah dipaparkan diatas, perusahaan penanaman modal juga harus melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, perusahaan penanaman modal memiliki kewajiban untuk:

a) Memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 11;153

b) menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia, agar dikemudian hari tenaga kerja warga negara asing dapat diganti oleh tenaga kerja warga negara Indonesia;154

c) mengurus dan mengendalikan perusahaanya sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan Negara;155 d) memberikan kesempatan partisipasi bagi modal Nasional secara

efektif setelah jangka waktu tertentu menurut imbangan yang ditetapkan pemerintah;156

152Ibid., Pasal 14.

153Undang-Undang Penanaman Modal Asing, Op.cit., Pasal 10.

154Ibid., Pasal 12.

155Ibid., Pasal 26.

156Ibid., Pasal 27.

2) Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perusahaan penanaman modal memiliki kewajiban untuk:157

a) Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

b) melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c) membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

d) menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e) mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.

c. Tanggung jawab perusahaan penanaman modal

Perolehan status perusahaan penanaman modal juga mengharuskan perusahaan penanaman modal bertanggung jawab untuk:158

1) Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3) menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;

4) menjaga kelestarian lingkungan hidup;

157Undang-Undang Penanaman Modal, Op.cit., Pasal 15

158Ibid., Pasal 16.

5) menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

6) mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB IV

PENGALIHAN STATUS PERUSAHAAN TERBUKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI MENJADI PERUSAHAAN PENANAMAN

MODAL ASING

A. Tata Cara Pengalihan Status Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing

Terjadinya pengalihan status perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) diakibatkan karena masuknya kepemilikan modal asing baik seluruhnya maupun sebagian ke dalam suatu perusahaan PMDN yang pada awalnya kepemilikan modal perusahaan tersebut sepenuhnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri.

Hal tersebut dapat dilihat dari pengertian PMDN dan PMA itu sendiri, yakni:

1. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.159

2. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.160

159Ibid., Pasal 1 ayat (2).

160Ibid., Pasal 1 ayat (3).

Berdasarkan definisi dari PMDN dan PMA itu sendiri dapat dimengerti bahwa suatu perusahaan hanya dapat disebut sebagai perusahaan PMDN apabila kepemilikan modalnya secara seluruhnya merupakan milik penanam modal dalam negeri. Dan sekecil apapun modal asing yang masuk kedalam perusahaan PMDN akan mengubah status penanaman modal dari Penanaman Modal Dalam Negeri menjadi Penanaman Modal Asing.

Perubahan status perusahaan dari PMDN menjadi PMA juga mengakibatkan perubahan status anak perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan yang mengalami perubahan status tersebut. Setelah diperolehnya izin prinsip sebagai PMA, maka anak-anak perusahaanya juga diwajibkan untuk mengajukan izin prinsip serupa sebagai PMA sehingga seluruh anak perusahaan dari perusahaan yang mengalami perubahan status dari PMDN menjadi PMA juga wajib mengubah statusnya menjadi perusahaan PMA.161

Mengenai hal tersebut maka sebelum perusahaan PMDN menjual sahamnya kepada pemilik modal asing, perusahaan PMDN yang bersangkutan juga harus memperhatikan ketentuan bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan di dalam penanaman modal. Karena menurut pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal menyatakan bahwa pada umumnya semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang memang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

Persyaratan inilah yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 44

161http://www.gultomlawconsultants.com/peraturan-terbaru-mengenai-perizinan-di-bkpm (Diakses pada tanggal 25 Mei 2016).

Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Perpres ini lazim dikenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI).

Undang-Undang Penanaman Modal mengatur secara singkat mengenai Daftar Negatif Investasi sebagai berikut:162

1. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan 2. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan

undang-undang.

Oleh karena itu, jika bidang usaha perusahaan induk dan/atau anak perusahaan PMDN yang ingin memasukan kepemilikan modal asing termasuk dalam Daftar Negatif Investasi, maka kepemilikan modal perusahaan PMDN tersebut tidak dapat dijual ataupun dialihkan ke pemodal asing.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan status perusahaan PMDN menjadi PMA sebagai berikut:163

1. Jika ketika masih menjadi PMDN tidak memiliki izin prinsip dan belum memiliki izin usaha atau belum memiliki izin prinsip, perusahaan yang baru berubah wajib melakukan pendaftaran penanaman modal. Hal ini karena, setelah berubah menjadi PMA, kewenangan pemrosesan perizinan tidak lagi menjadi kewenangan

162Undang-Undang Penanaman Modal, Op.cit., Pasal 12 ayat (2).

163 http://forum-penanaman-modal.blogspot.co.id/2010/02/cara-mengalihkan-kepemilikan-saham.html (Diakses pada tanggal 25 Mei 2016)

PTSP BKPMD (Permerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) melainkan menjadi kewenangan PTSP BKPM (Pemerintah Pusat);

2. Jika ketika masih menjadi PMDN telah memiliki izin prinsip atau izin usaha, perusahaan yang baru berubah wajib mengajukan permohonan izin prinsip atau izin usaha penanaman modal. Hal ini karena setelah berubah menjadi PMA, kewenangan pemrosesan perizinan tidak lagi menjadi kewenangan PTSP BKPMD (Permerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) melainkan menjadi kewenangan PTSP BKPM (Pemerintah Pusat);

2. Jika ketika masih menjadi PMDN telah memiliki izin prinsip atau izin usaha, perusahaan yang baru berubah wajib mengajukan permohonan izin prinsip atau izin usaha penanaman modal. Hal ini karena setelah berubah menjadi PMA, kewenangan pemrosesan perizinan tidak lagi menjadi kewenangan PTSP BKPMD (Permerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) melainkan menjadi kewenangan PTSP BKPM (Pemerintah Pusat);