Daya serap air merupakan sifat terpenting dari protein. Interaksi dengan air menentukan sifat hidrasi, dejat pengembangan, kelarutan dan viskositas. Daya serap air merupakan kemampuan protein menahan air dalam suatu sistem pangan. Daya serap air bergantung dari konsentrasi protein. Semakin besar konsentrasi protein, semakin tinggi daya serap airnya. Komposisi asam amino juga berperan dalam daya serap air. Semakin banyak asam amino gugus polar, semakin baik daya ikat airnya (Suwarno, 2003).
Gambar 20. Grafik hasil analisis daya serap air THP (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
Hulton dan Campbell (1981) mengemukakan bahwa protein merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap penyerapan air. Berdasarkan hasil analisis (Gambar 20), daya serap air tepung tempe kacang komak yang dihasilkan lebih besar dibanding tepung kacang kontrol. Hasil ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak mengandung lebih banyak asam amino bergugus polar dibanding tepung kacang kontrol.
Daya serap pada formula 1 (10% gluten) lebih rendah dari daya serap pada formula 2 (25% gluten). Hal ini berkaitan dengan kadar protein gluten yang lebih tinggi pada formula 2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yung (1995) menunjukan bahwa adanya peningkatan daya serap air dengan semakin besarnya kadar gluten. Kisaran hasil pengukuran daya serap air ini mendekati kisaran daya serap yang dilaporkan oleh Yung (1995), yaitu sebesar 194,95-309,95%.
d. Daya Serap Minyak Texturized Hyacinth Protein (THP)
Daya serap minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, sumber protein, proses pengolahan, partikel bahan dan derajat denaturasi protein (Yung, 1995). Daya serap minyak/Oil Holding Capacity (OHC) meningkat dengan meningkatnya konsentrasi protein, dan semakin kecilnya ukuran partikel (tekstur yang lebih halus, lebih seragam, dan lebih porous) (Suwarno, 2003).
Daya serap minyak penting dalam berbagai sistem pangan, misalnya pangan teremulsi, powders, produk susu, produk sosis, adonan, dan roti. Sifat fungsional pangan banyak melibatkan interaksi antara protein dan lemak, yaitu: pembentukan emulsi, emulsi lemak dalam daging, pengikatan lemak dalam produk sosis, pengikat citarasa (flavor), dan pembuatan adonan. Menurut Winarno (1997), daya serap ini penting bagi penambahan cita rasa, memperbaiki mouth feel, meningkatkan sifat daging tiruan. Daya
serap minyak tepung tempe komak lebih besar dibanding tepung kacang kontrol (Gambar 21). Tingginya daya serap minyak tepung tempe kacang komak menunjukkan banyaknya cabang protein non polar pada protein tempe kacang komak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa daya serap pada formula 25% gluten lebih tinggi dari formula 10% gluten. Hasil ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (lampiran 10). Peningkatan daya serap ini berkaitan dengan sifat protein yang terkandung di dalamnya. Macritche (1978) mengemukakan bahwa denaturasi protein selama proses ekstrusi bahan mengakibatkan terbukanya konformasi protein globular sehingga asam amino hidrofobik dapat mengalami kontak dengan lemak.
Pada gluten terdapat protein nonpolar yang lebih banyak sehingga memungkinkan terbentuknya ikatan hidrokarbon dan meningkatkan penyerapan lemak (Irawan, 2001). Kisaran hasil pengukuran daya serap air ini mendekati kisaran daya serap yang dilaporkan oleh Yung (1995), yaitu sebesar 158,85-211,05%.
Gambar 21. Grafik hasil analisis daya serap minyak THP (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
e. Kapasitas Emulsi Texturized Hyacinth Protein (THP)
Kapasitas emulsi berhubungan dengan kelarutan protein. Semakin tinggi kelarutan protein, semakin tinggi kemampuan untuk membentuk misel, sehingga aktivitas emulsi semakin meningkat (Widowati, 1998). Kapasitas dan stabilitas emulsi merupakan ukuran sifat-sifat protein sebagai emulsifier dalam sistem emulsi pangan.
Protein teradsorbsi dapat menurunkan tegangan permukaan atau interfasial sehingga dapat memfasilitasi pembentukan emulsi. Protein globular dengan hidrofobisitas permukaan tinggi, seperti lisosim, ovalbumin, dan protein whey, akan mengalami peningkatan daya emulsi dengan pemanasan sedang dan strukturnya sedikit terbuka (Zayas, 1997).
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 11) terlihat bahwa proses fermentasi meningkatkan kapasitas emulsi secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh keseimbangan grup hidrofilik dan lipofik (hidrofobik) protein tempe kacang komak yang ditunjukan dengan tingginya daya serap air dan daya serap minyak protein tempe kacang komak (Widowati, 1998).
Penambahan jumlah gluten (Gambar 22) juga meningkatkan kapasitas emulsi secara signifikan. Hal tersebut berkaitan dengan sifat protein yang mampu mengemulsi minyak dan air, semakin meningkat kandungan protein dapat meningkatkan kapasitas emulsi. Nilai kapasitas emulsi yang didapatkan mendekati nilai kapasitas TSP yang dilaporkan oleh Irawan (2001), yaitu sebesar 32,50-47,50%.
Gambar 22. Grafik hasil analisis kapasitas emulsi THP (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
f.Pengukuran Tekstur Texturized Hyacinth Protein (THP)
Elatisitas bahan merupakan salah satu parameter tekstur produk pangan dan menentukan tingkat penerimaan konsumen. Tingkat kekerasan pada bahan menentukan elastisitas, maka dalam pengukuran elastisitas digunakan proses penekanan (kompresi) sebanyak dua kali menggunakan alat Rheoner RE-3305 (Yung, 1995).
Hasil pengukuran elastisitas antara THP tempe komak dengan THP kacang komak (kontrol) menunjukan nilai elastisitas tertinggi diperoleh oleh THP kacang komak dan terendah adalah THP tempe komak (Table 11). Berdasarkan hasil diatas terlihat bahwa pengaruh proses fermentasi dapat menurunkan elastisitas. Hasil nilai elastisitas yang didapatkan dari penelitian ini lebih tinggi dari hasil elastisitas pada standar TSP, yaitu sebesar 90,9-96,18% (Yung, 1995). Tabulasi hasil analisis tekstur THP dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11.Tabulasi hasil analisis tekstur THP
Sampel Elastisitas TVP Kacang F1 133,60 TVP Kacang F2 133,87 TVP Tempe F1 109,52 TVP Tempe F2 111,11 Standar TSP 90,9-96,18
Nilai elastisitas yang tinggi dimungkinkan oleh suatu produk. Proses ekstruksi memungkinkan terbentuknya sel-sel yang berupa struktur protein yang mempunyai kemampuan mengembang dan menjadi elastis. Menurut Lin et al. (2000) keelastisitasan pada TVP dipengaruhi oleh kandungan protein dan kandungan air, semakin tinggi protein dengan kandungan air yang optimal menghasilkan produk yang lebih elastis. Hal ini
sebagaimana terlihat pada hasil analisis yang menunjukan peningkatan nilai elastisitas seiring penambahan jumlah gluten.
Gambar 23.Hasil analisis tekstur THP formula 1(10% gluten) dengan rheoner
Menurut Harper (1981), proses ekstrusi termoplastis memungkinkan terbentuknya sel-sel yang berupa struktur protein yang mempunyai kemampuan mengembang dan kemampuan elastis yang baik. Prinsip pengukuran elastisitas kali ini adalah pemberian penekanan sebanyak dua kali lalu dihasilkannya output (hasil) berupa grafik berupa dua puncak hasil penekanan tersebut. Hasil analisis tekstur THP pada kedua formula (10 dan 25% gluten) dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24.
Gambar 24. Hasil analisis tekstur THP formula 2 (25% gluten) dengan rheoner
E. PEMILIHAN FORMULA THP TERBAIK
Pemilihan produk terbaik pada penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan sifat produk yang dihasilkan meliputi sifat fisikokimia dan sensori. Pemilihan formula terbaik perlu dilakukan untuk membandingkan sejauh mana produk THP digunakan dalam produk pangan serta seberapa besar dapat menggantikan komposisi daging dalam pangan olahan daging (bakso). Bahan pembanding yang digunakan adalah bakso subtitusi TSP dan bakso yang terbuat dari daging dengan komposisi yang ada dipasaran.
Jika dilihat dari sifat fisikokimianya, THP yang berasal dai F2 lebih mendekati TSP dibandingkan dengan F1, namun masih belum bisa menyamai sifat fisikokimia (kapasitas emulsi) dari TSP. Hal tersebut disebabkan karena kandungan protein pada tempe komak hanya sekitar 30,26% (bk) jauh lebih rendah dibandingkan dengan tempe kedelai rendah lemak sekitar 46% (bk) dan kandungan pati yang terlampau tinggi yaitu sekitar 60% (bk) sedangkan kandungan pati yang disarankan adalah sebesar 40-50% berat kering.
Subtitusi tepung tempe kedelai rendah lemak dengan tepung tempe komak ternyata menurunkan kandungan abu dan kadar lemak secara nyata, sedangkan kadar protein dan kadar karbohidrat mengalami peningkatan. Kelebihan THP dari segi kandungan gizi dibandingkan dengan TSP adalah kandungan seratnya yang lebih tinggi dan kadar lemaknya yang lebih rendah dari tepung kedelai (hanya berkisar 1%). Visualisasi THP hasil rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Visualisasi THP hasil rehidrasi: THP tempe komak (kiri) dan THP kacang komak
(kanan)
F. PEMBUATAN BAKSO SUBSTITUSI THP
Bakso yang berasal dari THP/Texturized Hyacinth Protein ini buat dengan menggunakan bahan pengisi berupa tepung aren. Bahan pengisi berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air. Pada dasarnya bahan pengikat terdiri dari karbohidrat (Wilson et al., 1981). Penambahan bahan pengisi ini dikombinasikan dengan penambahan jumlah es atau air es. Es atau air es ditambahkan dalam pembuatan emulsi daging untuk membantu terbentuknya adonan yang baik dan menurunkan suhu selama proses penggilingan. Selain itu juga berfungsi melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata, membantu pembentukan emulsi dan berfungsi untuk ekstraksi protein (Pisula, 1984). Prosedur pembuatan bakso pada penelitian mengacu pada metode pembuatan bakso yang dilakukan oleh Syamsir et al. (2009). Formulasi pembuatan bakso subtitusi THP dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Formulasi pembuatan bakso subtitusi THP
Bahan Formula A (%) Formula B (%) Formula C (%)
THP 20 30 40
Daging 50 40 30
Pati 10 10 10
Es 20 20 20
Bahan pengikat (binder) yang digunakan untuk membuat bakso ini adalah THP kontrol/kupas kulit, THP tempe, dan telur. Penggunaan bahan pengikat ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas emulsi. Pada dasarnya bahan pengikat komponen utamanya adalah protein (Wilson et al., 1981). Bahan-bahan tambahan lain yang diperlukan, yaitu, garam, MSG, STPP, telur, bawang putih giling, bawang merah goreng, merica bubuk, lada bubuk, dan es batu. Visualisasi hasil dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Visualisasi bakso subtitusi THP: THP tempe komak (kiri) dan THP kacang komak (kanan)
Subtitusi sebagian daging sapi dengan THP ini memunculkan hasil yang kurang memuaskan seperti bentuk dan warnanya yang tidak seragam, kurang menyatunya THP dengan daging, serta teksturnya yang kurang kenyal. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menambahkan 0,3% STPP dan putih telur untuk memperbaiki kekenyalan. Selain itu dilakukan juga penambahan kuning telur sebagai zat emulsifier dan tawas 1 gram per liter air perebusan agar warna bakso lebih cerah dan seragam (Syamsir et al., 2009). Gelapnya produk bakso subtitusi THP tempe komak diduga akibat banyak proses pemanasan selama pembuatan THP tempe.
G. UJI ORGANOLEPTIK BAKSO SUBTITUSI THP
1. Uji Organoleptik Tahap 1
a) Uji Rating Hedonik
Penilaian organoleptik (daya terima) banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini sering dilakukan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik. Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik.
Pengujian organoleptik pada produk bakso hasil subtitusi THP ini merupakan uji hedonik (kesukaan) yang meliputi rating dan rangking. Atribut organoleptik yang diuji pada uji rating meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan secara keseluruhan (over all), sedangkan pada uji rangking hanya menilai secara keseluruhan (over all). Hasil rekapitulasi data uji rating hedonik yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji ragam ANOVA dan uji lanjut Duncan Test. Hasil uji rating hedonik ini bertujuan untuk menyeleksi dan mendapatkan produk terbaik berdasarkan penerimaan sensori yang selanjutnya dibandingkan dengan sifat fisikokimianya.
Pengujian organoleptik dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pertama untuk mencari formula yang disukai konsumen terhadap tiga formula subtitusi THP baik dari campuran tepung kacang dengan gluten maupun campuran tempe dengan gluten yang optimal pada produk bakso. Formulasi subtitusi daging dengan THP yang akan dioptimalisasi adalah subtitusi 20, 30 dan 40% daging. Sedangkan tahap kedua dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan terhadap kesukaan konsumen pada bakso hasil subtitusi serta sejauh mana komposisi daging yang dapat digantikan oleh THP yang terbuat dari tempe ataupun dari kacang komak. Skala uji rating yang digunakan adalah skala 1-7 (sangat suka-sangat tidak suka) dengan jumlah panelis minimal 30 orang.
Hasil yang menunjukan range yang masih dapat diterima (agak suka-sangat suka) menjadi tolok ukur penetapan kadar maksimum. Setelah mendapatkan formula optimum sustitusi THP pada bakso, bakso komak tersebut kemudian dianalisis dan dibandingkan
karakteristiknya dengan bakso yang berasal dari TSP dan daging sapi. Hasil yang diperoleh bahwa konsumen menerima subtitusi THP pada produk bakso sebanyak 20% dan 30% dari komposisi daging yaitu 70%. Hasil subtitusi yang opimal terpilih sebesar 30% yang dapat diterima oleh konsumen. Hal ini dikarenakan 30% merupakan batas maksimal penerimaan konsumen terhadap tingkat subtitusi maksimal THP. Hasil organoleptik tahap 1 dan tahap 2 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil penilaian rating hedonik bakso tahap 1
No Atribut Sensori Bakso Subtitusi 20% THP Tempe Bakso Subtitusi 30% THP Tempe Bakso Subtitusi 40% THP Tempe Bakso Subtitusi 20% THP Kacang Bakso Subtitusi 30% THP Kacang Bakso Subtitusi 40% THP Kacang 1 Rasa 2.80a 2.87a 2.93a 3.00a 3.00a 3.63b 2 Warna 2.67a 2.83a 2.93a 2.57a 2.97b 3.27b 3 Aroma 2.80a 2.87a 2.93a 3.00a 3.00a 3.63b 4 Tekstur 2.67a 2.90a 4.27b 2.67a 3.17a 4.70b 5 Over all 2.60a 2.93a 3.60b 2.67a 3.03a 4.20b
i) Rasa
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 12) terlihat bahwa formulasi 40% menunjukkan hasil yang berbeda nyata, baik dengan formula 30% maupun 20% subtitusi THP dari kacang komak sebagai kontrol terhadap penilaian atribut rasa bakso berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Namun tidak demikian halnya pada bakso subtitusi THP dari tempe komak. Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 13) terlihat bahwa formulasi 20% subtitusi THP dari kacang komak sebagai kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, baik dengan formula 30% maupun 40% terhadap penilaian rasa bakso berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Gambar 27. Grafik hasil analisis uji rating kesukaan terhadap rasa (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
Berdasarkan pada gambar 27 menunjukkan bahwa subtitusi bakso dengan THP baik kacang maupun tempe dapat diterima oleh panelis dengan rata-rata memperoleh nilai berkisar antara 2-3 (suka-agak suka). Hal ini menunjukkan bahwa subtitusi THP pada produk bakso dapat diterima oleh konsumen. Proses pengolahan dari kacang menjadi tempe ternyata tidak berpengaruh nyata dari segi rasa terhadap bakso yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan pada pembuatan THP ditambahkan perisa daging dan rempeh-rempah yang dapat menutupi aftertaste pahit yang merupakan cirri khas makanan olahan kacang.
ii) Aroma
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 14) terlihat bahwa bahwa formulasi 40% menunjukkan hasil yang berbeda nyata, baik dengan formula 30% maupun 20% subtitusi THP dari kacang komak sebagai kontrol terhadap penilaian atribut rasa bakso berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Namun demikian berbeda halnya pada bakso subtitusi THP dari tempe komak. Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 15) terlihat bahwa formulasi 20% subtitusi THP dari kacang komak sebagai kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, baik dengan formula 30% maupun 40% terhadap penilaian rasa bakso berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Gambar 28. Grafik hasil analisis uji rating kesukaan terhadap aroma (angka yang
diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 28 menunjukkan bahwa subtitusi bakso dengan THP baik kacang maupun tempe dapat diterima oleh panelis dengan rata-rata memperoleh nilai antara 2-3 (suka-agak suka). Hasil diatas terlihat bahwa proses pengolahan dari kacang menjadi tempe ternyata tidak berpengaruh nyata dari segi aroma terhadap bakso yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan pada pembuatan THP ditambahkan perisa daging dan rempah-rempah yang dapat menutupi bau langu sebagai hasil oksidasi lemak yang merupakan ciri khas makanan olahan kacang.
iii) Warna
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 16) terlihat bahwa formulasi 20% subtitusi THP dari kacang komak sebagai
kontrol menunjukkan hasil yang berbeda nyata, baik dengan formula 30% maupun 40% terhadap penilaian warna bakso berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Hasil lain yang diperoleh berdasarkan uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 17) terlihat bahwa baik pada formulasi subtitusi THP tempe sebesar 20% dan 30% maupun 40% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap penilaian tingkat kesukaan panelis pada warna bakso secara signifikan.
Hasil analisis pada Gambar 29 menunjukkan bahwa subtitusi bakso dengan THP baik kacang maupun tempe dapat diterima oleh panelis dengan rata-rata memperoleh nilai berkisar antara 2-3 (suka-agak suka) pada formula 20% dan 30%. Berdasarkan hasil diatas terlihat bahwa proses pengolahan dari kacang menjadi tempe ternyata memperbaiki warna bakso terhadap penilaian panelis. Hal tersebut karena warna bakso yang dihasilkan pada THP tempe komak berwarna abu-abu sedikit gelap hampir mendekati warna bakso dari daging sapi, sedangkan pada bakso dari THP kacang warna yang dihasilkannya lebih pucat sehingga tampak seperti bakso aci.
Gambar 29.Grafik hasil analisis uji rating kesukaan terhadap warna (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
iv) Tekstur
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 18) terlihat bahwa formulasi antara formula 20% dan 30% berbeda secara signifikan terhadap penilaian parameter tekstur bakso dengan 40% subtitusi THP kacang komak berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Demikian juga dengan hasil yang diperoleh berdasarkan uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 19) pada THP tempe yang menunjukan bahwa formulasi antara formula 20% dan 30% berbeda secara signifikan terhadap penilaian parameter tekstur bakso dengan 40% subtitusi THP kacang komak berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa subtitusi bakso dengan THP baik kacang maupun tempe mempengaruhi penilaian panelis terhadap penilaian tekstur. Formula subtitusi 20% dan 30% THP terhadap daging masih disukai panelis dengan skor rata-rata antara 2-3 (suka-agak suka).
Berdasarkan gambar 30 terlihat banwa proses pengolahan dari kacang menjadi tempe ternyata tidak berdampak pada perubahan tekstur terhadap penilaian panelis, sedangkan ketika formula THP ditambahkan menjadi 40% maka terjadi penurunan penilaian panelis menjadi berkisar pada nilai 4 (netral). Subtitusi 40% THP pada bakso tidak disukai oleh panelis karena tidak kenyal.
Hal tersebut dikarenakan oleh lemahnya protein komak dalam membentuk gel sehingga tekstur yang dihasilkan kurang kenyal. Hal ini bisa disiasati dengan
menambah komposisi gluten atau isolate soy protein sebagai gelling agent. Grafik hasil analisis uji rating kesukaan terhadap tekstur dapat dilihat pada Gambar 30.
Gambar 30. Grafik hasil analisis uji rating kesukaan terhadap tekstur (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
v) Overall (keseluruhan)
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 20) terlihat bahwa formulasi antara formula 20% dan 30% berbeda secara signifikan terhadap penilaian parameter keseluruhan (overall) bakso dengan 40% subtitusi THP kacang komak berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Demikian juga dengan hasil yang diperoleh berdasarkan uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% (lampiran 21) terlihat bahwa formulasi antara formula 20% dan 30% berbeda secara signifikan terhadap penilaian parameter keseluruhan (overall) bakso dengan 40% subtitusi THP kacang komak berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Gambar 31. Grafik hasil analisis uji rating kesukaan terhadap overall (angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%)
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% terlihat bahwa antara formulasi 20% dan 30% subtitusi THP dari kacang komak (kontrol) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sedangkan formula 40% subtitusi menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bakso secara signifikan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa subtitusi bakso dengan THP baik kacang maupun tempe dapat diterima oleh panelis dengan rata-rata memperoleh nilai mendekati 3 (agak suka). Proses pengolahan dari kacang menjadi tempe ternyata tidak berpengaruh nyata dari segi over all terhadap bakso yang dihasilkan.
2. Uji Organoleptik Tahap 2
Hasil pemilihan formula subtitusi THP pada produk bakso baik yang berasal dari kacang maupun tempe kemudian dibandingkan dengan bakso subtitusi TSP dan bakso daging sapi tanpa subtitusi. Berikut adalah hasil uji organoleptik tahap II (Tabel 14), dengan tujuan pada pengujian tahap II ini difokuskan pada produk yang paling disukai pada tahap I (bakso dari formula sustitusi sebesar 30%).
Tabel 14. Hasil Penilaian Hedonik Tahap 2 Bakso
No Atribut Sensori Bakso Subtitusi 30% THP Tempe Bakso Subtitusi 30% THP Kacang Bakso Subtitusi 30% TSP Bakso Daging Sapi 1 Rasa 2,17a 2,53a 2,73b 2,83b 2 Warna 2,47a 2,50a 2,50a 2,33a 3 Aroma 2,20a 2,43a 2,80c 2,20b 4 Tekstur 2,40a 2,50a 2,30a 2,40a 5 Over all 2,27a 2,70b 2,70b 2,80c