• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF

B. Upaya yang dilakukan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (PANWASLU KOTA MEDAN) dalam menghadapi Hambatan

terhadap penanggulangan Tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif. Penulis dalam bab sebelumnya, telah memaparkan mengenai peranan Panwaslu dalam menanggulangi tindak pidana Pemilu Legislatif dan kita juga telah melihat hal-hal yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Panwaslu Kota Medan dalam menanggulangi tindak pidana Pemilu Legislatif tersebut. Maka dalam bab ini penulis juga akan memaparkan bagaimana dan sejauh apa upaya yang dimiliki dan diterapkan oleh Panwaslu Kota Medan dalam menghadapi hambatan tersebut. Menghadapi hambatan yang terjadi dalam upaya penanggulangan tindak pidana Pemilu Legislatif yang terjadi di Kota Medan, tentunya Panwaslu Kota Medan mempunyai beberapa upaya dalam hal penanggulangan terjadinya tindak pidana Pemilu Legislatif tersebut dalam segi hambatan yang dihadapi oleh Panwaslu Kota Medan sendiri.

Panwaslu Kota Medan dalam hal menjawab hambatan tersebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang lama. Ketentuan mengenai bertambahnya anggota Pengawas Lapangan yang dari hanya 1 (satu) orang menjadi 5 (lima) orang sehingga hambatan yang terdapat seperti kekurangan sumber daya manusia dapat teratasi dan efektivitas pengawasan di lapangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dapat berjalan dengan baik. Di samping hal tersebut, terdapatnya pertambahan waktu yang diberikan kepada

Panwaslu Kota Medan dalam menganalisis serta menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran pidana Pemilu Legislatif yang memungkinkan Panwaslu dapat mengumpulkan alat-alat bukti serta menghadirkan saksi sehingga laporan tersebut dapat diteruskan kepada Kepolisian agar dapat ditindaklanjutin. Mengingat banyaknya laporan yang masuk tidak diteruskan oleh Sentra GAKKUMDU dengan alasan tidak cukupnya alat bukti dan tidak hadirnya para saksi menjadi hambatan tersendiri bagi Panwaslu Kota Medan dalam menanggulangi Tindak Pidana Pemilihan Umum Legislatif.

Panwaslu Kota Medan bertindak dalam menghadapi hambatan dalam menanggulangi tindak pidana Pemiilihan Umum Legislatif, maka Panwaslu Kota medan sendiri telah mengadakan proses sosialisasi diantara lembaga-lembaga yang selama ini bekerja sama dengan Panwaslu. Sebuah pemikiran untuk meniadakannya Sentra GAKKUMDU adalah salah satu upaya tersebut. Hal ini beranjak dari kenyataan yang terjadi saat proses penyelesaian laporan dugaan pelanggaran Pemilu Legislatif tersebut, dimana pihak Instansi Kejaksaan dan Kepolisian yang tidak hadir setelah mendapatkan undangan pemanggilan dari Panwaslu sendiri dalam menyelesaikan proses laporan tersebut. Hal ini berdampak kepada Panwaslu yang akan memunculkan asumsi masyarakat bahwa keberadaan Panwaslu sebagai Lembaga yang mengawasi proses Pemilihan Umum serta lembaga yang menerima dugaan Laporan pidana Pemilu tersebut tidak berjalan. Banyak laporan-laporan yang tidak terselesaikan dan terabaikan hingga lewat dari waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang untuk diselesaikan. Pemikiran yang dianggap sebagai bentuk Panwaslu dalam menghadapi hambatan

tersebut, diharapkan bahwa Panwaslu menjadi lembaga satu-satunya yang memproses dugaan pidana Pemilu Legislatif sehingga semua laporan yang masuk dapat diselesaikan dengan mudah dan keberadaan Kepolisian dan instansi Kejaksaan dapat menyelesaikan kasus Pidana Pemilu Legislatif tersebut seperti menghadapi dan menyelesaikan tindak pidana umum. Atau dengan kata lain, Panwaslu Kota Medan akan menerima laporan dugaan pidana Pemilu dan menjalankan proses Sentra GAKKUMDU tanpa lembaga lainnya dan setelah menyatakan bahwa laporan tersebut benar merupakan suatu tindak pidana Pemilu disertai dengan alat-alat bukti maka akan diserahkan kepada Kepolisian untuk ditindaklanjuti,seperti peran Kepolisian dalam menindaklanjutin sebuah pidana umum.

Pantia Pengawas Kecamatan yang mempunyai kedudukan, berdasarkan hambatan yang dialami oleh Panwaslu dalam melaksanakan pengawasan dan penanggulangan tindak pidana Pemilu Legislatif yakni tidak adanya pengakuan dari masyarakat serta kurangnya efektivitas terhadap laporan yang ditemukan oleh Panitia Pengawas Kecamatan yang tidak dapat diselesaikan secara langsung melainkan harus melalui Panwaslu Kabupaten/Kota. Sehingga upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut adalah seharusnya terdapatnya ketentuan baru di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang memberikan kewenangan terhadap Panitia Pengawas Kecamatan untuk menyelesaikan kasus temuan atau laporan dugaan Pemilu untuk diselesaikan secara langsung. Panitia Pengawas Kecamatan dianggap sebagai pihak yang dapat menyelesaikan temuan tersebut dengan dasar

bahwa Panwas Kecamatan akan dengan mudah menemukan alat-alat bukti dan menghadirkan saksi serta lebih mengetahui kronologis terjadinya tindak pidana Pemilu Legislatif tersebut dikarenakan pengawasan yang dilakukannya masih meliputi ruang lingkup yang kecil yang hanya terdiri dari beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS), tidak seperti halnya Panwaslu Kabupaten/Kota yang menerima semua laporan dugaan pidana Pemilu dari Panwaslu Kecamatan yang berada di wilayahnya. Dapat dilihat bagaimana kedudukan Panwaslu Kota Medan dalam menghadapi semua kasus dugaan pidana Pemilu apabila ruang lingkup Panwaslu Kota Medan terdiri dari banyak Kecamatan dan ratusan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sehingga wacana untuk memberikan kewenangan langsung kepada Panwaslu Kecamatan dianggap sebagai upaya untuk menghadapi hambatan yang dihadapi oleh Panwaslu Kota Medan sendiri.

Panwaslu kota Medan dalam hal melakukan berbagai upaya-upaya penanggulangan yang dilakukan lebih banyak masih merupakan sebuah pemikiran atau wacana yang seharusnya diterapkan pada Pemilihan Umum selanjutnya sehingga tidak terdapat hambatan-hambatan yang dialami oleh Panwaslu sendiri dan kinerja Panwaslu Kota Medan dapat berjalan semestinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini didasari oleh Pemilihan Umum yang hanya berlangsung pada waktu tertentu dan kedudukan Panwaslu sendiri yang masih bersifat Ad Hoc.88

88

Hasil Wawancara dengan IBU HELEN M.N. NAPITUPULU (Ketua Panwaslu Kota Medan) pada Hari Senin, 13 Oktober 2014,Pukul 13.30

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulis setelah melakukan pembahasan dan penelitian terhadap permasalahan yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, maka sampailah pada suatu kesimpulan dari pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam poin-poin sebagai berikut :

1. Bentuk–bentuk perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana Pemilu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 260 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah terdiri atas kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan pemilu diatur pada pasal 292 pasal 321 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan ketentuan mengenai pelanggaran Pemilu diatur dalam pasal 273-pasal 291 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

2. Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu Kota Medan) dalam menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif dilakukan melalui upaya penal bersifat Represive yang diputus melalui peradilan pidana yang terbukti pada contoh kasus berupa Putusan No.01/Pid.S/2014./PN.Mdn. Kemudian terdapatnya upaya non penal yang bersifat pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana Pemilihan Umum yang terdiri atas penyuhan hukum

dan gerakan relawan Panwaslu. Peranan Panwaslu tersebut juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatur mengenai tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/Kota.

3. Hambatan yang dihadapi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu Kota Medan) dalam menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum terdiri atas Hambatan Internal yang terdiri atas Panwaslu yang bersifat Ad Hoc, kurangnya Sumber daya Manusia, hingga dari segi anggaran. Hambatan Eksternal atau dari luar Panwaslu sendiri adalah sulitnya terjalin kerja sama yang baik dengan instansi terkait, pengumpulan alat-alat bukti, hingga kurangnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana Pemilihan Umum itu sendiri

B. Saran

Penulis melalui hasil penelitian ini yang telah diuraikan dalam kesimpulan diatas, maka penulis juga mempunyai saran-saran dan harapan yang berhubungan dengan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif. Adapun saran dari penulis akan diuraikan dalam poin-poin sebagai berikut :

1. Kedudukan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota haruslah mengalami perubahan yang awalnya bersifat Ad Hoc menjadi bersifat tetap. Sebagaimana yang terjadi pada kedudukan Bawaslu. Hal ini akan memberikan kemudahan bagi Panwaslu dalam hal menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum yang terjadi.

2. Panwaslu diberikan wewenang secara langsung dalam hal menyelesaikan kasus laporan dugaan tindak pidana Pemilihan Umum dari proses pengumpulan alat-alat bukti, pemanggilan saksi, hingga pengklasifikasian laporan atau temuan tersebut. Dalm artian menghapuskan Sentra GAKKUMUDU yang dianggap tidak berjalan efektif dikarenakan pihak Kepolisian dan pihak Kejaksaan yang sulit dihadirkan pada saat musyawarah penyelesaian kasus di Panwaslu.

3. Pihak penegak hukum yang tergabung yakni pihak Kepolisian dan Kejaksaan di dalam Sentra GAKKUMDU agar lebih baik kehadirannya dan kepedulian terhadap kasus tindak pidana Pemilihan Umum yang terjadi. Hal ini bertujuan agar laporan yang diterima oleh Panwaslu dapat diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku.

4. Lembaga-lembaga Penyelenggaraan Pemilihan Umum lainnya, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih teliti dalam menjalankan tugasnya agar hal- hal seperti penyalahgunaan Daftar pemilih tetap tidak terulang lagi. Serta perlu adanya komunikasi yang terjalin dengan baik antara KPU dengan Panwaslu sebagai pihak yang mengawasi proses Pemilihan Umum Legislatif. 5. Peraturan Perundang-undangan agar memberikan kewenangan yang lebih luas

dan ketentuan yang lebih baik terhadap Panwaslu. Khususnya terhadap batasan waktu yang ditentukan dalam menyelesaikan laporan dugaan tindak pidana Pemilu Legislatif dan jumlah keanggotaan Panwaslu agar proses penyelesaiannya berjalan dengan baik serta semua laporan dapat diselesaikan secara keseluruhan. Hal ini juga akan mewujudkan Pemilihan Umum yang sesuai dengan tujuannya.

6. Aparat penegak hukum terutama terhadap Majelis Hakim untuk memberikan pertimbangan yang sesuai dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa dan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku sebagai upaya dalam mewujudkan hukum yang sesuai dengan kebenaran, keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum dalam menjatuhkan suatu putusan.