• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Harta Pusaka Dalam Adat Minangkabau

1. Pengertian Harta Pusaka dalam adat Minangkabau

Harta pusaka adalah segala kekayaan materi dan harta benda yang merupakan jaminan utama untuk kehidupan dan kelengkapan bagi anak kemenakan diminangkabau. Secara umum harta pusaka adalah sesuatu yang bersifat material yang ada seseorang yang dapat dialihkan kepada orang lain semata akibat kematiannya. (Amir syarifuddin,, 1984, hal. 212)

Kata adat berasal dari bahasa arab yang secara etimologis berarti kebiasaan yang berlaku berulang-ulang kali. Dalam bahasa indonesia kata “adat” biasa serangkaian kata “istiadat” yang juga berasal dari bahasa arab dengan arti sesuatu yang dibiasakan.

Rangkaian dari kedua kata tersebut dalam pengertian minangkabau berarti peraturan yang mengatur cara pergaulan antara masyarakat dengan perorangan serta pergaualan antara perorangan dengan sesamanya.( Amir syarifuddin,, 1984, hal. 140)

Minangkabau adalah suatu lingkungan yang terletak kira- kira di propinsi sumatera barat. Dikatakan kira-kira, karena pengertian minangkabau tidaklah persis sama dengan pengertian sumatera barat.

Sebabnya ialah karena kata minangkabau lebih banyak mengandung makna social cultural, sedangkan kata sumatera barat lebih banyak mengandung kata geografis administratif. (Amir syarifuddin,, 1984, hal. 122)

Harta Pusaka Tinggi (Harto Pusako Tinggi) ialah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu, dan harta ini berada di bawah pengelolahan mamak kepala waris

(lelaki tertua dalam kaum). Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak kepada kemenakan dalam istilah adat disebut juga dengan “Pusako Basalin”.

Bagi Harta Pusaka Tinggi berlaku ketentuan adat sebagai berikut : Tajua indak dimakan bali (Terjual tidak bisa dibeli) dan Tasando indak dimakan gadai (Agunan tidak dapat digadai). Hal tersebut berarti bahwa Harta Pusaka Tinggi tidak boleh dijual.

Sebagai pusako tinggi, dalam hal menghibahkan memerlukan persetujuan penghulu kaum untuk mengubah statusnya, umpamanya untuk menggadaikannya. Persetujuan penghulu dan seluruh ahli waris sangat diperlukan sebelum hibah tersebut digadaikan. (Anwar Chaidir , 1997)

Terpisahnya harta pencaharian dari Harta Pusaka berlaku secara berangsur-angsur dan baru sampai pada tahap akhir dengan adanya pengesahan formal dari kesepakatan bersama para ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai dan angkatan muda yang datang sebagai utusan seluruh alam Minangkabau, yang dikenal dengan Kerapatan Orang Empat Jenis yang berlangsung di Bukittinggi tanggal 02-04 Mei 1952.

Dalam Kerapatan ini ditetapkan dua prinsip pokok dalam penyelesaian harta peninggalan, yaitu :

a. Harta pusaka tinggi yang telah didapati turun temurun dari nenek moyang menurut garis Ibu, diturunkan menurut sepanjang adat;

dan

b. Harta pencaharian yang menurut adat bernama harta pusaka rendah diturunkan menurut peraturan syara’.

Hasil dari kesepakatan itu merupakan suatu kompromi antara tuntutan pihak agama dan tuntutan pihak adat. Pihak agama

telah melepaskan Harta Pusaka untuk diwariskan secara adat dan mendapatkan lapangan harta pencaharian untuk diwariskan sesuai dengan tuntutan agama.

hasil kesepakatan yang dicapai dalam kerapatan tersebut dikuatkan pula dalam Seminar Hukum Adat Minangkabau yang diadakan di Padang pada tanggal 21-25 Juli 1968. Dalam keputusan huruf F dalam seminar ini menetapkan : ”Harta Pusaka di Minangkabau merupakan harta badan hukum yang diurus dan diwakili oleh Mamak kepala waris diluar dan didalam pengadilan”

(https://media.neliti.com/media/publications/162694-ID pembagian-harta-warisan-dalam-masyarakat.pdf, - ).

Perpaduan antara hukum adat dengan hukum Islam, diantara sebagai berikut:

1) Adat keseluruhannya diterima oleh hukum Islam dan untuk selanjutnya menjadi hukum Islam.

2) Hukum Islam mengubah hukum adat untuk seluruhnya dengan arti hkum Islam mengantikan hukum adat dan hukum adat tidak berlaku lagi untuk selanjutnya.

3) Hukum Islam membiarkan hukum adat hidup tampa usaha menyerapnya kedalam hukum islam.( Amir syarifuddin,, 1984, hal.

169)

Harta pusaka yang dimaksud diatas, banyak macam-macam harta pusaka ditinjau dari beberapa segi, yaitu :

1) Harta Pusaka Dari segi wujud bendanya.

Dari segi wujud bendanya, harta pusaka ada dua macam yaitu tanah dan bukan tanah. Yang dimaksud dengan tanah disini adalah tanah yang segala tumbuh diatasnya, apa yang tersimpan di dalamnya dan apa apa yang ada diatasnya. Dan yang di maksud dengan bukan tanah adalah segala sesuatu yang tidak berwujud

tanah. Yang bukan tanah dapat dipisahkan lagi yaitu berupa tanah bergerak dan tanah yang bukan bergerak.

2) Harta Pusaka Dari segi bentuknya.

Dari segi bentuknya, tanah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hutan tinggi dan hutan rendah. Yang dimaksud dengan hutan tinggi adalah segala tanah yang belum diolah dan belum dijadikan tanah pertanian, tanah ini juga dapat dipungut hasilnya namun hasil tersebut bukan berasal dari olahan manusia tetapi anugrah dari allah. Sedangkan hutan rendah adalah segala tanah yang telah digarap dan diusahakan menjadi tanah pertanian atau tanah perumahan.( Amir syarifuddin,, 1984, hal. 212-213) 3) Macam macam harta pusaka dari segi asalnya.

Ada tiga macam harta pusaka dari segi asalnya, yaitu sebagai berikut:

a) Secara dipusakai

Harta pusaka adalah harta yang di pusakai dari angkatan sebelumnya sebagai akibat kematian angkatan tersebut.

Harta pusaka dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah.

Harta pusaka tinggi adalah harta yang sudah dimiliki keluarga hak penggunaannya secara turun temurun dari beberapa generasi sebelumnya hingga bagi penerima harta tersebut sudah kabur asal usulnya.

Ciri ciri yang khusus yang terdapat didalam harta pusaka tinggi adalah sebagai berikut:

a. Tidak diketahui secara langsung asal usulnya.

b. Yang memilikinya adalah kaum untuk kepentingan bersama- sama.

c. Tidak dapat berpindah-pindah tangan keluar kaum yang memilikinya kecuali bila dilakukan oleh kaum secara

bersama- sama pula.( Amir syarifuddin,, 1984, hal. 214-217)

Sedangkan harta pusaka rendah adalah harta yang dipusakai seseorang atau kelompok yang dapat diketahui secara pasti asal usul harta tersebut. Ini dapat berupa harta satu angkatan diatasnya seperti harta kekayaan orang tua kepada anaknya.

Telah dikatakan diatas bahwa harta pusaka itu bukanlah kepunyaan individu akan tetapi kepunyaan jurai paruik. Ia diperuntukan buat kepentingan bersama dan tentunya terutama digunakan buat anggota para jurai/

paruik yang tidak dapat mencari.

Selain dari memegang pelaksana kuasa dari harta pusaka, mamak juga berkewajiban mengamat- amati serta mengawasi harta pusaka tersebut.(Chaidir anwar,, 1997, hal. 93)

b) Harta pencarian

Harta pencarian yaitu harta atau tanah yang didapat oleh seseorang sebagai hasil usahanya sendiri.( Amir syarifuddin,, 1984, p. 217). Seperti harta pusako juga, harta pencarian dapat terdiri dari harta yang sifatnya dapat dipindah-pindahkan ( perhiasan, mobil, dan lain lain ) dan yang merupakan barang- barang yang tetap ( sawah, ladang, dll ).(Chaidir anwar,, 1997, hal. 95)

c) Secara hibah

Yaitu harta yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang sebagai hasil pemberian dari orang lain yang bukan sebab kematian dari yang punya harta. Harta ini menjadi hak milik bagi yang menerima hibah. Harta hibah tersebut dapatkan diwariskan kepada anak cucu.

d) Harta dari segi hak penggunaan.

Dari segi penggunaan terbagi kedalam dua bagian, yaitu hak bersama dan bukan hak bersama. Yang dimaksud hak bersama adalah harta yang dimiliki secara genggan oleh kaum secara kolektif hingga tidak dapat ditentukan bagian masing-masing anggota kaum dan tidak dapat pula dibagi untuk pribadi anggota kaum tersebut. Sedangkan harta bukan hak bersama adalah harta yang tidak dapat dikelompokkan kepada harta bentuk pertama.

e) Macam macam harta yang menyangkut suami dan istri dalam perkawinan.

Macam macam harta yang termasuk dalam harta yang menyangkut suami dan istri dalam perkawinan, yaitu a. Harta tepatan, yaitu harta yang sudah berada di rumah si

istri sebelum berlangsungnya perkawinan.

b. Harta bawaan, yaitu harta yang telah dimiliki oleh suami sebelum terjadinya perkawinan dan harta tersebut ditempatkan di rumah istrinya.

c. Harta perkawinan, yaitu harta yang didapatkan selama berlangsungnya perkawinan, baik itu usaha si istri maupun usaha si suami.

f) Macam harta dari segi tersangkutnya hak orang lain didalamnya.

Dari tersangkutnya hak orang lain didalamnya pada harta tersebut dibagi menjadi dua yaitu, harta surang dan harta terikat. Harta surang adalah harta yang dimiliki oleh beberapa orang secara bersama-sama dengan hak yang sama. Sedangkan harta terikat adalah harta yang didapat

atas hasil usaha beberapa orang hingga dimiliki bersama oleh orang orang yang berusaha itu.( Amir syarifuddin,, 1984, hal. 216-222)

Dalam adat Minangkabau, Hibah merupakan harta yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang sebagai hasil pemberian dari orang lain bukan tersebabkan oleh kematian dari yang punya harta ini menjadi hak milik bagi yang menerima hibah.(Helmi Karim, , 1997, hal. 74)Dalam budaya minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah.

2. Macam-Macam Harta Pusaka.

a. Harato Pusako Tinggi (Harta Pusaka Tinggi).

Harta pusaka tinggi adalah warisan turun temurun dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum melalui pihak perempuan..harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya dapat dilakukan setelah dimusyawarahkan di antara petinggi kaum, diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat juga digadaikan kepada suku lain.

Harta pusaka tinggi adalah hak milik bersama dari suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu, dan harta ini berada di bawah pengolahan mamak kepala waris/ lelaki tertua dalam kaum (mamak kapalo warih). (Chaidir anwar,, 1997, hal. 11)

Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan.Harta ini berupa sawah, rumah, ladang, kolam dan hutan.Dan proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari

mamak ke kemanakan dalam istilah adat di sebut juga dengan pusako basalin. (Wikipedia, 2016)

Tergadainya Harta Pusaka Tinggi dikarenakan empat hal, yaitu :

1) Gadih Gadang alum balaki (gadis yang usianya sudah pantas untuk berumah tangga tetapi belum bersuami). Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan wanita tersebut.

2) Mayiek Tabujua Diateh Rumah (Mayat terbujur di atas rumah). Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazahnya.

3) Rumah Gadang Ketirisan (Rumah besar kebocoran). Jika tidak ada biaya untuk merenovasi rumah tersebut.

4) Mambangkik Batang Tarandam (Membongkar kayu yang terendam). Jika tidak biaya untuk mengangkatan biaya penghulu/ datuk.

b. Harato Pusako Randah (Harta Pusaka Rendah).

Harta Pusaka Rendah adalah warisan yang ditinggalkan oleh seserang pada generasi pertama, karena ahli warisnya masih sedikit status harta ini dipandang masih rendah.Harta pusaka rendah merupakan hasil pencarian seseorang yang diwariskan menurut hukum Islam.

Harta Pusaka Rendah berarti harta pencarian suami istri dalam rumah tangga atau dengan kata lain merupakan segala harta hasil pencarian dari bapak bersama ibu sewaktu masih hidup dalam ikatan perkawinan, di tambah dengan pemberian mamak (paman) dan tungganai ( lelaki tertua dalam suatu kaum ) dari hasil pencarian mamak dan tungganai itu sendiri.(Wikipedia, 2016)

Harta Pusaka Rendah adalah harta yang dipusakai seseorang atau kelompok yang dapat diketahui secara pasti asal

usul harta tersebut. Ini dapat berupa harta satu angkatan diatasnya seperti harta kekayaan orang tua kepada anaknya.( Amir syarifuddin,, 1984, hal. 217).

Penggunaan harta pusaka dalam hubungannya dengan kepentingan yang mendesak, dinyatakan dalam pepatah adat sebagai berikut:

Rumah gadang ketirisan Gadih gadang balum balaki Mayiek tabujua diateh rumah Pambangkik batang tarandam.

Dari rangkaian pepatah tersebut diatas dapat dikatakan bahwa harta pusaka menurut adat hanya diperuntukkan/

dipergunakan untuk empat keperluan tersebut.

1) Untuk memperbaiki rumah gadang yang telah bocor, dan telah dijelaskan untuk di perbaiki untuk dapat kembali menampung keluarga.

2) Gadis dewasa belum bersuami itu merupakan suatu aib bagi keluarga dalam rumah gadang, adapun yang menjadi alasan gadis tersebut belum menikah salah satunya karena belum cukup material yang dibutuhkan dalam suatu perkawinan.

3) Biaya mayat terbujur ditengah rumah, maksudnya disini ialah biaya pengurusan jenazah dan segala sesuatu yang menyangkut dengan peristiwa kematian.

4) Pembangkit batang terandam, maksudnya disini ialah untuk menetapkan penghulu yang sudah lama ditangguhkan.( Amir syarifuddin,, 1984, hal. 222-225)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Harta pusaka adalah segala kekayaan materi dan harta benda yang merupakan jaminan utama

untuk kehidupan dan kelengkapan bagi anak kemenakan diminangkabau. Dalam adat Minangkabau dibolehkan tergadainya harta pusaka tinggi dikarenakan empat hal, yaitu :

Rumah gadang ketirisan Gadih gadang alum balaki Mayiek tabujua diateh rumah Pambangkik batang tarandam.

Dokumen terkait