2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Elemen
Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik.
Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas ataupun suatu keberadaan fisik seperti seseorang, mesin, organisasi dan sebagainya. Kata kunci dari elemen atau komponen adalah mendapatkan elemen kunci yang akan menjadi dasar acuan pengambilan kebijakan untuk melakukan sesuatu dalam sistem.
Interaksi atau hubungan anatara dua atau lebih elemen menyatakan bahwa apabila ada perubahan dalam atribut suatu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam atribut elemen yang terkait. Adanya interaksi tersebut menyebabkan kendala terhadap perilaku sistem, dinama perlu diketahui sifat hubungan elemen
terhadap totalitas (relation to the whole) dan sifat hubungan antar elemen yang
terkait (relation of an entity toward other entities). Pola hubungan inilah yang
menentukan struktur elemen dari suatu sistem (Eriyatno, 2003). 2.2 Perikanan Tangkap
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas. Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan. Pengertian penangkapan ikan sendiri adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Menurut Monintja (2001), perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen atau subsistem yang saling berkaitan
4
dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap terdiri atas 1. Sarana produksi; 2. Usaha penangkapan; 3. Prasarana (pelabuhan); 4. Unit pengolahan; 5. Unit pemasaran; dan 6. Unit penangkapan. 2.3 Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan menurut Ensiklopedia Indonesia merupakan tempat kapal berlabuh. Pelabuhan tersebut dapat dilengkapi dengan bangunan penahan gelombang yang menjulur ke laut untuk melindungi kapal-kapal dari terpaan angin topan dan gelombang besar. Pelabuhan yang modern dilengkapi dengan
los-los dan gudang-gudang serta pangkalan, dok ( crane) untuk membongkar dan
memuat barang-barang. Istilah lain yang dikenal terhadap pelabuhan yaitu Bandar yang berarti tempat berlabuh dan berlindung bagi kapal-kapal yang memang kondisinya telah terlindung secara alami oleh gosong-gosong karang atau berbentuk teluk (Murdiyanto, 2002).
Berdasarkan Undang-Undang Perikanan nomor 45 tahun 2009, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Vigarie′
(1979) Pelabuhan merupakan suatu wilayah terjadinya kontak antara dua bidang sirkulasi transpor berbeda yaitu sirkulasi transportasi darat dan sirkulasi transportasi maritim dimana peranan pelabuhan adalah dapat menjamin kelanjutan dari dua skema transportasi yang saling terkait tersebut. Triatmodjo (2007) mendifinisikan pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal bertambat untuk bongkar maut barang, kran-kran untuk bongkar maut barang, gudang laut (transit) dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran pelayaran darat. Dengan demikian daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan tersebut. Selanjutnya Lubis (2006), mendefinisikan
pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan.
2.3.1 Klasifikasi pelabuhan perikanan
Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha perikanannya (Lubis, 2007) yaitu:
1) Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam yaitu pelabuhan
untuk perikanan industri atau untuk berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal penangkapan berukuran besar dengan panjang antara 40 sampai 120 m dan berat lebih besar dari 50 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang dalam, dermaga yang panjang. Pelabuhan ini juga terdapat perusahaan-perusahan pengolahan dan pedagang-pedagang besar. Hasil tangkapan yang didaratkan dan didistribusikan untuk tujuan nasional dan internasional.
2) Pelabuhan berskala menengah yaitu pelabuhan perikanan untuk perikanan
semi-industri atau tempat berlabuh dan bertambahnya kapal-kapal penangkapan ikan berukuran antara 15 sampai 50 GT. Pelabuhan ini terkadang terdapat juga perusahaan-perusahaan pengelolahan ikan dan pada umumnya hasil tangkapannya untuk tujuan nasional dan sedikit untuk lokal.
3) Pelabuhan perikanan berskala kecil/perikanan pantai yaitu pelabuhan untuk
perikanan kecil atau perikanan tradisional atau tempat berlabuh dan bertambatnya kapal-kapal penangkapan ukuran lebih kecil dari 15 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang tidak dalam. Hasil tangkapan yang didaratkan pada umumnya adalah dalam bentuk segar atau dipertahankan kesegarannya dengan menambahkan es. Hasil tangkapannya ditujukan terutama untuk pemasaran lokal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu:
1) Tipe A : PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera)
Faktor kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan berukuran >60 GT;
6
(3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan lepas pantai, ZEE Indonesia,
dan perairan internasional;
(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40.000 ton/tahun;
(5) Memberi pelayanan untuk ekspor;
(6) Tersedia lahan untuk industri perikanan
2) Tipe B : PPN ( Pelabuhan Perikanan Nusantara)
Faktor kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan berukuran 15-16 GT;
(2) Melayani kapal perikanan yang beroperasi di ZEE Indonesia, dan
perairan nasional;
(3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 8000-15000 ton/tahun.
3) Tipe C : PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai)
Faktor kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan berukuran 5-15 GT;
(2) Menampung 50 unit kapal atau 500 GT;
(3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai;
(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 4000 ton/tahun.
4) Tipe D : PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan)
Faktor kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan berukuran >10 GT
(2) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai;
(3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 2000 ton/tahun.
2.3.2 Peran pelabuhan perikanan
Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Peranan pelabuhan perikanan (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan, 1982) diacu Atharis (2008) yaitu sebagai pusat :
1) Aktivitas produksi, yaitu :
Tempat mendaratkan hasil tangkapan
Tempat persiapan operasi penangkapan ikan (mempersiapkan alat tangkap,
2) Distribusi yaitu :
Tempat transaksi jual beli
Terminal untuk pendistribusian ikan
Pusat pengolahan hasil laut
3) Kegiatan masyarakat nelayan, yaitu pusat :
Kehidupan masyarakat nelayan
Pembangunan ekonomi masyarakat nelayan
Lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991) diacu Simanjuntak (2005), peranan pelabuhan perikanan dapat dilihat dari kemampuannya menampung produksi perikanan laut untuk selanjutnya didistribusikan ke pusat-pusat pemasaran atau konnsumen. Agar peranan pelabuhan perikanan semakin terlihat nyata, maka pembangunannya haruslah lebih terarah dan terencana untuk menampung produksi perikanan laut yang belum sepenuhnya didaratkan, didistribusikan dan dipasarkan melalui pelabuhan perikanan.
2.3.3 Fungsi pelabuhan perikanan
Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan secara umum mempunyai fungsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Fungsi maritim
Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk mendaratkan kapal-kapalnya. Dengan adanya fungsi ini maka dapat diberikan contoh pada tipe pelabuhan perikanan besar atau samudera atau skala industri, yang dicirikan aktivitas kemaritimannya melalui penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal-kapal dapat bersandar dan membongkar ikannya secara cepat.
2) Fungsi komersial
Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan setelah dilakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pendistribusian ini dapat dilakukan sebagai berikut: bahwa ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan
8
ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau bak plastik, selanjutnya dilelang dan dicatat hasil transaksinya. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang telah dilelang secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutunya. Ikan didistribusikan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk-truk atau
mobil-mobil bak terbuka dan atau mobil-mobil-mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam
dan atau dilengkapi dengan sarana pendingin atau ikan diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan.
3) Fungsi jasa
Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan.
Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi
(1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat
pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau bak plastik dan buruh untuk membongkar ikan.
(2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam
penyediaan bahan bakar, air bersih dan es.
(3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold
storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih.
(4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa
pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, yang berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang atau ikan yang dibawa.
(5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas
docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap melaut setiap kali
diperlukan. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian
lunas kapal.
Jasa-jasa tersebut pada umumnya tersedia di suatu pelabuhan perikanan. Ragam dari jasa-jasa ini tergantung pada tipe atau kebutuhan dari pelabuhan perikanan itu sendiri. Di pelabuhan perikanan untuk usaha perikanan berskala
ikan yang didaratkan akan habis terjual dalam bentuk segar. Pelabuhan dalam arti khusus selalu berkaitan dengan tipe yaitu jika pelabuhan berskala kecil mempunyai fungsi tidak selengkap dan mempunyai kapasitas fasilitasnya tidak sebesar pelabuhan berskala besar (Lubis, 2006).
Dalam rangka pengembangan pelabuhan perikanan, pasal 41 UU No. 45 tahun 2009 pemerintah menyelenggarakan dan melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan perikanan maka dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan beberapa hal sebagai berikut:
1) Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional;
2) Klasifikasi pelabuhan perikanan;
3) Pengelolaan pelabuhan perikanan;
4) Persyaratan dan/atau standar teknis dalam perencanaan, pembangunan,
operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan;
5) Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan (PP) yang meliputi
bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian PP;
6) Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah.
Menurut Lubis (2006), beberapa fungsi pelabuhan perikanan di atas belum tercapai karena kebijakan pemerintah yang masih sangat terbatas baik dalam mendukung aktivitas perikanan tangkap maupun yang mendukung aktivitas kepelabuhanan. Selanjutnya dikatakan bahwa terlaksana atau tidaknya fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan.