• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Kultural, Sosiologis dan Psikologis Keluarga

HASIL PENELITIAN KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

A. Data Kultural, Sosiologis dan Psikologis Keluarga

Responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah 4 (empat) keluarga dengan latar belakang yang berbeda yang ada di masyarakat Rt 003/011. Untuk mendapatkan data kultural, masing-masing individu baik ayah dan ibu dalam 1 keluarga menerima pertanyaan yaitu: Dimanakah bapak atau ibu lahir? Sejak tahun berapa bapak atau ibu tinggal di Jakarta? dan untuk anak yaitu: dimanakah saudara lahir? Dapatkah saudara ceritakan latar belakang pendidikan saudara? Begitu juga dengan data sosiologis, yaitu apa pekerjaan bapak saat ini? Apakah bapak, ibu atau saudara aktif dalam bermasyarakat? Untuk mengetahui data psikologis peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing individu (ayah, ibu dan anak), yaitu: bagaimana pendapat mengenai sifat dan sikap anak anda? dan untuk anak yaitu: bagaimana pendapat saudara mengenai sifat dan sikap orang tua anda? Ayah dan ibu? Dan masing-masing jawaban dari responden adalah sebagai berikut:

1. Keluarga Pertama

Data Keluarga A

Kategori Kultural Sosiologis Psikologis

Ayah Tegal, Jawa Tengah

1.Wiraswasta dalam bidang perbengkelan di daerah Rawamangun dan bangunan di Tambun.

2.Aktif di masyarakat dalam bidang keagamaan, misalnya kepengurusan masjid. 1.Keras 2.Tegas 3.Penyayang 4.Sedikit emosional Ibu Pekalongan, Jawa Tengah

1.Ibu rumah tangga

2.Dalam masyarakat aktif dalam bidang keagamaan, misalnya pengajian ibu-ibu.

1.Penyayang 2.Tidak banyak bicara 3.Mudah emosi Anak Jakarta 1.Mahasiswi Universitas di

Jakarta semester 6.

2.Guru Taman Kanak-Kanak parttime di Duren Sawit. 3.Karang taruna RT dan RW.

1.Manja 2.banyak bicara 3.Jujur 4.Selalu ceria Data Kultural

Keluarga yang pertama terdiri dari ayah, ibu dan 3 (tiga) orang anak. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Tegal, tetapi sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) beliau sudah berada di Jakarta tepatnya tahun 1958 hingga sekarang. Ibu lahir dan tumbuh besar di Pekalongan, dan tinggal di Jakarta setelah menikah pada tahun 1980. Ketiga anak mereka lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu A anak ketiga mereka. A lahir dan tumbuh besar di Jakarta, A melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di kota Solo Jawa Tengah selama enam tahun, kemudian melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Ayah dan ibu di keluarga ini jika berkomunikasi menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa, tetapi terhadap

anak-anaknya mereka mereka menggunakan bahasa Indonesia, karena walaupun anak-anak mereka paham apabila mereka berbicara menggunakan bahasa daerah tetapi mereka tidak bisa memberikan respon dengan menggunakan bahasa daerah yang sama pula.

Data Sosiologis

Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dalam bidang perbengkelan di Rawamangun dan bangunan di Tambun. Ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Dua orang anaknya sudah bekerja, dan saat ini A tercatat sebagai mahasiswi di sebuah Universitas Negeri di Jakarta dan sekarang pun A telah bekerja sampingan sebagai guru parttime di sebuah Taman Kanak-Kanak (TK) di Duren Sawit. Dalam bermasyarakat pun baik ayah, ibu dan A terbilang cukup aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan sekitarnya, dari kegiatan keagamaan seperti kepengurusan masjid Al-Muhajirin, pengajian ibu-ibu maupun kegiatan sosial seperti karang taruna RT dan RW.

Data Psikologis

Menurut A ayahnya adalah sosok yang mempunyai karakter yang keras dan tegas tetapi penyayang. Kadang sangat peka perasaannya dan mudah emosi bila sedang marah. Tidak pernah terlihat sedih. Banyak bicara bila senang.

Ibu menurut A adalah sosok ibu yang sangat penyayang. Tidak terbuka dan tidak juga tertutup jadi dapat dikatakan pendiam. Mengomel bila sedang marah dan senang sekali bercerita bila ia sedang senang. Selalu memberikan hadiah bila anaknya berbuat suatu kebaikan, misalnya nilai akademik yang bagus.

Menurut orang tuanya A adalah anak yang selalu terbuka, suka bercerita, selalu pamit dan mengatakan tujuannya jika hendak bepergian, manja (kolokan), selalu marah bila apa yang ia mau tidak segera dibelikan, dan tidak pernah terlihat sedih.

Karena apa yang dibutuhkan oleh anaknya akan dipenuhi. Semua orang dalam keluarga ini baik ayah, ibu dan anak saling berkomunikasi. Mereka membicarakan semua hal, baik hal-hal yang bersifat santai maupun serius. Satu sama lain saling mengisi, menjalankan apa yang telah menjadi tugasnya dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan masing-masing individu dalam keluarga. Tetapi dalam hal menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi misalnya, cerita tentang teman dekat yang dia sukai dia tidak dapat menceritakan. Dia lebih bisa mengutarakan tentang isi hatinya kepada kakak perempuannya, karena perasaan takut dimarahi apabila ia katakan kepada ayahnya.

2. Keluarga Kedua

Tabel 2 Data Keluarga B

Kategori Kultural Sosiologis Psikologis

Ayah Purwodadi, Semarang, Jawa Tengah

1.Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta Pusat.

2.Aktif di masyarakat khususnya dalam bidang keagamaan, misalnya kepengurusan masjid. 1.Keras 2.Tegas 3.Penyayang 4.Agak pendiam 5.Sedikit otoriter Ibu Jakarta 1.Ibu rumah tangga

2.Dalam masyarakat aktif dalam bidang keagamaan, misalnya pengajian ibu-ibu. 3.Guru Taman Pendidikan

Qur’an (TPQ) di masjid Al-Muhajirin. 1.Banyak bicara 2.Penyayang 3.Pengertian 4.Mudah Bergaul

Anak Jakarta 1.Mahasiswa Universitas Islam di Jakarta semester 6. 2.Karang taruna RT.

1.Supel

2.Agak pendiam 3.Bertanggung

jawab jika diberi amanat 4.Mau belajar

Data Kultural

Keluarga yang kedua terdiri dari ayah, ibu dan 3 (tiga) orang anak. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Purwodadi Jawa Tengah, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atasnya di Jakarta pada tahun 1969 hingga sekarang. Ibu lahir dan tumbuh besar di Jakarta, walaupun kedua orang tuanya keturunan Jawa. Ketiga anak mereka pun lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu B anak kedua mereka. B Lahir dan tumbuh besar di Jakarta. B melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di Banten, kemudian kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliahnya. Bahasa yang digunakan dalam keluarga ini adalah bahasa Indonesia, karena adanya dua budaya di keluarga ini, yaitu Jawa dan Betawi dan juga dikarenakan ayahnya yang sudah lama tinggal di Jakarta.

Data Sosiologis

Ayahnya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta Pusat dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan guru Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) setiap sorenya. Anak pertama mereka telah bekerja di sebuah perusahaan swasta, saat ini B tercatat sebagai mahasiswa semester 6 di sebuah Universitas Islam di Jakarta. Dan anak terakhir mereka saat ini tercatat sebagai siswa kelas 2 di sebuah Madrasah Aliyah di Jakarta. Dalam bermasyarakat ayah, ibu dan B cukup aktif dan dikenal dalam masyarakat, seperti kepengurusan masjid, pengajian ibu-ibu dan karang taruna RT.

Data Psikologis

Sosok ayah menurut B adalah ayah yang keras, agak pendiam tapi penyayang. Jika sedang sedih ayah diam, jika senang suka cerita.

Ibu bagi B adalah ibu yang baik dan dapat menjadi teman, kakak sekaligus sahabat. Ibu yang penyayang, pengertian, banyak bicara (cerewet), lembut dan mudah bergaul dengan siapa saja. Jika sedih ibu diam dan menangis, kalau senang ibu senang sekali bercerita.

Menurut ibu dan bapak B adalah seorang anak yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugas ataupun bila diberi amanat, selalu ingin belajar bila ia tidak mengetahui ataupun tidak memahami suatu mata kuliah, mudah bergaul dengan orang yang baru ia kenal, suka menunda-nunda pekerjaan bila diperintah oleh orang tua, tidak menyelesaikan masalah yang terjadi dalam keluarga (menghindar dengan cara pergi dari rumah) bila ada konflik internal (di rumah) tetapi bila ada konflik eksternal (dengan teman) segera diselesaikannya. Agak tertutup bila berbicara tentang masalah pribadi, misalnya menceritakan teman perempuan terdekat (pacar).

Ayah dalam keluarga ini jarang berbicara kalau tidak perlu. Yang paling aktif berbicara di keluarga ini adalah ibu dan anak pertama mereka. B dan adiknya tidak banyak bicara dalam keluarga. Karena B dapat dikatakan sangat aktif dalam kegiatan di kampus, jadi jarang sekali pulang ke rumah. Dari 7 hari dalam seminggu hanya 3 hari B berada di rumah dan sisa hari-harinya banyak dihabiskan di luar rumah, seperti kostan dan kampus. Setiap kali pulang ke rumah, ibunyalah yang sering berkomunikasi dengan B, karena keberadaan ibu yang selalu ada di rumah setiap harinya. Sikap B cenderung tertutup. Hanya kepada beberapa orang

tertentu saja dia dapat mengutarakan isi hatinya. Tapi baik ayah maupun ibunya menyukai sikap B yang bertanggung jawab dalam menjalankan suatu amanat.

3. Keluarga Ketiga

Tabel 3 Data Keluarga C

Kategori Kultural Sosiologis Psikologis

Ayah Tasikmalaya, Jawa Barat.

1.Supir truk 1.Cuek

2.Tidak perhatian

dengan anak 3. Pilih kasih 4.Banyak tuntutan Ibu Yogyakarta 1.Ibu rumah tangga

2.Dalam masyarakat aktif dalam bidang keagamaan, misalnya pengajian ibu-ibu. 1.Banyak bicara 2.Keras 3.Terlalu otoriter 4.Banyak tuntutan terhadap anak. Anak Jakarta 1.Mahasiswi Universitas di

Lombok, Nusa Tenggara Barat.

2.Guru honorer di SMK 3.Karang taruna RT dan

RW. 1.Baik 2.Penuh sopan santun 3.Jujur 4.Agak malas 5.Agak pendiam Data Kultural

Keluarga ketiga terdiri dari seorang ibu dan 3 (tiga) orang anak, karena ia telah berpisah dengan suaminya. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh seorang ayah yang lahir dan tumbuh di Tasikmalaya, ibu yang lahir dan tumbuh besar di Yogyakarta, kemudian kerja di Jakarta tahun 1978 hingga sekarang. Ketiga anaknya lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam

penelitian ini yaitu C anak keduanya. Yang lahir dan tumbuh besar di Jakarta, kemudian melanjutkan kuliahnya di Lombok Nusa Tenggara Barat.

Data Sosiologis

Karena sudah lama berpisah dengan suami, dan pekerjaan ibu C hanya sebagai ibu rumah tangga maka yang mencari nafkah untuk keluarga ini adalah anak pertama yang sudah berkeluarga dan tinggal satu atap dengannya. Tetapi setelah anak pertamanya mempunyai rumah sendiri, maka dialah yang mencari nafkah untuk anak-anaknya. Dalam bermasyarakat baik ibu maupun C dikenal cukup baik dan mau bergabung dalam aktivitas ataupun kegiatan yang ada di lingkungannya, kegiatan yang bersifat keagamaan ataupun sosial seperti pengajian ibu-ibu dan karang taruna RT dan RW.

Data Psikologis

Ayah menurut C adalah ayah yang cuek, tidak perhatian terhadap anak, dan pilih kasih. Banyak menuntut terhadap anak misalnya nilai sekolah harus bagus. Tidak pernah terlihat sedih, banyak bicara (ngomel-ngomel) bila sedang marah.

Menurut C ibu adalah sosok ibu yang keras, otoriter dan banyak menuntut terhadap anak, banyak bicara bila sedang marah, diam bila sedang sedih, dan suka jalan-jalan bila sedang senang.

Bagi orang tua C adalah anak yang mempunyai sikap yang baik, jujur, penuh sopan santun, selalu ingin cepat menyelesaikan masalah bila ada konflik internal maupun eksternal. Mudah emosi dan kasar mengerjakan sesuatu (tidak ikhlas) bila sedang marah, malas mengerjakan sesuatu bila sedang sedih, rajin mengerjakan sesuatu bila sedang senang.

Figur ayah tidak ada dalam keluarga ini karena telah berpisah dengan ibunya membuat keluarga ini mempunyai kekurangan dalam segi ekonomi dan ikatan

kekeluargaan dengan anak-anaknya. Meskipun ketiga anaknya tingal satu atap dan sudah mempunyai pekerjaan, tapi komunikasi dan kasih sayang di antara mereka tidak terjalin, seperti hidup sendiri. C yang merasa tidak diberi nafkah oleh ibunya menjauh dari ibunya. Dia lebih terbuka kepada teman dekatnya yang sudah hampir 7 tahun mempunyai hubungan yang khusus dengannya. Karena menurut C temannyalah yang dapat memberikan semua kebutuhan hidupnya baik biologis (kebutuhan sehari-hari contohnya pakaian, makanan dll) ataupun psikologis (contohnya rasa nyaman dan aman). Anak maupun ibu dalam keluarga ini tidak dapat berkomunikasi layaknya keluarga lainnya, karena C tidak ingin orang tua khususnya ibu mengatur, turut ikut campur dan mengganggu jalan hidupnya. Maka dari itu ibu dalam keluarga ini lebih memilih tidak banyak bicara (diam) dan enggan berkomunikasi dengan C dengan alasan “daripada harus bertengkar dengan anak”. Tetapi harapan ibu C menginginkan pribadi C kembali seperti dulu waktu dia masih duduk di bangku SMA yaitu mau berbagi cerita dengannya.

4. Keluarga Keempat

Tabel 4 Data Keluarga D

Kategori Kultural Sosiologis Psikologis

Ayah Purwodadi, Semarang Jawa Tengah

1.Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta Utara. 2.Aktif dalam kepengurusan

RW bagian perlengkapan. 1.Baik 2.Keras 3.Tegas 4.Bijaksana 5.Demokratis 6.Agak pendiam Ibu Bogor, Jawa Barat.

1.Ibu rumah tangga 2.Penjahit

3.Dalam masyarakat aktif dalam bidang keagamaan, misalnya pengajian ibu-ibu. Dan sosial misalnya PKK dan Posyandu.

1.Banyak bicara 2.Penyayang 3.Pengertian 4.Mudah bergaul dengan siapa saja

Anak Jakarta 1.Mahasiswi Universitas Islam di Jakarta.

1.Ceria 2.Terbuka

2.Guru parttime di lembaga bahasa Inggris di Jatibening, Bekasi. 3.Karang taruna RT. 3.Banyak bicara 4.Pekerja keras 5.Banyak tanya 6.Agak malas Data Kultural

Keluarga keempat terdiri dari ayah, ibu dan 2 (dua) orang anak. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Porwodadi Jawa Tengah, kemudian kerja di Jakarta tahun 1971 hingga sekarang. Ibu yang lahir dan tumbuh besar di Bogor Jawa barat, dan ke Jakarta tahun 1980 setelah menikah. Kedua anak mereka lahir di Jakarta. Dari kedua anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu D anak kedua mereka. D lahir dan tumbuh besar di Jakarta, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di kota Ngawi Jawa Timur, dan melanjutkan kuliahnya di Jakarta.

Data Sosiologis

Ayah dalam keluarga ini bekerja sebagai pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai penjahit. Anak pertamanya sudah bekerja dan D saat ini tercatat sebagai mahasiswi di sebuah Universitas Islam di Jakarta dan bekerja sebagai guru parttime di sebuah lembaga bahasa Inggris di Bekasi. Dalam bermasyarakat keluarga ini terbilang sangat aktif, ayah D mantan ketua RT selama 12 tahun lamanya dan saat ini tercatat sebagai bagian perlengkapan dalam keperngurusan RW, ibu yang aktif diorganisasi ibu-ibu seperti PKK, Posyandu dan pengajian-pengajian serta D yang selalu mengikuti kegiatan remaja, seperti pengajian remaja, karang taruna RT.

Ayah bagi D adalah ayah yang baik, tegas, demokratis, bijaksana, tidak banyak bicara tapi jika ada yang cerita ayah pasti menanggapinya. Diam bila sedang marah, suka bingung dalam mengerjakan sesuatu bila sedih, banyak bicara bila sedang senang.

Bagi D ibu adalah ibu yang sangat penyayang, bisa mengerti perasaan anak, bisa jadi teman, mudah bergaul (supel), masakannya enak, banyak bicara (cerewet), ngomel jika marah, diam jika sedih dan senang bercerita jika sedang senang.

D bagi orang tuanya adalah anak yang ceria, terbuka, suka cerita, banyak bicara dan banyak tanya, pekerja keras tapi agak pemalas. Senang sekali diam di kamar dan menangis bila sedang sedih, banyak bicara (ngomel-ngomel) bila sedang marah, dan senang sekali bercerita bila sedang senang.

Keluarga ini mempunyai komunikasi yang sangat terbuka terhadap anggota keluarganya. Baik ayah, ibu dan anak selalu bercerita tentang kejadian-kejadian yang didapatkan selama di tempat bekerja ataupun di kampus sesampainya di rumah. Jadi tidak ada yang ditutupi di antara mereka. Ayah mengetahui sikap dan sifat D ketika sedih maupun senang, yang disukai maupun tidak, begitu juga ibu. D juga mengetahui apa yang harus dilakukan jika orang tua (ibu dan ayah) sedih dan senang, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh kedua orang tuanya. B. Proses Non Komunikasi Antarpribadi ke Komunikasi Antarpribadi

Keluarga

Setiap pelaku komunikasi yang sudah saling mengenal akan mengatakan bahwa komunikasi yang ia lakukan adalah komunikasi antarpribadi. Padahal tidak semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang

berdekatan dapat dikatakan komunikasi antarpribadi jika masing-masing individu tidak mengenal data psikologis lawan bicaranya. Begitu juga dalam sebuah keluarga, walaupun dapat dikatakan bahwa sebuah keluarga sudah saling mengenal diri setiap anggota keluarganya, tetapi belum tentu masing-masing individu mengenal data psikologis seluruh anggota keluarga. Untuk mengetahui proses komunikasi yang terjadi dalam 4 keluarga, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing keluarga, pertanyaannya antara lain: apakah anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Berapa kali anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Kapan dan dimana tempat anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan? Siapakah yang paling aktif berbicara dalam keluarga? Apakah anda dekat dengan anggota keluarga anda?. Dan hasil lapangan dari masing-masing keluarga adalah sebagai berikut:

1. Keluarga pertama

Keluarga A merupakan keluarga merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga yang berekonomi tingkat atas (elit).

Menurut ayah A, mereka selalu membicarakan tentang segala hal, dari yang bersifat umum seperti kegiatan akademik kampus dan pekerjaan sampai yang bersifat pribadi seperti bercerita tentang teman ataupun masalah yang sedang dihadapi di ruang keluarga sambil menonton TV bersama dengan alasan “karena semua orang di keluarga ini senang cerita.” Ibu A berpendapat yang sama dengan ayahnya, yang berbeda adalah A tidak pernah curhat tentang masalah teman-temannya. Karena A lebih suka cerita dengan kakak perempuan yang tidur satu kamar dengan A, jadi ibu A tidak pernah tahu kalau A sedang punya masalah atau tidak. Tidak menurut A, ayah dan ibunya tidak pernah membicarakan masalah

yang sedang dihadapi oleh keluarga begitu juga dengan A yang tidak pernah menceritakan hal-hal pribadinya seperti masalah dengan temannya dengan alasan “takut dimarahi kalau cerita tentang teman.” Dari hasil di lapangan proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 1 dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Proses Keintiman Keluarga A

1 2 4 3

1. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi 2. Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif 3. Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif

4. Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap)

Jika dilihat panah tebal pada gambar 1 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi keluarga 1 adalah komunikasi non antarpribadi karena baru masuk dalam tahap menuju pertukaran afektif. Hal ini disebabkan karena antara orang tua, baik ayah-anak maupun ibu-anak masing-masing tidak banyak mengetahui tentang apa yang terjadi dalam diri anggota keluarganya.

Proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi terjadi karena masing-masing individu menggunakan model komunikasi. Dalam keluarga A model komunikasi yang dipakai adalah agresif-pasif. Karena A lebih banyak berkomunikasi kepada orang tuanya dibandingkan orang tuanya kepada A. Dan model komunikasi yang dipakai keluarga A dapat dilihat pada grafik di bawh ini:

Grafik 1

Model Komunikasi Keluarga A +

X (orang tua) (pasif-agresif) Tipe IV Tipe I (luwes)

- +Y (anak)

(pasif-pasif) Tipe III Tipe II (agresif-pasif)

-

Pada grafik 1 menunjukkan bahwa hubungan A dengan orang tuanya mengalami de-eskalasi atau penurunan karena beberapa faktor yaitu intensitas pertemuan yang kurang, komunikasi yang tidak mendalam antara A dan orang tua. A lebih banyak bicara dibanding kedua orang tuanya, karena A ingin orang tuanya tahu apa yang A harapkan.

2. Keluarga kedua

Keluarga B adalah keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi menengah.

Keluarga kedua ini termasuk keluarga yang dapat dikatakan agak sibuk. Karena masing-masing individu dalam keluarga ini mempunyai rutinitas setiap harinya, jadi untuk bisa berkumpul dengan keluarga hanya dapat dilakukan pada malam hari saja saat menonton TV bersama. Maka dari itu intensitas bertemu dengan anggota keluarga termasuk B menjadi berkurang. Apalagi jika dilihat dari

kesibukan B dalam kegiatan kampus, membuat B jarang sekali pulang ke rumah dan sikap ayah yang cenderung pendiam membuat B jarang berkomunikasi dengan ayahnya. B lebih sering berkomunikasi dengan ibu, dari kegiatan kampus, tentang nilai akademik atau kadang membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh B ataupun tempat yang akan dikunjungi oleh B tapi tidak untuk menceritakan tentang teman dekat dengan alasan “kayaknya belum tepat aja waktunya untuk ngomong. Udah gitu takut ah!” begitu juga sebaliknya, jika orang tua B khusunya ibu selalu menceritakan apa yang ia rasakan, dari masalah sehari-hari sampai masalah yang sedang dihadapi keluarga. Hasil dari lapangan tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini:

Gambar 2

Proses Keintiman Keluarga B

1 2 4 3

1. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi 2. Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif 3. Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif

4. Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap)

Dapat dilihat dari panah tebal pada gambar 2 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi dalam keluarga 2 ini sudah memasuki lingkaran ketiga, yaitu tahap pertukaran afektif. Ini dapat dilihat dari semua hal yang diceritakan oleh B kepada orang tua B khususnya ibu dan begitu juga sebaliknya orang tua kepada B. Jadi baik maupun orang tua masing-masing saling mengetahui apa yang terjadi pada masing-masing anggota keluarga.

Model komunikasi yang dugunakan pada keluarga B adalah agresif-pasif. Orang tua lebih banyak berkomunikasi dengan B daripada B yang jarang berkomunikasi dengan orang tuanya, maka gambar model komunikasi keluarga B dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 2

Model Komunikasi Keluarga B +

X (orang tua) (pasif-agresif) Tipe IV Tipe I (luwes)

- +Y (anak)

(pasif-pasif) Tipe III Tipe II (agresif-pasif)

-Dapat dilihat pada tulisan tipe IV yang ditebalkan dalam grafik 2 menunjukkan bahwa hubungan antara B dengan orang tuanya mengalami penurunan karena beberapa faktor, antara lain: intensitas pertemuan yang kurang, B yang tidak mau terbuka tentang segala hal termasuk tentang teman dekat. Yang