• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Defenisi operasional

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pengetahuan Mahasiswa

Pengetahuan adalah apa yang di ketahui atau hasil pekerjaan tahu.Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal sadar, insaf, mengerti, dan pandai.Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (Amsal Bakhtiar, 2010 : 85).Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi.

Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pengetahuan mahasiswa tentang perbankan syariah adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak mahasiswa tentang perbankan syariah itu sendiri meliputi pengetahuan tentang produk bank syariah, bagi hasil, margin, fee, bonus, akad, bunga dan lain-lainnya.

b. Minat Menabung

Minat adalah suatu kecendrungan untuk memberikan perhatian pada suatu objek atau menyenangi suatu objek,minat digambarkan sebagai situasi seseorang sebelum melakukan tindakan yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku. Sedangkan menabungmerupakan menyisihkan sebagian uang yang dimiliki untuk disimpan. Menabung ialah salah satu cara dalam mengelola keuangan untuk mencapai keinginan (Hasan Alwi, dkk, 2001: 117) . Dari penjelasan di atas yang dimaksud minat menabung dalam penelitian ini adalah kecenderungan dari mahasiswa perbankan syariah untuk menyisihkan uang mereka miliki untuk disimpan.

Secara defenisi operasional maka pengaruh mahasiswa terhadap minat menabung yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman mahasiswa tentang perbankan syariah itu sendiri meliputi pengetahuan produk, akad, bagi hasil, margin, fee, bonus dan lain-lainnya sehingga mahasiswa perbankan syariah lebih kecenderungan untuk menyisihkan uang mereka miliki untuk disimpan di bank syariah.

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengetahuan

a. Pengertian pengetahuan

Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar yang disebut pengetahuan konsumen (engel, 2006: 97).

Pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan prasangka, sebagai akibat dari ketidakpastian tersebut.

Pengetahuan merupakan suatu bagian dari kepercayaan yang benar. Setiap hal mengenai pengetahuan merupakan suatu hal tentang kepercayaan yang benar. Istilah pengetahuan dalam Taksonomi Bloom mengandung makna pengetahuan faktual dan juga pengetahuan hafalan untuk diingat seperti rumus, definisi, istilah, nama-nama suatu objek, dan lain-lain (Jujun, 2006: 82).

Pengetahuan (knowledge) merupakan tipe hasil belajar yang termasuk aspek yang paling dasar dari domain (daerah) kognitif.

Tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa (SHodiq, 2012: 20).

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui itu. Oleh karena itu pengetahuan selalu menuntut adanya

subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya (SHoleh, 2010: 42).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objeb tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengar, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007: 76).

Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan, kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui.

b. Jenis-Jenis Pengetahuan

Jenis-jenis pengetahuan menurut SHolikati (2012) : 1) Pengetahuan Langsung (immediate)

Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis (penganut paham rehalisme) mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan bahwa kita mengetahui sesuatu itu sebagai adanya, khususnya perasaan ini berkaitan dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya seperti pengaruh pengetahuan tentang poHon, rumah, bintang, dan beberapa individu manusia.

2) Pengetahuan Tak Langsung (mediated)

Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengetahuan intrepretasi dan proses berpikr serta pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-benda eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran dan penerapan pikiran kita.

3) Pengetahuan Indarwi

Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapaidan diraih melalui indra-indra lahiriah.

4) Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual juga tidak berpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal.

5) Pengetahuan Partikular

Pengetahuan Partikular berkaitan dengan suatu individu, objek-objek tertentu atau realitas-realitas khusus.

6) Pengetahuan Universal

Pengetahuan yang meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia misalnya: agama dan filsafat.

c. Sumber-sumber Pengetahuan

Sumber-sumber pengetahuan menurut Suhartono, (2005: 69-71) antara lain:

1) Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat istiadat dan agama Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma-norma dan kaidah-kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Misalnya, jika dipertanyakan mengapa muslim harus menghadap kearah kiblat ketika shalat, tidak ada jawaban lain kecuali itu adalah syariat agama Islam.

2) Kesaksian orang lain

Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercaya adalah orang tua, ulama, guru, orang yang dituakan dan sebagainya. Apapun yang mereka katakan pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar.

3) Pancaindra (pengalaman)

Pengalaman indrawi adalah alat fital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan kebenaran suatu objek dan secara langsung pula bisa melakukan kegiatan hidup.

4) Akal pikiran

Akal pikiran cendrung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-rubah, sehingga dengan demikian dapat diyakini

kebenarannya. Misalnya, jika manusia makan daging dan Ali adalah manusia, maka ali pasti makan daging. Hasil pengetahuan dan berfikir silogistik ini kebenarannya tidak bisa di bantah lagi, karena secara deduktif bersifat pasti. Tapi, secara factual empiric kesimpulannya bisa salah, karena ali meskipun manusia belum tentu makan daging

5) Intuisi

Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indra maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada dalam pengetahuan intuitis. Dengan demikian pengetahuan intuitis ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut pengalam indrawi maupun akal pikiran. Karena tidak berlaku secara umum hanya berlaku secara personal belaka.

2. Minat Menabung a. Pengertian Minat

Minat merupakan proses memberikan perhatian dan melakukan tindakan terhadap orang lain yang disertai dengan perasaan senang. Seseorang akan memberikan perhatian lebih terhadap objek yang sedang diamati. Dengan adanya perhatian lebih maka secara tidak langsung seseorang akan berkeinginan mendapatkan objek tersebut. Minat sangat identik dengan sikap.

Sikap seseorang terhadap obyek merupakan keyakinan seseorang untuk mengevaluasinya. (Sjahdeini, 2014: 168)

Minat merupakan sikap positif dari seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan dengan perasaan senang dan semangat sehingga dapat menerima tanpa membiarkannya.Minat selalu berdampingan dengan perilaku-perilaku.Namun minat seseorang dapat berubah-ubah sesuai dengan waktu.Semakin lama waktu yang berjalan maka kemungkinan juga akan terjadi perubahan minat dari diri seseorang. Seseorang yang memiliki minat terhadap suatu obyek, akan cenderung untuk memberikan perhatian lebih kepada obyek tersebut (Syah, 2004: 136)

Minat adalah perasaan suka yang timbul atas aktivitasnya.

Minat pada dasarnya proses penerimaan akan suatu obyek. Semakin tinggi tingkat penerimaan atau pemahaman maka semakin besar minatnya. Dari pemahaman ini akan terbentuk sebuah kepercayaan.

Seseorang akan mempercayai bahwa obyek tersebut memiliki beberapa manfaat. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan minat lebih dikenal sebagai keputusan pembelian. Dari minat maka akan menimbulkan sikap atas obyek yang diamati. Sikap merupakan hasil proses belajar yang dimiliki seseorang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Sikap akan mempengaruhi keputusan pembelian yang sebelumnya diketahui dan dipahami terlebih dahulu. Dari pengetahuan dan pemahaman tersebut maka akan menimbulkan kepercayaan atas obyek.

b. Faktor-faktor Minat

Faktor yang mempengaruhi minat seseorang dikelompokkan menjadi dua yaitu dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman, perasaan mampu, dan kepribadian. Sedangkan dari luar meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Shaleh dan Wahab, 2004: 263).

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap minat seseorang. Namun ketiga lingkungan, sulit untuk menentukan lingkungan mana yang lebih berpengaruh terhadap minat. minat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Minat primitive, yang mana minat tersebut mincul akibat dari kebutuhan biologis seseorang. Minat primitive seperti perasaan nyaman, keinginan untuk makan dan minum serta keinginan untuk membeli sesuatu. Dengan adanya perasaan nyaman terhadap objek maka seseorang secara tidak langsung akan mempunyai keinginan memiliki sesuatu. Apabila objek yang

diinginkan sudah terpenuhi, biasanya seseorang akan merasa senang. Hal tersebut berguna untuk jangka waktu yang panjang.

2) Minat cultural atau sosial, yang mana minat tersebut muncul akibat dari proses belajar seseorang terhadap sesuatu. Sehingga hal tersebut akan mendorong seseorang atau individu untuk belajar lebih giat. Tujuannya agar mencapai keinginan atau mendapatkan penghargaan dari lingkungan sekitar (Shaleh, 2004).

c. Minat dalam Perspektif Islam

Minat dalam perspektif Islam sudah dijelaskan pada kitab suci AlQur’an.Hal tersebut terdapat pada surah yang pertama kali turun. Pada ayat pertama dari surah ini perintah-Nya yaitu agar kita membaca. Membaca yang dimaksud bukan hanya membaca buku mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Jadi minat dalam perspektif Islam merupakan karunia yang dianugerahskan Allah SWT kepada makhlukNya. Akan tetapi, bukan berarti kita hanya berpangku tangan dan berharap minat dapat berkembang dengan sendirinya. Kita perlu melakukan usaha untuk mengembangkan sayap anugerah dari Allah SWT sehingga karuniaNya dapat berguna dengan baik. Kita juga perlu memilih dengan baik obyek yang diamati. Sehingga kita tidak terjerumus untuk memilih dan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam.

d. Menabung

Menabung merupakan suatu aktivitas yang memerlukan adanya keinginan dalam diri seseorang untuk menyisihkan dan menyimpan uangnya di bank. Menabung memerlukan minat agar perilakunya terarah pada kativitas tersebut (menabung).

Menabung merupakan tindkan yang dianjurkan oleh agama karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti yang dijelskan dalam Q.S Al-Baqarah Ayat 266 yang artinya:

ُّدَوَي َ

sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahna, kemudia datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil (lemah)”

Ayat tersebut memerintahkan kita untuk bersiap-siap dan mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani (iman/takwa) maupun secara ekonomi harus dipikirkan langkah-langkah perencanaannya ialah dengan menabung.

Dalam kamus bahasa Indonesia menabung diartikan menyimpan uang. Perilaku menabung sendiri mensyaratkan seseorang untuk bisa disiplin dalam hal mengatur keungan.

Menabung sebagai sifat hemat dapat dijadikan sifat positif yang

apabila dengan konsisten akan meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.

3. Perbankan Syariah

a. Pengertian Perbankan Syariah

Bank Islam atau di Indonesia disebut Perbankan Syariah (Bank Syariah) merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya). Berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai Syariah yang bersifat makro atau pun mikro(Ascarya, 2011: 30).

Pakan aktifitas suatu kelompok yang profesional sehingga berperan sebagai mediator (intermediary institution) antara pihak yang mengalami deficit spending unit dengan surplus spending unit.

Akibat adanya aktifitas perbankan tersebut maka lembaganya disebut bank (Yunaldi, 2010: 11).

Istilah Bank memiliki konsep tersendiri,yaitu Bank Syariah yang beroperasi di atas dasar ajaran (syariat) Islam, yang memiliki asas operasional yang berbeda dengan asas operasional bank konvensional. Bank Syariah secara umum diartikan sebagai lembaga intermediary dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga, bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang meragukan (gharar), bunga (riba), berprinsip keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal (Wilardjo, 2015: 1).

Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat sesuai dengan prinsip Syariat Islam. Begitupun dengan sistem operasionalnya berbeda dengan sistem operasional Bank konvensional.

Menurut Karnaen A. Perwata dan Syafi’i Antonia sebagaimana yang dikutip oleh Syukri Iska, Bank Syariah memiliki dua arti yaitu:

1) Bank yang beroperasi sesuai dengan asas-asas Syariah Islam.

2) Bank yang beroperasi mengikuti aturan dan tata cara yang ada pada al-Qur,an dan al-Hadist.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pengertian Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan Bank yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariah Islam, yang dalam usahanya terbebas dari prinsip maysir, gharar, dan riba. Namun Bank Syariah tidak terlalu berbeda dengan pengertian Bank pada umumnya. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank konvensional hanya terletak pada asas operasional yang digunakannya. Bank Syariah beroperasi berdasarkan atas bagi hasil (profit and sharing risk return sharing) dan berbentuk kerja sama (partnership), bukan sebagai hubungan antara si pengutang (debitur) dengan si pengutang (kreditur), sedangkan Bank konvensional berdasarkan kepada bunga. Dengan kata lain, kedudukan Bank Syariah dalam hubungannya dengan nasabah adalah sebagai rekan (partner) atau antara investor dan pedagang atau pengusaha, sedangkan pada bank konvensional sebagai pengkredit (kreditur) dan pendebit (debitur) (Iska, 2012:

50).

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 disebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Undang-undang ini masih menganut dual banking system (dua sistem perbankan). Ini berarti memperkenankan dua sistem perbankan secara coexistance.

Bank terdiri atas dua jenis, yaitu bank konvensional yang terdiri bank konvensional dan Bank Syariah. Bank konvensional merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional yang terdiri atas bank umum konvensional dan bank pengkreditan usahanya berdasarkan prinsip Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Syariah yang terdiri atas bank umum Syariah (BUS) dan bank pengkreditan Syariah (BPRS). Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam adalah kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang Syariah. BUS adalah Bank Syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran. BPRS adalah Bank Syariah yang dalam melakukan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dalam kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang di kantor cabang dari suatu bank berdasarkan prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan diluar negara yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu atau unit Syariah.

Terkait dengan asas bank operasional Bank Syariah, berdasarkan pasal 2 UU No. 21 tahun 2008, disebutkan bahwa perbankan Syariah dalam melakukan usahanya berdasarkan prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya terkait dengan tujuan Bank Syariah pada pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat (Yaya, 2009: 54).

Secara umum tujuan utama Bank Syariah adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat atau bangsa, dengan melakukan aktivitas perbankan, keuangan komersial, dan investasi sesuai dengan asas Islam. Upaya ini harus di dasari dengan:

a) Larangan atas bunga pada setiap transaksi

b) Asas kerekanan (partnership) pada semua aktifitas bisnis yang berdasarkan kesetaraan

c) Hanya mencari keuntungan yang sah dan halal semata-mata d) Pembinaan manajemen keuangan kepada masyarakat e) Mengembangkan perkembangan yang sehat

f) Menghidupkan lembaga zakat

g) Dan membentuk jaringan kerjasama (networking) dengan lembaga keuangan Islam lainnya (Iska, 2012: 51).

Berdasarkan pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpundan menyalurkan dana dari masyarakat. Bank Syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya antara lain denda atas nasabah atau ta’zir dan menyalurkan kepada organisasi yang pengelola zakat. Selain itu Bank Syariah juga menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkan kepada pengelola wakaf (wakif).

b. Fungsi, Tujuan, dan Peranan Bank Syariah

Ada berbagai fungsi Bank Syariah yaitu fungsi manajer investasi, fungsi investor yang berhubungan dengan pembagian bagi

hasil usaha. (profit distribusion) yang dilakukan oleh Bank Syariah, fungsi sosial dan fungsi jasa keuangan (perbankan) (Wiroso, 2010:

45).

Tujuan Bank Syariah dijelaskan di dalam pasal 30 Undang-undang No 21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah, yaitu “Bank Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembagunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan kesejahteraan rakyat” (Sadi, 2015: 43).

Dalam sistem perbankan konvensional, Bank selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, juga masih jadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya transfer ability risk dan return. Tidak demikian dengan sistem perbankan Syariah.

Pada perbankan Syariah, bank menjadi manajemen investasi, wakil, atau pemegang amanat (custodian) dari pemilik dana atas investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan risiko dunia usaha, atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga,menciptakan suasana harmoni.

Skema produk perbankan Syariah secara alami merujuk kepada dua kategori kegiatan ekonomi, yaitu produksi dan distribusi.

Kategori pertama difaliditasi melalui skema profit sharing (mudharabah) dan partnership (musyarakah), sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual beli (murabahah) dan sewa menyewa (ijarah). Berdasarkan sifat tersebut, kegiatan lembaga keuangan dan Bank Syariah dapat dikategorikan sebagai investment Banking dan merchant/commersial Banking. Artinya Bank Syariah dapat melakukan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan aktivitas investasi (sektor riil) maupun di sektor moneter. Sektor riil dapat dilakukan dengan aktivitas pendanaan berbasis bagi hasil maupun dengan margin keuntungan untuk produk jual beli, sedangkan untuk sektor moneter, Bank

Syariah melakukan aktivitas tabungan atau Deposito dengan mekanisme bagi hasil.

Dalam perannya, ada tiga bidang tugas utama dari bank Indonesia selaku Bank sentral yaitu:

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, sebagian otoritas moneter, Bank Indoesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem perbankan. Dala kaitannya dengan tugas ini, Bank Indonesia menjaga kelancaran sistem pembayaran dengan jalan memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelengarakan kliring antar bank.

3) Bank Indonesia juga berfungsi mengembangkan sistem perbankan dan sistem perkreditan yang sehat dengan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pebankan (Soemitra, 2010: 56).

Beberapa kegiatan investasi yang yang dapat dikembangkan dari perbankan Syariah adalah menumbuhkan kegiatan produksi massal berskala kecil dan menengah, khususnya di sektor agro industri melalui skema pembiayaan lunak seperti kemitraan (mudharabah dan musyarakah). Adanya Bank Syariah diharapkan dapat mendukung strategi pengembangan ekonomi ragional, memfasilitasi segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak berminat dengan bank konvensional, memfasilitasi distribusi utilitas barang modal untuk kegiatan produksi melalui skema sewa menyewa (ijarah) (Machmud, 2010: 7).

c. Karakteristik Bank Syariah

Bank Syariah adalah bank yang berdasarkan pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal, serta melakukan

kegiatan usaha perbankan syariah berdasarkan prinsip Syariah.

Kegiatan Bank Syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik antara lain:

1) Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya

2) Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money)

3) Konsep uang sebagai alat tukar bukan komunity

4) Tidak diperkenankan melalui kegiatan yang bersifat spekulatif 5) Tidak di perkenankan menggunakan dua harga untuk satu

untuk satu barang

6) Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.

Karakteristik ban syariah yang sangat unik karena berlandasan Syariat Islam yang mengharamkan riba disetiap transaksi keuangan yang berupa penyimpanan maupun menyalurkan dana yang tidak dikenalka bunga (interest free banking) perbankan

Karakteristik ban syariah yang sangat unik karena berlandasan Syariat Islam yang mengharamkan riba disetiap transaksi keuangan yang berupa penyimpanan maupun menyalurkan dana yang tidak dikenalka bunga (interest free banking) perbankan

Dokumen terkait