• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN

B. Permohonan Kasasi Developer PT Graha Permata Properindo

1. Dasar Permohonan Kasasi

Pemohon Kasasi I, yaitu Developer PT. Graha Permata Properindo sangat keberatan terhadap Putusan Pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 04 April 2012 Nomor : 10/pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Terdapat kelalaian menerapkan hukum yaitu ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 04 April 2012 Nomor: 10/Pailit/2012/PN. Niaga JKT.PST., yang dimohonkan pemeriksaan kasasi dalam perkara a quo, karena hanya Hakim yang berwenang membatalkan suatu Perjanjian yang dibuat secara sah oleh Para Pihak, oleh karenanya pihak para Pembeli tidak berhak secara sepihak membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hunian Vertikal Graha Setia Budi, kecuali melalui Putusan Pengadilan yang berwenang. Bila benar Para Pembeli ngin membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hunian Vertikal Graha Setia Budi dibuat oleh Developer dan Para para Pembeli, maka pembatalan tersebut harus diajukan melalui Gugatan

biasa/Gugatan wanprestasi kepada Pengadilan Negeri yang berwenang untuk meniiai /memutuskan apakah ada pihak-pihak yang melakukan wanprestasi. Terlebih lagi Pembeli I telah mengakui dalam dalil-dalil Permohonannya Vide pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara aquo pada halaman 34 berbunyi : "Pembeli I menunda pelunasan pembayaran harga Unit Rumah Susun.../', dan Developer mengenakan Sanksi berupa denda kepada Pembeli I/Termohon Kasasi I, Pembeli I dengan Suratnya tertanggal 13 April 2009 telah mengajukan keberatan kepada Developer atas pengenaan denda tersebut karena penundaan pelunasan tersebut dilakukan Pembeli I disebabkan karena Developer telah lalai dan tidak tepat waktu menyelesaikan Unit Rumah Susun tersebut, dalil-dalil Termohon Kasasi I/Pembeli I sebagaimana dikutip diatas tersebut harus dibuktikan secara terperinci dalam Gugatan biasa di Pengadilan Negeri yang berwenang, siapa sebenarnya yang melakukan Wanprestasi dan apakah Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hunian vertical Graha Setia Budi dalam perkara a quo telah diajukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang dan bagaimana perincian perhitungan pembebanan sanksi denda terhadap Termohon Kasasi I/Pembeli I harus dilakukan dengan pembuktian yangcomplicated(pembuktian yang tidak sederhana) di pengadilan Negeri yang berwenang. Oleh karena masalah Pembatalan sepihak dari Para Pembeli Apartemen sebagai Termohon Kasasi terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hunian Vertikal Graha Setia Budi yang

dibuat oleh Developer dan Para Pembeli harus memerlukan Sistem pembuktian yang complicated (pembuktian yang tidak sederhana) di Pengadilan Negeri yang berwenang, maka Permohonan Pailit yang diajukan oleh para Pembeli terhadap Developer haruslah ditolak. Oleh karena itu cukup beralasan hukum Developer sebagai Pemohon Kasasi memohonkan kepada Bapak Ketua Mahkamah Agung R.I., berkenan menolak Permohonan pailit yang diajukan oleh Para Pembeli Apartemen. 2. Judex Facti pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dalam Putusan Perkara Nol0/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST tertanggal 4 April 2012 telah salah dalam menerapkan hukum atau setidak-tidaknya TIDAK memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perUndang-Undangan dan sama sekali tidak memberikan pertimbangan dengan baik (Ondeudelijk Vemotiveerd) pada proses pembuktian dan telah keliru menafsirkan istilah "sederhana" berdasarkan Pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, karena sengketa antara Developer selaku Pemohon Kasasi dan Para Pembeli Apartemen adalah sengketa wanprestasi yang masih harus diperiksa secara menyeluruh untuk dapat dibuktikan adanya wanprestasi dan adanya jumlah kerugian yang ditimbulkan, dibuktikan dengan kelalaian Majelis Hakim di tingkat pertama pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam memeriksa alat bukti dari Para Pembeli Apartemen, dimana termin pembayaran angsuran yang

telah disepakati oleh Developer sebagai Pemohon Kasasi dan Para Pembeli atau Termohon Kasasi tersebut dilakukan oleh Para Termohon Kasasi secara tidak tepat waktu dan terlambat dari tanggal yang diperjanjikan setiap bulannya, yang kemudian melahirkan hak bagi Pemohon Kasasi untuk mengenakan denda sebesar dua per mil dari jumlah angsuran terhitung per hari keterlambatan pembayaran angsuran tersebut sehingga haruslah ditentukan terlebih dahulu masing-masing prestasi dan kerugian dari kedua belah pihak yang terikat dalam Perjanjian Jual Beli Hunian Vertical Graha Seibu tersebut. Oleh karenanya pembuktian yang sifatnya tidak sederhana dan berbelit-belit ini seharusnya diserahkan kewenangannya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa perkara a quo tersebut. Dengan demikian maka Putusan Majelis hakim Tingkat Pertama pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam perkara a quo haruslah dapat dibatalkan.

3. Salah menerapkan hukum pembuktian Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 04 April 2012 Nomor: 10/PaiIit/2012/ PN.Niaga.Jkt.Pst., karena tidak sempurna mempertimbangkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hunian Vertikal Graha Setia Budi yang dibuat oleh Developerdengan Para Pembeli harus memerlukan Sistem pembuktian yang complicated (pembuktian yang tidak sederhana) di Pengadilan Negeri yang berwenang. Sebab menurut hukum, setiap Perjanjian Pengikatan Jual Beli incasu yang dibuat oleh

Pemohon Kasasi/ Developer dan Para Termohon Kasasi/para Pembeli dalam perkara a quo harus ditindak lanjuti lagi dengan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang (PPAT) dengan syarat-syarat apabila Para Pembeli terlebih dahulu membayar Pajak Perolehan Hak atas Tanah/Satuan Rumah Susun (BPHTB) kepada Negara/Pemerintah/Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang. Akta Jual Beli atas Hunian Vertikal Graha Setia Budi dalam perkara a quo belum dapat dilaksanakan oleh Pemohon Kasasi/ Developer dan Termohon Kasasi I, Termohon Kasasi II dan Termohon Kasasi III, karena mereka yang adalah Para Pembeli Apartemen ini belum membayar Pajak Perolehan Hak atas Tanah/Satuan Rumah Susun (BPHTB) dalam perkara a quo kepada Negara/Pemerintah/Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang. Para Pembeli Apartemen ini tidak dapat membuktikan dalam persidangan apakah telah membayar Pajak Perolehan Hak atas Tanah/Satuan Rumah Susun (BPHTB) kepada Negara/Pemerintah/Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang. Oleh karena itu Putusan Majelis Hakim yang dimohonkan pemeriksaan kasasi a quo tidak sempurna menerapkan hukum pembuktian, akibatnya harus dibatalkan;

4. Onvoldoende Gemotiveerd Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 04 April 2012 Nomor: 10/Pailit/2012/PN. Niaga.JKT.PST., karena tidak mempertimbangkan Objek Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hunian Vertikal Graha Setia Budi

yang dibuat oleh Pemohon Kasasi/ Developer dan Para Termohon Kasasi/Para Pembeli dalam perkara a quo padahal Developer telah membangun Gedung Hunian Vertikal Graha Setia Budi, dikuatkan lagi dengan Keterangan 2 (dua) orang Saksi dalam perkara aquo yaitu 1. saksi Zulfikardin dan 2. saksi Iwan Purwanto, keduanya dibawah Sumpah, pada pokoknya Kedua Saksi tersebut menerangkan: “sepengetahuan saksi bahwa unit/apartemen tersebut sudah selesai". Maka penyerahan Unit Hunian Vertikal Graha Setia Budi dalam perkara aquo dapat dilaksanakan oleh Pemohon Kasasi/ Developer kepada Termohon Kasasi I, Termohon Kasasi II dan Termohon Kasasi III, pada waktu mereka para Pembeli Apartemen ini membayar Pajak Perolehan Hak atas Tanah/Satuan Rumah Susun (BPHTB) dalam perkara a quo kepada Negara/Pemerintah/ Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang. Akan tetapi sampai sekarang Para Pembeli Apartemen ini belum membayar Pajak Perolehan Hak atas Tanah/Satuan Rumah Susun (BPHTB) dalam perkara a quo kepada Negara/Pemerintah/Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang. Oleh karena itu Putusan Majelis Hakim yang dimohonkan Kasasi dalam perkara a quo adalah Onvoldoende gemotiveerd akibatnya harus dibatalkan.

II. Keberatan-keberatan Pemohon Kasasi II (PT. Bank Tabungan Negara Persero): Perihal Kedudukan Pemohon Kasasi II, yaitu PT. Bank Tabungan Negara Persero Selaku Kreditur PT. Graha Permata Properindo vang Berhak Mengajukan Permohonan Kasasi.

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan sebagai berikut:

“Permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), selain dapat diajukan oleh Debitur dan Kreditur yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh Kreditur lain yang bukan merupakan Pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.”

2. Bahwa Pemohon Kasasi merupakan kreditur yang mempunyai hak tagih terhadap PT. Graha Permata Properindo (Debitur) mengingat PT. Graha Permata Properindo memiliki hutang kepada Pemohon Kasasi berupa fasilitas Kredit Modal Kerja Konstruksi dengan peruntukan pembangunan apartemen Graha Setiabudi atau yang dikenal juga dengan sebutan Graha Seibu yang terletak di Jalan Anggrek, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.

3. Bahwa mengenai adanya kredit dimaksud dibuktikan dengan dokumen - dokumen kredit berupa :

 Akta Perjanjian Kredit Nomor 7 tanggal 15 Pebruari 2007 dihadapan Notaris Haryanto, S.H.

 Akta Addendum Perjanjian Kredit PT. Graha Permata Properindo Nomor 32 tanggal 21 April 2011 dihadapan Notaris Siswadji, S.H.

 Salinan Rekening Koran pertanggal 12 April 2012 dengan outstanding sebesar Rp. 8.293.089.030,- (delapan milyar dua ratus sembilan puluh tiga juta delapan puluh sembilan ribu tiga puluh rupiah).

4. Bahwa berdasarkan dokumen bukti sebagaimana dimaksud dalam butir 3 (tiga) tersebut di atas maka telah terbukti bahwa Pemohon Kasasi adalah Kreditur dari PT. Graha Permata Properindo.

5. Bahwa mengingat Pemohon Kasasi adalah kreditur PT. Graha Permata Properindo maka Pemohon Kasasi berhak melakukan upaya hukum kasasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 11 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Perihal Waktu Pengajuan Kasasi.

6. Bahwa Permohonan Kasasi berikut Memori Kasasi ini diajukan dengan mengingat kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Mahkamah Agung khususnya termuat dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1)

dan ayat (2) juncto Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

7. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa:

"Permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud pada Ayat diajukan paling lambat 8 (delapan) hari sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit".

8. Bahwa Perkara Nomor : 10/Pailit/2012/PN. Niaga. Jkt.Pst, diputus dalam sidang yang terbuka untuk umum pada tanggal 4 April 2012.

9. Bahwa permohonan kasasi berikut memori kasasi ini kami daftarkan kepada Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 12 April 2012, dengan demikian pengajuan permohonan kasasi berikut memori kasasi ini diajukan masih dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

10. Bahwa mengingat permohonan kasasi berikut memori kasasi ini diajukan masih dalam batas waktu yang ditentukan dan dipersyaratkan oleh Undang- Undang maka Permohonan Kasasi ini harus lah diterima.

11. Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi telah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Mahkamah Agung yang menyatakan sebagai beikut:

"Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

d. yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan."

12. Bahwa syarat-syarat dan atau alasan permohonan kasasi dimaksud bersifat alternatif yang berarti bahwa dengan terpenuhinya salah satu dari ketiga syarat atau alasan tersebut maka suatu putusan Pengadilan Tingkat Pertama ataupun Pengadilan Tingkat Banding harus lah dibatalkan. 13. Bahwa alasan Pemohon kasasi dalam Permohonan kasasi ini adalah

karena salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku dan lalai memenuhi syarat - syarat yang diwajibkan oleh peraturan perUndang- Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan, yang selanjutnya dapat kedua alasan dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut:

I. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

14. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Utang menyatakan sebagai berikut :

"Debitur yang mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya 1 (satu) hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditumya".

15. Bahwa ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Utang dimaksud haruslah diterapkan secara limitatif yang berarti mengenai syarat adanya hutang kepada kreditur harus benar-benar diuji dan terbukti secara sempurna, hal mana guna menghindari mudahnya proses pemailitan debitur dengan syarat-syarat yang bias.

16. Bahwa berkaitan dengan perkara a quo hubungan hukum antara Pemohon Pailit dengan Termohon Pailit adalah hubungan jual beli, dimana dalam proses jual beli dimaksud timbul sengketa keperdataan yang mana di satu sisi Pemohon Pailit selaku konsumen merasa tidak puas dengan proses pembangunan apartemen dan oleh karenanya menghendaki pembatalan

secara sepihak meskipun faktanya pembangunan telah diselesaikan oleh Temohon pailit selakuDevelopersebagaimana dimaksud dalam bukti T.2 dan T.3, sementara pihak Termohon pailit selaku pengembang merasa telah melakukan pembangunan unit apartemen oleh karenanya merasa rugi apabila dilakukan pembatalan pembelian mengingat Para Termohon Kasasi baru membayar sebagian dari harga jual dan atau belum melunasi pembayaran dari harga jual yang disepakati.

17. Bahwa mengingat terdapat sengketa konsumen dengan Developerselaku pelaku usaha maka sengketa keperdataan yang demikian harus lah diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme keperdataan dan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; 18. Bahwa penyelesaian sengketa dimaksud untuk memastikan mengenai

adanya hutang atau tidak yang pada akhirnya membawa konsekuensi hukum mengenai ada atau tidaknya kewajiban pembayaran dari masing- masing pihak.

19. Bahwa namun demikian ternyata Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (selanjutnya disebut sebagai Judex Factie) dengan serta menyimpulkan sendiri bahwa pembatalan Pembelian sepihak yang dilakukan oleh konsumen dengan serta merta telah menimbulkan hutang,sebagaimana dimaksud dalam putusan perkara a quo halaman 50 paragraf 4

"....Para Pemohon memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang kepada Termohon, sedangkan Termohon adalah Pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang kepada Para Pemohon...." 20. Bahwa putusan yang demikian secara nyata Judex Facti telah salah

menerapkan ketentuan Pasal Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Utang.

21. Bahwa mengingat Judex Facti telah salah menerapkan ketentuan hukum maka Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 10/Pailit/2012/PN. Niaga. JKT.PST, tanggal 4 April 2012, harus lah dibatalkan.

II. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perUndang- Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

22. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa: "Kurator yang diangkai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitur atau Kreditur dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara".

23. Bahwa dalam Putusan Nomor: 10 / Pailit /2012/PN. Niaga. JKT. PST. dalam salah satu amar putusannya menyatakan mengangkat Sdr. Wahyudi

Dewantara, SH. Nomor AHUAH.04.03-39, tanggal 2 Maret 2011; Sdr.Indra Nurcahya, SH., Nomor AHU.AH.04.03-53, tertanggal 16 Nopember, dan Sdr. Dr. M. Achsin, SE., SH., MM., M.Ec.Dev,. Ak., CPA. Nomor AHU.AH.04.03-71, tertanggal 16 Nopember 2009, sebagai Tim Kurator dalam perkara ini; Seluruhnya berkantor di The Belleza Permata Hijau, GP Office Tower 17th Floor #06, Jalan Letjen Soepeno No. 34, Arteri Permata Hijau, Jakarta Selatan.

24. Bahwa dalam putusan Nomor: 10/Pailit/2012/PN. Niaga.Jkt.Pst. tersebut secara nyata Judex Facti telah lalai memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pasal 15 Ayat (3) Undang-Unang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,karena Indra Nurcahya, S.H. Nomor AHU.AH.04.03-53, tertanggal 16 Nopember 2009, yang ditunjuk selaku Kurator oleh Majelis Hakim perkara a quo sebagaimana tertuang dalam amar putusan, ternyata telah menangani perkara kepailitan lebih dari 3 (tiga), hal mana sesuai dengan bukti putusan sebagai berikut:

 Putusan Nomor 23/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst dalam perkara kepailitan PT. Harumsari Surya Ampuh (dalam pailit);

 Putusan Nomor 81 /Pailit/2010/PN. Niaga.Jkt.Pst dalam perkara kepailitan PT. Batara Wahanamas (dalam pailit);

 Putusan Nomor 28/PKPU/2011/PN.Niaga.JKT.PST dalam perkara kepailitan PT. Mitra Safir Sejahtera (dalam pailit);

 Putusan Nomor 60/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst dalam perkara kepailitan PT. Bendi Oetama Raya Delapan (dalam pailit);

 Putusan Nomor 10/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst dalam perkara kepailitan PT. Graha Permata Properindo (dalam pailit).

25. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas secara jelas dan nyata membuktikan bahwa Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat/Judex Facti telah Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perUndang-Undangan yaitu ketentuan Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan,dengan demikian sudah seharusnya Putusan Nomor: 10/Pailit/2012/PN. Niaga.Jkt.Pst dibatalkan.Bahwa alasan permohonan kasasi berdasarkan ketentuan Pasal 30 (1) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Mahkamah Agung adalah bersifat alternatif yang berarti bahwa dengan terbuktinya baik seluruh ataupun sebagian dari alasan permohonan kasasi maka permohonan kasasi harus lah dikabulkan.

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung Mengabulkan

Dokumen terkait