• Tidak ada hasil yang ditemukan

Key Elements of Optimum Management for Fish Landing Base Meulaboh in West Aceh Regency.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Key Elements of Optimum Management for Fish Landing Base Meulaboh in West Aceh Regency."

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)

v   

MUHAMMAD RIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

vi   

(3)

Base Meulaboh in West Aceh Regency. Supervised by ERNANI LUBIS and RETNO MUNINGGAR.

The research was from September to November 2010 of fish landing place (PPI) Meulaboh at West Aceh District. The aims of this research (1) is to describe in detail the facilities and the activities of PPI Meulaboh and analyze existing problem; (2) to assess and evaluate the policies that support the management PPI Meulaboh at West Aceh District; (3) to determine key elements of optimal management of PPI at West Aceh District. The research was a case study. The data collection method used in this research was a purposive sampling. The analysis methods used in this research were 1) descriptive analysis of facilities and activities at PPI meulaboh through tables, figures and graphs; 2) policy analysis of the management of PPI Meulaboh; 3) analysis of interpretative structural modelling.

The success of the used of PPI facilities in accordance with the functions and activities can be obtained if there was the optimal management. According to the data analysis, the port pool, the depth of the port pool, parking areas, cold storage, offices, peace of auction fish (TPI), a fishermen hall, a praying place and kiosk were not used properly. This was shown with inactive or active facilities in disrepair. The local government should review the Qanun/Perda of the management of PPI Meulaboh and take decisive action for noncompliance.

According to analysis of interpretative structural modelling, the concept of optimal management model of PPI Meulaboh should emphasis on several key elements. The elements were the management of PPI, panglima laot (public sectors affected), the availability of SDI (the need for implementation of the program), the low quality of human resources (the main obstacle of the program), the improvement performance of panglima laot and DKP (the main aim of the program), the explicit rules of management, the efficiency of work-related (the indicator of the success of programs), the coordination with related agencies (activities required for the implementation of the program), marine and fishing department of district (the involved agency).

(4)
(5)

MUHAMMAD RIZAL. Elemen Kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan RETNO MUNINGGAR.

(6)

Keberhasilan pemanfaatan fasilitas pangkalan pendaratan ikan sesuai dengan fungsi dan aktivitasnya jika mempunyai pengelolaan yang optimal. Hasil analisis diperoleh bahwa kolam pelabuhan, kedalaman kolam pelabuhan, tempat parkir, cold storage, perkantoran, tempat pelalengan ikan, balai pertemuan nelayan, tempat ibadah dan kios belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini diindikasikan dengan ada fasilitas yang rusak tetapi dipaksakan beroperasi, ada juga fasilitas yang telah selesai dibangun dengan biaya mahal tetapi belum difungsikan. Pemerintah daerah perlu mengkaji kembali Qanun/perda tentang pengelolaan PPI Meulaboh dan sikap tegas bagi yang melanggar.

(7)

penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya dan kesejahteraan nelayan lebih baik (aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program); dinas kelautan dan perikanan kabupaten, dan lembaga penegak hukum (lembaga yang terkait).

(8)
(9)

ACEH BARAT

MUHAMMAD RIZAL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Penelitian : Elemen kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat

Nama : Muhammad Rizal

NRP : C451090071

Program Studi : Teknologi Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA Retno Muninggar, S.Pi,.ME

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Teknologi Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)
(13)

ALLAH SWT., atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita senantiasa dapat melaksanakan segala aktivitas keseharian kita dalam ridho-Nya, begitu pula dengan tuntasnya kami dengan judul “ Elemen Kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat”.

Maksud dan tujuan penelitian ini, agar menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan dalam pengelolaan pelabuhan perikanan. Khususnya pada PPI Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Tuntasnya penelitian tesis ini merupakan tahapan yang harus dilalui untuk penyelesaian studi S2 di Program Pascasarjana IPB.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA, dan Retno Muninggar,S.Pi.ME selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis;

2. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, selaku ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) atas segala arahan dalam menjalani kegiatan akademik dan penyelesaian penelitian tesis ini;

3. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, selaku ketua program studi mayor Teknologi Perikanan Tangkap maupun selaku dosen yang telah banyak memberikan rekontruksi pemikiran penulis tentang pengelolaan pelabuhan perikanan;

4. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si, selaku penguji luar komisi pada ujian tesis maupun selaku dosen yang telah banyak memberikan saran-saran masukan demi kesempurnaan tesis ini;

5. Dinas Kelauatan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat yang telah banyak membantu saat penulis melakukan penelitian;

6. Kedua orang tua dan kelima saudaraku (saipul, khalir, husna, maya dan liza) yang telah memberikan doa dan dukungan, baik moral maupun material kepada penulis;

(14)

9. Rekan-rekan crew Aceh Kost (cupang, ayi, safir, pak RT, bang madit dan andi jodang) dan Aceh Darmaga Regency (hadie dan bocet) atas kebersamaan dan bantuan selama penulis melakukan studi;

10. Rekan-rekan mahasiswa dari Aceh, khususnya crew IMTR dan IKAMAPA Aceh yang selalu membantu dan mendoakan penulis;

11. Pemda Aceh Barat (Dinas Pendidikan & Kebudayaan) dan Pemerintahan Aceh, atas bantuan dana selama studi, penelitian dan penulisan tesis ini.

Semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu yang telah bannyak membantu dalam proses penyelesaain tesis ini penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Juli 2011

(15)

Penulis dilahirkan di Aceh Utara, Pemeritahan Aceh pada tanggal 11 Januari 1984 dari ayah M.Isa Bidin dan ibu Asmaniah. Penulis merupakan putra pertama dari enam bersaudara.

(16)
(17)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(18)
(19)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis” Elemen Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendatan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(20)
(21)

Halaman

DAFTAR TABEL……… iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR ISTILAH ... viii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3Manfaat ... 2

2 TINJAUANPUSTAKA ... 3

2.1 Definisi Elemen ... 3

2.4 2.5 2.6 3 M 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

2.2 Perikanan Tangkap Menurut Undang-Undang No 45 Tahun 2009 ... 3

2.3 Pelabuhan Perikanan ... 4

2.3.1 Klasifikasi pelabuhan perikanan ... 5

2.3.2 Peran pelabuhan perikanan ... 6

2.3.3 Fungsi pelabuhan perikanan ... 7

Pengelolaan Optimal ... 10

2.4.1 Pengelolaan kegiatan pelabuhan perikanan ... 10

2.4.2 Kebijakan perikanan tangkap dan pelabuhan perikanan ... 11

Operasional Pelabuhan Perikanan ... 13

2.5.1 Kegiatan operasional pelabuhan perikanan ... 13

2.5.2 Aktivitas-aktivitas operasional pelabuhan perikanan ... 14

2.5.3 Prinsip pengoperasian pelabuhan perikanan ... 15

2.5.4 Permasalahan operasional pelabuhan perikanan ... 16

Analisis Pengelolaan ... 16

ETODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.2 Metode Penelitian ... 18

3.3 Metode Pengambilan Data ... 18

3.4 Analisis Data ... 20

3.4.1 Analisis fasilitas dan aktivitas ... 20

3.4.2 Analisis kebijakan PPI ... 20

3.4.3 Analisis pengelolaan PPI ... 22

(22)

ii 

5.1.1 Pengelolaan fasilitas-fasilitas PPI Meulaboh ... 46

5.2 K 4.3 Deskripsi Keadaan Perikanan Tangkap ... 31

4.3.1 Armada penangkapan ikan ... 31 4.3.2 Alat tangkap ... 34 4.3.3 Daerah dan musim penangkapan ikan ... 36 4.3.4 Volume dan nilai produksi ... 37 Keadaan Umum PPI Meulaboh ... 38 4.4.1 Letak dan sejarah PPI Meulaboh ... 38 4.4.2 Prasarana dan sarana menuju PPI Meulaboh ... 39 Lembaga Kelautan dan Perikanan ... 40

4.5.1 Lembaga perikanan dan kelautan yang ada

di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2005-2009 ... 41 4.5.2 Fungsi dan tugas Panglima Laot ...

4.5.3 Sistem kelembagaan nelayan di Kabupaten Aceh Barat ... 43

IL DAN PEMBAHASAN ... 46 5.1 Pengelolaan Fasilitas dan Aktivitas PPI Meulaboh ... 46

5.1.2 Pengelolaan aktivitas PPI Meulaboh ... 59 ebijakan Terkait PPI Meulaboh ... 69 5.2.1 Kebijakan pengelolaan PPI Meulaboh ... 69 5.2.2 Kebijakan usaha perikanan ... 72 mplementasi Program Pengelolaan ... 78

.3.1 Sektor masyarakat yang terpengaruh dalam pengelolaan

optimal PPI Meulaboh ... 78 5.3.2 Kebutuhan utama terlaksananya pengelolaan

optimal PPI Meulaboh ... 81 5.3.3 Kendala utama pengelolaan optimal PPI Meula

Tujuan utama program pengelolaan PPI Meulaboh ... 88 5.3.5 Tolok ukur/indikator keberhasilan program pengelolaan

PPI Meulaboh ... 91 5.3.6 Aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program

pengelolaan PPI Meulaboh ... 93 5.3.7 Lembaga yang terlibat dalam program pengelolaan

PPI Meulaboh ... 96

(23)
(24)
(25)

Halaman

1. Kelompok aktivitas operasional pelabuhan perikanan... 14

2. Informasi data sekunder ... 19

3. Elemen dan subelemen ISM PPI Meulaboh ... 24

4. Nama-nama kecamatan, ibu kota kecamatan, jumlah desa/gaempong

dan luas wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat ... 30

5. Perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan dalam

Kabupaten Aceh Barat periode 2004-2009 ... 31

6. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2005-2009 ... 33

7. Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2005-2009 ... 36

8. Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Aceh Barat periode 2005-2009 ... 39

9. Nama dan kedudukan Koperasi Perikanan dalam Kabupaten Aceh Barat ... 43

10. Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Barat ... 45

11. Fasilitas-fasilitas di PPI Meulaboh ... 46

12. Kebijakan terkait dengan pengelolaan PPI ... 75

13. Pendekatan kerangka hukum (legal framework) pada PPI Meulaboh ... 76

(26)
(27)

Halaman 1. Diagram alir deskriptif analisis kebijakan PPI ... 20

2. Diagram alir deskriptif teknik interpretative structural modeling ... 26

. Grafik perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan

... 32

. Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan

... 34

. Diagram komposisi jumlah alat tangkap dan jenis yang

... 37

. Kantor operasional Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh ... 40

. Dermaga PPI Meulaboh ... 48

dalam Kabupaten Aceh Barat periode 2004-2009 ...

4

periode 2005-2009 ...

5

dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2005-2009

(28)

2. Aktivitas pemasaran di PPI Meulaboh ... 61

3. Sistem pengelolaan pemasaran di PPI Meulaboh ... 63

4. Skema Perhitungan modal kerja melaut di PPI Meulaboh ... 64

5. Tempat penampungan air bersih di PPI Meulaboh ... 66

6. Penanganan hasil tangkapan setelah penimbangan di PPI Meulaboh ... 69

7. Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat .... 70

8. Diagram struktural dari elemen sektor masyarakat yangterpengaruh

... 79

9. Matriks driver power-dependence dari elemen masyarakat yang

... 80

0. Diagram struktural dari elemen kebutuhan untuk terlaksananya

... 82

1. Matriks driver power-dependence dari elemen kebutuhan untuk

... 83

2. Diagram struktural dari elemen kendala utama pada pengelolaan

... 86

3. Matriks driver power-dependence elemen kendala utama

... 87

4. Diagram struktural dari elemen tujuan utama program

... 89

5. Matriks driver power-dependence elemen tujuan utama

... 90

6. Diagram struktural dari elemen tolok ukur/indikator untuk

... 92

7. Matriks driver power-dependence elemen tolok ukur/indikator

... 93

38. Diagram struktural dari elemen aktivitas yang diperlukan

... 94

pada program pengelolaan optimal PPI ...

2

terpengaruh pada program pengelolaan optimal PPI ...

3

program pengelolaan optimal PPI ...

3

terlaksananya program pengelolaan optimal PPI ...

3

optimal PPI ...

3

program kendala utama pengelolaan optimal PPI ...

3

pengelolaan optimal PPI ...

3

program pengelolaan optimal PPI ...

3

keberhasilan program pengelolaan optimal PPI ...

3

untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI ...

(29)

0. Diagram struktural dari elemen lembaga yang terlibat untuk

... 97

1. Matriks driver power-dependence elemen lembaga yang terlibat

... 98

4

keberhasilan program pengelolaan optimal PPI ...

4

(30)
(31)

2. Hasil pendapat responden terhadap sektor masyarakat yang terpengaruh di PPI Meulaboh ... 112

3.

ogram pengelolaan PPI Meulaboh ... 114

dala utama program

6. asil pendapat responden terhadap elemen sektor tolok ukur/indikator

keberhasilan program PPI Meulaboh ... 120

7.

122

Halaman 1. Peta daerah penelitian ... 111

Hasil pendapat responden terhadap elemen kebutuhan dari pr

4. Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor ken

pengelolaan PPI Meulaboh ... 116

5. Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor tujuan program

Pengelolaan PPI Meulaboh ... 118

H

Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program pengelolaan PPI Meulaboh ...

(32)
(33)

ABK : Anak Buah Kapal cold storage : Sarana pembekuan ikan

cool room : Ruangan pendingin dengan suhu 0-3°C DKP : Dinas Perikanan dan Kelautan

Drainase : Saluran pembuangan (parit) yang ada di PPI Dependence Matriks : Matriks ketergantungan

Drive power matriks : Matrik yang mempunyai daya dorong

Expert survey : wawancara mendalam dari pakar lintas disiplin

fishing ground : Daerah penangkapan ikan

ISM : Interpretative structural modeling adalah proses pengkajian kelompok (group learning proces) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat

legal framework : Pendekatan secara hukum

legal structure : Peraturan dilihat dari sisi struktur hukum legal mandate : Peraturan dari mandat hukum

legal enforcement : Penegakan hukum Muge’ : Pedagang keliling

One day fishing : Operasi penangkapan ikan yang berlangsung paling lama satu hari

Overfishing : Lebih tangkap, yaitu jumlah upaya penangkapan yang melebihi upaya maksimum

Panglima laot : Ketua adat nelayan di Aceh

Pantang laot : Nelayan tidak diperbolehkan melaut

PP : Pelabuhan Perikanan

PPI : Pangkalan Pendaratan Ikan

(34)

Purposive Sampling : Pengambilan data secara acak

RM : reachability matrix

SSIM : Structural self interaction matrix (Matrik interaksi tunggal tersruktur/ SSIM)

Styrofoam : Bahan untuk menjaga kondisi tetap dingin

Slipways : Tempat untuk memperbaiki dan melakukan

perawatan bagian lunas kapal

Stakeholders : Responden yang diwawancara pada penelitian

Toke boat : Pemilik armada kapal

Toke Bangku : Tengkulak (orang yang memberikan modal nelayan melaut)

Toke Penampung : Orang yang mendistribusikan dan memasarkan hasil tangkapan

Use rights : Hak pemanfaatan

World Fisheries Day : Hari penting bagi masyarakat perikanan dunia

ZEE : Zona Ekonomi Ekslusif

(35)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki produksi perikanan

tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru dan Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik, produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun atau naik 13,56 persen dari tahun 2009 (Rp 53,93 triliun) (Anonimous, 2011). Perairan Aceh merupakan bagian dari perairan Selat Malaka dan Samudera Hindia. Produksi perikanan di perairan Samudera Hindia pada tahun 2009 mencapai 67.407 ton/tahun dan 73.001,10 ton/tahun di wilayah Selat Malaka (DKP Aceh, 2010).

Dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada, diperlukan prasarana berupa pelabuhan perikanan. Keberhasilan dalam operasional pelabuhan perikanan tidak terlepas dari peran faktor pendukung yang tersedia, salah satunya adalah tersedianya fasilitas pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Menurut Lubis (2006) terlaksananya fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan mengindikasikan keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan dengan keberadaan berbagai fasilitas yang dimilikinya merupakan jembatan bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan, dan pendistribusian produksi ke daerah konsumen. Oleh karena itu, pengelolaan fasilitas sangat perlu diperhatikan agar aktivitas pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan baik. Pengelolaan pelabuhan perikanan yang optimal diharapkan akan berdampak terutama pada tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan.

Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu daerah tingkah II untuk wilayah stategis bagi perikanan tangkap. Hal tersebut diindikasikan dengan banyaknya pulau-pulau kecil dan terdapatnya 8 Pangkalan Pendaratan Ikan. Sektor perikanan merupakan salah satu andalan bagi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat pesisir.

(36)

Memberik

direnovasi pasca tsunami 2004. Berdasarkan kebijakan dari pemerintah daerah atau qanun Kabupaten Aceh Barat, telah ada tugas pokok Lembaga Adat Laot sebagai pembantu DKP, melestarikan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan, sedangkan DKP sebagai pengelola PPI tetapi implementasi di lapangan tidak sesuai dengan kebijakan, Lembaga Adat Laot justru lebih berperan dan mengambil alih tugas DKP dalam pengelolaan PPI. Ini kendala yang dihadapi dalam pengelolaannya. Pengelolaan yang tidak tepat bisa berdampak pada pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan sistem yang tidak aktif atau optimal. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi PEMDA Aceh Barat. Oleh karena itu, PPI Meulaboh perlu didukung oleh suatu pengelolaan yang cocok dengan melibatkan instansi-instansi terkait. Dengan demikian penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui pengelolaan yang optimal bagi PPI Meulaboh.

Penelitian sebelumnya tentang PPI Meulaboh adalah tentang “Kondisi operasional Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Pasca tsunami dan prioritas program pengembangannya” (Hafinuddin, 2009).

1.2 Tujuan Penelitian

1) Mendeskripsikan secara detil fasilitas dan aktivitas Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh dan menganalisis permasalahan yang ada;

2) Menilai dan mengevaluasi kebijakan yang mendukung Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat;

3) Menentukan elemen kunci Pengelolaan Optimal PPI Meulaboh khususnya dan di Kabupaten Aceh Barat umumnya. 

 

1.3  Manfaat Penelitian

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Aceh Barat, Pemerintahan Aceh. 

2) Memberikan informasi mengenai pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh bagi pihak swasta yang berminat di bidang perikanan

(37)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Elemen

Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik.

Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula

intensitas ataupun suatu keberadaan fisik seperti seseorang, mesin, organisasi dan

sebagainya. Kata kunci dari elemen atau komponen adalah mendapatkan elemen

kunci yang akan menjadi dasar acuan pengambilan kebijakan untuk melakukan

sesuatu dalam sistem.

Interaksi atau hubungan anatara dua atau lebih elemen menyatakan bahwa

apabila ada perubahan dalam atribut suatu elemen akan mengakibatkan perubahan

dalam atribut elemen yang terkait. Adanya interaksi tersebut menyebabkan

kendala terhadap perilaku sistem, dinama perlu diketahui sifat hubungan elemen

terhadap totalitas (relation to the whole) dan sifat hubungan antar elemen yang

terkait (relation of an entity toward other entities). Pola hubungan inilah yang

menentukan struktur elemen dari suatu sistem (Eriyatno, 2003).

2.2 Perikanan Tangkap

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu

sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Perikanan

tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau

pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum

secara bebas. Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, usaha perikanan

tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan.

Pengertian penangkapan ikan sendiri adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di

perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa

pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,

menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Menurut Monintja (2001), perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang

(38)

dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan

tangkap terdiri atas 1. Sarana produksi; 2. Usaha penangkapan; 3. Prasarana

(pelabuhan); 4. Unit pengolahan; 5. Unit pemasaran; dan 6. Unit penangkapan.

2.3 Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan menurut Ensiklopedia Indonesia merupakan tempat kapal

berlabuh. Pelabuhan tersebut dapat dilengkapi dengan bangunan penahan

gelombang yang menjulur ke laut untuk melindungi kapal-kapal dari terpaan

angin topan dan gelombang besar. Pelabuhan yang modern dilengkapi dengan

los-los dan gudang-gudang serta pangkalan, dok ( crane) untuk membongkar dan

memuat barang-barang. Istilah lain yang dikenal terhadap pelabuhan yaitu Bandar

yang berarti tempat berlabuh dan berlindung bagi kapal-kapal yang memang

kondisinya telah terlindung secara alami oleh gosong-gosong karang atau

berbentuk teluk (Murdiyanto, 2002).

Berdasarkan Undang-Undang Perikanan nomor 45 tahun 2009, pelabuhan

perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan

sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan

bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Vigarie′

(1979) Pelabuhan merupakan suatu wilayah terjadinya kontak antara dua bidang

sirkulasi transpor berbeda yaitu sirkulasi transportasi darat dan sirkulasi

transportasi maritim dimana peranan pelabuhan adalah dapat menjamin kelanjutan

dari dua skema transportasi yang saling terkait tersebut. Triatmodjo (2007)

mendifinisikan pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap

gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di

mana kapal bertambat untuk bongkar maut barang, kran-kran untuk bongkar maut

barang, gudang laut (transit) dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal

membongkar muatannya, dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat

disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah

tujuan atau pengapalan. Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya

atau saluran pelayaran darat. Dengan demikian daerah pengaruh pelabuhan bisa

(39)

pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan

yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi

dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan.

2.3.1 Klasifikasi pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha

perikanannya (Lubis, 2007) yaitu:

1) Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam yaitu pelabuhan

untuk perikanan industri atau untuk berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal

penangkapan berukuran besar dengan panjang antara 40 sampai 120 m dan

berat lebih besar dari 50 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang dalam,

dermaga yang panjang. Pelabuhan ini juga terdapat perusahaan-perusahan

pengolahan dan pedagang-pedagang besar. Hasil tangkapan yang didaratkan

dan didistribusikan untuk tujuan nasional dan internasional.

2) Pelabuhan berskala menengah yaitu pelabuhan perikanan untuk perikanan

semi-industri atau tempat berlabuh dan bertambahnya kapal-kapal

penangkapan ikan berukuran antara 15 sampai 50 GT. Pelabuhan ini terkadang

terdapat juga perusahaan-perusahaan pengelolahan ikan dan pada umumnya

hasil tangkapannya untuk tujuan nasional dan sedikit untuk lokal.

3) Pelabuhan perikanan berskala kecil/perikanan pantai yaitu pelabuhan untuk

perikanan kecil atau perikanan tradisional atau tempat berlabuh dan

bertambatnya kapal-kapal penangkapan ukuran lebih kecil dari 15 GT.

Mempunyai kolam pelabuhan yang tidak dalam. Hasil tangkapan yang

didaratkan pada umumnya adalah dalam bentuk segar atau dipertahankan

kesegarannya dengan menambahkan es. Hasil tangkapannya ditujukan

terutama untuk pemasaran lokal.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen.

16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan dibagi

menjadi 4 kategori utama yaitu:

1) Tipe A : PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera)

Faktor kriteria:

(1) Melayani kapal perikanan berukuran >60 GT;

(40)

(3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan lepas pantai, ZEE Indonesia,

dan perairan internasional;

(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40.000 ton/tahun;

(5) Memberi pelayanan untuk ekspor;

(6) Tersedia lahan untuk industri perikanan

2) Tipe B : PPN ( Pelabuhan Perikanan Nusantara)

Faktor kriteria:

(1) Melayani kapal perikanan berukuran 15-16 GT;

(2) Melayani kapal perikanan yang beroperasi di ZEE Indonesia, dan

perairan nasional;

(3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 8000-15000 ton/tahun.

3) Tipe C : PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai)

Faktor kriteria:

(1) Melayani kapal perikanan berukuran 5-15 GT;

(2) Menampung 50 unit kapal atau 500 GT;

(3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai;

(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 4000 ton/tahun.

4) Tipe D : PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan)

Faktor kriteria:

(1) Melayani kapal perikanan berukuran >10 GT

(2) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai;

(3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 2000 ton/tahun.

2.3.2 Peran pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan

kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna

tinggi. Peranan pelabuhan perikanan (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan,

1982) diacu Atharis (2008) yaitu sebagai pusat :

1) Aktivitas produksi, yaitu :

 Tempat mendaratkan hasil tangkapan

 Tempat persiapan operasi penangkapan ikan (mempersiapkan alat tangkap,

(41)

2) Distribusi yaitu :

 Tempat transaksi jual beli

 Terminal untuk pendistribusian ikan

 Pusat pengolahan hasil laut

3) Kegiatan masyarakat nelayan, yaitu pusat :

 Kehidupan masyarakat nelayan

 Pembangunan ekonomi masyarakat nelayan

 Lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar.

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991) diacu Simanjuntak (2005),

peranan pelabuhan perikanan dapat dilihat dari kemampuannya menampung

produksi perikanan laut untuk selanjutnya didistribusikan ke pusat-pusat

pemasaran atau konnsumen. Agar peranan pelabuhan perikanan semakin terlihat

nyata, maka pembangunannya haruslah lebih terarah dan terencana untuk

menampung produksi perikanan laut yang belum sepenuhnya didaratkan,

didistribusikan dan dipasarkan melalui pelabuhan perikanan.

2.3.3 Fungsi pelabuhan perikanan

Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan secara umum mempunyai

fungsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman,

yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan

daratan untuk mendaratkan kapal-kapalnya. Dengan adanya fungsi ini maka

dapat diberikan contoh pada tipe pelabuhan perikanan besar atau samudera atau

skala industri, yang dicirikan aktivitas kemaritimannya melalui penyediaan

fasilitas-fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup

dalam agar kapal besar dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang

agar kapal-kapal dapat bersandar dan membongkar ikannya secara cepat.

2) Fungsi komersial

Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal

untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan setelah dilakukan

transaksi pelelangan ikan. Proses pendistribusian ini dapat dilakukan sebagai

(42)

ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan

pada keranjang atau bak plastik, selanjutnya dilelang dan dicatat hasil

transaksinya. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang telah

dilelang secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutunya. Ikan

didistribusikan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk-truk atau

mobil-mobil bak terbuka dan atau mobil-mobil-mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam

dan atau dilengkapi dengan sarana pendingin atau ikan diolah terlebih dahulu

sebelum didistribusikan.

3) Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan

sampai ikan didistribusikan.

Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi

(1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat

pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau bak plastik dan buruh untuk

membongkar ikan.

(2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam

penyediaan bahan bakar, air bersih dan es.

(3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold

storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih.

(4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa

pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, yang

berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang atau ikan

yang dibawa.

(5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas

docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap melaut setiap kali

diperlukan. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian

lunas kapal.

Jasa-jasa tersebut pada umumnya tersedia di suatu pelabuhan perikanan.

Ragam dari jasa-jasa ini tergantung pada tipe atau kebutuhan dari pelabuhan

perikanan itu sendiri. Di pelabuhan perikanan untuk usaha perikanan berskala

(43)

ikan yang didaratkan akan habis terjual dalam bentuk segar. Pelabuhan dalam arti

khusus selalu berkaitan dengan tipe yaitu jika pelabuhan berskala kecil

mempunyai fungsi tidak selengkap dan mempunyai kapasitas fasilitasnya tidak

sebesar pelabuhan berskala besar (Lubis, 2006).

Dalam rangka pengembangan pelabuhan perikanan, pasal 41 UU No. 45

tahun 2009 pemerintah menyelenggarakan dan melakukan pembinaan pengelolaan

pelabuhan perikanan maka dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan

menetapkan beberapa hal sebagai berikut:

1) Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional;

2) Klasifikasi pelabuhan perikanan;

3) Pengelolaan pelabuhan perikanan;

4) Persyaratan dan/atau standar teknis dalam perencanaan, pembangunan,

operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan;

5) Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan (PP) yang meliputi

bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan

pengoperasian PP;

6) Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah.

Menurut Lubis (2006), beberapa fungsi pelabuhan perikanan di atas belum

tercapai karena kebijakan pemerintah yang masih sangat terbatas baik dalam

mendukung aktivitas perikanan tangkap maupun yang mendukung aktivitas

kepelabuhanan. Selanjutnya dikatakan bahwa terlaksana atau tidaknya

fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat

keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan.

2.4 Pengelolaan Optimal

Optimal adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam

analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian

hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gaspersz,1992).

Secara normal orang akan mengharapkan “baik” sebanyak-banyaknya, paling

banyak atau maksimum, dan “buruk” sedikit-dikitnya paling sedikit atau

minimum. Jadi optimum itu sinonim dengan maksimum untuk hal yang teknis

yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan analisis matematis. Kata

(44)

lebih sesuai dengan kehidupan sehari-hari. karena optimal mencakup usaha untuk

menemukan cara terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik di

dalam memecahkan suatu persoalan, sehingga aplikasinya meluas pada hal-hal

praktis dalam dunia produksi, industri, perdagangan dan politik (Haluan, 1985).

Tujuan utama pengelolaan optimal adalah pencapaian keuntungan secara

maksimum, dengan tetap menjaga keberlangsungan ketersediaan sumberdaya,

sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk

memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau

menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya

( WCED, 1987 dalam Dahuri , 2002).

2.4.1 Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan

Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan dapat ditinjau dari 3 aspek (Lubis,

2006) :

1) Pengelolaan infrastruktur, suprastruktur dengan semua aktivitas penunjang,

antara lain: investasi pelabuhan, penyusunan anggaran, perencanaan

pembangunan, pajak, perbaikan dan pemeliharaan fasilitasnya seperti alur

pelayaran, marcusuar dan jalan-jalan di lingkungan pelabuhan.

2) Kegiatan-kegiatan karena adanya kontak antara penjual dan pemakai (klien),

terhadap kapal dan barang-barang/komoditi perikanan serta pemeliharaannya.

Kontak ini secara eksplisit dapat berupa kegiatan-kegiatan ataupun jasa-jasa

yang diberikan oleh pelabuhan.

3) Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal,

nasional maupun internasional dalam menentukan sirkulasi maritim, peraturan

dalam hal perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan

dan pemeliharan kesehatan awak kapal.

Selanjutnya dikatakan bahwa keberhasilan dalam pengelolaan suatu

pelabuhan perikanan antara lain, terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya

manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola

pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan,

pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut harus dapat bekerja secara

profesional, saling bekerja sama dalam pelaksanaan pengoperasian dan taat

(45)

pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau

pekerjannya masing-masing.

Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain banyak

tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap

kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan

hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan

pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh.

2.4.2 Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap dan kepelabuhan perikanan Dalam sebuah pertemuan para pelaku perikanan sedunia di New Delhi,

tahun 1997 dideklarasikan bahwa tanggal 21 November adalah hari yang penting

bagi masyarakat perikanan dunia yang disebut sebagai World Fisheries Day

(WFD). Gagasan WFD sebenarnya dipicu oleh keprihatinan para pelaku

perikanan sedunia yang sedikit banyak dihantui oleh menurunnya kemampuan

produksi perikanan global, terjadinya ekses kapasitas dan gejala overfishing di

berbagai perairan dunia, serta terjadinya mismanagement terhadap pengelolaan

sumber daya perikanan dan kelautan (Fauzi, 2005).

Ikan adalah sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat

dapat pulih/dapat memperbaharui diri, namun demikian sumberdaya ini bukannya

tidak tak terbatas. Untuk itu, sumberdaya yang terbatas tersebut harus dikelola

secara baik, sebab (1) Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala

eksploitasi berlebihan (over employment), investasi berlebihan (over investment)

dan tenaga kerja berlebihan (over employment); (2) Perlu adanya pengaturan

terhadap hak pemanfaatan (use rights) dan hak kepemilikan (property rights).

Dimana menurut Charles diacu dalamSuseno, (2004).

Kebijakan pengelolaan (policy management) merujuk pada upaya atau

tindakan yang sedemikian rupa (deliberate way) untuk menangani isu kebijakan

dari awal hingga akhir. Analisis kebijakan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari kebijakan pengelolaan. Kebijakan umum antara lain mengambil

bentuk Undang-undang atau Keputusan Presiden. Kebijakan pelaksanaan adalah

kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum antara lain berupa Peraturan

(46)

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom

dalam pengelolaan perikanan tangkap yang baik dijelaskan pada peraturan

pemerintah pasal 2 ayat (3) No. 25 tahun 2000. Pemerintah pusat memiliki

beberapa kewenangan, meliputi: (1) penetapan kebijakan dan pengaturan

eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam perairan di

wilayah laut di luar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar

lautnya serta ZEE dan landas kontinen; (2) penetapan kebijakan dan pengaturan

pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di luar

perairan laut 12 mil; (3) penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim

yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan

kebijakan laut internasional; (4) penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan

pulau-pulau kecil; dan (5) penegakan kebijakan di wilayah laut diluar perairan 12

mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hal spesifik serta berhubungan

dengan internasional.

Pelabuhan perikanan yang merupakan salah satu komponen perikanan

tangkap diperlukan suatu kebijakan untuk pengelolaannya, menurut Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 pasal 12 ayat 1

dikatakan, pengelola pelabuhan perikanan bertanggung jawab atas pemeliharaan

fasilitas yang berada di pelabuhan perikanan. Selanjutnya pasal 13 ayat 1 dan 2

menjelaskan bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala

Pelabuhan dan pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh BUMN

maupun perusahaan swasta dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang

mendapat penetapan dari Direktur Jenderal.

2.5 Operasional Pelabuhan Perikanan

Panduan yang disusun sebagai pedoman operasional Pelabuhan Perikanan

atau Pangkalan Pendaratan Ikan dengan menyelenggarakan pelayanan prima akan

terbatas pada hal-hal yang menyangkut pelaksanaan pelayanan berbagai fasilitas

pokok dan fasilitas fungsional yang ada. Sebagai suatu sistem kegiatan yang

berlangsung dari waktu secara berkesinambungan maka terselenggaranya

pelayanan prima ini sangat dipengaruhi oleh adanya tugas-tugas perawatan dan

(47)

tersebut. Operasional adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan

yang dilakukan di PP/PPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna yang

memerlukannya. Kegiatan operasional PP/PPI yang dilakukan hendaknya

berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna PP/PPI (Murdiyanto, 2002).

2.5.1 Kegiatan operasional di pelabuhan perikanan

Kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan adalah

(Direktorat Jenderal Perikanan, 1994 diacu dalam Lubis, 2007):

1) Pendaratan ikan

Pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sebagian besar berasal dari kapal

penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan itu,

hanya sebagian kecil berasal dari PP/PPI yang dibawa ke pelabuhan itu dengan

menggunakan sarana transportasi darat.

2) Penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan

Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengawasan

mutu hasil perikanan, penanganan ikan segar di pelabuhan perikanan dilakukan

dengan metode pendinginan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori

yaitu pendinginan dengan es, pendinginan dengan udara dingin, dan

pendinginan dengan air dingin.

Pengolahan ikan dimaksudkan untuk mempertahankan mutu sehingga waktu

pemasaran menjadi lebih lama serta meninggikan nilai jual ikan. Kegiatan

pemasaran di pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional, dan ekspor. Sistem

rantai pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia,

antara lain :

(1) TPI Pedagang besar Pengecer Pedagang Konsumen

(2) TPI Pedagang besar Pedagang lokal Konsumen

(3) TPI Pengecer Konsumen

3) Penyaluran Perbekalan

4) Pengisian perbekalan. Aktivitas pelabuhan perikanan terkait adalah penyaluran

BBM, penjualan air bersih, penjualan es dan suku cadang. Pelayanan

perbekalan ini umumnya diadakan oleh pihak UPT Pelabuhan, KUD, Koperasi

(48)

2.5.2 Aktivitas-aktivitas dalam operasional pelabuhan perikanan

Operasional pelabuhan perikanan menyangkut aktivitas yang ada di

pelabuhan perikanan, jumlahnya sangat banyak dan untuk memudahkan maka

keselurahan aktivitas yang ada, dikelompokkan menjadi 7 kelompok aktivitas

(Pane, 2002 diacu dalam Hadiyanto 2004) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelompok aktivitas-aktivitas operasional pelabuhan perikanan

No Kelompok Aktivitas Aktivitas

1 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan

1. Pendaratan hasil tangkapan

(pembongkaran dan pengangkutan hasil tangkapan ke tempat

pelelangan)

2. Pemasaran/pelelangan hasil

tangkapan

3. Pendistribusian hasil tangkapan

4. Penanganan ikan

2 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan pengolahan ikan

1. Pembekuan ikan

2. Pengolahan ikan

3. Pemasaran/distribusi hasil olahan

3 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan unit penangkapan

1. Tambat labuh

2. Perbaikan kapal dan mesin

3. Pembuatan kapal

4. Pembuatan alat tangkap

5. Perbaiki alat tangkap

4 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan penyediaan kebutuhan melaut

1. Penyediaan air

2. Penyedian es

3. Penyediaan BBM

4. Penyediaan garam

5. Penyedian kebutuhan konsumsi

6. Penyedian sparepart mesin kapal

5 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan kelembagaan pelaku aktif (nelayan, pengolah, pedagang, pembeli)

1. Koperasi pelaku aktif

2. Asosiasi/himpunan/paguyuban pelaku

aktif

6 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan kelembagaan penunjang pelabuhan perikanan

1. Aktivitas syahbandar

2. Aktivitas perbankan

3. Aktivitas keamanan

7 Kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan pengelolaan pelabuhan perikanan

1. Pengelolaan fasilitas komersial

2. Pengelolaan fasilitas non-komersial

3. Pengelolaan TPI

(49)

2.5.3 Prinsip pengoperasian pelabuhan perikanan

Beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan

perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2007) adalah:

1) Sangat baik dipandang dari sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian

pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri

maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dari pengoperasian pelabuhan

tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya

dan nasional umumnya;

2) Sistem penanganan ikan yang efektif dan efisien. Dengan kata lain

pembongkaran ikan dapat dilakukan secara disertai penseleksian yang cermat,

pengangkutan dan penanganan yang cepat;

3) Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal ini pengembangan suatu

pelabuhan perikanan misalnya seringkali diperlukan mekanisasi dari

fasilitas-fasilitas pelabuhan tersebut. Misalnya perlunya vessel lift pada fasilitas dock,

tangga berjalan (tapis roulant) untuk pembongkaran dan penseleksian ikan.

Disamping itu diperlukan perluasan pelabuhan karena semakin meningkatnya

produksi perikanan pelabuhan, misalnya perluasan gedung pelelangan,

perluasan dermaga, dsb;

4) Pelabuhan dapat berkembang tanpa merusak lingkungan sekitarnya

(lingkungan alam dan lingkungan sosial);

5) Organisasi serta pelaku-pelaku didalam pelabuhan bekerja secara aktif dan

terorganisasi baik dalam kegiatannya.

2.5.4 Lingkup permasalahan operasional pelabuhan perikanan

Dalam lingkup operasionalisasi PP/PPI, permasalahannya terfokus kepada

faktor sumberdaya manusianya yaitu personal atau siapa yang mengerjakan tugas

dan melaksanakan rencana yang telah ditetapkan untuk menjalankan fasilitas yang

tersedia dan melaksanakan fungsinya, bagaimana ia melaksanakan pekerjaannya

dengan cara prosedur yang benar sehingga mencapai tujuan yang direncanakan

dengan memperhatikan untuk kepentingan siapa pekerjaan itu dilaksanakan

(50)

2.6 Analisis Pengelolaan

Model ISM (Interpretative structural modelling) adalah proses pengkajian

kelompok (group learning proses) dimana model-model struktural dihasilkan

guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang

dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM dapat

ditemukan dalam sejumlah semua elemen yang bisa dihubung dari satu sama lain,

dengan demikian bersatu menjadi sebuah siklus. Peneliti dapat memodifikasikan

untuk menghasilkan informasi tambahan mengenai hubungan antara unsur-unsur

(subelemen) dalam siklus. Dalam hal ini "resolusi siklus" responden memberikan

masukan dengan mengisi bobot matriks elemen yang diidentifikasi dalam siklus

(Harold, 1979).

Selanjutnya dikatakan bahwa, metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi

dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya

adalah identifikasi subelemen dari struktur di dalam suatu sistem yang

memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan

untuk mengambilan keputusan yang lebih baik. Menentukan tingkat jenjang

subelemen mempunyai banyak pendekatan yaitu sebagai berikut: 1) kekuatan

pengikat antar tingkat dan kelompok; 2) frekuensi relatif dari oksilasi

(guncangan)dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari pada

yang di atas; 3) konteks di mana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka

waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas; 4) liputan dimana tingkat

yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah; 5) hubungan fungsional,

dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi

peubah cepat tingkat di bawahnya. Program yang telah struktur berjenjang dibagi

menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi

subelemen. Pemodelan struktural mencakup dua tahap, Pada tahap pertama

diterapkan alat pembangkit (generating tool), diantaranya yaitu 1) diskusi ahli,

melalui proses musyawarah dan brainstorming oleh para panelis yang terseleksi;

2) expert survey, melalui wawancara secara mendalam dari pakar lintas disiplin; 3) metode DELPHI, melalui pengumpulan informasi terkendali dan 4) media

elektronik (computerized conferencing, generating graphics atau teleconference).

(51)

elemen-elemen dapat diformasikan. Prinsip dasar teknik ISM adalah indentifikasi

dari struktur di dalam sebuah sistem, yang memberikan nilai manfaat yang tinggi

guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih

baik. Struktur sistem berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman

tentang perihal yang dikaji ( Eriyatno 2003).

Aspek yang terkait dalam implementasi model dibagi menjadi elemen-

elemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Menurut

Saxena (1992) diacu dalam Eriyatno (2003), aspek yang terkait dalam penerapan

program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : 1) sektor masyarakat yang

terpengaruh, 2) kebutuhan dari program, 3) kendala utama program, 4) perubahan

yang dimungkinkan, 5) tujuan dari program, 6) tolok ukur untuk menilai setiap

tujuan, 7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8) ukuran

aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan 9)

lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(52)

 

 

 

 

 

 

(53)

3 METODOLOGI

PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh (Lampiran 1).

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus terhadap pengelolaan yang optimal di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh.

3.3 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan adalah Purposive Sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak yang mewakilinya. Sampel diambil secara purposive dengan tujuan mendapatkan gambaran pengelolaan optimal PPI Meulaboh.

Data yang dikumpulkan pada penelitian pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh ini mencakup data primer dan data sekunder.

1) Data primer

(54)

industri perikanan (2), pedagang (2), konsumen (2), buruh (2), Bappeda (2), Akademisi (2), KUD (2) , LSM (2) dan tokoh masyarakat (2)

2) Data sekunder

Data sekunder diambil dari Dinas Perikanan dan Kelautan Meulaboh meliputi fasilitas dan aktifitas PPI Meulaboh, jumlah unit armada penangkap ikan dan jumlah nelayan (Tabel 2).

Tabel 2 Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh

No Sumber Data Informasi

1. Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Aceh Barat

a. Produksi, nilai produksi dan jenis ikan b. Fasilitas PPI

c. Rencana strategis DKP Kabupaten Aceh Barat

d. Jumlah dan jenis unit penangkapan

2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat

a. Jumlah dan jenis armada penangkapan b. Keadaan umum daerah penelitian berupa

letak geografis daerah penelitian,

kependudukan dan keadaan perikanan secara umum

3. Bappeda Kabupaten Aceh Barat

Peta Kabupaten Aceh Barat Lokasi PPI Meulaboh

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis fasilitas dan aktivitas

Analisis deskriptif terhadap fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di PPI Meulaboh meliputi kondisi dan ukuran fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Pada analisis ini juga disajikan gambar dan grafik.

3.4.2 Analisis kebijakan PPI Meulaboh

(55)

Analisis kebijakan tertulis menggunakan pendekatan kerangka hukum, berupa pendekatan hukum (legal framework) dilakukan untuk melihat hukum/peraturan perundang- undangan dari sisi struktur (legal structure), mandat (legal mandate) dan penegakan hukum (legal enforcement), kemudian kebijakan yang tidak tertulis berupa kearifan-kearifan lokal yang telah lama dianut oleh masyarakat setempat dalam pemanfaatan dan pengelolaan PPI (Gambar 1).

Selanjutnya dipilih kebijakan yang mendukung sektor usaha perikanan di PPI, berupa kebijakan tertulis yaitu peraturan perundang-undangan atau qanun yang berlaku, baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang mendukung sektor usaha perikanan di PPI dan kemudian menggunakan kebijakan ini untuk pengelolaan PPI Meulaboh menjadi lebih baik.

Input:

Kebijakan perikanan

(Kebijakan tertulis dan tidak tertulis)

Analisis aspek hukum: • Struktur hukum (legal structure)

• Mandat hukum ( legal mandate) • Pendekatan hukum ( legal enforcement)

Tentukan :

Pilih kebijakan yang mendukung pengelolaan perikanan di PPI

Meulaboh

Cukup

Cetak :

Kebijakan yang mendukung pengelolaan PPI Meulaboh

mulai

(56)

3.4.3 Elemen kunci pengelolaan PPI Meulaboh

Analisis pengelolaan PPI Meulaboh dalam penelitian ini menggunakan metode Interpretative structural modeling (ISM). Analisis ini dilakukan secara bertahap dan sistematis dengan mengurutkan elemen yang berpengaruh dalam pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh yang didapatkan dari penggalian isu yang strategis yang menjadi acuan atribut elemen Model ISM.

Permodelan sistem yang dihasilkan diharapkan dapat diterapkan pada sistem nyata. Strategi implementasi perlu dilakukan agar model pengelolaan perikanan dapat berhasil dengan baik. Strategi implementasi dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretative structural modeling (ISM). Langkah-langkah dalam penggunaan ISM adalah sebagai berikut (Ringh, 2008):

1) Identifikasi elemen sistem

2) Membangun hubungan konseptual antar elemen disesuaikan dengan tujuan model

3)Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix/ SSIM).

Ini dibuat berdasarkan persepsi responden yang dimintakan melalui wawancara kelompok terfokus. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem yang dipertimbangkan adalah

V : hubugan dari elemen Ei terhadap Ej , tidak sebaliknya. A : hubungan dari elemen Ei terhadap Ej , tidak sebaliknya. X : hubungan interrelasi antara Ei dan Ej (dapat sebaliknya). O : menunjukkan bahwa Ei dan Ej tidak berkaitan.

4)Pembuatan matriks ” interaksi yang terjadi “ (reachability matrix/ RM): sebuah RM yang dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM (Structural Self Interaction Matrix) ke dalam sebuah matris biner.

Aturan – aturan konversi berikut menerapkan :

- Jika hubungan Ei terhadap Ej = V dalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0 dalam RM;

(57)

- Jika hubungan Ei terhadap Ej = O dalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 0 dalam RM;

RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect reachability, yaitu jika Eij = 1 dan Ejk = 1, Ejk = 1

5) Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM.

6) Pembuatan matriks canonical: Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini.

7) Pembuatan Digraph: adalah konsep yang berasal dari directional graph sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan, dan level hierarki.

8) Interpretative strucrtural modelling: ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen deskripsi elemen aktual. oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya.

Penentuan strategi implementasi model pengelolaan perikanan dengan menggunakan teknik ISM, memerlukan identifikasi elemen penting yang akan dimasukkan kedalam model atau program. Menurut Saxena (1992) diacu dalam Eriyatno (2003) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu:

1) Sektor masyarakat yang terpengaruh. 2) Kebutuhan dari program.

3) Kendala utama program.

4) Perubahan yang dimungkinkan dari program. 5) Tujuan dari program.

6) Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan.

7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan.

8) Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas. 9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

(58)

B?”, perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antar subelemen atau tidaknya hubungan kontekstual ditentukan dari pendapat responden. Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual maka disusunlah Structural Self-Interaction Matrix (SSIM).

Pengertian nilai 1 adalah ada hubungan kontekstual antar subelemen, sedangkan nilai 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antar subelemen. Hasil penilaian tersebut tersusun dalam Structural Self-Interaction Matrix (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel Reachability Matrix (RM) dengan menganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Penyusunan SSIM menggunakan simbol V, A, X dan O yaitu:

V jika ea = 1 dan eb = 0; artinya bahwa elemen A berpengaruh dibandingkan elemen B

A jika ea = 0 dan eb = 1; artinya bahwa elemen A berpengaruh dibandingkan elemen B

X jika ea = 1 dan eb = 1; artinya bahwa elemen A sama-sama berpengaruh dengan elemen B

O jika ea = 0 dan eb = 0; artinya bahwa elemen A dan elemen B sama-sama tidak memiliki pengaruh

Hasil survei awal dan pendapat stakeholders (DKP, BAPPEDA, Akademisi dan Panglima Laot) di lapangan berdasarkan kondisi di tempat Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh, ditetapkan tujuh elemen sistem yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa subelemen sistem. Selanjutnya elemen dan subelemen sistem ini, digunakan sebagai input yang dianalisis dengan teknik ISM ( Tabel 4).

Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix/SSIM), memerlukan persepsi dari responden. Pada penelitian ini, responden yang dimintakan pendapatnya melalui pengisian kuesioner adalah pakar di bidang pelabuhan perikanan atau perikanan tangkap.

(59)

pada hierarki yang lebih rendah. Diagram alir deskriptif teknik analisis ISM seperti terlihat pada Gambar 2.

Tabel 3 Elemen dan subelemen strategi implementasi Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan

No Elemen Sistem Subelemen

1 Sektor masyarakat

yang terpengaruh dari pengelolaan PPI

Pengelola PPI, nelayan, panglima laot, industri perikanan, pemilik kapal, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pengusaha jasa transportasi, buruh angkut, konsumen dan masyarakat sekitar PPI.

2 Kebutuhan terlaksana

program pengelolaan PPI

Pengelolaan fasilitas & aktivitas dan peraturan meliputi: ketersediaan fasilitas yang lengkap, ketersedian data base dan informasi, dukungan teknologi di PPI, penyuluhan pengelolaan PPI, ketersedian sumberdaya manusia (SDM), keberpihakan pemerintah provinsi (komitmen), partisipasi nelayan, dukungan dari Pemerintah kabapaten tentang qanun pengelolaan PPI, dukungan dari kecamatan, koordinator antar sektor, ketersediaan anggaran ke PPI, kebijakan pengelolaan PPI,

penegakan hukum, dan tokoh masyarakat

3 Kendala utama dalam

pengelolaan PPI

Kendala pengelolaan aktivitas dan peraturan meliputi: kualitas SDM yang masih rendah di PPI, kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI, kualitas Pengelola PP/PPI masih rendah, aksesbilitas ke PPI, konflik kepentingan antar pemerintah daerah di PPI, terbatasnya anggaran pengelolaan

pembangunan PP/PPI, campur tangan NGO, tidak adanya peraturan pengelolaan optimal PPI, penempatan pengelola PPI bukan dari keahlian ilmunya dan konflik antar nelayan di PPI

4 Tujuan dari program

pengelolaan PPI yang baik

(60)

5 Tolok ukur keberhasilan pengelolaan PPI

Adanya peraturan pengelolaan yang jelas tentang pengelolaan PPI, kinerja instansi yang terkait efisien, terbentuk pengelolaan bersama, adanya koordinasi antar stakeholder di PPI, tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai qanun, penyerapan tenaga kerja tinggi ke PPI, pendapatan usaha perikanan

meningkat, perekonomian daerah meningkat, PAD meningkat dan tidak terjadi konflik antar nelayan di PPI

6 Aktivitas yang

dibutuhkan dalam pengelolaan PPI

Koordinasi dengan lembaga yang saling terkait, pembuatan peraturan pengelolaan PPI,

pengembangan teknologi di PPI, training/pelatihan SDM di PPI, penyediaan sarana dan prasarana di PPI, penciptaan kondisi yang kondusif, pengembangan akses pasar di PPI, pengembangan akses informasi dan terbuka dengan semua pihak

7 Lembaga yang terlibat

dalam pengelolaan PPI

(61)

Uraikan setiap elemen menjadi subelemen

Tentukan hubungan kontekstual antara subelemen pada setiap elemen

Susunlah SSIM untuk setiap elemen

Bentuk Reachabiliy Matrix untuk setiap elemen

Uji matrix dengan aturan transitity

Ubah RM menjadi format

Lower Triangular RM

Tentukan rank dan hirarki dari subelemen

Tetapkan Drive Dependence

Matrix setiap elemen

Plot subelemen pada empat faktor

Klasifikasi subelemen pada empat peubah kategori

Tetapkan Drive dan Drive power

setiap subelemen

Susun digraph dari lower

triangular

Susun ISM dari setiap elemen

Tentukan level melalui pemilihan

OK Modifikasi SSIM

Tindakan program menjadi perencanaan program Program

(62)

Teknik analisis interpretative structural modeling (ISM) digunakan untuk strategi implementasi program atau kebijakan, agar pengelolaan optimal PPI Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat dapat diaplikasikan dengan baik. Implementasi program optimal merupakan suatu sistem yang kompleks, untuk itu harus dilakukan melalui perencanaan yang sistematis dan terintegrasi dari seluruh komponen sistem.

Output dari analisis ISM (interpretative structural modeling) yang dilakukan menghasilkan diagram struktural elemen dan matriks driver power-dependence dari elemen-elemen hubungan dengan setiap subelemen berdasarkan tujuh program yang digunakan dalam pengelolaan optimal PPI Meulaboh.

(63)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1

Letak dan Kondisi Geografis

(64)

Tabel 4 Nama-nama kecamatan, ibu kota kecamatan, jumlah desa/gampong dan luas wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat.

No Kecamatan Ibukota Kecamatan Jumlah

Desa

Luas

(km2)

1 Johan Pahlawan Meulaboh 21 44,91

2 Samatiga Suak Timah 32 140,69

3 Bubon Banda Layung 17 129,58

4 Arongan L Drien Rampak 27 130,06

5 Woyla Kuala Bhee 43 249,04

6 Woyla Barat Pasi Mali 24 123,00

7 Woyla Timur Tangkeh 26 132,60

8 Kaway XVI Keudee Aron 43 510,18

9 Meureubo Meureubo 26 112,87

10 Pante C Pante C 25 490,25

11 Panton Reu Meutulang 19 83,04

12 Sungai Mas Kajeung 18 781,73

Jumlah 321 2.927,95

Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Barat dalam Angka 2010

4.2 Penduduk dan Mata Pencaharian

Kabupaten Aceh Barat terdiri beberapa suku asli Aceh dan pendatang dari berbagai daerah. Kelompok etnis pendatang terbesar sampai saat ini adalah Padang dan Jawa. Banyaknya penduduk pendatang ini akibat adanya program transmigrasi penduduk dari daerah lain ke aceh dan juga akibat tsunami tahun 2004, banyak suku pendatang yang mencari rizki ke Kabupaten Aceh Barat seiring dengan pembangunan kembali kabupaten ini oleh BRR (badan rehabilitasi dan rekontruksi) Aceh-Nias, yang kemudian sebagian besar diantaranya menetap tinggal di Kabupaten Aceh Barat. Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Barat yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 adalah 184.147 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 87.682 orang dan perempuan 85.214 orang.

Setelah gempa dan gelombang tsunami dengan kekuatan 9,8 skala richter yang melanda Pemerintahan Aceh tanggal 26 Desember 2004, sekitar 80% bangunan fisik Kota Aceh hancur total. Keadaan yang seperti itu jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat akhir Desember 2005 tercatat 150.450 jiwa, sehingga dalam periode waktu 2004–2009 Kabupaten Aceh Barat mempunyai rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 2,96% per tahun.

(65)

sebagai ibu kota dari Kabupaten Aceh Barat, kemudian diikuti diposisi kedua oleh Kecamatan Meureubo dengan jumlah penduduk 22.999 jiwa dan Kecamatan Kaway XVI pada posisi ketiga tahun 2009 mencapai 18.133 jiwa. Pada tahun 2006 penduduk di Kecamatan Kaway XVI ini mencapai angka tertinggi 25.365 jiwa, namun pada tahun 2007 terjadi pemakaran sehingga mengalami penurunan 27,35% (18,429 jiwa) dan pembentukan kecamatan baru yaitu Kecamatan Panton Reu di Kabupaten Aceh Barat yang sebelumnya merupakan wilayah Kecamatan Kaway XVI. Perkembangan jumlah penduduk menurut Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan dalam Kabupaten Aceh Barat periode 2004-2009

Kecamatan Penduduk (jiwa)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 Kecamatan Pesisir

1. Johan Pahlawan 52.118 43.804 44.139 45.654 66.35 65.182

2. Meureubo 24.018 18.417 18.557 19.194 21.013 22.999

3. Samatiga 14.794 12.492 12.587 13.019 14.85 15.058

4. Arongan L 12.293 10.058 10.134 10.481 11.763 11.808

Jumlah 103.223 84.771 85.417 88.348 113.976 115.047

Kecamata daratan

5. Woyla 11.538 11.613 11.701 12.102 12.489 12.759

6. Woyla Barat 7.793 6.869 6.921 7.158 7.402 7.443

7. Woyla Timur 5.324 4.009 4.039 4.178 4.520 4.500

8. Kaway XVI 23.684 25.174 25.365 18.429 18.429 18.133

9. Bubon 5.098 5.481 5.523 5.712 5.751 5.892

10. Pante C 11.317 9.125 9.194 9.509 10.406 10.65

11. Panton Reu - - - 3.552 5.930 6.064

12. Sungai Mas 4.653 3.408 3.434 4.306 3.662 3.659

Jumlah 69.407 65.679 66.177 64.946 68.589 69.1

Jumlah Keseluruhan 172.630 150.450 151.594 153.294 182.565 184.147

Gambar

Tabel 1. Kelompok aktivitas-aktivitas operasional pelabuhan perikanan
Gambar 1 Diagram alir deskriptif analisis kebijakan perikanan (Nurani, 2010)
Tabel 3 Elemen dan subelemen strategi implementasi Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan
Gambar 2 Diagram alir deskriptif teknik interpretative structural modeling (ISM) (Marimin, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini al-Amili me- ngatakan: “Bahkan ini membuat konse- kuensi untuk mendhaifkan seluruh hadits yang ada, ketika diteliti, karena mereka mendefinisikan hadits shahih

Pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan untuk meningkatkan permintaan pariwisata di suatu objek wisata tersebut seperti pengembangan pariwisata yang dilakukan

Secara simultan promosi online dan lokasi berpengaruh signifikan terhadap volume penjualan, kedua faktor ini merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan minat

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat di perlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan

Penelitian menaruh perhatian pada pendengar Radio Suara Surabaya menjadi Citizen Journalism, baik berupa kemampuan pendengar dalam memperoleh berita dengan teknologi yang

Hal ini menjadi penting karena konteks kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan, disimpulkan bahwa implementasi PP No 43 tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di sekolah merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani,