• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Dukung Pesisir untuk Budidaya Perikanan

1 PENDAHULUAN

2.5 Daya Dukung Pesisir untuk Budidaya Perikanan

Daya dukung suatu kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya (tambak) sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik kawasan dan faktor-faktor ekologisnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memperkirakan daya dukung suatu kawasan pesisir untuk pengembangan tambak adalah faktor kualitas dan kuantitas perairan. Faktor kualitas perairan berhubungan dengan dengan kualitas fisik, kimia dan biologi perairan, sedangkan faktor kuantitas berhubungan dengan kemampuan pesisir untuk melakukan degradasi limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut (Widigdo 2002). Ekosistem pesisir dan laut juga merupakan tempat penampung limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, Sebagai tempat penampung limbah, ekosistem ini memiliki kemampuan terbatas yang sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi wilayah pesisir dan laut, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi (Bengen 2004).

Daya dukung suatu kawasan perairan didefinisikan sebagai kemampuan dalam memproduksi biota (ikan/udang) dengan tidak menunjukan gejala perusakan kualitas air (Widigdo dan Pariwono 2003). Daya dukung merupakan populasi organisma akuatik yang dapat ditampung oleh suatu kawasan atau volume perairan, yang ditentukan tanpa mengalami penurunan mutu (Turner 1988), menurut Krom (1986) daya dukung lingkungan adalah kemampuan suatu ekosistem pesisir untuk menerima sejumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan. Daya dukung lingkungan erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi lingkungan, yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke dalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP 1993).

Menurut Tookwinas (1998) dalam mengestimasi daya dukung lingkungan suatu tambak intensif dilakukan dengan estimasi model mass balance berdasarkan pada pengukuran kedalaman air, pasang surut, kecepatan arus dan analisis total ammonia-nitrogen yang dihitung dengan fomula Carrying Capacity:

) ( ) ( ) ( AL Loading Ammonia NAL Loading Ammonia Net C Capacity Carrying

Keberhasilan dari suatu usaha pertambakan tergantung dari berbagai faktor antara lain: daya dukung lahan, tingkat teknologi budidaya yang diterapkan dan

manajemen usaha. Tingkat daya dukung lahan budidaya dipengaruhi oleh gabungan berbagai faktor, seperti mutu sumber air (salinitas), arus air di pantai, pasang surut, ketinggian lahan, serta kondisi tanah pantai. Daya dukung suatu perairan bagi kegiatan budidaya tambak merupakan suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam merencanakan pembukaan lahan budidaya tambak. Daya dukung ini dihitung dari volume air laut yang masuk ke perairan pantai (Widigdo dan Pariwono 2001), dengan rumus :

Vo adalah volume air laut yang masuk ke perairan pantai; h adalah kisaran pasut

(tidal range) setempat; x adalah jarak dari garis pantai (pada waktu pasang

hingga lokasi intake air laut untuk keperluan tambak); y adalah lebar areal

tambak yang sejajar garis pantai; tg θ adalah kemiringan dasar laut.

Allison (1981) in Widigdo (2001) mengatakan bahwa agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk budidaya perikanan, maka perairan penerima limbah cair dari kegiatan budidaya harus memiliki volume 60 - 100 kali lipat dari volume limbah cair yang dibuang ke perairan umum tersebut. Kondisi aman dalam memenuhi kriteria daya dukung, jumlah limbah cair maksimum kegiatan budidaya yang masuk ke perairan umum adalah 1% dari total volume air perairan penerima limbah tersebut. Jika limbah cair maksimum tambak yang dibuang ke perairan umum sebesar 10% dari total volume air tambak, maka volume air tambak maksimum 10% dari volume air perairan umum (air yang masuk ke perairan pantai), volume ini disebut volume air tersedia untuk tambak. Jika kedalaman tambak rata-rata 1 m, dan pergantian air harian rata-rata 10% volume tambak, maka kebutuhan air tambak 1 hektar per hari = 10.000 m2 x 0,1 x 1 m = 1.000 m3. Luas tambak (ha) yang dapat dibangun adalah volume air tersedia untuk tambak dibagi 10.000 m3.

Widigdo dan Pariwono (2003), mengembangkan metode penilaian daya dukung lingkungan kawasan pertambakan. Metode penilaian daya dukung tersebut di dasarkan pada ketersediaan air yang ada di perairan untuk menampung limbah budidaya tambak. Metode tersebut sudah diterapkan pada budidaya tambak udang di pantai utara Jawa Barat (Kabupaten Subang dan Teluk Jakarta),

Sitorus (2005) dan Asbar (2007) telah melakukan penilaian daya dukung lingkungan dengan pendekatan Widigdo dan Pariwono (2003) yang telah dimodifikasi, Sitorus (2005) menggunakan metode daya dukung lingkungan ini dalam rangka pengembangan areal tambak berdasarkan laju biodegradasi limbah tambak diperairan pesisir Kabupaten Serang, sedangkan Asbar (2007) mengembangkan metode ini dengan menentukan daya dukung kawasan pesisir kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, dengan asumsi adanya sungai pada lokasi tersebut maka volume air laut yang memasuki pantai ditambah dengan debit air tawar yang masuk ke perairan pantai melalui aliran sungai.

Metode penilaian daya dukung lingkungan kawasan pertambakan masih terus dikembangkan. Menurut Widigdo (2002), daya dukung suatu kawasan bagi perikanan budidaya juga sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik kawasan dan faktor-faktor ekologisnya. Sehingga secara ekologis terdapat saling hubungan antara tambak dan mangrove. Beberapa penelitian terdahulu tentang mangrove dan pembangunan tambak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Beberapa penelitian terdahulu tentang mangrove dan pembangunan tambak

Judul Tujuan Peneliti

Valuing mangrove-fishery linkages

Melihat hubungan hilangnya

hutan mangrove dengan

menurunnya hasil tangkapan udang di Camphece, Mexico

Barbier and Strand (1998)

Use of environmental functions to communicate the values of a mangrove ecosystem under different management regimes

Mengidentifikasi barang dan jasa lingkungan dibawah rejim pengelolaan yang

berbeda untuk menilai

efesiensi ekonomi melalui pendekatan sistem.

Gilbert and Janssen (1998)

Mangrove as filters of shrimp pond effluent: predictions and bio- geochemical reseach needs

Melihat kemampuan hutan mangrove dalam merombak nutrien dari buangan tambak menggunakan output N dan P dari tambak semi intensif dan intensif

Phillips and Robertson (1995)

The environmental impact of marine shrimp farming effluents and carrying capacity estimation at Kung Krabaen Bay, Eastern Thailand

Menginvestigasi kualitas air,

dengan buangan limbah

tambak yang masuk ke dalam teluk untuk melihat daya dukung tambak intensif

melalui estimasi meng-

gunakan model massbalance

Menurut Odum (1972), mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar khususnya bahan-bahan organik. Biao et al. (2004) menyatakan bahwa mangrove sebagai sumberdaya penting, menyediakan bahan organik yang dapat meningkatkan produktivitas perairan pesisir, sebagai filter terhadap padatan tersuspensi, pelindung pantai terhadap badai. Mangrove dapat berfungsi juga sebagai daerah penting untuk breeding grounds, nursery area dan habitat umumnya bagi ikan, krustasea dan moluska.

Ekosistem mangrove oleh Gilbert dan Janssen (1998) dikatakan mampu menyediakan fungsi jasa lingkungan, dan tambak yang bersisian dengan ekosistem mangrove merupakan bagian yang tergantung dari pelayanan jasa ini. Oleh karena itu penilaian daya dukung lingkungan, dengan memperhitungkan nilai ekonomi (economic value) dari fungsi pelayanan ekosistem mangrove, yang memiliki fungsi ganda yakni manfaat ekologis dan ekonomis. Manfaat ekologis terdiri atas berbagai fungsi lingkungan diantaranya menurut Kusmana (2002) sebagai proteksi dari abrasi, gelombang atau angin kencang, pengendali intrusi air laut, habitat berbagai jenis fauna, sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang, pembangunan lahan melalui proses sedimentasi, memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air). Sedangkan manfaat ekonomi diantaranya terdiri dari hasil berupa hasil hutan, perikanan tradisional, tambak dan lainnya, diujicobakan dalam penelitian ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian yang dilakukan pada Tabel 3 belum menggambarkan hubungan ekologis dan ekonomis antar variabel mangrove, budidaya perikanan, limbah buangan, dan ekonomi, metode ini akan mengkalkulasi daya dukung lingkungan untuk budidaya perikanan, dengan memperhitungkan nilai ekonomi yang melibatkan keterkaitan mangrove (fungsi biofilter) dalam mendegradasi limbah budidaya perikanan.