• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN A.Jenis penelitian

F. Definisi Konsep dan Opersional Penelitian

1. Etika Kerja Islam Variabel Bebas (Independent Variabel)

Menurut Muhammad dalam Mifrohul Hana (2015) etika kerja Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa), tetapi dibatasi dalam cara memperolehnya dan penyalahgunaan hartanya karena aturan hala dan haram.

Etika Kerja Islam yang bersumber dari syariah memandang bekerja sebagai ibadah. Menurut Yousef dalam Icuk Rangga (2008) salah satu faktor yang dianggap berpengaruh terhadap sikap individu pada perubahan adalah etika ( dalam hal ini etika kerja Islam).

Etika kerja Islam mengandung dua dimensi yaitu dimensi ukhrawi

dan duniawi. Dalam dimensi ukhrawi, syariah menekankan pentingnya niat, yaitu semat-mata untuk mendapatkan keutamaan dari tuhan. Bekerja yang didasarkan pada prinsip syariah, bukan saja menunjukan fitrah seorang muslim melainkan sekaligus meninggikan martabatnya sebagai hamba Allah yang dapat dipercaya. Dalam dimensi duniawi, syariah

mengajarkan konsep itqon yang berarti proses belajar yang sangat bersungguh-sungguh, akurat dan sempurna (Q.S, Surat An Naml:88). Indikator-indikator etika kerja dalam Islam menurut Nur Kholis dalam Jurnal Al Mawarid Edisi XI tahun 2004

41

1) Bekerja adalah manifestasi keimanan

Dengan kata lain, poros dari kerja adalah tauhid. Oleh karenanya dalam bekerja harus senantiasa mengingat Allah. Kesibukan manusia bekerja sering kali membuatnya lupa komunikasi dengan Allah. Oleh karena itu Al Qur’an berpesan untuk senantiasa mengingat untuk berkomunikasi dengan Allah disela-sela bekerja.

2) Menghidari eksploitasi terhadap sumber-sumber alam dengan cara yang melampaui batas

Sesungguhnya rejeki Allah itu melimpah tak terbatas , namun Allah juga menetapkan takaran dan ukuran, sehingga manusia tidak bisa seenaknya saja melakukan ekspoitasi melampaui batas. Oleh sebab itu, manusia harus bisa mengendalikan dirinya, antara lain dengan cara bersyukur yang berarti menyadari karunia Allah yang murah itu sehingga ia mampu bertindak rasional.

3) Menghindari dari perbuatan merugikan orang lain

Berbagai pernyataan dalam Al Qur’an yang menyatakan

bahwa rezeki Allah itu terbuka bagi siapa saja yang beraneka ragam, merupakan salah satu dasar mengapa manusia itu tidak perlu mendapatkan rezeki dengan cara yang merugikan orang lain.

4) Rezeki yang didapatkan dari hasil kerja, sebagaimana ada berfungsi sosial

42

Kekayaan itu terdapat hak bagi yang mebutuhkan, karena semua kekayaan yang berhasil diperoleh seseorang itu sebenarnnya terjadi karena proses sosial ini jug. Ini merupakan pernyataan Al Qur’an bahwa reseki itu berfungsi sosial baik dalam proses produksi, distribusi maupun konsumsinya.

5) Adanya keterkaitan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya

Sikap ini dari ketaqwaan individu terhadap Allah SWT. Yang berlanjut pada kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol, dan menghitung seluruh amal perbuatanya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksa. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, bekerja keras memperoleh keridaan Allah, dan memiliki hubungan baik dengan relasinya

6) Berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan

Menurut Islam, semua pekerjaan adalah baik dan terpuji asalkan secara material, barang yang dipakai bekerja halal, dilakukan dengan cara yang halal dan menghasilkan produk yang halal

7) Dilarang menjadikan seseorang sebagai alat produksi dalam kerja Semua hanya dipekerjakan secara proporsional dan wajar, misalnya tidak boleh memperkerjakan buruh dan hewan secara zalim, termasuk penggunaan alat-alat produksi secara terus-menerus.

43

8) Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah

Seperti pemeras bahan-bahan minuman keras, pencatat riba, pelayan bar, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan seperti membunuh orang.

9) Profesionalisme

Profesional adalah melakukan sesuatu pekerjaan secara benar untuk menghasilkan sesuai hasil yang benar. Bekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh hasil yang benar, bekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh sifat amanah, kuat, berakhlak dan bertaqwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar-banr pekerjaanya.

Gambar 3.1 Indikator Etika Kerja Islam

Menghindari ekspolitasi terhadap sumber-sumber alam Menghindarkan dari perbuatan merugikan orang lain

Rezeki yang didapatkan dari hasil kerja sebagian ada yang berfunsi sosial

Bekerja adalah

manifestasi keimanan Adanya keterkaitan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya

Dilarang menjadikan seseorang sebagai alat produksi

Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah SWt

profesionalisme Etika kerja Islam

44

2. Kecerdasan Emosional Variabel Bebas (Independent Variabel)

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi yang muncul dalam dirinya dan hubungan dengan orang lain (Suharsono, 2000: 28).

Sehingga kinerja suatu karyawan akan lebih baik apabila dalam dirinya mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi sehingga karyawan mampu memahami perasaan diri dan perasaan orang lain. Karyawan yang tidak bisa berhubungan baik dengan karyawan lain akan menimbulkan ketidak nyamanan dalam berkerja. Menurut Cooper dan Sawaf (2002: 147) dalam Meilana (2015: 50) kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerakan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi. Dari penjelasan diatas, penulis dapat memahami bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengelola dan menghadapi perasaan/emosi yang timbul baik dari dalam mapun luar diri seseorang tersebut.

Menurut Goleman (2009: 58) ada lima indikator kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan, yaitu:

45

1) Kesadaran diri, yaitu kemampuan individu yang berfungsi untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya menandakan bahwa orang berada dalam kekuasaan emosi.

2) Pengaturan diri, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan keterampilan emosi dasar. Seseorang yang mempunyai kemampuan yang rendah dalam mengelola emosi akan terus-menerus bernaung melawan perasaan murung. Sementara mereka yang memiliki tingkat pengelolaan emosi yan tinggi akan dapat bangkit lebih cepat dari kemurunganya. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan diri.

3) Motivasi, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi menjadi alat untuk mencapai tujuan dan menguasai diri. Seseorang yang memiliki keterampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam upaya apapun yang dikerjakanya. Kemampuan ini didasari oleh kemapuan mengendalikan emosi yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati.

46

4) Mengenali emosi orang lain (empati), yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran. Kemampuan ini merupakan keterampilan dasar dalam bersosial.seorang yang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oarng lain.

5) Keterampilan sosial, yaitu ketrampilan mengelola emosi orang lain, mempertahankan hubungan dengan orang lain melalui keterampilan sosial, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi.

Dari indikator-indikator yang telah dijabarkan, penulis mengambil kesimpulan bahwa indikator yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian variabel kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Indikator Kecerdasan Emosional Kecerdasan Emosional Kesadaran diri Pengaturan diri motivasi Empati Keterampilan sosial

47

3. Kecerdasan Spiritual Variabel Bebas (Indepent Variabel)

Kecerdasan berasal dari kata “ cerdas” yang mendapat imbauan ke-an. Cerdas berarti akal budi, pandai, tajam pikiran (Poerwadarminta,1997: 363). Sedangkan spiritual menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia segala sesuatu yang berhubungan dengan

atau bersifat kejiwaaan, rohani, atau batin.

Oleh karena itu, Eckersley mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Eckersley memberikan pengertian yang lain terkait kecerdasan spiritual yaitu perasaan intuisi yang dalam terhadap keterhubungan dengan dunia luas didalam hidup manusia (Eckersley, dalam febiola 2005).

Kecerdasan spiritual ini berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan karena belum tentu fisik yang terlihat baik dan bahkan sempurna malah teryata kejiwaanya tergangggu. Apabila kejiwaan dan batinya terganggu juga dapat mempengaruhi kinerja suatu karyawan

Dari penjelasan diatas, penulis dapat memahami bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi persoalan hidup manusia dengan nilai dan makna.

Menurut King (2008) terdapat empat indikator dalam kecerdasan spiritual, antara lain adalah:

48

1) Pemikiran eksistensial (kemampuan untuk mengenal dan memaknai diri sendiri) yang kritis adalah kemampuan untuk berfikir kritis tentang isu-isu seperti makna, tujuan, eksistensi, kematian, kemampuan untuk berfikir tentang isu-isu non-eksistensi dari perspektif non-eksistensial.

2) Pemaknaan pribadi adalah kemampuan untuk melakukan makna dan tujuan pribadi dalam semua pengalaman materi dan fisik, termasuk kemampuan untuk menciptakan tujuan dalam kehidupan.

3) Kesadaran transendental (menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian) adalah kemampuan keunggulan diri (transformasional internal dan eksternal)

4) Perluasan area kesadaran adalah kemampuan untuk memasuki tingkat spiritual yang paling tinggi.

Kecerdasan spiritual memiliki banyak efek pada kehidupan manusia dan ditempat kerjanya. Para ahli percaya fungsi dan efek kecerdasan spiritual sangat tinggi.

Dari indikator-indikator yang telah dijabarkan, penulis mengambil kesimpulan bahwa indikator yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian variabel kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut:

49

Gambar 3.3 Indikator Kecerdasan Spiritual 4. Kinerja Karyawan Variabel Terikat (Deppendent Variabel)

Kinerja mempunyai arti hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya (Nuraini, 2014: 3)

Jadi, kinerja disini dapat diartikan sebagai hasil pencapaian dari seorang karyawan dalam melaksanakan tanggung jawabnya selama beberapa waktu.

Kinerja karyawan menurut (job performance) menurut Faustino Gomes (1995) merupakan cara untuk mengukur tingkat kontribusi individu kepada organisasinya.

Faustino Gomes (1995) juga mengatakan performasi pekerjaan adalah catatan hasil atau keluaran (outcomes) yang dihasilkan dari Kecerdasan Spiritual

Pemaknaan pribadi

Kesadaran transendental

Peluasan area kesadaran Pemikiran eksistensial

50

suatu fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu dalam suatu periode waktu tertentu.

Terdapat dua kriteria pengukuran performansi atau kinerja karyawan, yaitu (1) pengukuran berdasarkan hasil akhir (result –

based performance evaluation) dan (2) pengukuran berdasarkan

perilaku (behavior-based performance evaluation) (Faustino Gomes, 1995)

Menurut Bernadin (1993: 75) dalam Eka (2017: 65) kinerja dapat diukur berdasarkan enam kriteria yang dihasilkan dari pekerjaan yang bersangkutan. Keenam kriteria tersebut meliputi:

1) Kualitas

Tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan.

2) Kuantitas

Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan.

3) Ketepatan waktu

Tingkat aktifitas yang diselesaikanya pekerjaan tersebut pada waktu awal yang diinginkan.

51

Tingkat pegetahuan sumber daya organisasi dengan maksud menaikan keuntungan.

5) Kemandirian

Karyawan yang dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa bantuan dari orang lain.

6) Komitmen

Karyawan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pekerjaanya.

Dari indikator yang telah diungkapkan, penulis mengambil kesimpulan bahwa indikator yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian variabel kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4 Indikator Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan Kualitas kuantitas Ketepatan waktu efektivitas kemandirian komitmen

52

Dibawah ini merupakan penjabaran dari masing-masing variabel yang berupa indikator-indikartor yang membentuknya:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Indikator Sumber

Referensi Skala Variabel Etika Kerja Islam a) Bekerja adalah manifestasi keimanan b) Menghindari Eksploitasi terhadap sumber-sumber alam dengan cara yang melampaui batas c) Menghindari dari perbuatan merugikan orang lain d) Rezeki yang didapatkan dari hasil kerja, sebagaimana ada berfungsi sosial. e) Adanya keterkaitan individu terhadap Nur Kholis dalam Jurnal Al Mawarid XI (2004) Skala Interval

53

diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya

f) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan g) Dilarang menjadikan seseorang sebagai alat produksi dalam kerja h) Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah i) Profesionalisme Kecerdasan Emosional a) Kesadaran diri b) Pengaturan diri c) Motivasi d) Mengenali emosi orang lain(empati) e) Keterampilan sosial Goleman (2009) Skala Interval Kecerdasan Spiritual a) Pemikiran eksistensi yang kritis b) Pemaknaan pribadi King (2008) Skala Interval

54 c) Kesadaran transendental d) Perluasan area kesadaran Kinerja Karyawan a) Kualitas b) Kuantitas c) Efektifitas d) Kemandirian e) Komitmen Bernadin (1993) Skala Interval

Dokumen terkait