• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi Pemasaran

2.2. Integrated Marketing Communication (IMC) 1 Sejarah Integrated Marketing Communication.

2.2.2. Definisi Integrated Marketing Communication

Menurut Shultz dan kawan-kawan pada tahun 1991, IMC merupakan proses pengelolaan semua sumber daya informasi mengenai produk yang di-

expose kepada pelanggan atau prospek di mana secara perilaku menggerakkan

pelanggan untuk membeli dan menjaga loyalitas.

Di dalam definisi tersebut terdapat empat dimensi yaitu pertama, definisi ini memfokuskan pada pelanggan atau prospek yang merupakan jiwa utama dari IMC. Kedua, penekanan terhadap pembangunan merk dengan pelanggannya. Ketiga, terdapat kebutuhan terhadap respons perilaku target khalayak atas program IMC secara efektif. Keempat, perhatian yang sama ditujukan pada semua sumber daya informasi mengenai merek, dimana tidak lagi terbatas hanya pada

lainnya, namun melibatkan juga didalamnya semua kemungkinan titik kontak

(contact point ) antara merek dan konsumennya, termasuk juga kreativitas dalam

memanfaatkan media digital yang telah berkembang pesat (Estaswara, 2008 : 54- 55 ).

Sedangkan Smith mendefinisikan IMC ke dalam tiga pemahaman yang terpisah, namun saling terkait, sebagai berikut :

1 Manajemen dan pengawasan terhadap semua pasar komunikasi.

2 Memperjelas bahwa positioning, personality, dan pesan atas merek tersampaikan secara strategis melalui setiap elemen komunikasi pemasaran yang dibangun melalui satu strategi yang konsisten.

3 Analisis strategis, pilihan, implementasi, dan pengawasan atas semua elemen komunikasi pemasaran yang secara efisien ( pengguanaan sumber daya), ekonomis (minimalisasi biaya), dan efektif (peningkatan keuntungan) memengaruhi transaksi antara organisasi dan pelanggannya maupun konsuumen yang potensial ( Estaswara, 2008 : 79 ).

Menurut Estaswara merupakan proses dan konsep manajemen pesan untuk menyelaraskan persepsi tentang nilai merek melalui interaksi dengan semua

significant audience perusahaan dalam jangka panjang dengan

mengkoordinasikan secara sinergis semua elemen komunikasi guna mendukung efisiensi dan efektivitas kinerja bisnis dan pemasaran dalam mencapai tujuannya (Estaswara, 2008 : 224-225 ).

Inti dari konsep IMC yaitu orientasi pelanggan dan aktivitas pembelian perusahaan oleh Tannebaum dan Lauterborn. Secara jelas, akan dijabarkan konsepsi mereka akan prinsip IMC. Secara garis besar, IMC dapat dideskripsikan sebagai berikut (Prisgunanto, 2006: 76-77) :

1. IMC dimulai dan bertolak dari persepsi dan aktivitas pelanggan pada produk.

2. IMC adalah terintegrasi antara bisnis dengan kebutuhan pelanggan. 3. IMC harus terorganisasi pada semua komunikasi bisnis dalam IMC

mix.

4. IMC berupaya menciptakan dialog dengan pelanggan.

5. IMC akan berupaya mencapai perilaku pelanggan ke arah kebutuhan individu.

Pemikiran sederhana IMC adalah menyamakan persepsi pelanggan dengan produsen, dalam hal ini adalah pemahaman-pemahaman terhadap produk atau jasa. Konvergensi penyamaan persepsi ini akan menghasilkan dialog sehingga memungkinkan produsen mengetahui apa keinginan konsumen, demikian juga sebaliknya.

Konsep IMC telah diperluas dari sekedar untuk kepentingan pemasaran, menjadi lebih komprehensif dan menyentuh berbagai aspek terkait perusahaan. Bila dikupas satu persatu, IMC mencakup empat jenjang :

Pertama, aspek filosofis, mulai dari visi yang dijabarkan menjadi misi, hingga dirumuskan menjadi sasaran korporat yang jadi pedoman semua fungsi dalam perusahaan. Kedua, menyangkut keterkaitan kerja antar fungsi, yakni operasi, sumber daya manusia, pemasaran, distribusi, penjualan. Ketiga, menjaga

keterpaduan atau integrasi berbagai fungsi tersebut untuk mewujudkan tiga hal : konsistensi positioning untuk meraih reputasi yang diharapkan, memelihara interaksi sehingga terjalin ikatan hubungan yang kokoh, dan menerapkan pemasaran berbasis misi untuk mendongkrak nilai tambah di mata stakeholder. Keempat, hubungan untuk membina loyalitas dan memperkuat ekuitas merk (produk dan korporat) terhadap stakeholder (Sulaksana, 2003: 31-32).

Pada perkembangan yang ada, konsep IMC ini adalah pengakuan akan perlu adanya kesesuaian antara persepsi pelanggan, yang ditujukan dalam aktivitas pelanggan dengan communication mix yang dirancang. Biasanya konsep IMC dalam komunikasi pemasaran ini harus konvergen (menyatu) dalam strategi komunikasi bisnis perusahaan. Pola integrasi inilah yang diharapkan menjadikan IMC sebagai suatu bentuk hubungan kesesuai antara penafsiran pelanggan dan produsen terhadap produk (Prisgunanto, 2006 : 78).

Orientasi segala program marketing communication perusahaan kepada pelanggan dan juga penyelarasan elemen perusahaan membuat peneliti menggunakan teori ini. Dengan pembentukan komunitas peneliti melihat Indosat dapat mengetahui kebutuhan pelanggannya. Banyak pakar marketing

communication mengatakan bahwa IMC adalah pembaharuan teori komunikasi

pemasaran tetapi peneliti merasa kedua teori ini dapat saling melengkapi dalam penelitian ini.

a. Loyalitas Pelanggan (Costumer Loyalty)

i. Definisi Loyalitas Pelanggan (Costumer Loyalty)

Definisi customer (pelanggan) memberikan pandangan mendalam yang penting untuk memahami mengapa perusahaan harus menciptakan dan

memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi itu berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan “mempratikkan kebiasaan”.

Oliver mengungkapkan dalam definisi loyalitas pelanggaan atau konsumen yaitu komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan dating, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku ( Huriyati, 2008 : 129 ).

Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli dari perusahaan tersebut. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan perusahaan, pelanggan adalah pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu. Pelanggan yang loyal adalah orang yang (Griffin, 2005 : 31) :

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur. 2. Membeli antarlini produk dan jasa

3. Mereferensikan kepada orang lain

4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

Konsep loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku daripada dengan sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan loyal, ia menunjukkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian non

random yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambilan

loyal memiliki prasanggka spesifik mengenai apa yang akan dibeli dan dari siapa. Pembeliannya bukan merupakan peristiwa acak. Selain itu, loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Terakhir, unit pengambilan keputusan menunjukkan bahwa keputusaan untuk membeli mungkin dilakukan oleh lebih dari satu orang. Pada kasus demikian, keputusan pembelian dapat menunjukkan kompromi yang dilakukan seseorang dalam unit dan dapat menjelaskan mengapa ia kadang-kadang tidak loyal pada produk atau jasa yang paling disukainya(Griffin, 2005 : 5).

Loyalitas pelanggan juga dapat dilihat dari siklus pembelian. Setiap kali pelanggan membeli, pembeli bergerak melalui siklus pembelian. Pembeli pertama kali akan bergerak melalui lima langkah : pertama, menyadari produk, dan kedua, melakukan pembelian awal. Kedua, pembeli bergerak melalui dua tahap pembentukan sikap yang satu disebut “evaluasi pasca-pembelian” dan yang lainnya disebut “keputusan membeli kembali”. Bila keputusan membeli kembali telah disetujui, langkah kelima, pembelian kembali, akan mengikuti.Urutan dari pembelian, evaluasi pasca pembelian, dan keputusan membeli kembali, dengan demikian membentuk lingkaran pembelian kembali yang berulang beberapa kali, atau beberapa ratus sekali, selama terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan produk serta jasanya (Griffin, 2005 : 18).

Salah satu prasyarat loyalitas adalah keterikatan (attachment), keterikatan adalah paling tinggi bila pelanggan mempunyai prefensi yang kuat akan produk atau jasa tertentu dan dapat secara jelas membedakannya dari produk-produk pesaing (Griffin, 2005 : 21).

Setelah keterikatan, faktor kedua yang menentukan loyaalitas pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu adalah pembelian berulang. Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengann pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi (Griffin, 2005 : 22- 23).

1. Tanpa Loyalitas. Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembaangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.

2. Loyalitas yang lemah. Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah

(inertia loyalty).

3. Loyalitas Tersembunyi. Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).

4. Loyalitas Premium. Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi.

Tabel 5

Pola Pembelian Berulang

Pembelian Tinggi Rendah

Keterikatan

Tinggi Loyalitas Premium Loyalitas Tersembunyi Rendah Loyalitas Yang Lemah Tanpa Loyaalitas

Dokumen terkait