• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI

B. Dasar Hukum Rahasia Bank

Di Indonesia sendiri dalam menerapkan ketentuan rahasia bank dengan menggunakan teori nisbi, maka pemberian informasi mengenai rahasia bank kepada pihak lain dimungkinkan, namun dalam pemberian data atau informasi

rahasia bank ini memiliki peraturan perUndang-Undangan yang mengatur tentang rahasia bank ini.

Sebelumnya ketentuan kerahasiaan bank diatur dalam:

1. Undang-Undang No 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank

Di dalam Perpu ini tercantum secara jelas mengenai rahasia bank yang disebutkan dalam Pasal 2 yaitu,” Bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal-hal yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan.” Selanjutnya dalam Pasal 3 menyebutkan rahasia bank dapat dibuka dengan alasan tertentu, seperti demi kepentingan pemeriksaan perpajakan dan kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana. Pembukaan rahasia bank tersebut hanya dapat dipenuhi setelah permintaan dari instansi perpajakan dan instansi kejaksaan serta kehakiman dalam hal ini kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung33

2. Undang-Undang No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan

Dengan lahirnya Undang-Undang No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan maka Perpu No 23 Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada Undang-Undang No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan mengatur tentang rahasia bank pada Bab VII yaitu Pasal 36 yaitu ”Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut

       33

 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, kencana prenada media group, Jakarta, 

kelaziman dalam dunia perbankan kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang ini."

3. Surat Edaran Bank Indonesia No 3/377/UPPB/PbB,tanggal 11 September 1969 perihal Penafsiran Tentang Pengertian Rahasia Bank

Setelah lahirnya Undang-Undang No 14 Tahun 1967 kemudian dilengakapi dengan lahirnya penafsiran tentang pengertian rahasia bank yang diatur melalui Surat Edaran Bank Indonesia No 3/377/UPPB/PbB,tanggal 11 September 1969 perihal Penafsiran Tentang Pengertian Rahasia Bank yaitu sebagai berikut:

1) Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos-pos pasiva dan segala pos-pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan.

2) Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan ialah segala keterangan orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagai dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang No 14 tahun 1967, yaitu:

a) Pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri

c) Pemberian kredit34

Dengan lahirnya Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi begitu juga dengan Undang-Undang No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dinyatakan tidak berlaku lagi.

4. Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ini mengatur mengenai rahasia bank pada Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 yang selengkapnya berbunyi:

Pasal 40:

1) Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44.

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi

Pasal 41:

1) Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak.

2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasbah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal 42:

       34 Ibid, hal 112‐113 

1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin kepada polisi, jaksa, hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.

2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis Kepala Kepolisian Republik Indonesia, jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, sebab-sebab keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan.

Pasal 43:

Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut

Pasal 44:

1) Dalam rangka tukar menukar infomasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal 45:

Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

Dari ketetntuan yang diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan tersebut dirasa masih belum terlalu jelas dan rinci dalam mengatur ketentuan mengenai rahasia bank maka lahirlah Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dengan lahirnya undang-undang ini maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.

5. Undang-Undang No 10 Tahun 1998

Dengan lahirnya Undang-Undang No 10 Tahun 1998 ini bukan berarti mengganti keseluruhan dar pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 melainkan hanya merupakan revisi pada beberapa pasal, seperti halnya dengan ketentuan tentang rahasia bank yang diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 yang selengkapnya berbunyi:

Pasal 40:

1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut juga berlaku bagi pihak terafiliasi

Pasal 41:35

1) Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyebutkannama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal 41 A:36

1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.

       35

 Pasal 41 Undang‐Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang‐

Undang No10 tahun 1998  36

 Pasal 41A Undang‐Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang‐

Undang No10 tahun 1998   

2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulius dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Ketua Panitia Urusan Piutang Negara

3) Permintaan sebagaiamana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur`yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.

Pasal 42:37

1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Pasal 43:38

Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersagkutan dn memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Pasal 44:39

1) Dalam rangka tukar menukar informasi anatarbank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

       37

 Pasal 42 Undang‐Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang‐

Undang No10 tahun 1998 

38 Pasal 43 Undang‐Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang‐

Undang No10 tahun 1998  39

 Pasal 44 Undang‐Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang‐

2) Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal 44A:40

1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut

6. Surat Menteri Keuangan No R-25/MK/IV/7/1969, tanggal 24 juli 1969 perihal Penafsiran Rahasia Bank sebagaimana diperbaiki dengan Surat Menteri Keuangan No R-29/MK/IV/9/1969 tanggal 9 september 1969 7. Surat Edaran Bank Indonesia No 2/376/UPPB/PbB, tanggal 11 september

1969 perihal Pembekuan Rekening Nasabah Bank atas Permintaan Jaksa 8. Surat Edaran Bank Indonesia No 3/843/UPPB/PbB tanggal 30 januari

1971 perihal Pensitaan Rekening Seorang Nasabah bank

9. Surat Edaran Bank Indonesia No 3/507/UPBB/PbB, tanggal 18 September 1970 perihal Pemblokiran Rekening Nasabah Bank ata Permintaan Kejaksaan/Kepolisian atau Permintaan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Bank oleh Pihak Pengadilan

10. Surat Edaran Bank Indonesia No 5/93/UPBB/PbB tanggal 10 November 1972 perihal Permintaan Keterangan oleh Kejaksaan Agung tentang , Pensitaan/Pembekuan Rekening Nasabah Bank.

       40

 Pasal 44A Undang‐Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang‐

Sementara itu dengan lahirnya Undang-Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang No 10 Tahun 1998 sebagai tindak lanjut pengaturan rahasia bank maka berturut-turut ditetapkan:

1. Peraturan Bank Indonesia No 2/19/PBI/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian/izin tertulis membuka rahasia bank

2. Surat Ketua Mahkamah Agung No KMA/694/RHS/XII/2004 tanggal 3 Desember 2004 perihal Pertimbangan Hukum atas Pelaksana Kewenangan KPK Terkait dengan Ketentuan Rahasia Bank

3. Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung, Kepala Kepolisian dan Gubernur Bank Indonesia No KEP-902/A/J.A/12/2004 dan No POL ;

SKEP/924/XII/2004 dan No 6/91/KEP.GBI/2004 tanggal 20 Desember 2004 tentang Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan.

4. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 5. Undang-Undang No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

6. Undang-Undang No 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar

7. Undang-Undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang No 25 Tahun 2003

8. Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang No 20 Tahun 2001

9. Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Dokumen terkait