• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA PEMULIHAN FRAKSI METANOL-AIR AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) PADA KERUSAKAN

HATI YANG TELAH DIINDUKSI CCl4

Curative Effect of Methanol-Water Fraction of Pasak Bumi (Eurycoma

longifolia Jack.) Roots on CCl4-induced Liver Damage

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk menguji daya pemulihan fraksi metanol-air akar pasak bumi dosis 1000 mg/kg BB pada kerusakan hati tikus yang diinduksi CCl4.

Pemberian fraksi metanol didahului dengan penginduksian 0,1 ml/kg CCl4.

Pembanding positif yang dipakai adalah silymarin dosis 25 mg/kg bobot badan, sedangkan pembanding negatif digunakan air suling 2 ml/kg BB. Daya pemulihan diukur dari kadar enzim ALT dan AST dalam serum, serta gambaran histopatologi dan ultrastruktur hati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan CCl4 (ALT 231,57±67,66 dan AST 303,87±105,04 U/L), pemberian fraksi

metanol-air mampu menekan peningkatan kadar enzim ALT (136,97±46,19 U/L) dan AST (322,80±112,89 U/L) seperti silymarin (ALT 143,57±37,00 dan AST 321,33±25,07 U/L). Gambaran histopatologi dan ultrastruktur juga menunjukkan bahwa fraksi metanol-air mampu memulihkan sel-sel hati. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fraksi metanol-air memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor.

Abstract

The curative effect of methanol-water fraction of pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) roots was evaluated on carbon tetrachloride (CCl4)-induced liver

damage. Carbon tetrachloride was administered prior to administration of metanol-water fraction. Each rat was administered 1000 mg/kg body weight of metanol-water. Positive control group received 25 mg/kg body weight silymarin, and negative control group received aquadest 2 ml/kg BB. Curative effect of methanol-water fraction was assessed by measuring serum alanine transaminase (ALT) and aspartate transaminase (AST). Futhermore, hepatic tissues were subjected to histopathological and ultrastructure studies. The results demonstrated that compared with CCl4 (ALT 231.57±67.66 U/L and AST 303.87±105.04 U/L),

administration of the methanol-water fraction suppressed ALT (136.97±46.19 U/L) and AST (322.80±112.89 U/L) as well as silymarin (ALT 143.57±37.00 U/L and AST 321.33±25 U/L). Histopathological and ultrastructure studies confirm that methanol-water fraction restored hepatic cells. It was concluded that methanol-water fraction has a hepatoprotector activity.

PENDAHULUAN

Hati merupakan kelenjar tubuh terbesar yang berperan dalam metabolisme nutrisi dan xenobiotik. Sel hati merupakan 60% bagian hati, sekaligus merupakan

bagian yang paling bertanggung jawab atas peran hati dalam proses metabolisme. Terjadinya kerusakan hati yang disebabkan obat-obatan, senyawa kimia, maupun virus, tentunya akan mempengaruhi fungsi hati (Cotran et al., 1999). Di dunia Pasifik penyakit hati menduduki peringkat ketiga, dan Indonesia merupakan saat ini berada di urutan ketiga negara tertinggi pengidap hepatitis B(Anonim, 2007). Penggunaan obat alternatif maupun obat pelengkap untuk penyakit hati hingga saat ini masih terus memerlukan pengujian guna memperoleh hasil yang lebih memuaskan ditinjau dari segi manfaat pengobatan maupun efek samping yang ditimbulkan. Namun, satu hal yang harus diingat adalah perlunya usaha pencegahan, pemeliharaan, serta perlindungan hati dari kerusakan. Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat yang berkhasiat melindungi sel sekaligus memperbaiki jaringan hati yang rusak akibat pengaruh zat toksik (Scott Luper, 1998).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan xenobiotik yang lazim digunakan

untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Dalam retikulum endoplasmik hati CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP 2E1)

menjadi triklorometil (CCl3*) (Jeon, 2003; Lin et al., 1998). Triklorometil dengan

oksigen akan membentuk triklorometil peroksil (CCl3O2*) yang dapat menyerang

lipid membran retikulum endoplasmik dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya triklorometil dan triklorometil peroksil menyebabkan peroksidasi lipid yang dapat mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006).

Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack., famili Simaroubaceae) adalah salah satu jenis tumbuhan obat yang banyak ditemukan di hutan-hutan Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Birma (Siregar etal., 2003; Minorsky, 2004). Secara empiris masyarakat lebih mengenal akar pasak bumi sebagai aprodisiaka (Ang dan Lee, 2002; Ang dan Lee, 2003; Ang et al., 2003), namun secara ilmiah akar pasak bumi juga berkhasiat sebagai sitotoksik (Kuo et al., 2004) dan antimalaria (Ang et al., 1995; Satayavivad et al., 1998; Chan et al., 2004; Kuo et al., 2004). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa fraksi

metanol-air akar pasak bumi dosis 500 mg/kg BB memiliki daya proteksi terhadap CCl4 dosis 0,1 ml/kg BB. Selanjutnya, dari hasil pengujian dosis efektif

ditentukan bahwa dosis 1000 mg/kg BB sebagai dosis terapi untuk pengujian aktivitas hepatoprotektor fraksi metanol-air akar pasak bumi, dan ternyata dosis 1000 mg/kg BB mempunyai daya perlindungan terhadap hati dari kerusakan yang ditimbulkan CCl4. Menurut Kuo et al. (2004) fraksi polar akar pasak bumi

mengandung 22 macam senyawa yakni 13 ,21-dihydroxyeurycomanol; 5α,14 ,15 -trihydroxyklaineanone; eurycomanol-2-O- -D-glucopyranoside; natrium syringate; sodium p-hydroxybenzoat; nikotinic acid; adenosin; guanosine; thymidine; erythro-1-C-syringylglycerol; threo-1-C-syringylglycerol; erythro- guaiacylglycerol; threo-guaiacylglycerol; eurycomanone; pasakbumin B; pasakbumin C; iandonone; threo-1,2-bis-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl) propane- 1,3-diol; canthin-6-one 9-O- -glucopyranoside; 9-hydroxycanthin-6-one 3N- oxide; picrasidine; 1-hydroxycanthin-6-one.

Terkait dengan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas pemulihan sel hati oleh fraksi metanol-air dari kerusakan yang ditimbulkan CCl4.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor, Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Laboratorium Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, serta Laboratorium TEM dan Histologi, Lembaga Eijkman, Jakarta.

Bahan Penelitian

Hewan coba yang digunakan adalah 9 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley umur 2,5-3 bulan dengan bobot badan antara 200-250 g, yang berasal dari Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan IPB. Sebelum percobaan dimulai, semua hewan coba diaklimatisasi selama kurang

lebih tujuh hari. Selanjutnya, selama masa aklimatisasi hewan coba diberi makan dengan pakan standar dan minum ad libitum.

Ekstraksi dan Partisi

Akar pasak bumi diambil dari kawasan Taman Nasional Betung Karihun Kapuas Hulu dan Taman Nasional Gunung Palung Ketapang, Kalimantan Barat. Keakuratan spesies tumbuhan dideterminasi di Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor. Hasil determinasi dilaporkan dalam surat keterangan bernomor 348/IPH.1.02/If.8/2004.

Akar pasak bumi dipotong-potong, lalu dikeringanginkan, dan diserbuk dengan ukuran 40 mesh. Serbuk akar kurang lebih sebanyak 12,5 kg dimaserasi dengan metanol 80% pada suhu kamar. Proses ekstraksi dilakukan sampai filtrat yang dihasilkan jernih. Seluruh filtrat dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen ekstrak metanol yang diperoleh sebanyak 329,82 g (2,75%). Selanjutnya, sebanyak 95% ekstrak metanol dipartisi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, kloroform, dan etil asetat. Hasil partisi kemudian dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air yang diperoleh masing-masing 14,31 g (4,34%), 94,96 g (28,79%), 23,81 g (7,22%), dan 177,25 g (53,74%). Pengujian Aktivitas Hepatoprotektor

Metode kerja yang digunakan mengacu pada prosedur Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica (1993) yang dimodifikasi. Hewan coba yang digunakan dibagi menjadi tiga kelompok, dan tiap kelompok terdiri atas tiga ekor. Kelompok pertama diberi air suling 2 ml/kg BB (kontrol negatif), kelompok kedua (kontrol positif) dan ketiga masing-masing diberi silymarin (Sigma) 25 mg/kg BB (Ahmad

et al., 1999) dan fraksi metanol-air 1000 mg/kg BB. Air suling, silymarin, dan fraksi-metanol-air pasak bumi diberikan per oral dengan menggunakan sonde lambung. Hari pertama hewan coba diinduksi CCl4 0,1 ml/kg BB secara

intraperitoneal. Setelah 24 jam, selanjutnya selama tujuh hari berturut-turut hewan coba kelompok pertama diberi air suling, sedangkan kelompok kedua dan ketiga diberi silymarin dan fraksi metanol-air. Pada hari kesembilan dilakukan

pengambilan sampel darah yang diikuti dengan pengambilan organ hati. Aktivitas hepatoprotektor dinilai dari kadar ALT, AST, histopatologi hati dengan pewarnaan HE, serta pemeriksaan ultrastruktur dengan mikroskop elektron transmisi (TEM).

Evaluasi Biokimia Fungsi Hati

Sampel darah diambil dari jantung. Dalam percobaan ini yang dipakai untuk analisis adalah serum darah. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selama 10-15 menit, kemudian serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar enzim ALT dan AST dalam serum dengan menggunakan kit. Histopatologi

Hewan dikorbankan dengan cara dislokasi cervical, kemudian dilakukan nekropsi untuk evaluasi organ secara makroskopik, dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Organ hati yang diambil diproses secara rutin kemudian diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE) (Kiernan, 1990). Hasil pewarnaan histopatologi diamati di bawah mikroskop cahaya.

TEM (Transmission Electron Microscope)

Sampel organ hati yang diperoleh dicuci dengan NaCl fisiologis selanjutnya dipotong-potong menjadi berukuran 1 x 1 x 1 mm, lalu difiksasi dengan glutaraldehid 5% yang mengandung buffer 0,1 M natrium kakodilat pH 7,4 dan sukrosa 3% selama 24 jam. Setelah dibilas dengan buffer natrium kakodilat 0,1 M pH 7,4 jaringan kembali dicuci dengan buffer kakodilat 0,1 M pH 7,4 sebanyak 3 kali masing-masing selama 15 menit. Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam larutan osmium tetraoksida 2% dalam buffer kakodilat 0,1 M yang mengandung sukrosa 3% selama 2 jam pada suhu 4oC, kemudian kembali dilakukan pencucian jaringan dengan menggunakan buffer kakodilat sebanyak 3 kali masing-masing selama 15 menit. Sediaan jaringan kemudian didehidrasi dengan alkohol secara bertingkat dan kemudian dilakukan embedding

Hasil sayatan diambil dalam grid selanjutnya diwarnai dengan uranil asetat dan

triple lead, kemudian diamati dengan elektron mikroskop transmisi (Bozzola dan Russell, 1998).

Analisis Data

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Secara menyeluruh perolehan data kadar ALTdan AST dianalisis statistik dengan menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf 5% jika berbeda nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian aktivitas hepatoprotektor fraksi metanol-air dosis 1000 mg/kg BB yang didahului dengan pemberian CCl4 0,1 ml/kg BB memberikan hasil

seperti halnya silymarin (p>0,05) (Tabel 6). Hasil pengukuran kadar enzim ALT menunjukkan bahwa fraksi metanol-air dosis 1000 mg/kg BB memiliki daya hepatoprotektor sebanding dengan silymarin. Hal ini demikian karena keduanya sama-sama hanya mampu memberikan perlindungan terhadap 67% dari total jumlah hewan coba, sementara pada 33% lainnya masih mengalami kerusakan sel-sel hati. Hasil pengukuran kadar enzim AST pada fraksi metanol-air juga memberikan hasil yang mendekati silymarin. Kisaran kadar enzim ALT dan AST pada kelompok yang diberi CCl4, silymarin, dan fraksi metanol-air masing-

masing 189,20-309,60 U/L dan 229,00-424,10 U/L; 111,20-183,90 U/L dan 296,80-346,90 U/L; serta 107,50-190,20 U/L dan 202,50-424,30 U/L.

Kadar enzim ALT dan AST dalam darah mencerminkan kerusakan yang terjadi di dalam sel-sel hati. Gambaran histopatologi hewan coba dengan kadar enzim yang masih dalam kisaran normal menunjukkan bahwasel-sel hati tampak normal dan tidak mengalami degenerasi. Sebaliknya, pada hewan coba dengan kadar enzim yang melewati kisaran normal memperlihatkan terjadinya degenerasi sel-sel hati yang ditandai dengan inti sel membesar, inti sel mengecil, bahkan sitoplasma sudah tidak berinti (Gambar 9). Hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan HE didukung oleh gambaran ultrasruktur (Gambar 10).

Tabel 6 Rataan kadar enzim ALT dan AST dalam serum tikus jantan strain Sprague Dawley (n = 3) yang diberi CCl4 mendahului air suling 2 ml/kg

BB (kontrol negatif), silymarin 25 mg/kg BB (kontrol positif), dan fraksi metanol-air 1000 mg/kg BB

Parameter Perlakuan

I II III Kadar ALT (U/L) 231,57 ± 67,66 143,57 ± 37,00 136,97 ± 46,19

Kadar AST (U/L) 303,87 ± 105,04 321,33 ± 25,07 322,80 ± 112,89 I = Air suling (Kontrol negatif) 2 ml/kg BB, II = Silymarin 25 g/kg BB, III = Fraksi metanol-air 1000 mg/kg BB

Gambaran ultrastruktur pada individu kelompok fraksi metanol-air dengan kadar ALT 107,50 U/L dan 341,60 U/L memperlihatkan bahwa secara keseluruhan sel-sel hati tampak normal, ditandai dengan membran sel dan membran inti yang tidak terputus-putus, serta organel-organel sel yang tidak mengalami perubahan. Pada individu kelompok kontrol negatif (CCl4) dengan

kadar enzim ALT 195,90 U/L dan AST 424,10 U/L, hasil pengamatan ultrastruktur memperlihatkan adanya sel-sel hati dengan membran sel yang terputus-putus, dilatasi pada retikulum endoplasmik bergranul yang mengakibatkan terlepasnya ribosom, retikulum endoplasmik halus mengalami proliferasi, mitokondria membengkak, serta membran inti sel berkerut. Hasil pengamatan ultrastruktur pada individu kelompok kontrol positif (silymarin) dengan kadar enzim ALT 183,90 U/L dan AST 296,80 U/L menunjukkan bahwa sel-sel hati masih mengalami kerusakan, hanya saja kerusakan yang terjadi tidak seluas pada kelompok kontrol negatif. Sel-sel hati terlihat mengalami kerusakan yang ditandai dengan membran sel terputus-putus, mitokondria membengkak, serta membran inti mengkerut, namun demikian beberapa sel hati masih tampak normal.

Karbon tetraklorida merupakan xenobiotik yang bersifat sangat toksik terhadap sel-sel hati. Hasil biotransformasi CCl4, yakni CCl3* dan CCl3O2*

Gambar 9. Gambaran histopatologi hati tikus pada kelompok yang diberi CCl4

0,1 ml.kg BB selanjutnya air suling 2 ml/kg BB (A), silymarin 25 mg/kg BB (B) fraksi metanol-air 1000 mg/kg BB (C). Terlihat sel- sel hati kelompok A mengalami nekrosis. H&E. (Bar = 20 μm)

C

B

A

77 Gambar 10. Ultrastruktur hati pada kelompok fraksi metanol-air dosis 1000 mg/kg BB (A), silymarin 25 mg/kg BB (B), dan air

suling 2 ml/kg BB (C) yang sebelumnya telah diinduksi dengan CCl4 0,1 ml/kg BB. Terlihat adanya mitokondria (M)

yang mengalami pembengkakan, membran sel hati (CM) yang terputus-putus, dilatasi retikulum endoplasmik bergranul (rER), dan mengkerutnya membran inti sel hati (N) pada kelompok B dan C.

(Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006). Keadaan ini ditandai dengan peningkatan kadar enzim-enzim transaminase. Kadar enzim tersebut di dalam darah mencerminkan tingkat kerusakan, yang secara histopatologi ditandai dengan adanya massive centrilobular necrosis dan balloning degeneration (Wang et al., 2004), serta secara ultrastruktur memperlihatkan mitokondria yang membengkak, degenerasi hidropik pada retikulum endoplasmik, proliferasi retikulum endoplasmik halus, lepasnya ribosom dari retikulum endoplasmik kasar, dan membran sel yang terputus-putus (Thomas, 1984). Sebagaimana dilaporkan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya bahwa daya proteksi suatu senyawa terhadap CCl4 dinilai dari kemampuannya dalam menghambat peroksidasi lipid

(Teselkin et al., 2000), menekan aktivitas enzim ALT dan AST (Lin dan Huang, 2000), dan meningkatkan aktivitas antioksidan enzim dan antioksidan nonenzim (Sanmugapriya dan Venkataraman, 2006).

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung di dalam fraksi metanol-air memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor, dan pemberian 1000 mg/kg BB fraksi metanol-air mampu melindungi sel-sel hati dari kerusakan yang disebabkan oleh pemberian CCl4 dosis 0,1 ml/kg BB. Senyawa yang

dominan dalam fraksi polar menurut Kuo et al. (2004) adalah golongan triterpenoid. Senyawa-senyawa golongan triterpenoid sebagaimana yang dilaporkan Wang et al. (2004) mampu mengurangi jumlah metabolit CCl4

sehingga sel-sel hati dapat terlindungi dari kerusakan. Aktivitas hepatoprotektor senyawa golongan triterpenoid juga berkaitan dengan kemampuannya dalam memelihara stabilitas membran sel hati serta aktivitasnya sebagai antioksidan sehingga memungkinkannya berperan sebagai scavenger terhadap spesies oksigen reaktif (ROS).

Ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh menyebabkan terjadinya stres oksidatif (Sanmugapriya dan Venkataram, 2006). Untuk mencegah terjadinya stres oksidatif tubuh memiliki sistem pertahanan yakni antioksidan enzim (SOD, GPx, dan katalase) serta antioksidan nonenzim (vitamin α-tokoferol (vitamin E), -karoten (vitamin A), dan vitamin C). Keberadaan antioksidan enzim seperti SOD, GPx, dan katalase di dalam tubuh

berkaitan dengan perannya dalam melindungi dan menetralkan radikal bebas yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel hati (Wang et al., 2004; Sanmugapriya dan Venkataraman, 2006). Menurut Wang et al. (2004) untuk menghambat peroksidasi lipid yang berkelanjutan akibat serangan superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida, kadar SOD, GPx, dan katalase akan lebih ditingkatkan. Diduga pula bahwa kemampuan fraksi metanol-air melindungi hati dari serangan CCl4 didukung oleh kemampuannya mempertahankan kadar GSH,

GR, dan GST, serta meregenerasi atau mensintesis GSH melalui jalur de novo

(Rao et al., 2006; Sanmugapriya dan Venkataraman, 2006). Sebagaimana yang dilaporkan dari hasil-hasil penelitian sebelumnya bahwa pemberian CCl4 akan

meningkatkan kadar enzim ALT dan AST yang diikuti dengan penurunan kadar GST dan GR (Rao et al., 2006). Glutation S-transferase merupakan enzim yang berperan sebagai katalisator dalam proses konjugasi antara GSH dengan xenobiotik yang bersifat elektrofilik. Dengan terjadinya konjugasi antara GSH dengan xenobiotik tersebut diharapkan menjadikan xenobiotik tersebut lebih mudah dieliminasi oleh tubuh. Adapun GR adalah enzim yang berperan dalam mereduksi GSSG menjadi GSH. Glutation sendiri merupakan tripeptida ( - glutamilsisteinglisin), dimana pada keadaan stres oksidatif kadarnya menurun (Porchezhian dan Ansari, 2005). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada sel-sel hati masih bersifat

reversible sehingga dengan adanya dukungan aktivitas antioksidan yang diberikan oleh fraksi metanol-air akan mempercepat pemulihan sel-sel hati sehingga dapat kembali ke keadaan normal.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fraksi metanol-air akar pasak bumi dosis 1000 mg/kg BB mempunyai daya perlindungan terhadap hati sebanding dengan silymarin dosis 25 mg/kg BB.