TESIS
Oleh
KARTINI MEILINA. H
117011128/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KARTINI MEILINA. H
117011128/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TANGGAL 12 JUNI 2012) Nama Mahasiswa : KARTINI MEILINA H
Nomor Pokok : 117011128
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Nama : KARTINI MEILINA H
Nim : 117011128
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PERMOHONAN
PAILIT ATAS DEVELOPER DALAM PERJANJIAN
PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN (STUDI
KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 331 K/PDT.SUS/2012 TANGGAL 12 JUNI 2012)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
i
Developer tidak dapat menyerahkan bangunan unit apartemen tersebut kepada para pembelinya.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis mengenai apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga juga apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang adalah kreditor separatis ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer serta bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu melalui analisa dan pengkajian terhadap putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa para konsumen Apartemen boleh atau dapat mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga karena mereka juga adalah sebagai para kreditor dari Developer. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, dan faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap
Developer adalah karena pertama PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai kreditor darideveloper yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utangdeveloperterhadap bank, yaitu tanah yang diatasnya dibangun Apartemen, kemudian penyebab kedua karena penangguhan eksekusi terhadap hak tanggungan bila terjadi keputusan pailit seperti ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu dan terakhir karenadeveloper dianggap masih solven sehingga pemailitan dapat merugikan bank sebagai kreditor, serta analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen adalah bahwa unsur-unsur utang telah terpenuhi dalam kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini.Yaitu utang disini mengacu kepada pengembalian uang pembayaran yang telah dibayarkan secara angsuran oleh para konsumen untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari
Developer.
ii apartment units to the buyer.
This descriptive analytical study explained and analyzed whether or not the apartment buyers (consumers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court, what made PT. Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk as the secure creditor participate in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer, and what legal analysis was done about the case of bankruptcy petition against the developer concerning this binding apartment trading agreement. The data used in this study were primary data obtained through qualitatively analyzing and studying the decisions issued by the Commercial Court and the Supreme Court.
The. result of this study showed that the consumers (apartment buyers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court because they also act as the creditor for the developer. This right is regulated in Article 1 paragraph (2) of Law on Bankruptcy saying that Creditor is who has account receivable due to an agreement or legislation that is billable in court. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk participated in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer because, first, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk is the creditor for the developer meaning that there is a credit agreement between the developer and the bank and a collateral right as the collateral of the developer's debt to the bank in the form of a lot of land on which an apartment building was built; second, there will be a deferral of execution of the collateral right if the decision of bankruptcy is taken as stated in Article 56 paragraph (1) of UUK and PKPU saying that collateral right cannot be executed by the secure creditor because the creditor must wait; and finally because the developer is still solvent that bankruptcy can inflict loss to the bank as creditor. The legal analysis on the bankruptcy petition against the developer in the binding apartment trading agreement is that elements of credit have been met in the case of bankruptcy petition against the developer. Here, debt is referred to the refund of payments that have been paid in installment by the consumers for the apartment unit they have ordered from the developer.
iii
menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini diberi judul “ANALISIS HUKUM
TERHADAP PERMOHONAN PAILIT ATAS DEVELOPER DALAM
PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN ( STUDI KASUS
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 331 K/PDT. SUS/2012 TANGGAL 12
JUNI 2012).” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam
penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Budiman
Ginting, SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, serta
Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Humselaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus
ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Dan juga semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan dalam
penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan (M.Kn.)
pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
iv
Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani
pendidikan.
4. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang
sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
bangku kuliah.
5. Yang tercinta kedua orangtuaku, Papa M. E. Hutagaol, SH, MM dan Mama H. I.
R. Napitupulu yang telah memberikan cinta kasih, doa, dukungan moril dan dana
serta perhatian yang sangat besar dan tak ada habis-habisnya selama ini, juga
buat Adikku Julianto Hutagaol, SH serta seluruh keluarga besarku, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan
(M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Yang terkasih bang Riko Simanjuntak, terima kasih buat kesabaran, perhatian,
dukungan, bantuan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas
Sumatra Utara.
7. Terima Kasih yang mendalam kepada Teman-teman seperjuangan khususnya
kelas Reguker Khusus angkatan 2011 yang kompak dan penuh kekeluargaan
serta rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)
Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Serta Sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku terkasih di dalam Tuhan di Komsel
v bahan literatur.
Medan, Januari 2014 Penulis
vi
Nama Lengkap : KARTINI MEILINA HUTAGAOL
Tempat / Tgl.Lahir : Kisaran/ 10 Mei 1982
Status : Belum Menikah
Alamat : Jalan Cempaka 2 No.123 Kayu Tinggi Cakung Timur Jakarta Timur
II. ORANG TUA
Nama Ayah : M.E.HUTAGAOL, SH, MM
Nama Ibu : H.I.R.NAPITUPULU
III. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar Negeri 03 Cakung Timur : Lulus Tahun 1995
SLTP Negeri 234 Cakung Timur : Lulus Tahun 1998
SMA Negeri 89 Kayu Tinggi Cakung : Lulus Tahun 2001
Sarjana Hukum pada Universitas Krisnadwipayana Jakarta : Lulus Tahun 2007
vii
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR ISTILAH ASING... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Keaslian Penelitian ... 15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17
1. Kerangka Teori ... 17
2. Konsepsi... 25
G. Metode Penelitian... 27
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27
2. Spesifikasi dan Metode Penelitian ... 28
3. Bahan Penelitian ... 28
4. Teknik Pengumpulan Data... 30
5. Analisis Data ... 30
BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN APARTEMEN TERHADAP DEVELOPER PT. GRAHA PERMATA PROPERINDO KE PENGADILAN NIAGA ... 32
viii
Dalam Kepailitan ... 41
C. Momentum Terjadinya Utang AntaraDeveloperPT. Graha
Permata Properindo Dengan Para Konsumen Apartemen ... 46
1. Kegagalan Developer Melakukan Penyerahan
Apartemen Pada Waktu Yang Telah Diperjanjikan ... 46
2. Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen Antara Developer PT. Graha Permata Properindo
Dengan Para Konsumen... 53
D. Yang Masuk Kategori Pailit ... 62
1. Subjek Hukum Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 63
2. Pihak Yang Dapat Dinyatakan Pailit ... 65
3. Utang Dalam Kepailitan... 68
BAB III FAKTOR PENYEBAB PT.BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK IKUT MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG ATAS PUTUSAN PAILIT TERHADAPDEVELOPER... 76
A. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Sebagai Kreditor
DariDeveloper ... 76
1. Perjanjian Kredit AntaraDeveloperDengan Bank ... 76
2. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan UtangDeveloper
Terhadap Bank... ... 83
B. Penangguhan Eksekusi Terhadap Hak Tanggungan Bila
Terjadi Keputusan Pailit... 89
C. Developer Dianggap Masih Solven Sehingga Pemailitan
ix
1. Duduk Perkara... 95
2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Memutuskan Pailit... 97
B. Permohonan KasasiDeveloperPT. Graha Permata Properindo dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Kepada Mahkamah Agung... 103
1. Dasar Permohonan Kasasi ... 104
2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung Mengabulkan Permohonan KasasiDeveloper ... 119
C. Analisa Kasus... 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 136
A. Kesimpulan ... 136
B. Saran... 138
DAFTAR PUSTAKA ... 140
x allgemeine rechtslehre: Ilmu hukum umum
aanvullend recht: Peraturan – peraturan hukum yang bersifat mengatur
Bankrupt/bankruptcy: Bangkrut atau dalam keadaan pailit
Bankruptcy Law: Hukum Kepailitan
Black’s law dictionary: Kamus hukum
Bestandig geberukikelijk beding: Syarat yang biasa diperjanjikan
Borgtocht: Penanggungan utang
Conceptus: Konsepsi
Complicated: Rumit atau sulit
Corporate guaranty: Jaminan Perusahaan
Conditional clause: Klausul bersyarat
Concursus creditorum: Asas kepailitan yang menyatakan Debitor mempunyai paling sedikit dua kreditor
Credereataucredoataucreditum: Kredit (bahasa romawi)
Developer: Pengembang atau Perusahaan Pengembang
Debt pooling: Penggabungan Utang
Dictionary Business of Term: Kamus Bisnis
Dubius: Perbedaan pengertian atau penafsiran mendua
Dwingend recht : Peraturan – peraturan hukum yang bersifat memaksa atau harus diikuti
Droit de preference: Keistimewaan yang bersangkutan dengan hasil penjualan tanah yang dijadikan jaminan, dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang tidak mempunyai hak yang lebih mendahulu
Essentialia: Unsur – unsur pokok
xi Guarantor: Penjamin
Haftung : Harta kekayaan Debitor yang dipertanggung jawabkan sebagai pelunasan utang
Holding Company: Perusahaan induk
Insolvency: Ketidakmampuan atau insolven
Inschuld : Tagihan terhadap utang Debitor yang bila tidak dipenuhi debitor dapat dikenakan ganti rugi
Ingebrekestelling: Pernyataan lalai atau somasi
Indonesian Bankcruptcy Law: Hukum Kepailitan Indonesia
Judex factie: Pertimbangan hukum atau putusan hakim Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Banding
Levering : Penyerahan atau perpindahan hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli
Le failli: Orang yang berhenti membayar (bahasa Prancis)
Library research: Studi Pustaka
Loan: Utang/pinjaman
Onrechtmatige daad: Perbuatan melawan hukum
Operational definition: Definisi operasional
Previlege: Hak istimewa/diutamakan
Promissory note: Surat sanggup
Personal guaranty: Penjamin pribadi
Prorate parte: Secara proporsional
Right to payment: Hak untuk memperoleh pembayaran
xii Structured prorate: Proporsional terstruktur
Transfer of ownership: Memindahkan hak milik
Unsecured creditor: Kreditor yang tidak dijamin dengan hak tanggungan
i
Developer tidak dapat menyerahkan bangunan unit apartemen tersebut kepada para pembelinya.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis mengenai apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga juga apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang adalah kreditor separatis ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer serta bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu melalui analisa dan pengkajian terhadap putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa para konsumen Apartemen boleh atau dapat mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga karena mereka juga adalah sebagai para kreditor dari Developer. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, dan faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap
Developer adalah karena pertama PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai kreditor darideveloper yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utangdeveloperterhadap bank, yaitu tanah yang diatasnya dibangun Apartemen, kemudian penyebab kedua karena penangguhan eksekusi terhadap hak tanggungan bila terjadi keputusan pailit seperti ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu dan terakhir karenadeveloper dianggap masih solven sehingga pemailitan dapat merugikan bank sebagai kreditor, serta analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen adalah bahwa unsur-unsur utang telah terpenuhi dalam kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini.Yaitu utang disini mengacu kepada pengembalian uang pembayaran yang telah dibayarkan secara angsuran oleh para konsumen untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari
Developer.
ii apartment units to the buyer.
This descriptive analytical study explained and analyzed whether or not the apartment buyers (consumers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court, what made PT. Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk as the secure creditor participate in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer, and what legal analysis was done about the case of bankruptcy petition against the developer concerning this binding apartment trading agreement. The data used in this study were primary data obtained through qualitatively analyzing and studying the decisions issued by the Commercial Court and the Supreme Court.
The. result of this study showed that the consumers (apartment buyers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court because they also act as the creditor for the developer. This right is regulated in Article 1 paragraph (2) of Law on Bankruptcy saying that Creditor is who has account receivable due to an agreement or legislation that is billable in court. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk participated in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer because, first, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk is the creditor for the developer meaning that there is a credit agreement between the developer and the bank and a collateral right as the collateral of the developer's debt to the bank in the form of a lot of land on which an apartment building was built; second, there will be a deferral of execution of the collateral right if the decision of bankruptcy is taken as stated in Article 56 paragraph (1) of UUK and PKPU saying that collateral right cannot be executed by the secure creditor because the creditor must wait; and finally because the developer is still solvent that bankruptcy can inflict loss to the bank as creditor. The legal analysis on the bankruptcy petition against the developer in the binding apartment trading agreement is that elements of credit have been met in the case of bankruptcy petition against the developer. Here, debt is referred to the refund of payments that have been paid in installment by the consumers for the apartment unit they have ordered from the developer.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, jual beli satuan rumah susun atau apartemen yang belum selesai
dibangun semakin meningkat. Bahkan tidak jarang jual beli satuan rumah susun ini
dilakukan pada saat rumah susun atau apartemen masih berada dalam perencanaan.
Pelaksanaan jual beli satuan unit apartemen yang seperti itu dilakukan dengan cara
memesan terlebih dahulu atas unit yang akan dibeli, yang kemudian dituangkan
dalam perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”).
Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual
beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”.
Jual beli merupakan suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan
sebagai suatu perjanjian yang sah, mengikat atau mempunyai kekuatan hukum pada
detik tercapainya kata sepakat antara pihak penjual dan pihak pembeli mengenai
unsur-unsur yang pokok (essentialia), yaitu mengenai barang dan harga biarpun jual
beli itu mengenai barang yang tak bergerak.1
1
Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH-Perdata yang
berbunyi :
“Jual beli dianggap telah terjadi kedua belah pihak sewaktu mereka telah
mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu belum
diserahkan maupun harganya belum dibayàr. ”2
Perjanjian jual beli yang dianut KUHPerdata tersebut juga dikatakan bersifat
obligatoir, karena perjanjian itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik
baru berpindah dengan dilakukannya levering atau penyerahan. Dengan demikian,
maka dalam sistem KUH Perdata tersebut “levering” merupakan suatu perbuatan
yuridis guna memindahkan hak milik (“transfer of ownership”).3
Yang dimaksud dengan “levering” atau “transfer of ownership” adalah
penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga
orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut dalam hal ini adalah satuan
unit apartemen. Levering atau transfer of ownership ini mengikuti perjanjian
obligator, karena menurut sistem KUHPerdata, perjanjian obligator itu baru dalam
taraf melahirkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik, supaya hak
milik berpindah, perlu diikuti dengan penyerahan barangnya.4
Penyerahan yang dimaksud meliputi pemindahan penguasaan dan pemindahan
hak atas barang berdasarkan perikatan dasar yaitu perjanjian. Dalam setiap perjanjian
2
Ibid.,hlm. 80. 3
Ibid.,
4
yang mengandung tujuan memindahkan penguasaan dan hak milik, perlu dilakukan
dengan penyerahan barang tersebut (delivery, transfer, levering). Penyerahan tersebut
dilakukan baik secara nyata, maupun secara yuridis. Penyerahan yuridis dapat dilihat
dengan jelas pada barang tidak bergerak, karena tata caranya diatur dalam Undang –
Undang.5
Mengenai sifat jual beli obligatoir ini terlihat jelas dalam Pasal 1459
KUH-Perdata, yang menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah
berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan (menurut
ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).6
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa jual beli
apartemen antara Developer dengan konsumen merupakan suatu perjanjian yang
mengikat salah satu pihak untuk menyerahkan apartemen dan mengikat pihak lain
untuk membayar harga satuan apartemen sesuai kesepakatan.
Objek perikatan ialah prestasi. Prestasi adalah Isi perjanjian. Perjanjian
pengikatan jual beli apartemen antara Developer (debitor) dengan konsumen
(kreditor) pastinya akan melahirkan kewajiban bagi masing-masing pihak untuk
melaksanakan prestasi tersebut. Dengan melihat kewajiban utama Developer selaku
penjual apartemen maupun kewajiban utama konsumen selaku pembeli apartemen,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban utamaDevelopermenyerahkan apartemen
sebagai obyek perjanjian jual beli pada dasarnya hak utama dari konsumen selaku
5
Ibid ,hlm. 106. 6
pembeli. Demikian pula sebaliknya, kewajiban utama pembeli membayar harga
apartemen sesuai dengan perjanjian jual beli adalah merupakan hak utama dari
Developerselaku penjual . Hal ini berarti ada hubungan timbal balik antara kewajiban
Developer selaku penjual apartemen dan kewajiban konsumen selaku pembeli
apartemen dengan hak-hak dari masing-masing pihak.
Setiap hubungan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat tidak
luput dari suatu permasalahan atau sengketa baik yang dapat dinilai dalam skala kecil
atau bahkan skala besar. Hal ini pun terjadi di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli
antaraDeveloperdengan Konsumen atau pembeli Apartemen.
Permasalahan yang ada adalah ketiga orang pembeli dari Apartemen Graha
Setia Budi atau yang dikenal juga dengan nama Graha Permata Seibu Mansion, yang
nama-namanya terlampir dalam Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012,
yaitu putusan yang dijadikan studi kasus untuk penyusunan tesis ini belum menerima
penyerahan atas unit Apartemen yang dipesan dan dibeli dari Developer. Padahal
mereka telah memesan dan mencicil pembayaran atas satuan rumah susun atau atas
unit Apartemen yang direncanakan untuk dibangun oleh Developer (PT. GRAHA
PERMATA PROPERINDO). Pembeli pertama telah membayar secara angsuran
dengan jumlah cicilan yaitu Rp.58.100.000,-,. Pembeli kedua juga telah
mengeluarkan uang sejumlah Rp. 37.400.000,-,. Pembeli ketiga juga telah membayar
secara angsuran sejumlah Rp.64.695.000,-. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) antaraDeveloperdengan para pembeli maka pihakDeveloperseharusnya
Pembeli pada bulan Desember 2008. Akan tetapi sampai batas waktu yang telah
disepakati sesuai dengan PPJB yang mengikat secara hukum antara Developer
dengan pembeli, pihak Developer telah lalai dalam melaksanakan kewajiban
penyerahan fisik dari Rumah Susun/Apartemen kepada para Pembeli sesuai tenggang
waktu yakni, Bulan Desember 2008. Karena mereka masih tetap belum menerima
penyerahan atas unit Apartemen yang mereka pesan dan beli itu dariDevelopermaka
ketiga orang Pembeli ini kemudian mengirimkan beberapa kali Surat Peringatan atau
Somasi kepada pihak Developer bahkan menaruh pengumuman di koran atau surat
kabar akan tetapi pihak Developer sama sekali tidak menanggapi Surat Somasi
tersebut. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mereka buat
dengan pihak Developer disebutkan bahwa Pihak Developer akan mengembalikan
seluruh uang pembayaran atas unit Apartemen yang dibeli itu tanpa bunga dan
potongan – potongan apapun dalam hal jika perjanjian itu dibatalkan. Ketiga pembeli
Apartemen ini pun akhirnya memutuskan untuk membatalkan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) yang mereka buat dengan pihak Developer karena mereka
menganggap pihakDevelopertelah wanprestasi.
Kemudian mereka meminta uang mereka untuk dikembalikan oleh pihak
Developer tanpa bunga dan potongan apapun, karena tidak adanya itikad baik dari
pihak Developer untuk mengembalikan seluruh uang pembayaran mereka, maka
ketiga pembeli tersebut memasukkan gugatan permohonan Kepailitan ke Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat dengan berlandaskan keyakinan bahwa pihak Developer telah
uang pembayaran mereka padahal Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB ) antara
mereka dengan pihakDevelopertelah batal.
Sebelum kreditor mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitor, syarat
materiil yang harus dipenuhi oleh kreditor adalah adanya utang yang telah jatuh
tempo yang tidak dibayar yang dapat ditagih dan debitor memiliki setidak-tidaknya
dua kreditor. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang
Kepailitan, yang menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.7
Jika dianalisis persyaratan materiil untuk mengajukan perkara kepailitan
adalah sangat sederhana, yakni adanya utang yang jatuh tempo yang dapat ditagih dan
yang belum dibayar lunas serta memiliki sekurang-kurangnya dua kreditor. Adanya
suatu utang akan dibuktikan oleh kreditor bahwa debitor mempunyai utang yang
dapat ditagih karena sudah jatuh tempo ataupun karena dimungkinkan oleh
perjanjiannya untuk dapat ditagih. Persoalan yuridis mengenai utang dalam proses
pembuktian beracara kepailitan adalah utang yang bagaimana yang bisa dikategorikan
utang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan
tersebut.8
7
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
8
Menurut ketentuan hukum kepailitan tentang utang yang terdapat di dalam
Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu Utang adalah kewajiban
yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul
di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang
dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.9
Penjabaran definisi utang dalam Undang Undang Kepailitan 2004 ini
merupakan perbaikan yang cukup signifikan dari Undang-Undang Kepailitan
sebelumnya. Pada Undang-Undang Kepailitan sebelumnya, yakni Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998 junctoPeraturan Kepailitan tidak dijelaskan mengenai batasan
utang tersebut. Ketiadaan definisi utang ini memberikan peluang bagi kreditor untuk
dapat memperoleh tagihannya kepada debitor dengan mempergunakan hukum
kepailitan. Hal ini terlihat pada kecendrungan dunia usaha untuk mengkontruksikan
sengketa-sengketa niaga yang berkaitan dengan kepailitan dan PKPU, bukan lagi
sebagai wanprestasi (dalam konteks ketentuan Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata),
maupun perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaadex Pasal 1365 KUHPerdata)
melainkan dipaksa mendalilkannya dengan utang yang telah jatuh tempo dan dapat
9
ditagih, untuk kemudian diajukan proses pailit, dalam hal ini permohonan kepailitan
dirasakan sebagai direkayasa.10
Setelah keluarnya UU No. 4 Tahun 1998, hampir semua hubungan
keperdataan yang dahulu diselesaikan melalui Pengadilan Negeri sekarang mulai
dikonstruksikan sebagai perkara tidak terpenuhinya suatu tagihan (utang) dan
diajukan ke Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga telah dianggap sebagai senjata
pamungkas untuk mengatasi berbagai permasalahan berupa kemacetan dan kerumitan
proses peradilan di pengadilan negeri serta pelbagai masalah perekonomian
nasional.11
Sejak September tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, kasus-kasus
kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bukanlah murni hanya
berupa debitor yang tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
serta memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor, tetapi perkaranya lebih rumit dan lebih
bervariasi antara lain berupa penerbitan surat berharga promissory note, obligasi,
surat sanggup, pemberian modal kerja, kontrak kerja, kredit modal kerja, pemberian
jaminan baikpersonal guarantymaupuncorporate guaranty, purchasing order, kartu
kredit, penerbitan L/C, kredit pembiayaan, sewa menyewa, anjak piutang, pinjaman
sindikasi, perjanjian keagenan, factoring, penerbitan surat sanggup, perjanjian
10
Sunarmi,Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010), hlm. 291.
11
asuransi, perjanjian jual beli. Dalam penerapannya beberapa hal diatas tidak dianggap
sebagai utang.12
Demikian pula sejalan dengan kemajuan pembangunan ekonomi di Indonesia
membawa perubahan terhadap pelaku-pelaku ekonomi yang semula di dominasi oleh
pedagang-pedagang kecil berupa pemilik-pemilik toko dan perusahaan-perusahaan
perorangan kini berubah menjadi perusahaan-perusahaan besar yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) bahkan perusahaan-perusahaan dalam bentuk Holding
Company. Perubahan pelaku bisnis ini juga membawa konsekuensi terhadap
pemohon dan termohon kepailitan.13
Bervariasinya kegiatan pelaku usaha juga mempengaruhi jenis utang yang
dilakukan oleh debitor. Dari permohonan kepailitan yang diajukan ke Pengadilan
Niaga diketahui bahwa jenis utang bukan hanya dilakukan dalam bentuk utang pokok
dan bunganya tetapi lebih luas dan bervariasi.
Satu kelompok menyatakan bahwa utang disini berarti utang yang timbul dari
perjanjian utang piutang yang berupa sejumlah uang. Kelompok ini
menginterpretasikan utang dalam arti sempit, sehingga tidak mencakup prestasi yang
timbul sebagai akibat adanya perjanjian di luar perjanjian utang piutang.14
Sedangkan sebagian kelompok berpendapat bahwa yang dimaksud utang
dalam Pasal 1 UUK adalah prestasi yang harus dibayar yang timbul sebagai akibat
perikatan. Utang disini dalam arti yang luas. Istilah utang tersebut menunjuk pada
12
Ibid.,
13
Ibid. ,
14
hukum kewajiban hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari
kontrak atau dari Undang-Undang ( Pasal 1233 KUHPerdata). Prestasi tersebut terdiri
dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.15
Dari kedua pendapat tersebut mengenai utang, maka yang tepat adalah
kelompok pendapat yang menyatakan bahwa utang dalam arti luas, karena
Undang-Undang Kepailitan merupakan penjabaran lebih khusus dari KUH Perdata, maka
utang dalam UUK adalah prestasi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Dan juga
berkaitan dengan prinsip debt pooling, dimana kepailitan merupakan sarana untuk
melakukan distribusi aset terhadap para kreditornya dan kreditor dalam hal tidak
berkaitan khusus dengan perjanjian utang piutang uang saja melainkan dalam konteks
perikatan.16
Utang dalam kaitan dengan perikatan bisa timbul karena perjanjian dan bisa
pula timbul karena Undang-Undang. Utang dalam perikatan yang timbul karena
Undang-Undang bisa timbul dari Undang-Undang saja dan bisa pula timbul dari
Undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan yang lahir dari
Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang bisa berupa perbuatan yang sesuai dengan
Undang-Undang bisa pula perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad).17
Jerry Hoff juga berpendapat bahwa definisi utang adalah utang dalam arti luas
yang merujuk pada KUH Perdata Pasal 1233, lebih lanjut dikatakan :
15
Ibid. ,
16
Ibid.,hal 90. 17
Obligation or debts can arise either out of contract or out of law (article 1233 CC). There are obligation to give something, or obligation to do or not to do something (article 1234 CC). The creditor is entitled to the performance of the obligation by the debtor. The debtor is obliged to perform. Some examples of obligations which arise out of contract are :
The obligation of a borrower to pay interest and to repay the principal of the loan to a lender ;
The obligation of a seller to deliver a car to a purchaser pursuant to a sale and purchase agreement ;
The obligation of a builder to construct a house and to deliver it to purchaser ;
The obligation of a guarantor to guarantee to a lender the repayment of a loan by a borrower.
From the debtor’s perspective these obligations are his debts. From the creditor’s perspective, these obligations are his claim.18
Dalam Peraturan Kepailitan (FV) pun menganut konsep utang dalam arti luas.
Siti Soemarti Hartono menyatakan bahwa dalam yurisprudensi ternyata bahwa
membayar tidak selalu berarti menyerahkan sejumlah uang. Menurut putusan H. R. 3
Juni 1921, membayar berarti memenuhi suatu perikatan, ini dapat diperuntukkan
untuk memyerahkan barang-barang.19
Karena itulah kemudian lahir revisi Undang-Undang Kepailitan No. 4 tahun
1998, yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dimana utang didefinisikan dalam
arti luas yang berarti telah pararel dengan konsep KUH Perdata.
Akan tetapi sampai sekarang masih banyak perdebatan yang muncul mengenai
definisi yang jelas tentang utang serta jumlah minimum utang untuk mengajukan
18
Jerry Hoff,Indonesian Bankruptcy Law, (Jakarta : Tatanusa, 1999), hlm. 11. 19
permohonan pailit. Sehingga terdapat dua interpretasi baik dari kalangan akademisi
maupun praktisi mengenai utang.
Akibatnya dalam praktek pengertian utang telah diartikan secara sempit dan
luas. Hakim memberikan penafsiran utang yang berbeda baik di Pengadilan Niaga
maupun pada tingkat kasasi.
Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat
berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan
dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran
tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah
perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri
ataukah Pengadilan Niaga.
Seperti yang terjadi kepada Permohonan pailit dari ketiga pembeli Apartemen
Graha Setia Budi yang telah disebutkan diatas. Permohonan pailit yang mereka
ajukan mengacu kepada definisi utang dalam arti luas. Berlandaskan ketentuan
hukum kepailitan tentang utang yang terdapat di dalam Pasal 1 angka (6)
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau
dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata
uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.20
Utang yang dimaksud oleh ketiga pembeli Apartemen ini adalah kewajiban
Developer untuk mengembalikan uang mereka. Permohonan pailit yang diajukan
ketiga pembeli Apartemen ini terhadap pihak Developer yang telah wanprestasi
dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akan tetapi ketika
pihakDeveloper mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung, maka Mahkamah
Agung dalam amar putusannya menyatakan menolak gugatan atau permohonan pailit
ketiga pembeli Apartemen tersebut.
Berangkat dari putusan Mahkamah Agung yang menolak Permohonan Pailit
itulah, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap
Permohonan Pailit AtasDeveloperdalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen
(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012 Tanggal 12 Juni
2012)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka ada beberapa hal yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit
terhadap DeveloperPT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga ?
20
2. Apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut
mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit
yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadapDeveloper?
3. Bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer
dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengajuan Permohonan Pailit para konsumen Apartemen
terhadap DeveloperPT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan
Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadapDeveloper
3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer
dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen.
D. Manfaat Penelitian
1. Dari segi teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
dalam bentuk sumbangan saran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan
awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas
2. Dari segi praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang
terkait dalam kasus-kasus Kepailitan khususnya Kepailitan yang ditimbulkan
dari adanya wanprestasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen.
E. Keaslian Penelitian
Menurut data yang ada dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap
hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pembahasan mengenai “Analisa
Hukum Terhadap Gugatan Pailit Atas Developer Yang Telah Dinyatakan
Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan
Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012 Tanggal 12 Juni 2012)”, belum pernah
dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya.
Namun penulis ada menemukan beberapa tesis yang menyangkut masalah
Kepailitan ataupun tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli , akan tetapi permasalahan
dan bidang kajiannya sangat berbeda, yaitu:
1. Tesis atas nama, Andreas Timothy, NIM : 027011003, dengan judul
“Tinjauan Yuridis Tentang Kasus Permohonan Pernyataan Pailit PT. Bank IFI
Terhadap PT. Bank Danamon Indonesia ”, dengan beberapa permasalahan
a. Bagaimanakah ketentuan hukum mengatur proses permohonan pernyataan
pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI terhadap PT. Bank Danamon
Indonesia Tbk ?
b. Apakah ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan di dalam Undang –
Undang Kepailitan dapat berjalan efektif dan sudah tepat untuk diterapkan
bagi bank ?
2. Tesis atas nama, Belinda, NIM : 077011009, dengan judul “ Akibat Hukum
Putusan Pernyataan Pailit Debitur Terhadap Kreditur Pemegang Hak
Tanggungan ”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu :
a. Bagaimana ketentuan hukum pelaksanaan kepailitan kreditur terhadap
debitur ?
b. Bagaimana kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan dalam
keputusan kepailitan ?
c. Bagaimana akibat hukum kepailitan debitur terhadap kreditur pemegang
hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan ?
3. Tesis atas nama, Henny Saida Flora, NIM: 037011032, dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Rumah Melalui Pengembang (Studi di kota Medan) ”, dengan beberapa
permasalahan yang diteliti yaitu :
a. Apakah dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh
b. Bagaimana tanggung jawab pengembang apabila konsumen dirugikan
dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut ?
c. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) yang ditawarkan oleh pihak pengembang ?
Jika diperhadapkan, permasalahan yang diteliti sebelumnya sebagaimana
disebutkan diatas dengan penelitian yang dilakukan ini sangat berbeda. Maka dari itu,
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi, suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta –
fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini
adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan
gejala yang diamati.21
Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang
21
mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat
kerangka berpikir dalam penulisan.22
Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengedepankan pengujian
dan hasilnya menyangkup ruang lingkup dan fakta yang luas. 23 Perkembangan ilmu
hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial
juga sangat ditentukan oleh teori.24
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu kerangka
teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk
memahami dan menganalisis data yang mengacu kepada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan pengadilan.
Sehubungan dengan itu maka teori yang digunakan dalam meneliti adalah
Teori Keadilan dan Teori Kepastian Hukum. Berkaitan dengan Teori Keadilan
tersebut, maka Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum, yaitu dapat melindungi
kreditor serta para pihak yang merasa dirugikan. Hal tersebut sebagaimana teori etis
yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum, yang dikutip dari Van
Apeldoorn bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan.25
Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya.
Keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyamarataan. ”Keadilan bukan berarti
22
M. Solly Lubis ,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80. 23
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hlm. 126.
24
Ibid.,hlm. 6. 25
bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama”.26
Hukum yang tidak adil dan
tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut
sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang. Keadilan yang demikian ini
dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap
orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat
bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuai/sebanding.
Teori Kepastian Hukum juga digunakan sebagai pisau analisis dalam
penelitian tesis ini untuk menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan yang tidak
terjawab dengan pendekatan hukum kepailitan Indonesia. Teori kepastian hukum
yang dikemukakan Aristoteles bahwa ‘hukum harus membuat Allgemeine
Rechtslehre (Peraturan/ketentuan umum),’ Dimana peraturan/ketentuan umum ini
diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. “Kepastian hukum sangat diperlukan
untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam mayarakat. ”
Karena keadilan tersebut harus memberikan kepastian hukum dan untuk
mencapainya harus memiliki itikad baik karena salah satu tujuan hukum bertugas
menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia, karena meniadakan
keadilan berarti menyamakan hukum dengan kekuasaan. Kepastian hukum
merupakan perlindunganyustisebelterhadap tindakan sewenang-wenang, masyarakat
26
mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum
masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum. ”27
Sebelum bangunan apartemen selesai dibangun, biasanya pihak Developer
mengadakan kegiatan yang disebut pemasaran pendahuluan dengan membuat satu
atau beberapa unit percontohan,kemudian pendaftaran pemesanan. Untuk menjamin
hak para pihak maka dibuatlah suatu perjanjian yang akan menimbulkan suatu
perikatan diantara para pihak yang membuatnya. Perikatan pendahuluan atau
perikatan jual beli ini dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(“PPJB”).
Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual
beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”.
Perjanjian jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang lazim ditemukan
dalam praktek Notaris. Dalam KUHPerdata sendiri sebenarnya tidak pernah
mengenal bentuk perjanjian ini akan tetapi perjanjian ini timbul dalam praktek para
Notaris sebagai salah satu bentuk dari perjanjian tak bernama.
Adapun pengertian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata
apabila dikaitkan dengan jual beli rumah susun atau dalam hal ini apartemen adalah
bahwa jual beli rumah susun atau apartemen merupakan sesuatu perjanjian dengan
27
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2003),
mana penjual, yaituDeveloper mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas rumah
susun atau apartemen yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan
dirinya untuk membayar kepada penjual atau Developer sesuai dengan harga yang
telah disetujui.28
Hal ini karena suatu hubungan hukum dalam lalu lintas hukum khususnya
hukum perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2 (dua) pihak yang terikat oleh
hubungan tersebut, yaitu kreditor dan debitor. ”Masing-masing pihak mempunyai hak
dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa prestasi dan kontra
prestasi yang dapat berbentuk memberi, berbuat, dan tidak berbuat sesuatu”.29
Apabila seorang debitur (dalam hal ini Developer), mengabaikan atau
mengalpakan kewajiban dan karena itu ia melakukan cacat prestasi, maka krediturnya
dapat menuntut :
a. Pemenuhan prestasi;
b. Ganti rugi pengganti kedua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan
penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal
balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut :
c. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi.30
Inilah yang terjadi pada kasus kepailitan antaraDeveloper Apartemen dengan
konsumennya. Ketika Developer dalam hal ini gagal untuk melakukan penyerahan
28
R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
(Bandung : Sumur, 1974), hlm. 13. 29
Roberto Mangabeira Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 1999, hlm. 54.
30
unit Apartemen yang telah dipesan dan dibayar secara angsuran oleh konsumen atau
pembeli, makaDeveloper dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Atas dasar itulah
para pembeli apartemen ini membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara
mereka dengan pihakDeveloper. Pembeli meminta seluruh uang pembayaran mereka
dikembalikan.
Akan tetapi pihak Developer tidak menunjukkan itikad baiknya untuk
mengembalikan uang pembayaran mereka. Para pembeli atau konsumen apartemen
ini pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga untuk memohonkan pailit si
Developer tersebut. Pengadilan Niaga pada akhirnya memang mengabulkan
permohonan para pembeli apartemen yang merasa dirugikan ini.
Namun ketika pihak Developer mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,
majelis hakim Mahkamah Agung mengabulkan pembelaan dan permohonan kasasi
pihak Developer. Artinya Mahkamah Agung dalam amar putusannya menolak
gugatan atau permohonan para pembeli untuk mempailitkan Developer yang
wanprestasi tersebut.
Mahkamah Agung berdasarkan bukti-bukti yang ada berpandangan bahwa
hubungan hukum antara para Pembeli danDeveloperApartemen adalah masih berupa
hubungan perikatan Jual-Beli belum merupakan perjanjian jual beli. Jadi menurut
Mahkamah Agung tidak terbukti telah terjadinya suatu perjanjian utang-piutang
antara Pembeli Apartemen dengan pihakDeveloper.
Inilah yang menarik untuk dicermati, dalam Pasal 1 angka (6)
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia
maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di
kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang
dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.31
Para pembeli Apartemen ini menganggap kewajiban Developer untuk
mengembalikan uang mereka adalah hutang. Mereka menuntut pengembalian uang
pembayaran yang mereka telah bayarkan secara angsuran untuk satuan unit
apartemen yang mereka telah pesan dariDeveloper.
Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat
berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan
dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran
tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah
perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri
ataukah Pengadilan Niaga.
Sutan Remy Syahdeini menyebutkan bahwa ketiadaan pengertian atau definisi
yang diberikan secara jelas mengenai apa yang dimaksudkan dengan utang dapat
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Menimbulkan ketidak pastian hukum, karena dapat menimbulkan selisih
pendapat mengenai hal-hal sebagai berikut :
31
a. Apakah “setiap kewajiban seseorang atau badan hukum untuk membayar
sejumlah uang sekalipun kewajiban tersebut tidak timbul dari perjanjian
utang piutang/pinjam meminjam uang dapat diklasifikasikan sebagai utang
menurut UUKepailitan? Dengan kata lain, apakah hanya kewajiban
membayar sejumlah utang yang timbul dari perjanjian utang piutang saja
yang dapat diklasifikasikan sebagai utang, ataukah termasuk pula setiap
kewajiban itu karena alas hak (rechts title)apapun juga, baik yang timbul dari
perjanjian apapun maupun yang timbul dari Undang-Undang ?.
b. Apakah kewajiban untuk melakukan sesuatu sekalipun tidak merupakan
kewajiban untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak dipenuhinya
kewajiban itu dapat menimbulkan kerugian uang bagi pihak kepada siapa
kewajiban itu harus dipenuhi, dapat pula diklasifikasikan sebagai utang
menurut UU Kepailitan.
c. Apakah setiap kewajiban untuk memberikan sesuatu, atau untuk melakukan
sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu, yaitu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1234 KUHPerdata, sekalipun tidak telah menimbulkan kerugian
dapat pula dikalsifikasikan sebagai utang sebagaimana dimaksud dalam UU
Kepailitan ?.
2. Mengingat integritas pengadilan yang belum baik pada saat ini, dapat
memberikan peluang bagi praktek-praktek korupsi dan kolusi oleh hakim dan
pengacara. Apa yang dikhawatirkan mengenai kemungkinan terjadinya selisih
ternyata memang telah terjadi. Hal itu terdapat dalam berbagai putusan
pengadilan.32
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai
suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan
pertimbangan.33
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit, yang disebut denganoperational definition.34
Pentingnya definisi operasional
adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius)
dari suatu istilah yang dipakai.35 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan
beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.36
32
Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 90 - 91.
33
Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.
34
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10.
35
Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan PPs-USU, 2002, Hal. 35.
36
b. Permohonan Pailit adalah suatu permohonan yang diajukan untuk menyatakan
debitur dalam keadaan pailit, permohonan pailit ini bisa diajukan oleh
Debitor, Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal,
serta Menteri keuangan.
c. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang
timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.37
d. Pengadilan Niaga adalah Peradilan khusus yang merupakan bagian dari
peradilan umum dan mempunyai kompetensi untuk memeriksa perkara
kepailitan dan penundaan pembayaran, serta perkara-perkara lainnya di
bidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
e. Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dari pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.38
f. Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah perjanjian pendahuluan yaitu suatu
perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu
37
Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
38
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :
perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak
tersebut.
g. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun
tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang
dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa
yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.39
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya.40
Sifat dalam penelitian tesis ini adalah termasuk deskriptif analitis. Deskriptif
artinya yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud mempelajari tujuan hukum,
nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma
hukum serta menggambarkan keadaan objek atau masalahnya secara jelas, runtut, dan
sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah hukum tersebut. Suatu penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin.
39
Ahmad Miru,Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 74.
40
2. Spesifikasi dan Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian
hukum yang digunakan dalam tesis ini adalahdeskriptif yuridis, yaitu suatu analisis
data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk
menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.41
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan
hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).42
Dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian,
meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan
perUndang-Undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa
permasalahan yang dibahas.43
3. Bahan Penelitian
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder
yaitu bahan pustaka merupakan data dasar dalam (ilmu) penelitian digolongkan
sebagai data sekunder seperti :
41
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal 38.
42
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal 34.
43
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
a. Bahan hukum primer yakni adalah hukum yang mengikat dari sudut norma
dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian
ini bahan hukum primer bersumber dari :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
2. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang tentang kepailitan.
4. Putusan Pengadilan Niaga No.10/Pailit/2012/PN. NIAGA. JKT. PST.
5. Putusan Mahkamah Agung No.331 K/PDT. SUS/2012.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan
ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar
hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini yaitu mengenai
Kepailitan.
c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yakni bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library
research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan serta membaca,
mempelajari dan menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier berupa
literatur/buku-buku, peraturan PerUndang-Undangan, perjanjian pengikatan jual beli
(PPJB) dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.44
5. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data
merupakan kegiatan dalam penelitian berupa melakukan kajian atau telaah terhadap
hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan
sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan
telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau
memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil
penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah dikuasainya.45
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis
secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.
44
Ibid. ,Hal. 39. 45
Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah
diadakannya terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan
dievaluasi sehingga diketahui validitasnya. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan
metode deduktif untuk dapat memberikan gambaran secara jelas dan sekaligus
BAB II
PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN APARTEMEN
TERHADAPDEVELOPERPT. GRAHA PERMATA PROPERINDO KE
PENGADILAN NIAGA
A. Prosedur Pengajuan Permohonan Pailit
1. Pengertian Kepailitan
Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata pailit.Selanjutnya istilah
pailit berasal dari kata Belandafailletyang mempunyai arti kata ganda yaitu sebagai
kata benda dan kata sifat. Istilah faillet sendiri berasal dari Perancis yaitu Faillete
yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan orang yang mogok
atau berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut Le failli. Kata kerja failir
berarti gagal; dalam bahasa Inggris dikenal dengan katato failyang mempunyai arti
sama dalam bahasa latin yaitufailure. Di negara-negara yang berbahasa Inggris untuk
pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah-istilah bankrupt dan
bankruptcy.46
Apabila dilihat dari segi tata bahasanya kata pailit merupakan kata sifat yang
ditambah imbuhan ke-an, sehingga mempunyai fungsi membedakan. Kata dasar pailit
ditambah imbuhan ke-an menjadi kepailitan. Jadi secara tata bahasa, kepailitan berarti
segala hal yang berhubungan dengan pailit. Di samping itu istilah pailit sudah acap
atau terbiasa dipergunakan dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut tidak asing
46Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso,Pengantar Hukum Kepailitan Di Indonesia,
lagi bagi masyarakat. Dalam Black’s Law Dictionary pengertian pailit ataubankrupt
adalah :
“The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt ”.47
Jika membaca pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary
tersebut, dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan
untuk membayar dari seseorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk
mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas
permintaan pihak ketiga (diluar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke
Pengadilan.Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk
pemenuhan azas “publisitas”.48
Dalam Undang-Undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, Pasal 1 butir 1
menyebutkan definisi dari kepailitan yaitu :
“Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Diantara beberapa sarjana ditemukan adanya pendapat yang berbeda tentang
pengertian kepailitan. Kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan