• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/PDT. SUS/2012 Tanggal 12 Juni 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/PDT. SUS/2012 Tanggal 12 Juni 2012)"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

KARTINI MEILINA. H

117011128/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARTINI MEILINA. H

117011128/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

TANGGAL 12 JUNI 2012) Nama Mahasiswa : KARTINI MEILINA H

Nomor Pokok : 117011128

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Nama : KARTINI MEILINA H

Nim : 117011128

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PERMOHONAN

PAILIT ATAS DEVELOPER DALAM PERJANJIAN

PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN (STUDI

KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 331 K/PDT.SUS/2012 TANGGAL 12 JUNI 2012)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

i

Developer tidak dapat menyerahkan bangunan unit apartemen tersebut kepada para pembelinya.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis mengenai apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga juga apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang adalah kreditor separatis ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer serta bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu melalui analisa dan pengkajian terhadap putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa para konsumen Apartemen boleh atau dapat mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga karena mereka juga adalah sebagai para kreditor dari Developer. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, dan faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap

Developer adalah karena pertama PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai kreditor darideveloper yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utangdeveloperterhadap bank, yaitu tanah yang diatasnya dibangun Apartemen, kemudian penyebab kedua karena penangguhan eksekusi terhadap hak tanggungan bila terjadi keputusan pailit seperti ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu dan terakhir karenadeveloper dianggap masih solven sehingga pemailitan dapat merugikan bank sebagai kreditor, serta analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen adalah bahwa unsur-unsur utang telah terpenuhi dalam kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini.Yaitu utang disini mengacu kepada pengembalian uang pembayaran yang telah dibayarkan secara angsuran oleh para konsumen untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari

Developer.

(7)

ii apartment units to the buyer.

This descriptive analytical study explained and analyzed whether or not the apartment buyers (consumers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court, what made PT. Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk as the secure creditor participate in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer, and what legal analysis was done about the case of bankruptcy petition against the developer concerning this binding apartment trading agreement. The data used in this study were primary data obtained through qualitatively analyzing and studying the decisions issued by the Commercial Court and the Supreme Court.

The. result of this study showed that the consumers (apartment buyers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court because they also act as the creditor for the developer. This right is regulated in Article 1 paragraph (2) of Law on Bankruptcy saying that Creditor is who has account receivable due to an agreement or legislation that is billable in court. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk participated in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer because, first, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk is the creditor for the developer meaning that there is a credit agreement between the developer and the bank and a collateral right as the collateral of the developer's debt to the bank in the form of a lot of land on which an apartment building was built; second, there will be a deferral of execution of the collateral right if the decision of bankruptcy is taken as stated in Article 56 paragraph (1) of UUK and PKPU saying that collateral right cannot be executed by the secure creditor because the creditor must wait; and finally because the developer is still solvent that bankruptcy can inflict loss to the bank as creditor. The legal analysis on the bankruptcy petition against the developer in the binding apartment trading agreement is that elements of credit have been met in the case of bankruptcy petition against the developer. Here, debt is referred to the refund of payments that have been paid in installment by the consumers for the apartment unit they have ordered from the developer.

(8)

iii

menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini diberi judul “ANALISIS HUKUM

TERHADAP PERMOHONAN PAILIT ATAS DEVELOPER DALAM

PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN ( STUDI KASUS

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 331 K/PDT. SUS/2012 TANGGAL 12

JUNI 2012).” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat

terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam

penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Budiman

Ginting, SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, serta

Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Humselaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus

ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Dan juga semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan dalam

penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan (M.Kn.)

pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

(9)

iv

Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani

pendidikan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang

sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di

bangku kuliah.

5. Yang tercinta kedua orangtuaku, Papa M. E. Hutagaol, SH, MM dan Mama H. I.

R. Napitupulu yang telah memberikan cinta kasih, doa, dukungan moril dan dana

serta perhatian yang sangat besar dan tak ada habis-habisnya selama ini, juga

buat Adikku Julianto Hutagaol, SH serta seluruh keluarga besarku, sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan

(M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Yang terkasih bang Riko Simanjuntak, terima kasih buat kesabaran, perhatian,

dukungan, bantuan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas

Sumatra Utara.

7. Terima Kasih yang mendalam kepada Teman-teman seperjuangan khususnya

kelas Reguker Khusus angkatan 2011 yang kompak dan penuh kekeluargaan

serta rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)

Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Serta Sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku terkasih di dalam Tuhan di Komsel

(10)

v bahan literatur.

Medan, Januari 2014 Penulis

(11)

vi

Nama Lengkap : KARTINI MEILINA HUTAGAOL

Tempat / Tgl.Lahir : Kisaran/ 10 Mei 1982

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Cempaka 2 No.123 Kayu Tinggi Cakung Timur Jakarta Timur

II. ORANG TUA

Nama Ayah : M.E.HUTAGAOL, SH, MM

Nama Ibu : H.I.R.NAPITUPULU

III. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar Negeri 03 Cakung Timur : Lulus Tahun 1995

SLTP Negeri 234 Cakung Timur : Lulus Tahun 1998

SMA Negeri 89 Kayu Tinggi Cakung : Lulus Tahun 2001

Sarjana Hukum pada Universitas Krisnadwipayana Jakarta : Lulus Tahun 2007

(12)

vii

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ASING... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsi... 25

G. Metode Penelitian... 27

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27

2. Spesifikasi dan Metode Penelitian ... 28

3. Bahan Penelitian ... 28

4. Teknik Pengumpulan Data... 30

5. Analisis Data ... 30

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN APARTEMEN TERHADAP DEVELOPER PT. GRAHA PERMATA PROPERINDO KE PENGADILAN NIAGA ... 32

(13)

viii

Dalam Kepailitan ... 41

C. Momentum Terjadinya Utang AntaraDeveloperPT. Graha

Permata Properindo Dengan Para Konsumen Apartemen ... 46

1. Kegagalan Developer Melakukan Penyerahan

Apartemen Pada Waktu Yang Telah Diperjanjikan ... 46

2. Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen Antara Developer PT. Graha Permata Properindo

Dengan Para Konsumen... 53

D. Yang Masuk Kategori Pailit ... 62

1. Subjek Hukum Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 63

2. Pihak Yang Dapat Dinyatakan Pailit ... 65

3. Utang Dalam Kepailitan... 68

BAB III FAKTOR PENYEBAB PT.BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK IKUT MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG ATAS PUTUSAN PAILIT TERHADAPDEVELOPER... 76

A. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Sebagai Kreditor

DariDeveloper ... 76

1. Perjanjian Kredit AntaraDeveloperDengan Bank ... 76

2. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan UtangDeveloper

Terhadap Bank... ... 83

B. Penangguhan Eksekusi Terhadap Hak Tanggungan Bila

Terjadi Keputusan Pailit... 89

C. Developer Dianggap Masih Solven Sehingga Pemailitan

(14)

ix

1. Duduk Perkara... 95

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Memutuskan Pailit... 97

B. Permohonan KasasiDeveloperPT. Graha Permata Properindo dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Kepada Mahkamah Agung... 103

1. Dasar Permohonan Kasasi ... 104

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung Mengabulkan Permohonan KasasiDeveloper ... 119

C. Analisa Kasus... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 136

A. Kesimpulan ... 136

B. Saran... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 140

(15)

x allgemeine rechtslehre: Ilmu hukum umum

aanvullend recht: Peraturan – peraturan hukum yang bersifat mengatur

Bankrupt/bankruptcy: Bangkrut atau dalam keadaan pailit

Bankruptcy Law: Hukum Kepailitan

Black’s law dictionary: Kamus hukum

Bestandig geberukikelijk beding: Syarat yang biasa diperjanjikan

Borgtocht: Penanggungan utang

Conceptus: Konsepsi

Complicated: Rumit atau sulit

Corporate guaranty: Jaminan Perusahaan

Conditional clause: Klausul bersyarat

Concursus creditorum: Asas kepailitan yang menyatakan Debitor mempunyai paling sedikit dua kreditor

Credereataucredoataucreditum: Kredit (bahasa romawi)

Developer: Pengembang atau Perusahaan Pengembang

Debt pooling: Penggabungan Utang

Dictionary Business of Term: Kamus Bisnis

Dubius: Perbedaan pengertian atau penafsiran mendua

Dwingend recht : Peraturan – peraturan hukum yang bersifat memaksa atau harus diikuti

Droit de preference: Keistimewaan yang bersangkutan dengan hasil penjualan tanah yang dijadikan jaminan, dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang tidak mempunyai hak yang lebih mendahulu

Essentialia: Unsur – unsur pokok

(16)

xi Guarantor: Penjamin

Haftung : Harta kekayaan Debitor yang dipertanggung jawabkan sebagai pelunasan utang

Holding Company: Perusahaan induk

Insolvency: Ketidakmampuan atau insolven

Inschuld : Tagihan terhadap utang Debitor yang bila tidak dipenuhi debitor dapat dikenakan ganti rugi

Ingebrekestelling: Pernyataan lalai atau somasi

Indonesian Bankcruptcy Law: Hukum Kepailitan Indonesia

Judex factie: Pertimbangan hukum atau putusan hakim Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Banding

Levering : Penyerahan atau perpindahan hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli

Le failli: Orang yang berhenti membayar (bahasa Prancis)

Library research: Studi Pustaka

Loan: Utang/pinjaman

Onrechtmatige daad: Perbuatan melawan hukum

Operational definition: Definisi operasional

Previlege: Hak istimewa/diutamakan

Promissory note: Surat sanggup

Personal guaranty: Penjamin pribadi

Prorate parte: Secara proporsional

Right to payment: Hak untuk memperoleh pembayaran

(17)

xii Structured prorate: Proporsional terstruktur

Transfer of ownership: Memindahkan hak milik

Unsecured creditor: Kreditor yang tidak dijamin dengan hak tanggungan

(18)

i

Developer tidak dapat menyerahkan bangunan unit apartemen tersebut kepada para pembelinya.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis mengenai apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga juga apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang adalah kreditor separatis ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer serta bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu melalui analisa dan pengkajian terhadap putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa para konsumen Apartemen boleh atau dapat mengajukan Permohonan Pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga karena mereka juga adalah sebagai para kreditor dari Developer. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, dan faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap

Developer adalah karena pertama PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai kreditor darideveloper yang artinya ada perjanjian kredit antara developer dengan bank dan adanya hak tanggungan sebagai jaminan utangdeveloperterhadap bank, yaitu tanah yang diatasnya dibangun Apartemen, kemudian penyebab kedua karena penangguhan eksekusi terhadap hak tanggungan bila terjadi keputusan pailit seperti ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu dan terakhir karenadeveloper dianggap masih solven sehingga pemailitan dapat merugikan bank sebagai kreditor, serta analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen adalah bahwa unsur-unsur utang telah terpenuhi dalam kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ini.Yaitu utang disini mengacu kepada pengembalian uang pembayaran yang telah dibayarkan secara angsuran oleh para konsumen untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari

Developer.

(19)

ii apartment units to the buyer.

This descriptive analytical study explained and analyzed whether or not the apartment buyers (consumers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court, what made PT. Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk as the secure creditor participate in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer, and what legal analysis was done about the case of bankruptcy petition against the developer concerning this binding apartment trading agreement. The data used in this study were primary data obtained through qualitatively analyzing and studying the decisions issued by the Commercial Court and the Supreme Court.

The. result of this study showed that the consumers (apartment buyers) may file the bankruptcy petition against the developer (PT. Graha Permata Properindo) to the Commercial Court because they also act as the creditor for the developer. This right is regulated in Article 1 paragraph (2) of Law on Bankruptcy saying that Creditor is who has account receivable due to an agreement or legislation that is billable in court. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk participated in filing an appeal to the Supreme Court against the Decision of Bankruptcy issued by the Commercial Court against the developer because, first, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk is the creditor for the developer meaning that there is a credit agreement between the developer and the bank and a collateral right as the collateral of the developer's debt to the bank in the form of a lot of land on which an apartment building was built; second, there will be a deferral of execution of the collateral right if the decision of bankruptcy is taken as stated in Article 56 paragraph (1) of UUK and PKPU saying that collateral right cannot be executed by the secure creditor because the creditor must wait; and finally because the developer is still solvent that bankruptcy can inflict loss to the bank as creditor. The legal analysis on the bankruptcy petition against the developer in the binding apartment trading agreement is that elements of credit have been met in the case of bankruptcy petition against the developer. Here, debt is referred to the refund of payments that have been paid in installment by the consumers for the apartment unit they have ordered from the developer.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, jual beli satuan rumah susun atau apartemen yang belum selesai

dibangun semakin meningkat. Bahkan tidak jarang jual beli satuan rumah susun ini

dilakukan pada saat rumah susun atau apartemen masih berada dalam perencanaan.

Pelaksanaan jual beli satuan unit apartemen yang seperti itu dilakukan dengan cara

memesan terlebih dahulu atas unit yang akan dibeli, yang kemudian dituangkan

dalam perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli atau yang lebih dikenal dengan

sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”).

Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual

beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”.

Jual beli merupakan suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan

sebagai suatu perjanjian yang sah, mengikat atau mempunyai kekuatan hukum pada

detik tercapainya kata sepakat antara pihak penjual dan pihak pembeli mengenai

unsur-unsur yang pokok (essentialia), yaitu mengenai barang dan harga biarpun jual

beli itu mengenai barang yang tak bergerak.1

1

(21)

Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH-Perdata yang

berbunyi :

“Jual beli dianggap telah terjadi kedua belah pihak sewaktu mereka telah

mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu belum

diserahkan maupun harganya belum dibayàr. ”2

Perjanjian jual beli yang dianut KUHPerdata tersebut juga dikatakan bersifat

obligatoir, karena perjanjian itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik

baru berpindah dengan dilakukannya levering atau penyerahan. Dengan demikian,

maka dalam sistem KUH Perdata tersebut “levering” merupakan suatu perbuatan

yuridis guna memindahkan hak milik (“transfer of ownership”).3

Yang dimaksud dengan “levering” atau “transfer of ownership” adalah

penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga

orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut dalam hal ini adalah satuan

unit apartemen. Levering atau transfer of ownership ini mengikuti perjanjian

obligator, karena menurut sistem KUHPerdata, perjanjian obligator itu baru dalam

taraf melahirkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik, supaya hak

milik berpindah, perlu diikuti dengan penyerahan barangnya.4

Penyerahan yang dimaksud meliputi pemindahan penguasaan dan pemindahan

hak atas barang berdasarkan perikatan dasar yaitu perjanjian. Dalam setiap perjanjian

2

Ibid.,hlm. 80. 3

Ibid.,

4

(22)

yang mengandung tujuan memindahkan penguasaan dan hak milik, perlu dilakukan

dengan penyerahan barang tersebut (delivery, transfer, levering). Penyerahan tersebut

dilakukan baik secara nyata, maupun secara yuridis. Penyerahan yuridis dapat dilihat

dengan jelas pada barang tidak bergerak, karena tata caranya diatur dalam Undang –

Undang.5

Mengenai sifat jual beli obligatoir ini terlihat jelas dalam Pasal 1459

KUH-Perdata, yang menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah

berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan (menurut

ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).6

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa jual beli

apartemen antara Developer dengan konsumen merupakan suatu perjanjian yang

mengikat salah satu pihak untuk menyerahkan apartemen dan mengikat pihak lain

untuk membayar harga satuan apartemen sesuai kesepakatan.

Objek perikatan ialah prestasi. Prestasi adalah Isi perjanjian. Perjanjian

pengikatan jual beli apartemen antara Developer (debitor) dengan konsumen

(kreditor) pastinya akan melahirkan kewajiban bagi masing-masing pihak untuk

melaksanakan prestasi tersebut. Dengan melihat kewajiban utama Developer selaku

penjual apartemen maupun kewajiban utama konsumen selaku pembeli apartemen,

dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban utamaDevelopermenyerahkan apartemen

sebagai obyek perjanjian jual beli pada dasarnya hak utama dari konsumen selaku

5

Ibid ,hlm. 106. 6

(23)

pembeli. Demikian pula sebaliknya, kewajiban utama pembeli membayar harga

apartemen sesuai dengan perjanjian jual beli adalah merupakan hak utama dari

Developerselaku penjual . Hal ini berarti ada hubungan timbal balik antara kewajiban

Developer selaku penjual apartemen dan kewajiban konsumen selaku pembeli

apartemen dengan hak-hak dari masing-masing pihak.

Setiap hubungan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat tidak

luput dari suatu permasalahan atau sengketa baik yang dapat dinilai dalam skala kecil

atau bahkan skala besar. Hal ini pun terjadi di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli

antaraDeveloperdengan Konsumen atau pembeli Apartemen.

Permasalahan yang ada adalah ketiga orang pembeli dari Apartemen Graha

Setia Budi atau yang dikenal juga dengan nama Graha Permata Seibu Mansion, yang

nama-namanya terlampir dalam Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012,

yaitu putusan yang dijadikan studi kasus untuk penyusunan tesis ini belum menerima

penyerahan atas unit Apartemen yang dipesan dan dibeli dari Developer. Padahal

mereka telah memesan dan mencicil pembayaran atas satuan rumah susun atau atas

unit Apartemen yang direncanakan untuk dibangun oleh Developer (PT. GRAHA

PERMATA PROPERINDO). Pembeli pertama telah membayar secara angsuran

dengan jumlah cicilan yaitu Rp.58.100.000,-,. Pembeli kedua juga telah

mengeluarkan uang sejumlah Rp. 37.400.000,-,. Pembeli ketiga juga telah membayar

secara angsuran sejumlah Rp.64.695.000,-. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual

Beli (PPJB) antaraDeveloperdengan para pembeli maka pihakDeveloperseharusnya

(24)

Pembeli pada bulan Desember 2008. Akan tetapi sampai batas waktu yang telah

disepakati sesuai dengan PPJB yang mengikat secara hukum antara Developer

dengan pembeli, pihak Developer telah lalai dalam melaksanakan kewajiban

penyerahan fisik dari Rumah Susun/Apartemen kepada para Pembeli sesuai tenggang

waktu yakni, Bulan Desember 2008. Karena mereka masih tetap belum menerima

penyerahan atas unit Apartemen yang mereka pesan dan beli itu dariDevelopermaka

ketiga orang Pembeli ini kemudian mengirimkan beberapa kali Surat Peringatan atau

Somasi kepada pihak Developer bahkan menaruh pengumuman di koran atau surat

kabar akan tetapi pihak Developer sama sekali tidak menanggapi Surat Somasi

tersebut. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mereka buat

dengan pihak Developer disebutkan bahwa Pihak Developer akan mengembalikan

seluruh uang pembayaran atas unit Apartemen yang dibeli itu tanpa bunga dan

potongan – potongan apapun dalam hal jika perjanjian itu dibatalkan. Ketiga pembeli

Apartemen ini pun akhirnya memutuskan untuk membatalkan Perjanjian Pengikatan

Jual Beli (PPJB) yang mereka buat dengan pihak Developer karena mereka

menganggap pihakDevelopertelah wanprestasi.

Kemudian mereka meminta uang mereka untuk dikembalikan oleh pihak

Developer tanpa bunga dan potongan apapun, karena tidak adanya itikad baik dari

pihak Developer untuk mengembalikan seluruh uang pembayaran mereka, maka

ketiga pembeli tersebut memasukkan gugatan permohonan Kepailitan ke Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat dengan berlandaskan keyakinan bahwa pihak Developer telah

(25)

uang pembayaran mereka padahal Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB ) antara

mereka dengan pihakDevelopertelah batal.

Sebelum kreditor mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitor, syarat

materiil yang harus dipenuhi oleh kreditor adalah adanya utang yang telah jatuh

tempo yang tidak dibayar yang dapat ditagih dan debitor memiliki setidak-tidaknya

dua kreditor. Hal ini secara tegas ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang

Kepailitan, yang menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor

dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.7

Jika dianalisis persyaratan materiil untuk mengajukan perkara kepailitan

adalah sangat sederhana, yakni adanya utang yang jatuh tempo yang dapat ditagih dan

yang belum dibayar lunas serta memiliki sekurang-kurangnya dua kreditor. Adanya

suatu utang akan dibuktikan oleh kreditor bahwa debitor mempunyai utang yang

dapat ditagih karena sudah jatuh tempo ataupun karena dimungkinkan oleh

perjanjiannya untuk dapat ditagih. Persoalan yuridis mengenai utang dalam proses

pembuktian beracara kepailitan adalah utang yang bagaimana yang bisa dikategorikan

utang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan

tersebut.8

7

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

8

(26)

Menurut ketentuan hukum kepailitan tentang utang yang terdapat di dalam

Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu Utang adalah kewajiban

yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang

Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul

di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang

dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada

Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.9

Penjabaran definisi utang dalam Undang Undang Kepailitan 2004 ini

merupakan perbaikan yang cukup signifikan dari Undang-Undang Kepailitan

sebelumnya. Pada Undang-Undang Kepailitan sebelumnya, yakni Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1998 junctoPeraturan Kepailitan tidak dijelaskan mengenai batasan

utang tersebut. Ketiadaan definisi utang ini memberikan peluang bagi kreditor untuk

dapat memperoleh tagihannya kepada debitor dengan mempergunakan hukum

kepailitan. Hal ini terlihat pada kecendrungan dunia usaha untuk mengkontruksikan

sengketa-sengketa niaga yang berkaitan dengan kepailitan dan PKPU, bukan lagi

sebagai wanprestasi (dalam konteks ketentuan Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata),

maupun perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaadex Pasal 1365 KUHPerdata)

melainkan dipaksa mendalilkannya dengan utang yang telah jatuh tempo dan dapat

9

(27)

ditagih, untuk kemudian diajukan proses pailit, dalam hal ini permohonan kepailitan

dirasakan sebagai direkayasa.10

Setelah keluarnya UU No. 4 Tahun 1998, hampir semua hubungan

keperdataan yang dahulu diselesaikan melalui Pengadilan Negeri sekarang mulai

dikonstruksikan sebagai perkara tidak terpenuhinya suatu tagihan (utang) dan

diajukan ke Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga telah dianggap sebagai senjata

pamungkas untuk mengatasi berbagai permasalahan berupa kemacetan dan kerumitan

proses peradilan di pengadilan negeri serta pelbagai masalah perekonomian

nasional.11

Sejak September tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, kasus-kasus

kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bukanlah murni hanya

berupa debitor yang tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih

serta memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor, tetapi perkaranya lebih rumit dan lebih

bervariasi antara lain berupa penerbitan surat berharga promissory note, obligasi,

surat sanggup, pemberian modal kerja, kontrak kerja, kredit modal kerja, pemberian

jaminan baikpersonal guarantymaupuncorporate guaranty, purchasing order, kartu

kredit, penerbitan L/C, kredit pembiayaan, sewa menyewa, anjak piutang, pinjaman

sindikasi, perjanjian keagenan, factoring, penerbitan surat sanggup, perjanjian

10

Sunarmi,Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010), hlm. 291.

11

(28)

asuransi, perjanjian jual beli. Dalam penerapannya beberapa hal diatas tidak dianggap

sebagai utang.12

Demikian pula sejalan dengan kemajuan pembangunan ekonomi di Indonesia

membawa perubahan terhadap pelaku-pelaku ekonomi yang semula di dominasi oleh

pedagang-pedagang kecil berupa pemilik-pemilik toko dan perusahaan-perusahaan

perorangan kini berubah menjadi perusahaan-perusahaan besar yang berbentuk

Perseroan Terbatas (PT) bahkan perusahaan-perusahaan dalam bentuk Holding

Company. Perubahan pelaku bisnis ini juga membawa konsekuensi terhadap

pemohon dan termohon kepailitan.13

Bervariasinya kegiatan pelaku usaha juga mempengaruhi jenis utang yang

dilakukan oleh debitor. Dari permohonan kepailitan yang diajukan ke Pengadilan

Niaga diketahui bahwa jenis utang bukan hanya dilakukan dalam bentuk utang pokok

dan bunganya tetapi lebih luas dan bervariasi.

Satu kelompok menyatakan bahwa utang disini berarti utang yang timbul dari

perjanjian utang piutang yang berupa sejumlah uang. Kelompok ini

menginterpretasikan utang dalam arti sempit, sehingga tidak mencakup prestasi yang

timbul sebagai akibat adanya perjanjian di luar perjanjian utang piutang.14

Sedangkan sebagian kelompok berpendapat bahwa yang dimaksud utang

dalam Pasal 1 UUK adalah prestasi yang harus dibayar yang timbul sebagai akibat

perikatan. Utang disini dalam arti yang luas. Istilah utang tersebut menunjuk pada

12

Ibid.,

13

Ibid. ,

14

(29)

hukum kewajiban hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari

kontrak atau dari Undang-Undang ( Pasal 1233 KUHPerdata). Prestasi tersebut terdiri

dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.15

Dari kedua pendapat tersebut mengenai utang, maka yang tepat adalah

kelompok pendapat yang menyatakan bahwa utang dalam arti luas, karena

Undang-Undang Kepailitan merupakan penjabaran lebih khusus dari KUH Perdata, maka

utang dalam UUK adalah prestasi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Dan juga

berkaitan dengan prinsip debt pooling, dimana kepailitan merupakan sarana untuk

melakukan distribusi aset terhadap para kreditornya dan kreditor dalam hal tidak

berkaitan khusus dengan perjanjian utang piutang uang saja melainkan dalam konteks

perikatan.16

Utang dalam kaitan dengan perikatan bisa timbul karena perjanjian dan bisa

pula timbul karena Undang-Undang. Utang dalam perikatan yang timbul karena

Undang-Undang bisa timbul dari Undang-Undang saja dan bisa pula timbul dari

Undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan yang lahir dari

Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang bisa berupa perbuatan yang sesuai dengan

Undang-Undang bisa pula perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad).17

Jerry Hoff juga berpendapat bahwa definisi utang adalah utang dalam arti luas

yang merujuk pada KUH Perdata Pasal 1233, lebih lanjut dikatakan :

15

Ibid. ,

16

Ibid.,hal 90. 17

(30)

Obligation or debts can arise either out of contract or out of law (article 1233 CC). There are obligation to give something, or obligation to do or not to do something (article 1234 CC). The creditor is entitled to the performance of the obligation by the debtor. The debtor is obliged to perform. Some examples of obligations which arise out of contract are :

The obligation of a borrower to pay interest and to repay the principal of the loan to a lender ;

The obligation of a seller to deliver a car to a purchaser pursuant to a sale and purchase agreement ;

The obligation of a builder to construct a house and to deliver it to purchaser ;

The obligation of a guarantor to guarantee to a lender the repayment of a loan by a borrower.

From the debtor’s perspective these obligations are his debts. From the creditor’s perspective, these obligations are his claim.18

Dalam Peraturan Kepailitan (FV) pun menganut konsep utang dalam arti luas.

Siti Soemarti Hartono menyatakan bahwa dalam yurisprudensi ternyata bahwa

membayar tidak selalu berarti menyerahkan sejumlah uang. Menurut putusan H. R. 3

Juni 1921, membayar berarti memenuhi suatu perikatan, ini dapat diperuntukkan

untuk memyerahkan barang-barang.19

Karena itulah kemudian lahir revisi Undang-Undang Kepailitan No. 4 tahun

1998, yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dimana utang didefinisikan dalam

arti luas yang berarti telah pararel dengan konsep KUH Perdata.

Akan tetapi sampai sekarang masih banyak perdebatan yang muncul mengenai

definisi yang jelas tentang utang serta jumlah minimum utang untuk mengajukan

18

Jerry Hoff,Indonesian Bankruptcy Law, (Jakarta : Tatanusa, 1999), hlm. 11. 19

(31)

permohonan pailit. Sehingga terdapat dua interpretasi baik dari kalangan akademisi

maupun praktisi mengenai utang.

Akibatnya dalam praktek pengertian utang telah diartikan secara sempit dan

luas. Hakim memberikan penafsiran utang yang berbeda baik di Pengadilan Niaga

maupun pada tingkat kasasi.

Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat

berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan

dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran

tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah

perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri

ataukah Pengadilan Niaga.

Seperti yang terjadi kepada Permohonan pailit dari ketiga pembeli Apartemen

Graha Setia Budi yang telah disebutkan diatas. Permohonan pailit yang mereka

ajukan mengacu kepada definisi utang dalam arti luas. Berlandaskan ketentuan

hukum kepailitan tentang utang yang terdapat di dalam Pasal 1 angka (6)

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau

dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata

uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau

(32)

dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk

mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.20

Utang yang dimaksud oleh ketiga pembeli Apartemen ini adalah kewajiban

Developer untuk mengembalikan uang mereka. Permohonan pailit yang diajukan

ketiga pembeli Apartemen ini terhadap pihak Developer yang telah wanprestasi

dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akan tetapi ketika

pihakDeveloper mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung, maka Mahkamah

Agung dalam amar putusannya menyatakan menolak gugatan atau permohonan pailit

ketiga pembeli Apartemen tersebut.

Berangkat dari putusan Mahkamah Agung yang menolak Permohonan Pailit

itulah, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap

Permohonan Pailit AtasDeveloperdalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012 Tanggal 12 Juni

2012)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka ada beberapa hal yang menjadi

perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah para konsumen Apartemen boleh mengajukan Permohonan Pailit

terhadap DeveloperPT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga ?

20

(33)

2. Apakah yang menyebabkan PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut

mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pailit

yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadapDeveloper?

3. Bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas Developer

dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengajuan Permohonan Pailit para konsumen Apartemen

terhadap DeveloperPT. Graha Permata Properindo ke Pengadilan Niaga.

2. Untuk mengetahui faktor penyebab PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk

ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan

Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadapDeveloper

3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap permohonan pailit atas Developer

dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen.

D. Manfaat Penelitian

1. Dari segi teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

dalam bentuk sumbangan saran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan

awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas

(34)

2. Dari segi praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang

terkait dalam kasus-kasus Kepailitan khususnya Kepailitan yang ditimbulkan

dari adanya wanprestasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen.

E. Keaslian Penelitian

Menurut data yang ada dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap

hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pembahasan mengenai “Analisa

Hukum Terhadap Gugatan Pailit Atas Developer Yang Telah Dinyatakan

Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan

Mahkamah Agung No. 331 K/Pdt. Sus/2012 Tanggal 12 Juni 2012)”, belum pernah

dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya.

Namun penulis ada menemukan beberapa tesis yang menyangkut masalah

Kepailitan ataupun tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli , akan tetapi permasalahan

dan bidang kajiannya sangat berbeda, yaitu:

1. Tesis atas nama, Andreas Timothy, NIM : 027011003, dengan judul

“Tinjauan Yuridis Tentang Kasus Permohonan Pernyataan Pailit PT. Bank IFI

Terhadap PT. Bank Danamon Indonesia ”, dengan beberapa permasalahan

(35)

a. Bagaimanakah ketentuan hukum mengatur proses permohonan pernyataan

pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI terhadap PT. Bank Danamon

Indonesia Tbk ?

b. Apakah ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan di dalam Undang –

Undang Kepailitan dapat berjalan efektif dan sudah tepat untuk diterapkan

bagi bank ?

2. Tesis atas nama, Belinda, NIM : 077011009, dengan judul “ Akibat Hukum

Putusan Pernyataan Pailit Debitur Terhadap Kreditur Pemegang Hak

Tanggungan ”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu :

a. Bagaimana ketentuan hukum pelaksanaan kepailitan kreditur terhadap

debitur ?

b. Bagaimana kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan dalam

keputusan kepailitan ?

c. Bagaimana akibat hukum kepailitan debitur terhadap kreditur pemegang

hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan ?

3. Tesis atas nama, Henny Saida Flora, NIM: 037011032, dengan judul

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual

Beli Rumah Melalui Pengembang (Studi di kota Medan) ”, dengan beberapa

permasalahan yang diteliti yaitu :

a. Apakah dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh

(36)

b. Bagaimana tanggung jawab pengembang apabila konsumen dirugikan

dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut ?

c. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB) yang ditawarkan oleh pihak pengembang ?

Jika diperhadapkan, permasalahan yang diteliti sebelumnya sebagaimana

disebutkan diatas dengan penelitian yang dilakukan ini sangat berbeda. Maka dari itu,

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau

proses tertentu terjadi, suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta –

fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini

adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan

gejala yang diamati.21

Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau

permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang

21

(37)

mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat

kerangka berpikir dalam penulisan.22

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengedepankan pengujian

dan hasilnya menyangkup ruang lingkup dan fakta yang luas. 23 Perkembangan ilmu

hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial

juga sangat ditentukan oleh teori.24

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu kerangka

teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk

memahami dan menganalisis data yang mengacu kepada norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan pengadilan.

Sehubungan dengan itu maka teori yang digunakan dalam meneliti adalah

Teori Keadilan dan Teori Kepastian Hukum. Berkaitan dengan Teori Keadilan

tersebut, maka Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum, yaitu dapat melindungi

kreditor serta para pihak yang merasa dirugikan. Hal tersebut sebagaimana teori etis

yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum, yang dikutip dari Van

Apeldoorn bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan.25

Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya.

Keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyamarataan. ”Keadilan bukan berarti

22

M. Solly Lubis ,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80. 23

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hlm. 126.

24

Ibid.,hlm. 6. 25

(38)

bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama”.26

Hukum yang tidak adil dan

tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut

sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang. Keadilan yang demikian ini

dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap

orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat

bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuai/sebanding.

Teori Kepastian Hukum juga digunakan sebagai pisau analisis dalam

penelitian tesis ini untuk menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan yang tidak

terjawab dengan pendekatan hukum kepailitan Indonesia. Teori kepastian hukum

yang dikemukakan Aristoteles bahwa ‘hukum harus membuat Allgemeine

Rechtslehre (Peraturan/ketentuan umum),’ Dimana peraturan/ketentuan umum ini

diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. “Kepastian hukum sangat diperlukan

untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam mayarakat. ”

Karena keadilan tersebut harus memberikan kepastian hukum dan untuk

mencapainya harus memiliki itikad baik karena salah satu tujuan hukum bertugas

menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia, karena meniadakan

keadilan berarti menyamakan hukum dengan kekuasaan. Kepastian hukum

merupakan perlindunganyustisebelterhadap tindakan sewenang-wenang, masyarakat

26

(39)

mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum

masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum. ”27

Sebelum bangunan apartemen selesai dibangun, biasanya pihak Developer

mengadakan kegiatan yang disebut pemasaran pendahuluan dengan membuat satu

atau beberapa unit percontohan,kemudian pendaftaran pemesanan. Untuk menjamin

hak para pihak maka dibuatlah suatu perjanjian yang akan menimbulkan suatu

perikatan diantara para pihak yang membuatnya. Perikatan pendahuluan atau

perikatan jual beli ini dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(“PPJB”).

Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual

beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”.

Perjanjian jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang lazim ditemukan

dalam praktek Notaris. Dalam KUHPerdata sendiri sebenarnya tidak pernah

mengenal bentuk perjanjian ini akan tetapi perjanjian ini timbul dalam praktek para

Notaris sebagai salah satu bentuk dari perjanjian tak bernama.

Adapun pengertian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata

apabila dikaitkan dengan jual beli rumah susun atau dalam hal ini apartemen adalah

bahwa jual beli rumah susun atau apartemen merupakan sesuatu perjanjian dengan

27

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2003),

(40)

mana penjual, yaituDeveloper mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas rumah

susun atau apartemen yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan

dirinya untuk membayar kepada penjual atau Developer sesuai dengan harga yang

telah disetujui.28

Hal ini karena suatu hubungan hukum dalam lalu lintas hukum khususnya

hukum perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2 (dua) pihak yang terikat oleh

hubungan tersebut, yaitu kreditor dan debitor. ”Masing-masing pihak mempunyai hak

dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa prestasi dan kontra

prestasi yang dapat berbentuk memberi, berbuat, dan tidak berbuat sesuatu”.29

Apabila seorang debitur (dalam hal ini Developer), mengabaikan atau

mengalpakan kewajiban dan karena itu ia melakukan cacat prestasi, maka krediturnya

dapat menuntut :

a. Pemenuhan prestasi;

b. Ganti rugi pengganti kedua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan

penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal

balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut :

c. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi.30

Inilah yang terjadi pada kasus kepailitan antaraDeveloper Apartemen dengan

konsumennya. Ketika Developer dalam hal ini gagal untuk melakukan penyerahan

28

R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

(Bandung : Sumur, 1974), hlm. 13. 29

Roberto Mangabeira Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 1999, hlm. 54.

30

(41)

unit Apartemen yang telah dipesan dan dibayar secara angsuran oleh konsumen atau

pembeli, makaDeveloper dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Atas dasar itulah

para pembeli apartemen ini membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara

mereka dengan pihakDeveloper. Pembeli meminta seluruh uang pembayaran mereka

dikembalikan.

Akan tetapi pihak Developer tidak menunjukkan itikad baiknya untuk

mengembalikan uang pembayaran mereka. Para pembeli atau konsumen apartemen

ini pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga untuk memohonkan pailit si

Developer tersebut. Pengadilan Niaga pada akhirnya memang mengabulkan

permohonan para pembeli apartemen yang merasa dirugikan ini.

Namun ketika pihak Developer mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,

majelis hakim Mahkamah Agung mengabulkan pembelaan dan permohonan kasasi

pihak Developer. Artinya Mahkamah Agung dalam amar putusannya menolak

gugatan atau permohonan para pembeli untuk mempailitkan Developer yang

wanprestasi tersebut.

Mahkamah Agung berdasarkan bukti-bukti yang ada berpandangan bahwa

hubungan hukum antara para Pembeli danDeveloperApartemen adalah masih berupa

hubungan perikatan Jual-Beli belum merupakan perjanjian jual beli. Jadi menurut

Mahkamah Agung tidak terbukti telah terjadinya suatu perjanjian utang-piutang

antara Pembeli Apartemen dengan pihakDeveloper.

Inilah yang menarik untuk dicermati, dalam Pasal 1 angka (6)

(42)

dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia

maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di

kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang

dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada

Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.31

Para pembeli Apartemen ini menganggap kewajiban Developer untuk

mengembalikan uang mereka adalah hutang. Mereka menuntut pengembalian uang

pembayaran yang mereka telah bayarkan secara angsuran untuk satuan unit

apartemen yang mereka telah pesan dariDeveloper.

Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat

berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan

dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran

tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah

perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri

ataukah Pengadilan Niaga.

Sutan Remy Syahdeini menyebutkan bahwa ketiadaan pengertian atau definisi

yang diberikan secara jelas mengenai apa yang dimaksudkan dengan utang dapat

mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

1. Menimbulkan ketidak pastian hukum, karena dapat menimbulkan selisih

pendapat mengenai hal-hal sebagai berikut :

31

(43)

a. Apakah “setiap kewajiban seseorang atau badan hukum untuk membayar

sejumlah uang sekalipun kewajiban tersebut tidak timbul dari perjanjian

utang piutang/pinjam meminjam uang dapat diklasifikasikan sebagai utang

menurut UUKepailitan? Dengan kata lain, apakah hanya kewajiban

membayar sejumlah utang yang timbul dari perjanjian utang piutang saja

yang dapat diklasifikasikan sebagai utang, ataukah termasuk pula setiap

kewajiban itu karena alas hak (rechts title)apapun juga, baik yang timbul dari

perjanjian apapun maupun yang timbul dari Undang-Undang ?.

b. Apakah kewajiban untuk melakukan sesuatu sekalipun tidak merupakan

kewajiban untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak dipenuhinya

kewajiban itu dapat menimbulkan kerugian uang bagi pihak kepada siapa

kewajiban itu harus dipenuhi, dapat pula diklasifikasikan sebagai utang

menurut UU Kepailitan.

c. Apakah setiap kewajiban untuk memberikan sesuatu, atau untuk melakukan

sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu, yaitu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1234 KUHPerdata, sekalipun tidak telah menimbulkan kerugian

dapat pula dikalsifikasikan sebagai utang sebagaimana dimaksud dalam UU

Kepailitan ?.

2. Mengingat integritas pengadilan yang belum baik pada saat ini, dapat

memberikan peluang bagi praktek-praktek korupsi dan kolusi oleh hakim dan

pengacara. Apa yang dikhawatirkan mengenai kemungkinan terjadinya selisih

(44)

ternyata memang telah terjadi. Hal itu terdapat dalam berbagai putusan

pengadilan.32

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai

suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan

pertimbangan.33

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang

konkrit, yang disebut denganoperational definition.34

Pentingnya definisi operasional

adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius)

dari suatu istilah yang dipakai.35 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan

beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai

dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan

Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.36

32

Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 90 - 91.

33

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.

34

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10.

35

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan PPs-USU, 2002, Hal. 35.

36

(45)

b. Permohonan Pailit adalah suatu permohonan yang diajukan untuk menyatakan

debitur dalam keadaan pailit, permohonan pailit ini bisa diajukan oleh

Debitor, Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal,

serta Menteri keuangan.

c. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang

timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh

Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat

pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.37

d. Pengadilan Niaga adalah Peradilan khusus yang merupakan bagian dari

peradilan umum dan mempunyai kompetensi untuk memeriksa perkara

kepailitan dan penundaan pembayaran, serta perkara-perkara lainnya di

bidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

e. Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan

dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dari pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan.38

f. Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah perjanjian pendahuluan yaitu suatu

perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu

37

Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

38

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :

(46)

perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak

tersebut.

g. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun

tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang

dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa

yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.39

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisisnya.40

Sifat dalam penelitian tesis ini adalah termasuk deskriptif analitis. Deskriptif

artinya yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud mempelajari tujuan hukum,

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma

hukum serta menggambarkan keadaan objek atau masalahnya secara jelas, runtut, dan

sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah hukum tersebut. Suatu penelitian deskriptif

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin.

39

Ahmad Miru,Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 74.

40

(47)

2. Spesifikasi dan Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian

hukum yang digunakan dalam tesis ini adalahdeskriptif yuridis, yaitu suatu analisis

data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk

menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.41

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan

hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).42

Dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian,

meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan

perUndang-Undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa

permasalahan yang dibahas.43

3. Bahan Penelitian

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder

yaitu bahan pustaka merupakan data dasar dalam (ilmu) penelitian digolongkan

sebagai data sekunder seperti :

41

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal 38.

42

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal 34.

43

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(48)

a. Bahan hukum primer yakni adalah hukum yang mengikat dari sudut norma

dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian

ini bahan hukum primer bersumber dari :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

2. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang

Perubahan atas Undang-Undang tentang kepailitan.

4. Putusan Pengadilan Niaga No.10/Pailit/2012/PN. NIAGA. JKT. PST.

5. Putusan Mahkamah Agung No.331 K/PDT. SUS/2012.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan

ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar

hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini yaitu mengenai

Kepailitan.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yakni bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan

(49)

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan serta membaca,

mempelajari dan menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier berupa

literatur/buku-buku, peraturan PerUndang-Undangan, perjanjian pengikatan jual beli

(PPJB) dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.44

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data

merupakan kegiatan dalam penelitian berupa melakukan kajian atau telaah terhadap

hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan

sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan

telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau

memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil

penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah dikuasainya.45

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis

secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

44

Ibid. ,Hal. 39. 45

(50)

Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah

diadakannya terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan

dievaluasi sehingga diketahui validitasnya. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan

metode deduktif untuk dapat memberikan gambaran secara jelas dan sekaligus

(51)

BAB II

PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PARA KONSUMEN APARTEMEN

TERHADAPDEVELOPERPT. GRAHA PERMATA PROPERINDO KE

PENGADILAN NIAGA

A. Prosedur Pengajuan Permohonan Pailit

1. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata pailit.Selanjutnya istilah

pailit berasal dari kata Belandafailletyang mempunyai arti kata ganda yaitu sebagai

kata benda dan kata sifat. Istilah faillet sendiri berasal dari Perancis yaitu Faillete

yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan orang yang mogok

atau berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut Le failli. Kata kerja failir

berarti gagal; dalam bahasa Inggris dikenal dengan katato failyang mempunyai arti

sama dalam bahasa latin yaitufailure. Di negara-negara yang berbahasa Inggris untuk

pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah-istilah bankrupt dan

bankruptcy.46

Apabila dilihat dari segi tata bahasanya kata pailit merupakan kata sifat yang

ditambah imbuhan ke-an, sehingga mempunyai fungsi membedakan. Kata dasar pailit

ditambah imbuhan ke-an menjadi kepailitan. Jadi secara tata bahasa, kepailitan berarti

segala hal yang berhubungan dengan pailit. Di samping itu istilah pailit sudah acap

atau terbiasa dipergunakan dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut tidak asing

46Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso,Pengantar Hukum Kepailitan Di Indonesia,

(52)

lagi bagi masyarakat. Dalam Black’s Law Dictionary pengertian pailit ataubankrupt

adalah :

“The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt .47

Jika membaca pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary

tersebut, dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan

untuk membayar dari seseorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk

mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas

permintaan pihak ketiga (diluar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke

Pengadilan.Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk

pemenuhan azas “publisitas”.48

Dalam Undang-Undang kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, Pasal 1 butir 1

menyebutkan definisi dari kepailitan yaitu :

“Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim

Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Diantara beberapa sarjana ditemukan adanya pendapat yang berbeda tentang

pengertian kepailitan. Kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan selama 4 pertemuan dalam 4 minggu.Penelitian diawali dengan pengambila sampel.Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai anggota

Sosialisasi awal adalah bentuk pengenalan program kepada masyarakat, pada sosialisasi ini masyarakat diberikan wawasan tentang kebersihan lingkungan,

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan energi dan protein (konsumsi energi, konsumsi protein, energi tercerna, protein tercerna,

Perencana, sudah selayaknya memahami berbagai masalah yang berkaitan erat dengan aspek pembentukan rupa pada produk yang hendak dibuat dalam hubungannya dengan

Dari hasil analisis menunjukkan masing-masing perlakuan menunjukan respon yang berbeda-beda, biji dengan pemotongan syap 75% memiliki peresntase tumbuh dan nilai

Now, when you reload the project, it will look exactly like it did before you added any customizations, and it now uses your own custom build of Bootstrap that you just

desain produk dan iklan terhadap keputusan pembelian susu kental manis Frisian. Flag (Studi kasus pada konsumen susu kental manis di store Giant

1) Keterlibatan masyarakat secara luas dalam perilaku yang berkelanjutan : Kampanye Bangga di Sierra de Manatlan dan kawasan Bisover El Triunfo di Meksiko mendorong perilaku yang