• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKEMA KEPENGURUSAN PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN UMUM KOTA MEDAN PERIODE

B. Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan

4) Dasar Pertimbangan Hakim

Majelis Hakim telah mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Undang- Undang RI No. 8 Tahun 2012, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Dengan Sengaja ;pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain.

Bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa yang dimaksudkan dengan unsur “Setiap orang”adalah orang sebagai subyek hukum yang diajukan ke persidangan sebagai terdakwa yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya dengan syarat apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang didakwakan tersebut;

Ad.1. Unsur Setiap Orang :

Menimbang, bahwa orang sebagai subyek hukum yang dimaksudkan dalam perkara ini sebagai pelaku kejahatan tersebut adalah Terdakwa Jekson Situmorang yang oleh Penuntut Umum diajukan ke persidangan sebagai terdakwa yang didakwa telah melakukan tindak pidana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya;

Menimbang, bahwa dari fakta hukum yang terungkap di persidangan, terbukti bahwa Terdakwa Jekson Situmorang sehat jasmani dan rohani serta dianggap cakap untuk melakukan setiap perbuatan hukum, sehingga apabila perbuatan yang dilakukannya memenuhi semua unsur dalam pasal dakwaan ini, maka kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya, dengan demikian unsur“Setiap orang”telah terpenuhi;

Ad.2. Dengan sengaja : Pada saat pemungutan suara mengaku dirinya Menimbang, bahwa “Dengan sengaja” tidak lain dari hasil penilaian “Niat“ sebagai “Unsur Subyektif” dari pada terdakwa yang dikenal dengan istilah Opzet atau Dolus, yang diartikan: Sesuatu yang dilakukan oleh pelaku harus: “Diketahui, dikehendaki dan disadari akan akibatnya oleh terdakwa sendiri, tegasnya harus terbukti dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain”;

sebagai orang lain

Dari keterangan para saksi maupun terdakwa, terbukti bahwa terdakwa pada pemungutan suara mengaku sebagai orang lain. Dengan demikian, oleh karena semua unsur dari Pasal 310 Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2012 telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal.

Di dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana,baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan Pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam hal untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka

perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;

a. Perbuatan Terdakwa telah mengurangi kredibilitas agenda Nasional dalam kegiatan Pemilihan Umum.

Keadaan yang memberatkan:

a. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; Keadaan yang meringankan:

b. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi;

c. Terdakwa belum pernah dihukum

Setelah Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dan oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, Majelis Hakim memberikan putusan sebagai berikut :

5) Amar Putusan

M E N G A D I L I

1. Menyatakan Terdakwa JEKSON SITUMORANG tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. “Dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain”; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itudengan pidana

penjara selama 1 (satu) bulan dan denda sejumlah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) hari.

3. Menetapkan barang bukti berupa:

• 1 (satu) lembar uang kontan Rp.20.000,-(dua puluh ribu rupiah) ;

• 1 (satu) lembar uang kontan Rp.10.000,-(sepuluh ribu rupiah)

• 2 (dua) lembar surat undangan (Formulir C 6) An. Daniel Aruan dan Rioyanti Manurung;

• Daftar hadir pemilih TPS 03 Kel. Sudirejo II kec. Medan Kota;

• DPT TPS 03 Kel. Sudirejo II Kec. Medan Kota

Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara An. Seri br. Siahaan;

• 1 (satu) KTP asli An. JEKSON SITUMORANG; Dikembalikan kepada Terdakwa

4. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 1.000,- (seribu rupiah);

d.ANALISIS KASUS

Berdasarkan kasus yang penulis peroleh dari Pengadilan Negeri Medan dengan No.01/Pid.S/2014./PN.Mdn. Maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

Kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa adalah Perbuatan yang diatur dalam Pasal 310 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yakni “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp.18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah)”. Berdasarkan ketentuan pidana yang dirumuskan pasal 310 tersebut diatas, maka unsur- unsurnya terdiri atas :

1. Setiap orang 2. Dengan sengaja

3. Pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih. Terdakwa yang melakukan kejahatan tersebut dalam proses pemeriksaan di persidangan telah terbukti memenuhi unsur-unsur dari ketentuan pasal 310 tersebut diatas, yakni sebagai berikut :

1. Unsur Setiap Orang

Unsur orang dalam hal ini adalah Jekson Situmorang yang dalam kasus ini telah memberikan keterangan yang membenarkan bahwa dirinya telah melakukan tindak pidana penggunaan C6 milik orang lain. Berdasarkan fakta yang di persidangan bahwa terdakwa mampu dan cakap hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Sehingga unsur setiap orang tersebut telah dipenuhi oleh terdakwa

2. Unsur Dengan Sengaja : Pada Saat Pemungutan Suara Mengaku Dirinya Sebagai Orang Lain

Berdasarkan keterangan saksi serta keterangan terdakwa yang mengakui telah menggunakan C6 milik orang lain dan melakukannya dalam keadaan sadar. Terdakwa juga mengetahui bahwa formulir C6 yang dipergunakannya adalah milik orang lain dan dengan sadar menerima uang sebesar Rp.30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) sebagai balasan atas pemberian suara yang diberikan oleh terdakwa. Sehingga unsur dengan

sengaja terbukti dilakukan oleh terdakwa pada saat pemungutan suara yang mengaku dirinya sebagai orang lain

Fakta di persidangan, keterangan para saksi dan terdakwa, serta barang- barang bukti sehingga terdakwa Jekson Situmorang terbukti telah melakukan tindak pidana Perbuatan mengaku dirinya sebagai orang lain dan terdakwa haruslah mempertanggungjawabkan perbuatanya tersebut.

3. Pasal 310 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 , menetapkan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp.18.000.000,- (delapan belas juta rupiah).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan berdasarkan putusannya menjatuhi hukuman kepada terdakwa Jekson Situmorang dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan dan denda sejumlah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) hari.

Panwaslu Kota Medan dalam kasus ini berperan dalam hal melakukan penerimaan laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan Umum. Dimana pada saat terjadinya penggunaan C6 milik orang lain tersebut yang pertama kali ditemukan oleh Panita Pemungutan Suara yang kemudian dilaporkan kepada Pengawas Pemilu Lapangan dan diteruskan kepada Pengawas Pemilu Kecamatan dan diserahkan langsung ke Panwaslu Kota Medan. Dalam hal ini, Panwaslu Kota Medan beserta jajaran Pengawas Pemilu Kecamatan dan Lapangan dianggap telah melakukan kinerja yang baik dan melaksanakan kewajibannya. Hal ini dapat dilihat bahwa saat

kejadian dugaan pelanggaran terjadi, pihak Pengawas langsung memproses dugaan pelanggaran tersebut di hari dan waktu yang sama yakni pada tanggal 09 April 2014 saat pesta demokrasi rakyat tersebut berlangsung.

Panwaslu Kota Medan yang telah menerima laporan maka selanjutnya akan menggelar kasus di dalam SENTRA GAKKUMDU yang terdiri dari Kepolisian dan Kejaksaan yang didalamnya akan mengkaji berdasarkan barang- barang bukti yang berhasil dikumpulkan, apakah laporan dugaan pelanggaran tersebut termasuk kedalam tindak pidana Pemilihan Umum atau tidak termasuk kedalamnya. Pada saat pengkajian kasus ini, Panwaslu Kota Medan dengan adanya SENTRA GAKKUMDU berhasil memanggil para saksi yang terdiri atas Ketua Panwaslu Kota Medan sendiri yakni Helen N.M.Napitupulu, afrijon,dan M.Gading Hasyim Nasution yang merupakan pihak dari panitia penyelanggaraan Pemilihan Umum dan Pengawas Pemilihan Umum. Kemudian SENTRA GAKKUMDU semakin menguatkan bahwa kasus tersebut termasuk ke dalam tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif dengan berhasil mengumpulkan barang bukti :

1) 1 (satu) lembar uang kontan Rp.20.000,-(dua puluh ribu rupiah) ; 2) 1 (satu) lembar uang kontan Rp.10.000,-(sepuluh ribu rupiah) 3) 2 (dua) lembar surat undangan (Formulir C 6) An. Daniel Aruan

dan Rioyanti Manurung;

4) Daftar hadir pemilih TPS 03 Kel. Sudirejo II kec. Medan Kota; 5) DPT TPS 03 Kel. Sudirejo II Kec. Medan Kota

6) 1(satu) KTP asli An. JEKSON SITUMORANG;

Panwaslu Kota Medan sering mengalami hambatan dalam pengumpulan barang bukt terhadap berbagai laporan dugaan mengenai pelanggaran Pemilihan

Umum. Namun dalam kasus yang melibatkan Jekson Situmorang ini, Panwaslu Kota Medan dapat dengan mudah menemukan barang bukti tersebut. Hal ini tidak terlepas dari kinerja Panwaslu serta tersangka sendiri yang mengakui perbuatannya. Kasus tersebut bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Medan dan menetapkan Jekson Situmorang sebagai terdakwa.

Peran Panwaslu Kota Medan pada kasus ini, dalam menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum lebih bersifat upaya penal atau dengan kata lain lebih bersifat penindakan. Kasus C6 merupakan salah satu tindak pidana yang banyak terjadi di Kota Medan pada Pemilihan Umum Legislatif di Tahun Formulir C6 yang bertujuan sebagai undangan untuk memilih pada Pemilihan Umum Legislatif. Kasus ini juga menjadi salah satu tindak pidana yang banyak ditemukan oleh dan menjadi kasus yang paling banyak diterima oleh Panwaslu Kota Medan dan hingga saat ini masih sulit untuk melakukan pengawasan terhadap prosedur penggunaan C6 ini.

Formulir C6 yang merupakan pemberitahuan atau undangan kepada masyarakat untuk memberikan hak suaranya pada saat Pemilihan Umum Legislatif, merupakan hasil dari ketetapan KPU, KPU Provinsi,dan KPU Kabupaten/Kota, dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap.73

73

R.I.,Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang “Penyelenggaraan Pemilihan Umum”,Bab 1,Bagian kedelapan,Paragraf 1, Pasal 42.

Setelah KPU menetapkan daftar pemilih tetap, maka KPU akan mengirimkan formulir tersebut kepada daerah pemungutan suara yang selanjutnya oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan memberikan formulir C6 yakni formulir untuk memberikan hak suara

memilih kepada sang pemilih. Penyerahan formulir C6 ini berlangsung paling lama 3 (tiga) hari sebelum jadwal pemungutan suara. Prosedur selanjutnya adalah jika dalam 3 (tiga) hari sebelum pemungutan suara, pemilih yang sudah terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih tambahan (DPtb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang ditujukan bagi penyandang cacat, belum menerima formulir C6 atau formulir teleh diterima kemudian hilang, maka pemilih dapat meminta kepada Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setempat dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) atau identitas lainnya.74

Peran Panwaslu Kota Medan dalam hal ini adalah seharusnya tidak dapat mengganggap bahwa kelemahan yang terdapat pada KPU bukan bagian dari

Dari segi prosedur tersebut pelaksaaan pembagian formulir C6 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga pada saat ditemukannya Daftar Pemilih Tambahan ataupun Formulir C6 sendiri dinyatakan hilang, pihak penyelenggara Pemilihan Umum Legislatif berusaha tetap melayani masyarakat agar mereka tetap memiliki hak untuk memilih. Sehingga pada dasarnya kedudukan formulir C6 sendiri adalah selain memberikan hak suara kepada pemilih yang telah terdaftar juga untuk menghindari terjadinya penggunaan hak suara atas nama orang lain ataupun menggunakan hak suara lebih dari satu kali. Dimana hal ini sangat merugikan banyak pihak dan melanggar asas Pemilihan Umum itu sendiri. Namun hal yang terjadi di dalam masyakat masih terdapat penyalahgunaan penggunaan formulir C6 tersebut yang mengakibatkan adanya pelanggaran tindak pidana Pemilihan Umum.

tanggungjawabnya dikarenakan perbedaan instansi. Hal yang disebabkan masing- masing instansi penyelenggaraan Pemilu menjadi tanggung jawab bersama demi menyukseskan Pemilihan Umum yang sesuai dengan ketentuan. Panwaslu tetaplah menjadi pendamping para instansi tersebut dalam melaksanakan tugasnya hingga hal-hal yang kemungkinan terjadi seperti tindak pidana Pemilihan Umum akan menjadi pekerjaan rumah terhadap Panwaslu sendiri. Khususnya Panwaslu Kota Medan yang akan berperan sebagai pengawas proses Pemilihan Umum hingga menyelesaikan temuan dan laporan dugaan pelanggaran Pemilihan Umum tersebut.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang hanya menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) bulan dan denda sejumlah uang Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) hari. Menurut penulis, hal ini tidak mewujudkan tujuan pemidanaan itu sendiri dan akan menjadi beban tersendiri bagi Panwaslu Kota Medan. Mengingat perbuatan terdakwa Jekson Situmorang dengan sengaja atau menyadari perbuatannya mengaku sebagai orang lain dalam melakukan pemungutan suara terhadap wakil rakyat. Dan didalam pertimbangan Hakim, Hakim berpendapat hal yang memberatkan terdakwa adalalah perbuatan terdakwa telah mengurangi kredibilitas agenda nasional dalam kegiatan Pemilihan Umum. Seharusnya Majelis Hakim memberikan hukuman yang lebih memberatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 yakni pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000,- (delapan belas juta rupiah).

Menurut pendapat Richard D.Schwartz dan Jerome H.Sknolnck dalam buku Hukum Penitensier, tulisan Dr.Marlina,S.H.M.Hum, mengemukakan bahwa sanksi pidana dimaksudkan untuk, mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana (to prevent recidivism), mencegah orang lain melakukan perbuatan yang sama seperti yang dilakukan si terpidana (to deterother from the performance of similar acts), menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas (to provide a channel for the expression of retaliatory motives)75

75

Dr.Marlina, Hukum Penitensier,(Bandung,PT.Refika Aditama,2011) hal.23

. Berdasarkan tujuan pemidanaan sendiri, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan tidak akan memberikan efek jera bagi terdakwa serta masyarakat pada umumnya. Mengingat proses Pemilihan Umum adalah yang terlihat mudah namun memberikan efek besar bagi sistem pemerintahan Indonesia. Suara rakyat yang akan menentukan bagaimana Indonesia kedepannya dan bagaimana pemerintahan akan dijalankan. Panwaslu Kota Medan telah melakukan semua upaya penanggulangan untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan pemilihan umum dari waktu ke waktu, yang diawali dengan upaya penanggulangan yang bersifat non penal hingga yang bersifat penal. Hal yang diharapkan adalah instansi selanjutnya bagaimana menuntaskan tindak pidana Pemilihan Umum tersebut akan diselesaikan dengan penjatuhan pidana bagi terdakwa. Seharusnya ada kerjasama yang baik diantara instansi-instansi tersebut. Setidaknya isntansi lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan tidak menganggap tindak pidana Pemilihan Umum ini sesuatu hal tindak pidana yang biasa dan tidak terlalu mempengaruhi keadaan stabilitas masyarakat. Sehingga proses penyelenggaraan Pemilihan Umum dan peran

Panwaslu dapat berjalan dengan baik dan tindak pidana pemilihan umum mengalami penurunan di setiap pesta demokrasi Indonesia.

4. Upaya Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur “Non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.76

Panwaslu dalam hal menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif secara umum, memiliki peran besar dalam hal menanggulangi terjadinya tindak pidana yang terjadi saat sebelum Pemilihan Umum berlangsung ataupun Pemilihan Umum telah berlangsung. Sesuai dengan defenisinya yang tercantum pada Pasal 1 angka 23 Peraturan Bawaslu Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengawasan Pemilihan umum, Panitia Pengawas Pemilihan Umum adalah “Kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai proses penyelenggaraan Pemilihan Umum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sehingga langkah awal dalam upaya penanggulangan tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif adalah dengan cara Pencegahan.

Pencegahan yang dilakukan dengan tindakan langkah-langkah dan upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran dan/atau indikasi awal pelanggaran. Mekanisme pencegahan tersebut dilakukan pada setiap tahapan

di-kenal-oleh-hukum-pidana, diakses pada Tanggal 07 November 2014.

Pemilihan Umum dan Non-tahapan Pemilihan Umum. Tindakan pencegahan tersebut terdiri atas :

a. Penguatan koordinasi antar lembaga dalam mencegah terjadinya pelanggaran

b. Peningkatan kerjasama antar lembaga

c. Peningkatan transparansi dan akuntabilitasi pelaksanaan Pemilihan Umum

d. Pelaksanaan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Pemilihan Umum

e. Gerakan sejuta relawan Pengawas Pemilihan Umum (Kurang lebih 6 (Enam) ribu relawan) dan

f. Kegiatan-kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.77

Panwaslu Kota Medan secara khusus, telah menerapkan hal-hal yang menjadi bagian kewajibannya dalam melakukan upaya non penal atau yang disebut upaya pencegahan terjadinya tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif. Upaya-upaya non penal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Upaya penanggulangan ini dilakukan sebelum berlangsungnya proses Pemilihan Umum Legislatif di Kota Medan pada tahun 2014, yakni dengan adanya kegiatan Sosialisasi yang diadakan oleh Pemerintahan Kota Medan bekerjasama oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan yang saling bekerjasama untuk mewujudkan keamanan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2014. Sosialisasi ini bertujuan agar memberikan informasi dan memberikan pemahaman seluas-luasnya a.Mengadakan Penyuluhan Hukum

kepada masyarakat tentang pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Kota Medan agar berjalan dengan lancar dan sukses serta memberikan pengarahan agar tidak terjadinya pelanggaran Pemilihan Umum khususnya tindak pidana pemilihan umum.

2) Dalam menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif pada tahun 2014, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan mengadakan sebuah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap dapat menjadi panutan dalam masyarakat serta kalangan mahasiswa. Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) ini akan turut serta dalam sosialisasi berupa Seminar yang diadakan di daerah-daerah tempat proses Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014 berlangsung. Seminar tersebut bertujuan agar masyarakat dapat berperan dalam proses pengawasan Pemilihan Umum Legislatif yang terdiri atas memberikan informasi hal-hal yang merupakan tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif, proses pengawasan saat berlangsungnya Pemilihan Umum Legislatif hingga selesainya proses Pemilihan Umum Legislatif tersebut, hingga tata cara melapor kepada Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan ketika menemukan temuan adanya dugaan tindak pidana Pemilihan Umum. Para anggota Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) ini dalam melaksanakan tugasnya membantu kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan memiliki komitmen yang tinggi dalam mendukung proses Pemilihan Umum Legislatif yang

sesuai dengan prosedurnya dan terhindar dari pelanggaran tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif walaupun mereka hanya diberikan biaya operasional pekerjaan saja.

3) Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan secara khusus, membentuk adanya Sentra GAKKUMDU yang merupakan kerja sama Panwaslu dengan instansi Kejaksaan Negeri Medan dan Kepolisian Medan. Sentra GAKKUMDU ini, juga melakukan seminar kepada masyarakat yang akan lebih menjelaskan mengenai jenis-jenis tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif , proses penanganan dan penyelesaian tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif dan akan melakukan sesi Tanya-jawab antara masyarakat dengan pihak Kejaksaan Negeri Medan serta Kepolisian Medan tersebut.

b.

1) Terdapatnya relawan-relawan yang direkrut dari kaum muda yang membantu dalam proses sosialisasi ke masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memberikan hak suara dalam menyukseskan Pemilihan Umum Legislatif 2014 yang merupakan awal pesta demokrasi bangsa Indonesia di tahun 2014 menuju Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Gerakan Relawan Panwaslu

2) Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan, juga mengadakan “Gerakan Sejuta Relawan”. Disamping terdapatnya relawan-relawan yang direkrut pada saat sosialisasi mengenai kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memberikan hak suara

serta sosialisasi mengenai tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif, Relawan yang terdiri atas masyarakat sekitar Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan mahasiswa yang dianggap sebagai kaum intelektual akan berfungsi sebagai Pengawas Lapangan pada saat sebelum berlangsungnya Pemilihan Umum Legislatif, berlangsungnya proses Pemilihan Umum Legislatif, hingga selesainya proses Pemilihan Umum Legislatif tersebut. Relawan pengawas lapangan tersebut akan memantau proses Pemilihan Umum Legislatif dari segi apakah terdapat pelanggaran tindak pidana Pemilihan Umum yang terjadi dan memantau apakah setelah masa kampanye, terdapat pihak yang melakukan tindak pidana Pemilihan Umum tersebut. Apabila ditemukan dugaan tindak pidana Pemilihan Umum, maka relawan pengawas lapangan tersebut akan melaporkan temuannya kepada Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Medan sesuai dengan prosedur laporan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD,dan DPRD.78

78

Hasil Wawancara dengan IBU HELEN M.N. NAPITUPULU (Ketua Panwaslu Kota Medan) pada Hari Senin, Tanggal 13 Oktober 2014,Pukul 13.30

BAB IV

HAMBATAN YANG DIHADAPI PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN