• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Saing Industri Semen Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Daya Saing Industri Semen Indonesia

Analisis daya saing industri semen Indonesia menggunakan pendekatan

Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor komoditi semen terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi semen didalam total ekspor produk Indonesia lebih besar dibandingkan pangsa ekspor komoditi semen di dalam total ekspor produk dunia, diharapkan negara Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi semen. Apabila nilai RCA lebih besar dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (diatas rata-rata dunia) untuk komoditi semen. Sebaliknya, jika nilainya lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditas semen rendah (dibawah rata-rata dunia).

Analisis daya saing industri semen Indonesia dihitung sejak diberlakukan atau dimulai kembali ekspor yang berlangsung hingga saat ini yaitu tahun 1978 meskipun beberapa saat pernah mengalami penurunan jumlah ekspor karena adanya gejolak permintaan semen di dalam negeri. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 5.1.

66

Tabel 5.1. Daya Saing Industri Semen Indonesia, tahun 1978-2005

TAHUN RCA*) Daya Saing Industri Semen Indonesia

1978 0.086 Lemah 1979 0.935 Lemah 1980 0.745 Lemah 1981 0.539 Lemah 1982 0.211 Lemah 1983 0.216 Lemah 1984 0.466 Lemah 1985 1.078 Kuat 1986 2.954 Kuat 1987 3.968 Kuat 1988 5.313 Kuat 1989 7.380 Kuat 1990 4.453 Kuat 1991 1.692 Kuat 1992 3.612 Kuat 1993 1.976 Kuat 1994 0.784 Lemah 1995 0.204 Lemah 1996 0.394 Lemah 1997 0.705 Lemah 1998 2.224 Kuat 1999 3.573 Kuat 2000 3.420 Kuat 2001 4.012 Kuat 2002 3.437 Kuat 2003 2.219 Kuat 2004 2.304 Kuat 2005 1.961 Kuat

Rata-rata RCA 2.029 Kuat

Sumber : UN Comtrade, diolah dengan Microsoft Excel *) Dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1, halaman

Perhitungan RCAij = Xij / Xis ... (5.1)

Wj / Ws

Dimana :

Xij = nilai ekspor produk semen dari negara Indonesia tahun ke t

Xis = nilai total ekspor (produk semen dan lainnya negara Indonesia) tahun ke t

Wj = nilai ekspor produk semen didunia tahun ke t

Ws = nilai total ekspor produk dunia tahun ke t

t = 1978, ...., 2005

Berdasarkan hasil perhitungan RCA dari Tabel 5.1., dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1978 hingga tahun 1984, nilai perhitungan RCA berada di posisi kurang dari satu yaitu pada tahun 1978 sebesar 0.086, pada tahun 1979

sebesar 0.935, tahun 1980 sebesar 0.745, tahun 1981 sebesar 0.539, tahun 1982 sebesar 0.211, tahun 1983 sebesar 0.216 dan sebesar 0.466 pada tahun 1984 yang berarti bahwa Negara Indonesia mempunyai keunggulan komparatif untuk komoditas semen yang rendah (dibawah rata-rata dunia), bisa juga diartikan bahwa pangsa pasar semen Indonesia lebih rendah daripada pangsa pasar semen pesaingnya di dunia.

Industri semen Indonesia memiliki tingkat daya saing yang rendah pada tahun 1978 hingga tahun 1984. Hal ini disebabkan oleh terjadinya devaluasi pada bulan November 1978, telah menyebabkan kenaikan biaya produksi semen karena beban bunga pinjaman luar negeri yang meningkat (dinilai dalam rupiah) dimana industri semen yang padat modal sebagian besar masih dibiayai oleh pinjaman luar negeri sehingga produsen semen Indonesia enggan untuk melakukan ekspor. Peningkatan biaya produksi akan menyebabkan inefisiensi terhadap industri semen Indonesia sehingga menurunkan daya saing industri semen Indonesia. Selain itu, sejak tahun 1978 ekspor baru dimulai kembali setelah sempat terhenti pada tahun 1976-1977 dan mengalami penurunan jumlah ekspor karena adanya gejolak permintaan semen di dalam negeri.

Pada tahun 1985 hingga tahun 1993, nilai perhitungan RCA berada diposisi lebih dari satu yaitu pada tahun 1985 sebesar 1.078, tahun 1986 sebesar 2.954, tahun 1987 sebesar 3.968, tahun 1988 sebesar 5.313, tahun 1989 sebesar 7.380, tahun 1990 sebesar 4.453, tahun 1991 sebesar 1.692, tahun 1992 sebesar 3.612 dan 1.976 pada tahun 1993 yang berarti bahwa Negara Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas semen sangat tinggi (diatas

68

rata-rata dunia), bisa diartikan juga bahwa pangsa pasar semen Indonesia lebih tinggi daripada pangsa pasar semen pesaingnya di dunia.

Industri semen Indonesia memiliki tingkat daya saing yang tinggi pada tahun 1985 hingga tahun 1993. Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan ekspor yang baik bagi produsen semen Indonesia untuk melakukan ekspor dengan alasan bahwa produksi semen sudah melebihi kebutuhan konsumen semen dalam negeri. Pada tahun 1989 pemerintah Indonesia juga melakukan privatisasi pada semen gresik group sehingga kinerja pada perusahaan tersebut akan meningkatkan produktivitas dan akan meningkatkan daya saing industri semen Indonesia. Selain itu, peningkatan daya saing pada industri ini disebabkan karena melonjaknya permintaan ekspor semen luar negeri dari negara Bangladesh, Malaysia dan Singapura.

Pada tahun 1994 hingga tahun 1997, nilai perhitungan RCA mengalami penurunan kembali hingga berada di posisi kurang dari satu yaitu pada tahun 1994 sebesar 0.784, tahun 1995 sebesar 0.204, tahun 1996 sebesar 0.394 dan 0.705 pada tahun 1997 yang berarti bahwa Negara Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas semen rendah (dibawah rata-rata dunia), bisa diartikan juga bahwa pangsa pasar semen Indonesia lebih rendah daripada pangsa pasar semen pesaingnya di dunia.

Industri semen Indonesia memiliki tingkat daya saing yang rendah pada tahun 1994 hingga tahun 1997. Hal ini dikarenakan pada rentan waktu tahun tersebut terjadi penurunan volume ekspor semen nasional karena adanya pengendalian ekspor melalui pembatasan kuota ekspor yang ditujukan untuk

mengantisipasi kekurangan kebutuhan semen di dalam negeri yang semakin meningkat akibat berkembangnya pembangunan rekonstruksi secara fisik di Indonesia.

Pada tahun 1998 hingga tahun 2005, nilai perhitungan RCA mengalami peningkatan hingga berada diposisi lebih dari satu yaitu pada tahun 1998 sebesar 2.224, tahun 1999 sebesar 3.573, tahun 2000 sebesar 3.420, tahun 2001 sebesar 4.012, tahun 2002 sebesar 3.437, tahun 2003 sebesar 2.219, tahun 2004 sebesar 2.304 dan 1.976 pada tahun 2005 yang berarti bahwa Negara Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas semen tinggi (diatas rata-rata dunia), bisa diartikan juga bahwa pangsa pasar semen Indonesia lebih tinggi daripada pangsa pasar semen pesaingnya di dunia.

Industri semen Indonesia memiliki tingkat daya saing yang tinggi pada tahun 1998 hingga tahun 2005. Hal ini dikarenakan setelah tahun 1998, pemerintah melakukan privatisasi kepada beberapa perusahaan semen (BUMN). Privatisasi tersebut mengakibatkan kinerja dalam perusahaan tersebut akan menghasilkan produktivitas yang tinggi sehingga terjadi peningkatan daya saing industri semen Indonesia. Sejak tahun 1998, pemerintah tidak lagi mengatur industri semen tetapi diserahkan pada mekanisme pasar serta penghapusan kuota ekspor sehingga banyak investor yang masuk ke dalam industri semen. Banyaknya pemain swasta yang masuk kedalam industri ini sangat berdampak pada persaingan yang lebih terbuka antara perusahaan yang ada dalam industri semen nasional. Selain itu, peningkatan daya saing industri semen Indonesia

70

disebabkan karena meningkatnya kapasitas produksi semen Indonesia dan melonjaknya permintaan ekspor semen luar negeri dari beberapa negara di dunia.

Dari penjelasan yang telah disebutkan, terdapat hal penting yang perlu diperhatikan bahwa daya saing industri semen Indonesia memiliki tingkat daya saing terendah berada pada tahun 1978 yaitu sebesar 0.086. Hal ini disebabkan oleh terjadinya devaluasi pada bulan November 1978, telah menyebabkan kenaikan biaya produksi semen karena beban bunga pinjaman luar negeri yang meningkat (dinilai dalam rupiah) dimana industri semen yang padat modal sebagian besar masih dibiayai oleh pinjaman luar negeri sehingga produsen semen Indonesia enggan untuk melakukan ekspor. Peningkatan biaya produksi akan menyebabkan inefisiensi terhadap industri semen Indonesia sehingga menurunkan daya saing industri semen Indonesia. Selain itu, sejak tahun 1978 ekspor baru dimulai kembali setelah sempat terhenti pada tahun 1976-1977 dan mengalami penurunan jumlah ekspor karena adanya gejolak permintaan semen di dalam negeri.

Tingkat daya saing industri semen Indonesia tertinggi berada pada tahun 1989 yaitu sebesar 7.380. Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan ekspor yang baik bagi produsen semen Indonesia untuk melakukan ekspor dengan alasan bahwa produksi semen sudah melebihi kebutuhan konsumen semen dalam negeri. Pada tahun 1989 pemerintah Indonesia juga melakukan privatisasi pada semen gresik group sehingga kinerja pada perusahaan tersebut akan meningkatkan produktivitas dan akan meningkatkan daya saing industri semen Indonesia. Selain itu, peningkatan daya saing pada

industri ini disebabkan karena melonjaknya permintaan ekspor semen luar negeri dari negara Bangladesh, Malaysia dan Singapura.

Tingginya daya saing industri semen Indonesia tersebut tidak bertahan lama karena setelah tahun 1989, daya saing industri semen terus mengalami penurunan hingga titik terendah sebesar 0.204 pada tahun 1995. Hal ini dikarenakan pada tahun 1995 pemerintah melakukan kebijakan mengurangi volume ekspor semen keluar negeri yang ditujukan untuk mengantisipasi kekurangan kebutuhan semen di dalam negeri yang semakin meningkat akibat berkembangnya pembangunan rekonstruksi secara fisik di Indonesia. Penurunan volume ekspor semen nasional sebanyak 382,474 ton dari 536,072 ton pada tahun 1994 menjadi hingga 153,598 ton karena banyaknya pembangunan secara fisik di Indonesia yang menyebabkan kebutuhan semen dalam negeri yang meningkat dari 21,533,795 ton menjadi sebesar 24,062,165 ton pada tahun 1995.

Industri semen Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar dunia pada periode 1978-2005. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai RCA pada industri semen Indonesia dari tahun 1976 hingga 2005 yang berada diposisi lebih dari satu yaitu sebesar 2.029, berarti bahwa Negara Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas semen tinggi (diatas rata-rata dunia), bisa diartikan juga bahwa pangsa pasar semen Indonesia lebih tinggi daripada pangsa pasar semen pesaingnya di dunia. Hal ini dikarenakan bahwa industri semen Indonesia merupakan salah satu produsen semen terbesar di ASEAN sehingga industri semen nasional mempunyai peluang besar untuk menguasai pasar ekspor

72

di pasar dunia. Selain itu, industri semen indonesia sudah memiliki tingkat produktivitas dan efisiensi yang tinggi.

Selain dapat menganalisis daya saing industri semen Indonesia, bisa juga melihat kinerja ekspor semen Indonesia di pasar dunia setiap tahunnya sejak tahun 1978 hingga 2005 dengan indeks RCA. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :

Indeks RCA = RCAt ... (5.2)

RCAt-1

Dimana :

RCAt = nilai RCA tahun ke sekarang (t)

RCAt-1 = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)

t = 1978, ..., 2005

Nilai indeks RCA berkisar nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor semen Indonesia di pasar dunia tahun sekarang sama dengan tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA atau kinerja ekspor semen Indonesia di pasar dunia tahun sekarang lebih rendah dibanding dengan tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor semen Indonesia di pasar dunia tahun sekarang lebih tinggi dibanding dengan tahun sebelumnya. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Indeks RCA Pada Industri Semen Indonesia di Pasar Dunia

TAHUN RCA INDEKS RCA

1978 0.086 0 1979 0.935 10.876 1980 0.745 0.797 1981 0.539 0.723 1982 0.211 0.391 1983 0.216 1.0248 1984 0.466 2.159 1985 1.078 2.311 1986 2.954 2.741 1987 3.968 1.343 1988 5.313 1.339 1989 7.380 1.389 1990 4.453 0.603 1991 1.692 0.380 1992 3.612 2.135 1993 1.976 0.547 1994 0.784 0.397 1995 0.204 0.261 1996 0.394 1.928 1997 0.705 1.789 1998 2.224 3.153 1999 3.573 1.607 2000 3.420 0.957 2001 4.012 1.173 2002 3.437 0.857 2003 2.219 0.646 2004 2.304 1.038 2005 1.961 0.851 Rata-rata 2.029 1.608

Sumber : UN Comtrade, diolah dengan Microsoft Excel

Berdasarkan hasil perhitungan indeks RCA dari Tabel 5.2. diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1978 nilai indeks RCA bernilai nol, berarti tidak terjadi perubahan pada kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1978 sama dengan tahun 1977. Pada tahun 1979 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 10.876, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1979 lebih tinggi dibandingkan tahun 1978.

74

Pada tahun 1980 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.797, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1980 lebih rendah dibandingkan tahun 1979. Pada tahun 1981 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.723, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1981 lebih rendah dibandingkan tahun 1980. Pada tahun 1982 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.391, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1982 lebih rendah dibandingkan tahun 1981.

Pada tahun 1983 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.025, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1983 lebih tinggi dibandingkan tahun 1982. Pada tahun 1984 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 2.159, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1984 lebih tinggi dibandingkan tahun 1983. Pada tahun 1985 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 2.311, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1985 lebih tinggi dibandingkan tahun 1984. Pada tahun 1986 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 2.741, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1986 lebih tinggi dibandingkan tahun 1985. Pada tahun 1987 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.343, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1987 lebih tinggi dibandingkan tahun 1986. Pada tahun 1988 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.339, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1988 lebih tinggi dibandingkan tahun 1987.

Pada tahun 1989 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.389, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1989 lebih tinggi dibandingkan tahun 1988.

Pada tahun 1990 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.603, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1990 lebih rendah dibandingkan tahun 1989. Pada tahun 1991 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.380, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1991 lebih rendah dibandingkan tahun 1990. Pada tahun 1992 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 2.135, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1992 lebih tinggi dibandingkan tahun 1991. Pada tahun 1993 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.547, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1993 lebih rendah dibandingkan tahun 1992. Pada tahun 1994 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.397, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1994 lebih rendah dibandingkan tahun 1993. Pada tahun 1995 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.261, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1995 lebih rendah dibandingkan tahun 1994.

Pada tahun 1996 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.928, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1996 lebih tinggi dibandingkan tahun 1995. Pada tahun 1997 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.789, berarti terjadi peningkatan kinerja

76

ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1997 lebih tinggi dibandingkan tahun 1996. Pada tahun 1998 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 3.153, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1998 lebih tinggi dibandingkan tahun 1997. Pada tahun 1999 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.607, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 1999 lebih tinggi dibandingkan tahun 1998.

Pada tahun 2000 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.957, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 2000 lebih rendah dibandingkan tahun 1999. Pada tahun 2001 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.173, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 2001 lebih tinggi dibandingkan tahun 2000. Pada tahun 2002 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.857, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 2002 lebih rendah dibandingkan tahun 2001. Pada tahun 2003 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.646, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 2003 lebih rendah dibandingkan tahun 2002. Pada tahun 2004 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.038, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 2004 lebih tinggi dibandingkan tahun 2003. Pada tahun 2005 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.851, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor semen Indonesia dipasar dunia tahun 2005 lebih rendah dibandingkan tahun 2004.

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa indeks rata-rata RCA pada industri semen Indonesia dari tahun 1978 hingga 2005 mengalami peningkatan kinerja ekspor semen Indonesia di pasar dunia sebesar 1.608.

5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Industri Semen

Dokumen terkait