• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) PADA FUNGSI HAT

The Effect of Administration of the Root of Pasak Bumi

(Eurycoma longifolia Jack.) on Liver Function Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian ekstrak metanol akar pasak bumi dan fraksi-fraksi turunannya (fraksi n-heksan, kloroform, etil asetat, dan metanol-air) pada fungsi hati tikus jantan. Tiap kelompok perlakuan diberi sediaan uji dosis 500 mg/kg bobot badan selama tujuh hari berturut-turut. Pembanding positif yang digunakan adalah silymarin dosis 25 mg/kg bobot badan, sedangkan air suling 2 ml/kg bobot badan digunakan sebagai pembanding negatif. Penilaian terhadap fungsi hati diukur dari kadar enzim alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST), protein total, alkalin fosfatase (ALP), bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek dalam serum. Pada hari kedelapan, selain pengumpulan serum dari tiap hewan coba, juga dilakukan pengambilan organ hati untuk pengamatan histopatologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif, pemberian sediaan akar pasak bumi (ekstrak metanol dan fraksi-fraksi turunannya) tidak mempengaruhi fungsi hati (p>0,05). Kisaran kadar enzim ALT, AST, protein total, ALP, bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek sediaan akar pasak bumi berturut-turut 70,03-126,00,10 U/L; 181,40-528,50 U/L; 100,88-144,20 mg/ml; 417-1275 U/L; 1,12-4,96 mg/dl; 0,57-2,20 mg/dl; 0,30- 3,85 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif masing- masing 73,12-92,86 U/L dan 73,45-130,70 U/L; 207,20-468,90 U/L dan 222,40- 388,70 U/L; 105,08-141,24 mg/ml dan 116,44-167,76 mg/ml; 430-992 U/L dan 588-1019 U/L; 3,35-5,12 mg/dl dan 1,56-4,23 mg/dl; 1,11 mg/dl dan 0,94-1,85 mg/dl; serta 1,99-4,01 mg/dl dan 0,13-3,29 mg/dl. Secara keseluruhan gambaran histopatologi sel hati tampak normal. Sediaan akar pasak bumi yang menunjukkan hasil pengukuran serum dan histopatologi paling mendekati silymarin adalah fraksi metanol-air.

Abstract

The aim of this research is to study the effects of the methanol extract and its derived fraction (n-hexane, chloroform, ethyl acetate, and methanol-water) on liver function of male rats. The treatment groups were administered 500 mg/kg body weight of metanol extract and its derived fractions (n-hexane, chloroform, ethyl acetate, n-butanol, methanol-water) of E. longifolia for 7 consecutive days. Postive control group received 25 mg silymarin/kg body weight and negative control group received 2 ml aquadest/kg body weight daily for 7 consecutive days. Liver function was monitored by measuring alanine transaminase (ALT), aspartate transaminase (AST), total protein, alkaline phosphatase (ALP), total bilirubin, direct bilirubin, and indirect bilirubin consentrations inthe serum. At the

end of the experiment, the experimental rats were slaughtered, liver tissues were subjected to histopathological studies. Compared with control, oral administration of methanol extract and derived fractions of methanol extract of E. longifolia root had no significant effects on liver function (p>0.05). Range of enzymes ALT, AST, total protein, ALP, total bilirubin, direct bilirubin, and indirect bilirubin of methanol extract and its derived respectively 70.03-126.00 U/L; 181.40-528.50 U/L; 100.88-144.20 mg/ml; 417-1275 U/L; 1.12-4.96 mg/dl; 0.57-2.20 mg/dl; 0.30-3.85 mg/dl, and in negative and positive control groups respectively 73.12- 92.86 U/L dan 73.45-130.70 U/L; 207.20-468.90 U/L dan 222.40-388.70 U/L; 105.08-141.24 mg/ml dan 116.44-167.76 mg/ml; 430-992 U/L dan 588-1019 U/L; 3.35-5.12 mg/dl and 1.56-4.23 mg/dl; 1.11 mg/dl dan 0.94-1.85 mg/dl; serta 1.99- 4.01 mg/dl dan 0.13-3.29 mg/dl. Histopathological studies confirmed the hepatic morphology was still normal. Methanol-water fraction gave similar results to silymarin.

PENDAHULUAN

Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack., famili Simaroubaceae) adalah salah satu jenis tumbuhan obat yang banyak ditemukan di hutan-hutan Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Birma (Siregar etal., 2003; Minorsky, 2004). Hasil studi fitokimia menggambarkan bahwa akar pasak bumi mengandung beragam senyawa termasuk di dalamnya golongan quassinoid (Chan et al., 1989; Chan et al., 1992; Ang et al., 2000; Ang et al., 2002; Bedir et al., 2003; Chan dan Choo, 2002; Chan et al., 2004; Kuo et al., 2004), canthin-6-one alkaloid, - carboline alkaloid (Chan et al., 2004; Kuo et al., 2004), tirucallane-type triterpen (Kuo et al., 2004), squalene derivatif (Morita et al., 1993; Kuo et al., 2004),

squalene-type triterpen (Itokawa et al., 1991; Kuo et al., 2004) dan biphenylneolignan (Kuo et al., 2004).

Secara tradisional, kegunaan tumbuhan ini dalam pengobatan meliputi semua bagian tumbuhan. Bagian akar biasa digunakan sebagai obat kuat, penurun panas, antimalaria, dan disentri. Bagian kulit dan batang digunakan sebagai obat demam, sariawan, cacing perut, tonik setelah melahirkan, dan sakit tulang. Bagian daun digunakan untuk mengobati penyakit gatal. Bagian bunga dan buah digunakan sebagai obat sakit kepala, sakit perut, dan nyeri tulang (Hadad dan Taryono, 1998). Oleh masyarakat Malaysia dan Singapura, dekok akar, kulit akar, dan kulit batang diminum sebagai obat diare, demam, batuk kronis,

pembengkakan kelenjar, dropsy, perdarahan, hipertensi, nyeri tulang, aprodisiaka, serta tonikum. Kulit batang yang telah digiling halus biasa juga digunakan sebagai obat luar (Bedir et al., 2003). Namun demikian, masyarakat lebih mengenal akar pasak bumi sebagai aprodisiaka, dan khasiat ini telah diuji secara ilmiah (Ang dan Lee, 2002; Ang dan Lee, 2003; Ang et al., 2003). Khasiat lain akar pasak bumi yang telah teruji secara ilmiah antara lain sitotoksik (Kuo et al., 2004) dan antimalaria (Ang et al., 1995; Satayavivad et al., 1998; Chan et al., 2004; Kuo et al., 2004)

Hati merupakan organ tubuh yang berkaitan erat dengan metabolisme nutrisi dan xenobiotik sehingga sering terpapar beragam senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Jika hati mengalami kerusakan sudah tentu akan mengganggu fungsi hati (Cotran et al., 1999). Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat yang berkhasiat melindungi sel sekaligus memperbaiki jaringan hati yang rusak akibat pengaruh zat toksik. Beragam jenis tumbuhan obat telah diteliti khasiat hepatoprotektornya, antara lain Silybum marianum, Picrorhiza kurroa, Curcuma longa, Camelia sinensis, Celidonium majus, Glycyrrhiza glabra, dan Allium sativa (Scott Luper, 1998). Terkait dengan beragam senyawa aktif yang dikandung akar pasak bumi tidak tertutup kemungkinan tumbuhan ini juga mempunyai potensi lainnya, di antaranya sebagai hepatoprotektor. Namun, sebelum sampai pada pengujian daya hepatoprotektor, langkah awal yang perlu dilakukan adalah melakukan pengujian pengaruh pemberian ragam sediaan akar pasak bumi pada fungsi hati.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor, Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan Penelitian

Hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague Dawley umur 2,5-3 bulan dengan bobot badan berkisar antara 200-250 g sebanyak 21 ekor, yang berasal dari Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan IPB. Sebelum percobaan dimulai semua hewan coba diaklimatisasi selama kurang lebih tujuh hari untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selama masa aklimatisasi, hewan coba diberi makan dengan pakan standar dan minum ad libitum.

Ekstraksi dan Partisi

Akar pasak bumi diambil dari kawasan Taman Nasional Betung Karihun, Kapuas Hulu dan Taman Nasional Gunung Palung, Ketapang, Kalimantan Barat. Keakuratan spesies tumbuhan ditentukan di Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor. Hasil determinasi dilaporkan dalam surat keterangan bernomor 348/IPH.1.02/If.8/2004.

Akar pasak bumi dipotong-potong, lalu dikeringanginkan, dan diserbuk dengan ukuran 40 mesh. Sebanyak 12,5 kg serbuk akar pasak bumi dimaserasi dengan metanol 80% pada suhu kamar. Proses ekstraksi dilakukan sampai filtrat yang dihasilkan jernih. Seluruh filtrat dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen ekstrak metanol yang diperoleh sebanyak 329,82 g (2,75%).

Sebanyak 95% ekstrak metanol kering dilarutkan dalam metanol 50% kemudian dipartisi dengan n-heksan. Partisi dilakukan berulang-ulang sampai filtrat dari fraksi n-heksan jernih. Selanjutnya fraksi n-heksan dipekatkan dengan

vacuum rotavapor. Ekstrak metanol sisa kemudian dipartisi lagi dengan cara yang sama menggunakan kloroform dan etil asetat sebagai pelarut. Hasil partisi selanjutnya dipekatkan dengan vacuum rotavapor. Rendemen fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air yang diperoleh masing- masing 14,31 g (4,34%), 94,96 g (28,79%), 23,81 g (7,22%), dan 177,25 g (53,74%).

Pemberian Sediaan Akar Pasak Bumi pada Organ Hati

Metode kerja yang digunakan mengacu pada prosedur Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica (1993) yang dimodifikasi. Hewan coba yang digunakan dibagi menjadi tujuh kelompok, dan tiap kelompok terdiri atas tiga ekor. Kelompok pertama (kontrol negatif) diberi air suling 2 ml/kg BB, kelompok kedua (kontrol positif) diberi silymarin (Sigma) 25 mg/kg BB (Ahmad et al., 1999), dan kelompok ketiga sampai dengan ketujuh berturut-turut diberi sediaan ekstrak metanol dan fraksi-fraksi turunannya (n-heksan,kloroform, etil asetat, dan metanol-air sebanyak 500 mg/kg BB. Air suling, silymarin, ekstrak, dan fraksi- fraksi akar pasak bumi diberikan per oral dengan menggunakan sonde lambung. Hewan coba diberi sediaan uji selama tujuh hari berturut-turut, dan pada hari kedelapan dilakukan pengambilan sampel darah yang diikuti dengan pengambilan organ hati.

Evaluasi Biokimiawi

Untuk mendapatkan serum darah dilakukan pengambilan sampel darah dari jantung. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit. Kemudian serum dipisahkan ke dalam tabung ependorf. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap kadar enzim ALT, AST, protein total, ALP, bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek dalam serum dengan menggunakan kit, serta pengukuran protein total dengan menggunakan metode Biuret.

Histopatologi

Hewan dikorbankan dengan cara dislokasi cervical, kemudian dilakukan nekropsi untuk evaluasi organ secara makroskopik, dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Organ hati yang diambil diproses secara rutin kemudian diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE) (Kiernan, 1990). Hasil pewarnaan histopatologi diamati di bawah mikroskop cahaya.

Analisis Data

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Secara menyeluruh perolehan data kadar ALT, AST, ALP, bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek, serta protein total dianalisis statistik dengan menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan dilanjutkan dengan uji Tukey jika berbeda nyata (p<0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari rataan hasil pengukuran terhadap parameter fungsi hati dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan air suling meyebabkan penurunan kadar enzim ALT, sebaliknya terjadi peningkatan kadar enzim AST, kecuali pada kelompok yang diberi ekstrak metanol (Tabel 2). Hasil pengukuran kadar enzim ALT dan AST yang paling mendekati silymarin adalah fraksi metanol-air dan tanpa perlakuan, namun secara statistik rataan kadar enzim ALT dan AST hasil percobaan ini tidak berbeda (p>0,05). Kisaran kadar enzim ALT dan AST mulai dari air suling, silymarin, ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil aseat, dan fraksi metanol-air adalah sebagai berikut 73,12-92,86 U/L dan 207,20-468,90 U/L; 73,45-130,70 U/L dan 222,40-388,70 U/L; 85,90-107,40 U/L dan 181,40-354,80 U/L; 73,80-90,45 U/L dan 267,20-370,90 U/L; 70,03-97,59 U/L dan 238,30- 518,20 U/L; 74,94-111,90 U/L dan 218,10-528,50 U/L; serta 91,39-126,00 U/L dan 233,60-399,30 U/L. Kisaran kadar enzim ALT dan AST menunjukkan bahwa semua sediaan uji tidak menimbulkan kerusakan sel hati. Hal ini juga didukung oleh gambaran histopatologi hati yang tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti pada sel-sel hati.

Terjadinya kerusakan sel-sel hati selain akan menyebabkan peningkatan kadar enzim ALT dan AST dalam serum juga akan mengganggu fungsi sel hati dalam mensintesis protein serum yang ditandai dengan rendahnya kadar protein total (Trivedi dan Rawal, 1998). Hasil percobaan ini secara keseluruhan tidak memperlihatkan terjadinya penurunan kadar protein total, sebaliknya kadar

36 Tabel 2 Rataan kadar enzim ALT, AST, protein total, ALP, bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek dalam serum tikus jantan strain

Sprague Dawley (n = 3)

Parameter

Sediaan Akar Pasak Bumi (500 mg/kg BB)

I II III IV V VI VII ALT (U/L) 80,84 ± 10,55 106,68 ± 29,72 93,49 ± 12,06 79,80 ± 9,25 86,37 ± 14,48 93,59 ± 18,54 108,10 ± 17,34 AST (U/L) 328,93 ± 133,44 302,93 ± 83,27 292,47 ± 96,43 315,23 ± 52,27 354,57 ± 145,84 373,80 ± 155,20 304,67 ± 85,33 Protein Total (mg/ml) 124,29 ± 18,19 138,45 ± 26,43 113,56 ± 11,45 134,24 ± 6,52 119,12 ± 11,01 132,85 ± 12,03 126,25 ± 2,45 ALP (U/L) 733,33 ± 283,65 828,33 ± 219,75 612,67 ± 199,61 993,33 ± 370,53 831,67 ± 386,34 813,00 ± 209,59 713,33 ± 169,50 Bilirubin Total (mg/dl) 4,02 ± 0,96 2,67 ± 1,39 3,48 ± 1,37 2,58 ± 0,89 2,85 ± 1,77 3,62 ± 1,25 2,75 ± 1,46 Bilirubin Direct (mg/dl) 1,34 ± 0,24 1,40 ± 0,46 1,47 ± 0,48 0,77 ± 0,50 1,57 ± 0,57 1,14 ± 0,47 0,67 ± 0,11 Bilirubin Indirect (mg/dl) 2,67 ± 1,16 1,26 ± 1,76 2,01 ± 1,17 1,81 ± 0,74 1,27 ± 1,26 2,48 ± 1,24 2,09 ± 1,40

Keterangan: I = Air suling (Kontrol negatif) 2 ml/kg BB, II = Silymarin 25 mg/kg BB, III = Ekstrak Metanol, IV = Fraksi n-Heksan, V = Fraksi Kloroform, VI = Fraksi Etil Asetat, VII = Fraksi Metanol-Air 500 mg/kg BB

protein total kelompok yang mendapat sediaan n-heksan mengalami peningkatan. Namun, secara statistik kadar protein total dinyatakan tidak berbeda (p>0,05). Kisaran kadar protein total untuk masing-masing kelompok adalah 105,08-141,24 mg/ml; 116,44-167,76 mg/ml; 100,88-123,16 mg/ml; 126,96-139,56 mg/ml; 108,88-130,76 mg/ml; 120,24-144,20 mg/ml; dan 124,88-129,08 mg/ml berturut- turut mulai dari air suling, silymarin, ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air.

Rataan kadar enzim ALP pada keseluruhan kelompok percobaan relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan silymarin, sebaliknya tinggi pada kelompok yang diberi sediaan fraksi n-heksan. Kisaran kadar enzim ALP pada masing-masing kelompok berturut-turut mulai dari air suling, silymarin, ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil aetat, dan fraksi metanol-air adalah 430-992 U/L, 588-1019 U/L, 417-816 U/L, 578-1112 U/L, 567-1275 U/L, 607-1026 U/L, 592-907 U/L. Hasil pengukuran kadar enzim ALP yang paling mendekati silymarin adalah kelompok yang diberi sediaan fraksi kloroform. Namun demikian, secara statistik keseluruhan rataan kadar ALP tersebut masih dinyatakan seragam (p>0,05), artinya pemberian sediaan akar pasak bumi tidak memengaruhi aliran empedu intrabiliar dan ekstrabiliar. Sejalan dengan pengukuran biokimiawi darah, gambaran histopatologi dengan pewarnaan HE juga tidak memberikan informasi terjadinya penyumbatan aliran empedu. Bila dikaitkan dengan hasil pengukuran kadar bilirubin juga tidak mencerminkan terjadinya penyumbatan aliran empedu. Adanya penyumbatan dapat ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah. Namun, dari hasil percobaan ini dapat dilihat bahwa kelompok dengan rataan kadar enzim ALP yang lebih tinggi tidak menunjukkan kadar bilirubin direk yang tinggi pula, dan pada kelompok dengan kadar enzim ALP-nya paling rendah juga tidak menunjukkan perbedaan dengan kadar bilirubin direk silymarin. Alkalin fosfatase merupakan enzim yang terdapat dalam banyak jaringan, terutama di hati, tulang, mukosa usus, dan plasenta. Peningkatan kadar enzim ALP disebabkan adanya kolestasis, dan ketika terjadi penyumbatan (obstruksi) aliran empedu intrabiliar

maupun ekstrabiliar kadar enzim ini di dalam darah akan meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul ikterus (Baron, 1992).

Rataan hasil pengukuran kadar bilirubin total menunjukkan bahwa dengan pemberian sediaan akar pasak bumi kadar bilirubin total relatif lebih tinggi dibanding silymarin, kecuali pada kelompok yang diberi fraksi n-heksan. Peningkatan kadar bilirubin total juga terlihat pada kelompok air suling. Kelompok dengan rataan kadar bilirubin total yang paling mendekati silymarin adalah kelompok yang diberi sediaan fraksi metanol-air. Namun, secara keseluruhan rataan kadar bilirubin total dari percobaan ini dinyatakan seragam (p>0,05). Artinya, pemberian sediaan akar pasak bumi tidak mempengaruhi metabolisme bilirubin (pengambilan, konjugasi, dan ekskresi) dan aliran empedu. Kisaran kadar bilirubin total dari masing-masing kelompok berturut-turut mulai dari air suling, silymarin, ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air 3,35-5,12 mg/dl; 1,56-4,23 mg/dl; 2,27- 4,96 mg/dl; 1,81-3,55 mg/dl; 1,72-4,89 mg/dl; 2,28-4,75 mg/dl; dan 1,12-3,94 mg/dl. Bilirubin total akan meningkat bila ada kebocoran bilirubin dari sel-sel hati atau sel duktuli sehingga bilirubin bisa masuk ke dalam aliran darah dan dapat memasuki semua cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan asites, atau mewarnai kulit, sclera, dan lain-lain (Baron, 1992).

Rataan kadar bilirubin direk pada kelompok air suling, silymarin, ekstrak metanol, dan fraksi kloroform relatif seragam. Sebaliknya, pada kelompok yang diberi fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air terjadi penurunan. Bilirubin merupakan pigmen empedu. Peningkatan kadar bilirubin direk selain disebabkan obstruksi biliar intrahepatik dan ekstrahepatik, juga disebabkan oleh kerusakan sel-sel parenkim hati (Baron, 1992). Rataan kadar bilirubin direk pada kelompok yang diberi air suling, silymarin, ekstrak metanol, dan fraksi kloroform relatif seragam, sebaliknya pada kelompok yang diberi fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air terjadi penurunan. Walaupun demikian, keseluruhan rataan kadar bilirubin direk dari percobaan ini dinyatakan seragam (p>0,05). Artinya, pemberian sediaan akar pasak bumi tidak mempengaruhi metabolisme bilirubin (pengambilan, konjugasi, dan ekskresi). Telah umum dinyatakan bahwa

kadar bilirubin total merupakan hasil penjumlahan bilirubin direk dengan indirek. Bilirubin indirek adalah bilirubin yang belum mengalami konjugasi di hati (Baron, 1992). Terkait dengan hasil percobaan ini diketahui bahwa rataan kadar bilirubin indirek dari semua kelompok percobaan kecuali silymarin dan fraksi kloroform lebih tinggi dibanding bilirubin direk. Kisaran kadar bilirubin direk dan indirek masing-masing kelompok berturut-turut mulai dari air suling, silymarin, ekstrak metanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air adalah 1,11-1,59 mg/dl dan 1,99-4,01 mg/dl; 0,94-1,85 mg/dl dan 0,13-3,29 mg/dl; 0,96-1,91 mg/dl dan 0,74-3,05 mg/dl; 0,65-0,94 mg/dl dan 1,16- 2,61 mg/dl; 1,10-2,20 dan 0,30-2,69 mg/dl; 0,85-1,69 mg/dl dan 1,43-3,85 mg/dl; serta 0,57-0,78 mg/dl dan 0,55-3,29 mg/dl.

Pemberian ragam sediaan akar pasak bumi secara keseluruhan tidak memengaruhi kadar enzim ALT, AST, ALP, protein total, bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek, hal ini berarti pengkonsumsian sediaan akar pasak bumi dosis 500 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut relatif aman pada fungsi hati. Artinya bahwa, beragam senyawa yang terkandung dalam masing-masing sediaan tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel hati, melainkan mampu mengoptimalkan fungsi hati dalam metabolisme. Sebagaimana dilaporkan dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa dengan pemberian 500 mg/kg BB ekstrak metanol, fraksi kloroform, fraksi n-butanol, dan fraksi air selama 10 hari menunjukkan peningkatan motivasi seksual pada mencit jantan dewasa, middle- aged, dan retired breeder (Ang dan Lee, 2003), pemberian sediaan ekstrak metanol, fraksi kloroform, fraksi n-butanol, dan fraksi air akar pasak bumi dosis 500 mg/kg BB selama 12 minggu menunjukkan peningkatan kualitas seksual dan mengurangi keragu-raguan pada tikus jantan middle-aged untuk melakuan aktivitas seksual (Ang et al., 2003), serta pemberian sediaan akar pasak bumi dosis 800 mg/kg BB mampu meningkatkan libido tikus jantan middle aged, walaupun peningkatan libido tersebut tidak diikuti dengan ejakulasi (Ang dan Lee, 2002). Telah diketahui bahwa daya aprodisiaka berkaitan dengan kemampuan dalam memperlancar aliran darah. Aliran darah yang lancar tentunya akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan

memperbaiki fungsi organ tubuh. Namun, tentunya harus didukung oleh metabolisme tubuh yang baik pula, dan hati merupakan organ tubuh yang berperan paling besar dalam metabolisme (Ganong, 1995). Dengan demikian, terbuka peluang untuk melakukan penelitian lanjutan, yakni pengujian aktivitas hepatoprotektor sediaan akar pasak bumi.

SIMPULAN

Pemberian sediaan akar pasak bumi tidak mempengaruhi fungsi hati ditinjau dari hasil pengukuran kadar ALT, AST, protein total, ALP, bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek. Sediaan akar pasak bumi yang memberikan hasil pengukuran biokimia darah dan gambaran histopatologi yang paling mendekati silymarin adalah fraksi metanol-air. Gambaran histopatologi sel hati menunjukkan bahwa secara keseluruhan sel-sel hati tidak mengalami perubahan.

AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK METANOL