• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Defenisi Operasional

Untuk lebih memudahkan dalam memahami judul proposal skripsi ini dan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahaminya, berikut penulis akan jelaskan beberapa istilah yang memerlukan pemahaman lebih lanjut.

Hibah adalah pemilikan suatu benda melalui transaksi (akad) tanpa mengharapkan imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. (Ahmad Rofiq, 2013, hal. 375). Maksudnya disini, hibah itu ialah suatu pemberian secara sukarela ( Cuma-Cuma ) tanpa adanya imbalan dari yang menerima harta hibah tersebut.

Harta Pusaka Tinggi adalah hak milik bersama dari suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu, dan harta ini berada di bawah pengolahan mamak kepala waris/ lelaki tertua dalam kaum (mamak kapalo warih).

(Chaidir Anwar, 1997, hal. 11). Harta pusaka tinggi adalah harta milik bersama atau harta suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu.

Hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang perbuatan atau tingkah laku mukhallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam. (Daud Ali, 1991, hal. 207).

Adapun judul penulis setelah dioperasionalkan yaitu bagaimana Pelaksanaan Hibah Harta Pusaka Tinggi Di Kenagarian Andaleh Baruh Bukit Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. HIBAH

1) Pengertian Hibah

Secara etimologi, kata hibah itu diambil dari kata-kata "hubub ar-rih " berarti perjalanan/hembusan angin. Hibah berarti pemberian atau hadiah. sedangkan secara terminologi Hibah adalah perbuatan hukum sepihak, dalam hal itu pihak yang satu memberikan atau berjanji akan memberikan benda kepunyaannya kepada pihak lain dengan tidak mendapatkan tukaran/ganti/imbalan.( Andi Tahir Ahmad, , 1996, hal. 71). Dan juga Hibah didefinisikan sebagai akad yang dilakukan dengan maksud memindahkan milik seseorang kepada orang ketika masih hidup tanpa imbalan.

Hibah dalam arti pemberian juga bermakna bahwa pihak penghibah bersedia melepaskan haknya atas benda yang dihibahkan.

Dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, Hibah termasuk suatu pemindahan hak milik dimana pihak pemberi Hibah dengan sukarela memberikan hak miliknya kepada pihak penerima Hibah tanpa ada kewajiban dari penerima Hibah itu untuk mengembalikan harta kepada pihak pemilik. Dengan terjadinya akad hibah, maka pihak penerima Hibah dipandang sudah mempunyai hak penuh atas harta Hibah sebagai hak miliknya sendiri. (Helmi Karim, , 1997, hal. 74)

Menurut H. M Arsyad Thalib Lubis menyatakan bahwa hibah adalah memberikan sesuatu untuk jadi milik orang lain dengan maksud berbuat baik yang dilakukan dalam masa hidup orang yang memberi.

Sedangkan menurut Sayid Sabiq hibah adalah aqad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain

10

diwaktu dia hidup, tanpa adanya imbalan.(Sayid Sabiq, , 2012, hal.

547)

Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. (Hendi Suhendi, -)

Kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba digunakan dalam al-Qur’an beserta kata derivatifnya sebanyak 25 kali dalam 13 surat. Wahaba artinya member dan jika subyeknya Allah SWT berarti memberi karunia, atau menganugerahi (QS. Ali Imran: 8 ) jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)".

Artinya: 5. Dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,

Yang dimaksud oleh Zakaria dengan mawali ialah orang-orang yang akan mengendalikan dan melanjutkan urusannya sepeninggalnya.Yang dikhawatirkan Zakaria ialah kalau mereka tidak

dapat melaksanakan urusan itu dengan baik, karena tidak seorangpun

Artinya: 49. Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.

50. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.

Selanjutya QS. Maryam, ayat 53).



Artinya: 53. Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, Yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang Nabi.

Pengertian hibah dalam Ensiklopedi Hukum Islam adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa mengharapkan balasan apapun. Menurut kamus populer internasional hibah adalah pemberian sedekah, pemindahan hak. Menurut Syekh Muhammad ibn Qasim al-Ghazzi hibah adalah memberikan sesuatu yang dilestarikan dan dimutlakkan dalam hubungannya dengan keadaan ketika masih hidup tanpa ada ganti.

Hibah jika ditelaah lebih jauh banyak manfaatnya daripada membagi warisan setelah si pemilik harta meninggal. Dengan pembagian harta ketika si pemberi dan si penerima masih sama-sama hidup, maka konflik (perebutan harta warisan) dapat diminimalisir karena ruang dialog antara pemilik dan para penerima harta masih terbuka lebar, sehingga kalau ada permasalahan dalam hibah tersebut maka musyawarah kekeluargaan pun dapat menjadi sebuah solusi.

Hibah adalah penyerahan langsung dan tidak bersyarat tanpa pemberian balasan. Lebih lanjut hibah merupakan akad pemberian kepemilikan kepada orang lain tanpa adanya ganti yang dilakukan secara sukarela ketika pemberi masih hidup. (Wahbah Az-Zuwaili, 2017)

Hibah secara bahasa berarti pemberian. Sedangkan menurut istilah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang secara cuma, tanpa mengharapkan apa-apa sebagai tanda kasih sayang. Jadi hibah adalah suatu pemberian yang dilakukan, baik dalam lingkungan keluarga maupun dengan orang lain yang dilakukan ketika masih hidup atau penghibahitumasihhidup.(http://www.ilmusaudara.com/2016/12/penge rtian-hibah-hukum-rukun-dan.html, 2016)

Hibah merupakan pemberikan hak memiliki sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan. Islam memperbolehkan untuk seseorang memberikan atau menghadiahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang lain disebut "intervivos". Pemberian semasa hidup itu sering disebut sebagai hibah. (Wahbah Az-Zuaili, 2017)

Berkaitan dengan Hibah ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Al-Hibah, yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan) atau Imam Taqiy al-Din Abi Bakar Ibnu Muhammad al-Husain dalam kitab Kifayat al-Akhyar, bahwa al-Hibah ialah pemberian zat benda dari seorang kepada yang lain tanpa mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh ganjaran (pahala) dari Allah yang maha kuasa. (Wahbah Az-Zuaili, 2017)

Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi dalam hal melakukan hibah Menurut Islam, yaitu :

a. Ijab, adalah pernyataan tentang pemberian tersebut dari pihak yang memberikan.

b. Qabul, ialah pernyataan dari pihak yang menerima pemberian hibah itu;

c. Qabdlah, merupakan penyerahan milik itu sendiri, baik penyerahan dalam bentuk yang sebenarnya

2. Hibah Menurut Islam dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan, bahkan telah ditetapkan dalam Islam, pemberian yang berupa harta tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis. Namun jika ditemukan bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka pemberian tersebut dapat dinyatakan secara tertulis. Jika pemberian tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis, bentuk tersebut terdapat dua macam yaitu :

a. Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan, jika isinya hanya menyatakan bahwa telah terjadinya pemberian.

b. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan, jika surat tersebut merupakan suatu alat dari penyerahan pemberian itu sendiri. Artinya, apabila penyerahan dan pernyataan

terhadap benda yang bersangkutan kemudian disusul oleh dokumen resmi tentang pemberian, maka yang demikian itulah yang harus didaftarkan.

Ada beberapa syarat ketentuan yang harus di pahami untuk sesuatu yang dihibahkan:

a. Benda tersebut ada ketika dihibahkan. Tidak sah menghibahkan sesuatu yang tidak ada ketika akad hibah. Seperti akan menghibahkan anak kambing yang akan lahir pada tahun ini, hibah ini tidak sah, karena ia merupakan pemberian kepemilikan pada suatu benda yang tidak ada kepada orang lain, sehingga akad tidak sah.

b. Benda tersebut adalah benda yang bernilai. Jika menghibahkan sesuatu yang pada dasarnya bukan harta benda, seperti orang merdeka, bangkai, darah, binatang buruan di tanah haram. Dan yang lainnya. Juga tidak boleh menghibahkan sesuatu yang tak bernilai, seperti minuman keras.

c. Benda tersebut ditentukan. Menurut para ulama Mazhab Hanafi, tidak dibenarkan hibatul musya, yaitu penghibahan suatu benda yang bisa dibagi tanpa ditentukan posisi bagian itu pada benda tersebut, seperti sebagian dari tempat tinggal dan rumah besar.

(Wahbah Az-Zuwaili, 2007, hal. 523)

Terdapat syarat-syarat pemberian hibah dan syarat-syarat yang diberikan hibah. Para ulama Mazhab Hambali menyepakati bahwa hibah itu berasal dari orang yang boleh membelanjakan harta, pembeli tidak dipaksa, pemberi serius (tidak main-main) dalam pemberian itu, benda yang diberikan adalah harta benda yang sah untuk dijual, tanpa imbalan, diberikan kepada orang yang sah untuk memilikinya, disertai dengan pengembalian barang oleh orang yang diberi atau walinya sebelum digunakan untuk hal lain, disertai

dengan adanya pemberian langsung dan tidak adanya batasan waktu.

(Ahmad Rofiq,, 2013)

Hibah menurut istilah adalah akad yang pokok persoalannya, pemberian harta milik orang lain di waktu ia masih hidup tanpa imbalan.

Pemberian hibah seseorang atas harta milik biasanya terhadap penyerahan, maksudnya adalah usaha penyerahan sesuatu kepada orang lain dan usaha-usaha dibatasi oleh sifat yang menjelaskan hakekat hibah itu sendiri. Kemudian kata harta hak milik berarti bahwa yang diserahkan adalah materi dari harta tersebut.

Kata “di waktu masih hidup”, mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan hak milik itu berlaku semasa hidup. Dan bila beralih sudah matinya yang berhak, maka disebut wasiat, tanpa imbalan, berarti itu semata-mata kehendak sepihak tanpa mengharapkan apa-apa.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa hibah merupakan suatu perbuatan yang terpuji karena memberikan harta dengan sukarela tanpa mengharapkan balasan, tidak tergantung dan tidak disertai dengan persyratan apapun juga.

Dalam rumusan Kompilasi, hibah adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan tampa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Hibah dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum tampa ada paksaan dari pihak lain. Hibah juga dapat dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.Hibah demikian dapat di perhitungkan sebagai warisan.( Ahmad Rofiq,, 2013, hal. 375)

Harta Pemberian (Hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang secara cuma-cuma pada masa hidupnya. ( Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi:

6/246 ). Pemberian - pemberian sebelum meninggal dunia disebut dengan hibah, bukan warisan.

Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup juga.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hibah adalah pemberian suatu benda secara Cuma-Cuma (suka rela) dan tanpa mengharapkan imbalan dari yang menerima Hibah tersebut dan harta hibah tersebut merupakan pemberian seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki, hibah tersebut dilakukan tanpa adanya paksaan antara kedua belah pihak.

2) Dasar Hukum Hibah 1) Al-Quran

Secara etimologis, Al-Quran adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya bacaan. Sementara Al-Quran secara istilah merupakan wahyu Allah yang disampaikan Allah kepada jibril kepada nabi muhammad dalam bahasa arab, dengan makna yang benar agar menjadi hujjah bagi rasulullah dalam pengakuannya sebagai Rasulullah, juga sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman oleh umat manusia dan mendapat pahala bagi yang membacanya dan dinukilkan kepada kita secara mutawatir. (Amir Syarifuddin,, 2011, hal. 55)

Fungsi dan tujuan diturunkannya al-quran, yaitu:

1) Sebagai petunjuk bagi umat Islam.

2) Sebagai rahmat atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangnya.

3) Sebagai pembeda antara yang baik dan buruk, yang halal dan yang haram, yang salah dan yang benar, yang indah dan yang

jelek, dan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan.

4) Sebagai pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam kehidupannya untuk mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.

5) Sebagai berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada allah dan sesama manusia.

6) Sebagai pembenar bagi kitab yang dapat sebelumnya.

7) Sebagai cahaya yang menerangi kehidupan manusia dalam menempuh jalan menuju keselamatan.

8) Sebagai obat rohani bagi orang yang sakit. (Amir Syarifuddin,, 2011, hal. 63-66)

Dalam Al-Quran, kata hibah digunakan dalam konteks pemberian anugrah allah kepada utusan-utusannya, doa-doa yang dipanjatkan oleh hamba-hambanya, terutama para nabi dan menjelaskan sifat allah yang maha memberikan karunia. Untuk itu mencari dasar Hukum tentang hibah seperti yang dimaksud dengan Hibah adalah pemberian barang milik sendiri dari orang dewasa



Artinya; 177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.( Osman el Kosht,, 2013, hal. 177)

Firman allah juga terdapat dalam surat Al- Baqarah : 262, yaitu:



Artinya; 262. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Ahmad rofiq, 2013, hal. 376)

Dalam Al-Quran banyak sekali menggunakan istilah yang berkonotasi menganjurkan agar manusia yang telah dikaruniai rezeki itu untuk mengeluarkan sebagaian harta untuk orang lain, seperti hibah, warisan dan wakaf.( Ahmad Rofiq,, 2013, hal. 375)

Adapun dasar Hibah Menurut Islam adalah firman Allah yang menganjurkan kepada umat Islam agar berbuat baik kepada sesamanya, saling mengasihi dan sebagainya. Islam menganjurkan agar umatnya suka memberi karena memberi lebih baik dari pada menerima. Namun pemberian itu harus ikhlas, tidak ada pamrih apa-apa kecuali mencari ridha Allah dan mempererat tali persaudaraan, sebagaimana dalam firman Allah :



melanggar syi'ar-syi'ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Firman Allah, artinya :



Artinya: 17. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.

Di dalam Al–Qur’an maupun Hadist, dapat ditemui ayat sabda Nabi yang secara langsung memerintahkan untuk berhibah. Namun dari ayat-ayat dari Hadist di atas dapat dipahami, bahwa Allah dan Rasul-Nya menganjurkan umat Islam untuk suka menolong sesama, melakukan infaq, sedekah dan pemberian-pemberian lain termasuk hibah.

Hibah dalam Hukum Islam dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan, bahkan telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam, pemberian harta berupa harta tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis.

Akan tetapi jika selanjutnya, bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam tulisan.

2) Hadist

Sunnah secara etimilogi berarti cara yang bisa dilakukan, apakah itu cara buruk ataupun itu cara baik. (Amir Syarifuddin,, 2011, hal. 86). Sunnah dalam makna yang bebas dapat diartikan sebagai praktek normatif atau model prilaku yang diteladankan rasulullah Saw. Sebagai sumber legislasi kedua setelah al-quran, sunnahmemiliki fungsi sebagai penafsir atau pemberi bentuk konkrit terhadap quran dan sebagai penguat hukum dalam al-quran.

Fungsi Sunnah adalah sebagai berikut:

1) Menguatkan dan menegaskan hukum hukum yang tersebut dalam al-quran.

2) Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al-quran.

3) Menetapkan suatu hukum dalam sunnah yang secara jelas tidak terdapat di dalam al-quran. (Amir Syarifuddin,, 2011, hal. 102)

Hadist tentang hibah dijelaskan dalam hadist sebagai berikut. Dari Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi saw. bersabda;

ََّنَِإَف ،ُهَّدُرَ ي َلََو ُهْلَ بْقَ يْلَ ف ،ٍسْفَ ن ِفاَرْشِإ َلََو ،ٍةَلَأْسَم ِْيَْغ ْنِم ِهيِخَأ ْنَع ٌفوُرْعَم ُهَغَلَ ب ْنَم ََُُ ا

َّلَجَو َّزَع ُهَّللا ُهََا ََ ٌٌِِْْ

هْيَلِإ

Artinya: Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harap dan meminta-minta , maka hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya. (Chairuman Pasaribu Suhrawardi,, 1993, hal. 114)

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar hukum membolehkan hibah seperti yang dimaksud dalam kalam allah SWT. QS. Al-Baqarah : 177 bahwa Islam sangat menyukai perbuatan ini. Dan terdapat dalam hadist diatas bahwa pemberian hibah dari seseorang itu adalah sebuah rezeki yang diberikan oleh allah SWT. Kepada umatnya.

1) Rukun Dan Syarat Hibah a. Rukun Hibah

Ibnu rasyid dalam bidayah al-mujtahid mengatakan bahwa rukun hibah da tiga, yaitu :

1) Orang yang menghibahkan (al wahib)

2) Orang yang menerima hibah (al mauhub lahu)

3) Pemberiannya (al hibah).( Ahmad Rofiq,, 2013, hal. 378) Adapun yang menjadi rukun hibah itu terdiri dari:

1) Ada orang yang memberi.

2) Ada orang yang menerima pemberian.

3) Ada ijab Kabul

4) Ada barang/benda yang diberikan.(Chairuman Pasaribu Suhrawardi,, 1993, hal. 115)

Untuk memperjelas apa itu yang dimaksud dengan rukun, maka terlebih dahulu dikemukakan beberapa pengertian mengenai rukun. Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun adalah “yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan”, dalam Ensiklopedi Hukum Islam, rukun adalah sesuatu unsur yang merupakan bagian tak terpisah dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu.

Adapun rukun hibah menurut jumhur ulama rukun hibah ada empat, yaitu antara lain:

1. adanya orang yang memberi (al-waahib).

2. adanya orang yang diberi (al-mauhuublah).

3. adanya benda yang diberikan (al-mauhuub).

4. sighat atau semua yang bisa berimplikasi pada ijab dan qabul.

a. Pemberi Hibah (Wahib)

Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.

Penghibah adalah orang yang memiliki dengan sempurna sesuatu atas harta yang dihibahkan. Dalam hibah terjadi pemindahan milik karena itu mustahil orang yang tidak memiliki akan menghibahkan sesuatu barang kepada orang lain.

1. Penghibah itu adalah orang yang mursyid, yang telah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya jika terjadi persoalan atau perkara yang berkaitan dengan pengadilan mengenai harta tersebut.

2. Penghibah tidak berada di bawah perwalian orang lain, jadi penghibah itu harus orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.

3. Penghibah harus bebas tidak ada tekanan dari pihak lain dipaksa karena hibah disyratkan kerelaan dalam kebebasan.

4. Seseorang melakukan hibah itu dalam mempunyai iradah dan ikhtiyar dalam melakukan tindakan atas dasar pilihannya bukan karena dia tidak sadar atau keadaan lainnya. Seseorang dikatakan ikhtiar dalam keadaan tindakan apabila ia melakukan perbuatan atas dasar pilihannya bukan karena pilihan orang lain, tentu saja setelah memikirkan dengan matang.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 210 (1) mensyaratkan pemberi hibah telah berumur sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) Tahun. (Abdurrahman, -)

b. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)

Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :

Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.

Syarat bagi Penerima Hibah :

1) Bahwa ia telah ada dalam arti yang sebenarnya karena itu tidak sah anak yang belum lahir menerima hibah.

2) Jika penerima hibah itu orang yang belum mukalaf, maka yang bertindak sebagai penerima hibah adalah wakil atau walinya atau orang yang bertanggung jawab memelihara dan

mendidiknya

c. Barang yang dihibahkan (Mauhub)

Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.

Syarat bagi barang atau harta yang dihibahkan :

1) Barang hibah itu telah ada dalam arti yang sebenarnya waktu hibah dilaksanakan.

2) Barang yang dihibahkan itu adalah barang yang boleh dimiliki secara sah oleh ajaran Islam.

3) Barang itu telah menjadi milik sah dari harta penghibah mempunyai sebidang tanah yang akan dihibahkan adalah seperempat tanah itu, di waktu menghibahkan tanah yang seperempat harus dipecah atau ditentukan bagian dan

3) Barang itu telah menjadi milik sah dari harta penghibah mempunyai sebidang tanah yang akan dihibahkan adalah seperempat tanah itu, di waktu menghibahkan tanah yang seperempat harus dipecah atau ditentukan bagian dan

Dokumen terkait