• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

D. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup

1. Definisi ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi karena didalamnya terkandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes, 2002; WHO, 2003). Sedangkan, menurut Soetjiningsih (1997) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelanjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan pilihan utama untuk bayi, menyusui memberi banyak keuntungan baik dalam hal nutrisi, imunologi dan psikologis (Bobak, 2005).

2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif

Menurut Roesli (2004) ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan tim.

Menurut WHO (2006) pengertian pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, baik secara langsung ataupun tak langsung (diperah). Secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai berikut: yaitu hanya ASI saja sampai umur enam bulan dimana menyusui dimulai tiga puluh menit begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan

makanan prelaktal seperti air gula atau air tajin kepada bayi baru lahir. Menyusui sesuai kebutuhan bayi, memberikan kolostrum kepada bayi, menyusui sesering mungkin (tanpa jadwal), termasuk pemberian ASI pada malam hari dan cairan yang dibolehkan hanya vitamin/mineral dan obat dalam bentuk drops atau sirup.

Berbagai definisi mengenai pola menyusui menurut WHO (2006) adalah sebagai berikut:

Breastfeeding: the child has received breast milk direct from the breast

or “exclusive breastfeeding: the infant has received only breastmilk direct from the mother or a wet nurse, or expressed breast milk, no other liquids or solids with the exception of drops or syrups consisting of vitamins, mineral supplements, or medicines. Predominant breastfeeding: the infant’s predominant source of nourishment has been breast milk. However, the infant may also have received water and water based drinks (sweetened an flavored water, teas, infusion, etc) fruit juice; oral rehydration salt solution (ORS), DROPS and syrup froms of vitamins, minerals and medicines, and ritual fluids (in limited quantities). With the exception of fruit juice and sugar water, no food based fluid is allowed under this definition.”

3. Alasan Pemberian ASI Eksklusif sampai Enam Bulan

ASI sangat cocok diberikan pada bayi karena (Linkages, 2002): (a) ASI mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh kembang sampai umur enam bulan. Bayi yang mendapat makanan lain, misalnya makanan lumat atau pisang hanya akan mendapat banyak karbohidrat, sehingga zat gizi yang masuk tidak seimbang dan anak lebih mudah menderita kegemukan dengan segala akibatnya. (b) Bayi dibawah usia enam bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna, sehingga belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan. (c) Ginjal bayi yang masih

muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan mengandung mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna pada bayi, misalnya zat warna dan pengawet. (e) Makanan tambahan bagi bayi yang muda mungkin menimbulkan alergi (Perinasia, 2003).

4. Manfaat ASI

ASI merupakan makanan ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi (Depkes, 2002). ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan untuk pertumbuhan otak manusia. Nutrien ini sedikit atau tidak didapati sama sekali pada susu sapi, antara lain taurin suatu bentuk zat putih telur (protein) yang hanya terdapat pada ASI yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel otak (Perinasia, 2003).

Asam lemak ikatan panjang merupakan asam lemak utama ASI (70%) yang hanya sedikit sekali didapatkan pada susu sapi. Asam lemak ikatan panjang ini penting untuk pertumbuhan otak dan jaringan saraf. Laktosa merupakan zat hidrat arang utama ASI untuk perkembangan saraf pusat. Dapat dimengerti bahwa pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan akan optimal dengan kualitas prima. Berikut ini berbagai manfaat dari ASI:

Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dirasakan, berikut manfaat bagi bayi:

1) ASI sebagai nutrisi, ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya (Suharyono, 1992; Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar sembilan sampai dua belas bulan. Pada saat itu zat kekebalan menurun, sedangkan yang dibentuk badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

3) ASI meningkatkan kecerdasan karena ASI mengandung nutrien khusus yang diperlukan otak bagi bayi agar tumbuh optimal, nutrien- nutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit sekali

terdapat pada susu sapi, nutrien tersebut adalah: taurin, laktosa, asam lemak ikatan panjang (AA, DHA, omega-3, omega-6). Mengingat hal tersebut, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama enam bulan akan tumbuh optimal dengan kualitas yang optimal pula (Roesli, 2000; Perinasia, 2003; Suradi, 2004).

4) ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasan terlindungi dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik (Suharyono, 1992; Roesli, 2004; Perinasia, 2003; Suradi, 2004).

5) ASI mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding dengan yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis (Perinasi, 2003).

6) ASI mengurangi kejadian maloklusi. Salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

b. Manfaat bagi ibu

Manfat ASI bagi ibu dapat:

1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Pada ibu yang menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk meningkatkan konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti, mengurangi perdarahan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan besi. Hal ini akan menurunkan angka kematian Ibu melahirkan (Roesli 2004; Perinasia 2003; Suradi, 2004).

2) Menjarangkan kehamilan, menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Hal ini terjadi melalui mekanisme hormon untuk ovulasi sehingga terjadi Lactational Amenorrhea

(LAM). Selama LAM memberikan efek pencegahan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan (Roesli, 2004; Nindya, 2001; Perinasia, 2003; Suradi, 2004). Ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% akan tidak hamil pada enam bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia dua belas bulan (Roesli, 2004). Mengecilkan rahim, kadar oksitosin ibu

menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim akan kembali ke ukuran sebelum hamil (Roesli, 2004).

3) Lebih cepat langsing kembali, oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali keberat badan sebelum hamil (Roesli, 2004). 4) Tidak merepotkan dan menghemat waktu (Roesli, 2004).

5) Lebih ekonomis dan murah (Roesli, 2004).

6) Praktis dan mudah dibawa kemana-mana. ASI dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan/minum serta dalam suhu yang selalu tepat (Roesli, 2004).

c. Manfaat ASI bagi negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi yang dapat menurunkan angka kematian bayi. Beberapa penelitian epidemiologis menyebutkan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapat susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

3) Mengurangi devisa untuk membeli susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa. Anak yang hanya mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga kualitas penerus bangsa akan terjamin. (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).

B. KEBUDAYAAN

1. Definisi Kebudayaan

Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan itu keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kata culture (bahasa Inggris) dari kata colore

(Yunani), berarti mengubah, mengerjakan, terutama dalam hal mengolah tanah atau bertani, berkembang menjadi culture yang berarti segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Taylor (1987) dalam Widyosiswoyo, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Menurut Leininger (2002) budaya adalah norma atau tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberikan petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2. Ciri kebudayaan

Adapun ciri dari kebudayaan menurut George M Foster (1986): a. Nilai dan norma dalam unsur kebudayaan jadi acuan kehidupan. b. Menjadi kebiasaan sehari-hari.

c. Senang dapat pujian atas kepatuhan berbudaya. d. Ikhlas mendapat hukuman atas kesalahan berbudaya.

e. Menolak nilai dan norma serta keorganisasian intervensi budaya asing. f. Menerima perubahan kebudayaan dari ide bersama.

g. Menerima perubahan kebudayaan dari mencontoh atau meminjam kebudayaan suku bangsa lain sepanjang dipandang tidak merusak kebudayaan.

3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan

1. Kebudayaan dapat menopang upaya kesehatan

a. Menanamkan nilai dan norma serta keorganisasian (kelembagaan) kesehatan yang benar dan fleksibel (sosialisasi).

b. Memperkaya ide, aktivitas sosial, serta materi budaya dalam masyarakat tentang kesehatan, penyakit dan penyembuhannya (pengembangan dan sinkronisasi).

c. Memperluas pengetahuan dan implementasi ajaran agama di bidang kesehatan (penggalian dan aplikasi ajaran agama).

d. Meningkatkan inovasi (uji coba dan implementasi) ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat dalam mengenali penyakit, penyebab dan penyembuhannya (validitas dan reliabilitas).

e. Mengupayakan keterjangkauan biaya obat oleh rakyat (nilai ekonomi). f. Menjaga jangann sampai resistensi atas obat (modern dan tradisional)

yang relevan.

g. Konsisten menjalankan tindakan hukum bagi pelanggar regulasi kesehatan.

Dari uraian tersebut, memperlihatkan bahwa kesehatan memerlukan dukungan kebudayaan idea, aktivitas sosial, serta materi kebudayaan dari segi agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, keorganisasian sosial masyarakat, bahasa dan komunikasi, serta kesenian masyarakat. Terutama adalah penggunaan kebiasaan hidup masyarakat untuk mensukseskan upaya kesehatan baik pendekatan modern maupun tradisional.

2. Kebudayaan dapat memperburuk kesehatan

a. Nilai dan norma dalam unsur universal kebudayaan dapat merusak kesehatan.

b. Kebudayaan medis modern tidak terterima masyarakat pendukung suatu kebudayaan.

c. Kebudayaan medis modern tidak mengapresiasi nilai medis tradisional yang efektif.

e. Tidak adanya asuransi kesehatan bagi pengguna obat atas kesalahan penyembuh atau lembaga pengembangan kesehatan.

f. Dampak penggunaan teknologi kehidupan yang tidak terkendalikan. Dari uraian di atas jelas bahwa kebudayaan sangat menentukan maju mundurnya sistem kesehatan dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas kesehata di masyarakat, bangsa maupun dunia internasional. Kemauan untuk berkolaborasi yang didasarkan kepada keterukuran efektifivas dalam upaya kesehatan menjadi suatu keharusan.

C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia

Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama dua tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur enam bulan. Sesuai disertasi oleh Maas (2004), bahwa pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi.

Kebiasaan masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula

kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Maas, 2004).

Demikian pula halnya dengan pembuangan kolostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, kolostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tidak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa kolostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, kolostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi. Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.

Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau

menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990).

D. Konsep Transcultural Nursing Leininger 1. Definisi Transcultural nursing

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada

proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Konsep dalam transkultural nursing:

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan

variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia.

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang- orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,

keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

2. Paradigma Transcultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).

a. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai- nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada.

b. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif.

c. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.

Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol

yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

d. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

Pengkajian klien sesuai dengan latar belakang budaya yang dirancang berdasarkan tujuh dimensi sosial budaya yang ada pada “Sunrise Model Theory” yaitu:

a. Faktor teknologi (technological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Keterpaparan ibu terhadap media massa baik media cetak maupun media elektronik mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI. Dengan kebiasaan membaca surat kabar atau majalah serta kebiasaan mendengar siaran radio dan mengikuti acara televisi kemungikanan besar ibu memiliki pengetahuan yang benar tentang tata cara pemberian ASI yang benar (Kasnodiharjo, 1998).

Promosi dalam bentuk iklan berfungsi dalam merangsang perhatian, persepsi, sikap dan perilaku sehingga dapat menarik konsumen untuk menggunakan suatu produk. Pada saat media massa berkembang seperti sekarang ini, promosi melalui media massa merupakan kekuatan besar dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Misalnya, beberapa studi di Bogor menunjukkan iklan merupakan sumber informasi utama dalam berbelanja susu formula bayi oleh ibu rumah tangga (65%) (Tresnawati, 1997 dalam Dodik ).

b. Faktor religi dan falsafah hidup (religious dan philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Emosi keagamaan mendorong orang untuk berlaku serba religi. Kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut dengan upacara keagamaan atau religious ceremony atau rites (Koenjtaraningrat, 1992). Faktor religi yang dikaji meliputi: agama yang dianut, apakah ada ritual agama klien yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif.

Dokumen terkait