• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Konsep

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN (Halaman 32-0)

BAB III METODE PENELITIAN

3.8. Definisi Konsep

Alih fungsi lahan adalah proses transformasi pengalihan sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Brebes merupakan salah satu kabupaten yang terluas di Provinsi Jawa Tengah setelah Kabupaten Cilacap. Sebagian besar wilayah Kabupaten Brebes adalah dataran rendah, bagian barat daya adalah dataran tinggi (dengan puncaknya Gunung Kumbang dan Gunung Pojoktiga), sedangkan untuk bagian tenggaranya sendiri terdapat pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet.

Penduduk di Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, yang memiliki ciri khas yang tak dimiliki oleh daerah yang lainnya, biasanya disebut dengan nama Bahasa Jawa Brebes.

Akan tetapi terdapat pula kenyataan bahwa sebagian dari penduduk Kabupaten Brebes juga bertutur kata dalam Bahasa Sunda serta banyak pula nama tempat yang dinamai dengan menggunakan Bahasa Sunda. Hal ini menunjukan bahwa pada masa lalu wilayah kabupaten ini adalah bagian dari wilayah Sunda.

4.2. POTENSI KABUPATEN BREBES 4.2.1. Pertanian dan perkebunan

Sektor pertanian adalah sektor yang paling dominan di Kabupaten Brebes. Potensi yang besar ini membuat sekitar 70 persennya dari sekitar 1,7 juta jumlah penduduk di Kabupaten Brebes bekerja pada sektor pertanian. Sektor pertanian ini menyumbang hingga 53 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Brebes, yang 50 persennya dari pertanian bawang merah. Budidaya bawang merah sendiri diperkirakan mulai berkembang di wilayah Kabupaten Brebes sekitar tahun 1950, diperkenalkan oleh warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Kabupaten Brebes. Dan hingga kini budidaya bawang merah ini menjadi napas kehidupan mayoritas masyarakat di Kabupaten Brebes.

Bawang merah sendiri bagi Kabupaten Brebes merupakan trade mark, mengingat posisinya sebagai penghasil terbesar komoditi di tataran nasional.

Pusat bawang merah ini tersebar di 11 kecamatan (dari 17 kecamatan) dengan luas panen per tahun 20.000 - 25.000 hektare. Sentra bawang merah tersebar di Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tonjong, Losari, Kersana, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Jatibarang, dan sebagian Banjarharjo.

4.2.2. Peternakan

Di luar dari sektor pertanian dan perkebunan yang telah disebutkan di atas, Kabupaten Brebes juga mempunyai potensi makanan ternak yang begitu melimpah dan tersebar rata hampir di setiap kecamatan. Kondisi seperti ini menjadikan Kabupaten Brebes ini berkembang, berbagai jenis usaha peternakan baik jenis ternak besar ataupun kecil antara lain : ternak sapi (jenis lokal sapi jabres), domba, kerbau, ayam petelur, kelinci rex, ayam potong, itik dan ayam kampung. Dan lagi yang paling khas dari kabupaten adalah telur hasil ternak itik yang diolah oleh masyarakat setempat menjadi produk telur asin yang popularitas. Atas kualitasnya sangat dikenal dan tidak diragukan lagi, banyak yang menyebut Brebes sebagai Kota Telur Asin.

4.2.3. Kehutanan

Komoditas yang menjadi unggulan di sektor ini adalah pinus, jati, sonokeling dan mahoni yang produksinya cukup mengalami peningkatan.

Sektor ini tersebar di wilayah bagian selatan Kabupaten Brebes.

4.2.4. Pertambangan dan bahan galian

Memiliki potensi sumber daya mineral yang cukup potensial untuk dapat dieksploitasi, seperti trass, batu kapur, batu bata, dan batu splite, serta potensi sumber panas bumi dan minyak bumi.

4.2.5. Cadangan batu bara muda

Di wilayah Kabupaten Brebes yang terletak di bagian selatan, telah ditemukan oleh Kementerian ESDM pada tahun 2008 potensi dari cadangan

batu bara muda di desa Bentarsari sebanyak 24,24 juta ton dengan memiliki kandungan minyak mencapai 5,30 liter per ton.

4.2.6. Perikanan

Sebagai salah satu daerah yang juga terletak dalam wilayah PANTURA atau pantai utara Pulau Jawa, Kabupaten Brebes sendiri memiliki 5 wilayah kecamatan yang sangat cocok untuk mengembangkan produksi perikanan yakni seperti Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari. Hasil produksi perikanan yang menonjol sendiri meliputi : udang windu, bandeng, rajungan, kepiting, mujair, teri nasi dan berbagai jenis ikan laut yang lain.

Hasil produk perikanan kini oleh masyarakat setempat telah dikembangkan lagi menjadi usaha pembuatan Bandeng Presto Duri Lunak dan juga terasi.

4.2.7. Pariwisata

Berikutnya kita akan mengenal beberapa objek pariwisata yang ada di Kabupaten Brebes. Baiklah langsung saja kita bahas satu per satu.

4.2.8. Waduk Malahayu

Fungsi waduk yang di samping sebagai sarana irigasi dari lahan pertanian di wilayah Kecamatan Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, Losari, Tanjung dan Bulakamba juga digunakan sebagai pengontrol banjir serta dimanfaatkan pula sebagai sarana rekreasi. Di obyek wisata Waduk Malahayu ini dapat ditemukan panorama alam dari pegunungan yang indah, dikelilingi oleh hutan jati yang luas dan sekarang telah dijadikan bumi perkemahan dan wana wisata.

4.2.9. Waduk Penjalin

Waduk yang dibangun pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda bersamaan dengan Waduk Malahayu ini, dipersiapkan untuk menyuplai irigasi dari Sungai Pemali bawah dan juga areal persawahan.

Penjalin sendiri dalam Bahasa Jawa berati rotan. Warga sekitar memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitar waduk sebagai tempat

untuk mencari nafkah, antara lain untuk mencari ikan, memelihara keramba apung, dan juga pada saat Lebaran warga menyewakan perahu untuk sarana rekreasi air keliling waduk. Pada waktu sekarang ini, waduk tersebut banyak dimanfaatkan warga kota untuk berlibur dan juga bersantai seperti contohnya pengunjung dari Purwokerto, Cilacap, dan Purbalingga.

Di samping waduk penjalin juga terdapat mata air sungai Pemali.

4.2.10. Pantai Randusanga

Pantai Randusanga atau yang lebih dikenal dengan nama Pantai Randusanga Indah (Parin) berlokasi di Randusanga Kulon, sekitar 7 KM ke arah utara dari jalan raya Pantura kota Brebes. Dibangun sekitar tahun 2001, obyek wisata Pantai Randusanga ini sedang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Brebes dan pada saat ini keberadaannya telah dikelola oleh Kantor Pariwisata Kabupaten Brebes. Di sepanjang jalan menuju Parin akan banyak ditemui hamparan perkebunan bawang merah yang sangat luas, sedangkan pada saat mendekati lokasi pantai, akan banyak ditemui tambak- tambak yang pada umumnya digunakan masyarakat sekitar untuk budidaya bandeng dan juga rumput laut. Di samping itu terdapat Pemandian Air Panas Cipanas Bantarkawung dan Pemandian Air Panas Cipanas Kedungoleng

4.2.11. Cagar Alam Telaga Ranjeng

Cagar alam ini memiliki luas empat puluh delapan setengah hektare, yang terdiri dari hutan damar dan pinus yang mengelilingi telaga.

Sebelumnya Telaga ini merupakan tempat mandi para tokoh dari kerajaan di Jawa. Daya tarik dari Telaga Ranjeng sendiri adalah udara pegunungan yang sangat sejuk, cagar alam, hutan lindung, serta terdapat beribu-ribu ikan lele yang jinak dan juga dianggap keramat serta dianggap sebagai penghuni telaga.

Telaga Ranjeng yang memiliki kedalaman tiga meter, konon ikan lele penunggu hanya dapat diajak bermain-main dan tidak diperkenankan untuk diambil oleh siapapun meski hanya satu ekor. Penunggu telaga bercerita

bahwa pernah ada seorang wisatawan yang mencoba untuk mengambilnya namun ketika sampai di rumah orang tersebut kemudian sakit-sakitan, dan baru sembuh setelah mengembalikan ikan lele tersebut ke Telaga Ranjeng lagi. Benar atau tidaknya cerita tersebut, yang jelas Telaga Ranjeng adalah aset wisata yang memiliki daya tarik tersendiri sehingga sangat dibutuhkan peran serta dari masyarakat sekitar dan pemerintah untuk mengembangkan potensi dari tempat tersebut. Beberapa potensi lain seperti Mata Air Cibentar, Bentarsari, Salem, Air Terjun Waru Doyong, Mata Air Dua Suhu dan Ciblon Waterboom Brebes.

4.2.12. Agrowisata Kaligua

Argowisata ini berada pada ketinggian 1.200 - 2.050 meter dari permukaan laut. Kondisi udara termasuk sangat dingin, berkisar 8-22°C pada musim penghujan dan mencapai 4-12°C pada musim kemarau.

Wilayah perkebunan teh ini hampir setiap saat diselimuti oleh kabut tebal.

Perkebunan ini terletak di lereng barat Gunung Slamet (3.432 m dpl), yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau Jawa setelah Gunung Semeru.

Keindahan salah satu dari puncak gunung Slamet, yakni puncak Sakub, hal tersebut dapat dinikmati dari perkebunan teh Kaligua ini. Dari tempat ini, jika udara sedang cerah, juga terlihat keindahan dari Gunung Ceremai, wilayah Tegal, serta Cilacap. Beberapa tempat wisata lainnya seperti : Agrowisata Sepoor Teboe PG Jatibarang, Kebun Durian Antap Sari di desa Rajawetan, Tonjong dan Cipanas Jalatunda di desa Ciseureuh

4.3. PEMBAHASAN

Di Pantura Jawa Tengah, termasuk Kabupaten Brebes terjadi alih fungsi masif dari pertanian subur ke penggunaan nonpertanian terutama dalam wilayah yang dipengaruhi oleh pertumbuhan pusat-pusat perkotaan yang sangat pesat. Dalam perspektif makro, di negara-negara yang sedang berkembang fenomena alih fungsi lahan pertanian terjadi dalam konteks transformasi struktural perekonomian dan demografis. Transformasi struktural dalam perekonomian, dari yang semula bertumpu pada pertanian

ke arah yang lebih bersifat industri dan transportasi, serta pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat akan mengakibatkan alih fungsi dari penggunaan pedesaan-pertanian ke penggunaan nonpertanian yang luar biasa.

Karena itu, selain masalah yang bersifat global (deforestation dan desertification), dalam pembangunan negara-negara Asia muncul masalah berkaitan dengan penggunaan lahan, yaitu perluasan kawasan perkotaan.

berkurangnya lahan petanian subur; lahan sebagai obyek spekulasi yang penggunaannya disalahgunakan. Karena terjadi di wilayah perdesaan, maka masalah alih fungsi lahan pertanian terkait erat dengan pembangunan perdesaan. Seiring berkembangnya sistem perekonomian serta meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan untuk kepentingan dalam bidang selain pertanian semakin meningkat pula. Pembangunan jalan tol Brebes-Semarang sebagai salah satu contoh kepentingan dalam bidang selain pertanian. Pembangunan, jalan tol tersebut telah dimulai tahun 2014.

Data Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah menunjukkan pembangunan jalan tol Brebes - Semarang sepanjang 148 km melewati 6 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal dan Kota Semarang sepanjang 148 km. Sementara itu jalan tol konstruksi trans Jawa terdiri dari Pejagan - Pemalang, Pemalang - Batang, Batang - Semarang, Semarang - Solo dan Solo - Ngawi. Sedangkan tahap persiapan Non Trans Jawa yaitu : Semarang - Demak, Yogyakarta - Bawen dan Solo - Yogyakarta - Kulonprogo. Dengan demikian tol konstruksi terdiri dari 38 ruas dan persiapan terdiri 23 ruas. Konstruksi 9 ruas Trans Jawa terdiri Pejagan – Pemalang 57,5 km, Pemalang - Batang 39,2 km, Batang - Semarang 75 km, Semarang - Solo 72,64 km, Solo - Ngawi 90,1 km, Ngawi Kertosono 87,02 km, Relokasi Surabaya - Gempol (Porong - Gempol) 10,6 km, Gempol Pasuruan 34,15 km dan Pasuruan - Probolinggo 31,3 km.

Tabel 4.1.

Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Brebes Akhir Tahun 2016 (ha)

No. Kecamatan Lahan Sawah Bukan Lahan Sawah Jumlah

1. Salem 2,558 12,651 15,209

Jumlah/Total 2014 62,703 103,593 166,296

2013 62,703 103,593 166,296

2012 62,703 103,593 166,296

2011 62,703 103,593 166,296

2010 62,703 103,593 166,296

Sumber : BPS (Evaluasi Penggunaan Tanah (EPT) Tahun 2014 )

Tabel 4.2.

Luas Penggunaan Lahan untuk Jalan Tol Menurut Desa, Kecamatan Di Kabupaten Brebes Akhir Tahun 2016 (ha)

No. Desa Kecamatan Keterangan Luas_Ha

1. Wangandalem Brebes Jalan Tol 1,87156553027

2. Wangandalem Brebes Jalan Tol 4,60367259520

3. Wanasari Wanasari Jalan Tol 3,13355959643

4. Terlangu Brebes Jalan Tol 3,45917912010

5. Tanjungsari Wanasari Jalan Tol 3,01245579031 6. Tanjungsari Wanasari Jalan Tol 1,98037013122

7. Sutamaja Kersana Jalan Tol 0,49223363693

8. Sutamaja Kersana Jalan Tol 3,00807073860

9. Sutamaja Kersana Jalan Tol 0,33516670377

10. Sigentong Wanasari Jalan Tol 2,59317860565 11. Sidamulya Wanasari Jalan Tol 0,85732547399 12. Sidamulya Wanasari Jalan Tol 0,03273927693 13. Sidamulya Wanasari Jalan Tol 0,09217367303 14. Sidamulya Wanasari Jalan Tol 22,69124202110

15. Siasem Wanasari Jalan Tol 2,54632117133

No. Desa Kecamatan Keterangan Luas_Ha

16. Siasem Wanasari Jalan Tol 5,71668598509

17. Rancawuluh Bulakamba Jalan Tol 15,31814347940 Rancawuluh Bulakamba Jalan Tol 4,95739687867 Rancawuluh Bulakamba Jalan Tol 0,27857523224

Pulosari Brebes Jalan Tol 1,62502271635

Pulosari Brebes Jalan Tol 1,93488940765

Pulosari Brebes Jalan Tol 0,30618669380

Pulosari Brebes Jalan Tol 0,99470519663

Petunjungan Bulakamba Jalan Tol 8,12207830642

Limbangan Kersana Jalan Tol 0,32444280817

Limbangan Kersana Jalan Tol 5,13786899777

Limbangan Kersana Jalan Tol 11,84573503090

Limbangan Kersana Jalan Tol 4,94133617689

Lembarawa Brebes Jalan Tol 7,02047901834

Lembarawa Brebes Jalan Tol 0,02164297062

Krasak Brebes Jalan Tol 6,40590979223

Krasak Brebes Jalan Tol 1,34853372257

Kluwut Bulakamba Jalan Tol 8,19541409319

Klampok Wanasari Jalan Tol 5,72427931049

Klampok Wanasari Jalan Tol 0,02306011720

Klampok Wanasari Jalan Tol 1,51461930612

Klampok Wanasari Jalan Tol 1,12547213395

Klampok Wanasari Jalan Tol 0,33788428185

Dumeling Wanasari Jalan Tol 1,66709719453

Dukuhsalam Losari Jalan Tol

Pejagan-Kanci

4,38559579201

Dukuhlo Bulakamba Jalan Tol 8,53748506323

Bojongsari Losari Jalan Tol 2,07067430258

Banjaratma Bulakamba Jalan Tol 5,69025883642 Banjaratma Bulakamba Jalan Tol 7,70220378980 Banjaratma Bulakamba Jalan Tol 0,21317214720

Banjaranyar Brebes Jalan Tol 4,62217850704

Banjaranyar Brebes Jalan Tol 1,41945388357

Banjaranyar Brebes Jalan Tol 0,89171388835

Babakan Losari Jalan Tol 9,85052841680

190,98033764201

4.4. KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN

4.4.1. Kecenderungan Alih fungsi Lahan Sawah di Wilayah Pantura Jawa Tengah

Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi. Di bidang pertanian, lahan merupakan sumber daya yang sangat penting, baik bagi petani maupun bagi pembangunan pertanian. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (land based agricultuAre activities).

Urusan pertanian mencakup sektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan, dan peternakan. Produksi padi di Provinsi Jawa Tengah meningkat pada periode 2011-2015 yaitu 9,391 juta ton menjadi 11,301 juta ton pada tahun 2015, produksi jagung dari 2,772 juta ton menjadi 3,212 juta ton;

produksi kedelai dari 112 ribu ton menjadi 129 ribu ton. Secara rinci produksi tanaman pangan dapat dilihat pada tabel.

Selama ini lahan sawah di Pantura Jawa Tengah bahkan pulau Jawa mempunyai peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan pangan (beras) secara nasional karena produktivitas yang tinggi dengan dukungan prasarana irigasi dan sosio-struktur maju. Hal ini telah mengantarkan Indonesia pada swasembada pangan tigawarsa yang lalu yang membuat hingga kini ingin kembali berswasembada pangan. Namun keinginan tersebut tidak mudah dilakukan karena dinamika pertumbuhan perkotaan yang pesat akibat pacuan industrialisasi dan kebutuhan fisik prasarana.

Penyusutan luas lahan sawah yang besar ini disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian (perumahan, industri, prasarana) yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perluasan lahan sawah baru.

4.4.2. Pola Spasial alih fungsi lahan sawah dan faktor-faktor yang berpengaruh

Ditinjau dari sebarannya secara spasial, kecenderungan alih fungsi lahan sawah ke penggunaan di Kabupaten Brebes tidak merata di semua

kecamatan. Demikian pula kecenderungan penyusutan luas lahan sawah yang diakibatkannya, baik ditinjau berdasarkan luasan maupun laju penyusutannya. Dalam hal ini ada pola spasial bahwa alih fungsi lahan sawah hanya terjadi pada wilayah Kecamatan tertentu seperti Kecamatan Wanasari Desa Sidamulya untuk jalan tol seluas 22,7 ha, Kecamatan Bulakamba desa Rancawuluh seluas 15,3 ha untuk industri peralihan dari Bekasi, Jakarata dan Kecamatan Kersana Desa Limbangan untuk tol dan permukiman 11,8 ha.

Adanya kecenderungan alih fungsi lahan sawah tersebut mengakibatkan penyusutan luas lahan sawah. Dalam hal ini terdapat gambaran yang hampir sama pola spasialnya dengan kecenderungan alih fungsi. Kabupaten Brebes termasuk mempunyai penyusutan luas lahan sawah tergolong besar dan laju penyusutan yang juga tinggi (> dari rata-rata di wilayah Pantura Jawa). Laju penyusutan lahan sawah 0,31% mencakup 15 kabupaten/kota; antara lain Kabupaten : Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Semarang, Kota Pekalongan dan Kota Tegal. Dari sebaran lokasinya, tampak bahwa penyusutan yang tinggi terkonsentrasi di sekitar kota metropolitan yang dewasa ini pertumbuhannya sangat pesat (Jakarta, Semarang, Surabaya).

4.4.3. Faktor-faktor yang berpengaruh

Dalam upaya mengkaji permasalahan alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan perkotaan di wilayah Pantura telah diidentifikasi faktor yang dianggap berpengaruh yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal pada dasarnya adalah faktor-faktor dinamika pertumbuhan perkotaan, baik secara fisik spasial, demografis maupun ekonomi, yang mendorong atau memacu terjadinya alih fungsi lahan sawah (di wilayah yang semula merupakan perdesaan) ke penggunaan non pertanian. Dengan kata lain, faktor eksternal ini merupakan implikasi langsung dari terjadinya transformasi ekonomi (dari pertanian ke industri dan transportasi) dan demografis (dari pedesaan ke perkotaan) sedangkan faktor yang bersifat

internal adalah kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan yang mendorong mereka melepaskan pemilikan atau penguasaan lahannya terhadap lahan sawah sehingga potensial mengubah penggunaannya.

4.4.3.1. Faktor Eksternal : Dinamika pertumbuhan perkotaan

Faktor eksternal berkaitan dengan dinamika pertumbuhan perkotaan, yaitu perkembangan kawasan terbangun, pertumbuhan PDRB. Semakin besar laju perkembangangan kawasan terbangun sebagai manifestasi perkembangan fisik-spasial, yang terjadi di tiap kabupaten/kota mengakibatkan laju penyusutan luas lahan sawah yang terjadi. Semakin besar laju pertumbuhan PDRB (dalam persentase per-tahun, bernilai positif) akan menyebabkan perubahan luas sawah secara negatif (penyusutan luas).

4.4.3.2. Faktor Internal

Faktor internal menyangkut pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan serta perubahan dalam penguasaan lahan pertanian.

Semakin tinggi laju pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan menyebabkan semakin besarnya penyusutan luas lahan sawah. Semakin besar perubahan luas penguasaan lahan per-rumah tangga pertanian pengguna lahan, semakin besar pengaruhnya terhadap laju penyusutan luas lahan sawah.

Secara umum gambaran kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian di wilayah pantura ditandai dengan beberapa perubahan. Pertama, terjadinya penurunan jumlah rumah tangga pertanian, meskipun tidak terlalu besar (0,18 persen). Ditinjau dari proporsinya, rumah tangga pertanian mengalami menurun yang sangat berarti yaitu 42 persen menjadi 31,5 persen, yang sebaliknya diikuti pertambahan rumah tangga nonpertanian dalam jumlah yang sangat besar, yaitu 57,5 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahan juga masih mengalami pertambahan (1,7 persen), meskipun lebih kecil daripada pertambahan di

Pulau Jawa secara keseluruhan (4,3 persen). Kedua, luas lahan yang dikuasai.

Gambaran mengenai kuatnya pengaruh dinamika pertumbuhan perkotaan ini dapat dilihat dari data berikut ini. Pertama wilayah pantura mempunyai laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,48 persen per tahun, lebih tinggi dari pada rata-rata laju pertumbuhan penduduk di pulau Jawa.

4.4.3.3. Faktor Kebijakan

Selain faktor-faktor sosial ekonomi, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kecenderungan dan pola spasial alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian di wilayah Kabupaten Brebes adalah faktor kebijakan pemerintah. Dalam hal ini dapat diidentifikasi tiga kebijakan pemerintah yang dianggap sebagai faktor pemacu munculnya alih fungsi lahan pertanian, yaitu privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan permukiman skala besar dan kota baru; serta deregulasi investasi dan perijinan.

Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri yang tertuang dalam keputusan presiden No. 53/1989 telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasi sesuai dengan mekanisme pasar.

Dengan adanya keleluasaan pembangunan kawasan industri oleh swasta, maka dampaknya adalah lonjakan pada kebutuhan lahan. Pihak swasta bagaimanapun senantiasa berorientasi kepada keuntungan sehingga dalam mengalokasikan kegiatannya akan berorientasi pada lokasi yang menguntungkan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Brebes jauh lebih luas dibandingkan dengan kurun sebelumnya.

Kebijakan pemerintah kedua yang dianggap berpengaruh terhadap kecenderungan alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Brebes adalah kebijakan pembangunan permukiman. Implementasi kebijakan pemerintah dalam pembangunan pembangunan permukiman skala besar ini dapat dilihat dari indikator izin lokasi yang telah dikeluarkan. Kecenderungan alih fungsi

lahan pertanian menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dihindari, apalagi pada implementasi pembangunan permukiman ini kerapkali ditemui banyak masalah, misalnya, spekulasi lahan dan percaloan. Hal itulah yang kemudian memacu peningkatan harga lahan secara cepat, yang pada gilirannya justru menjadi penarik bagi pemilik lahan pertanian menjual atau melepaskan pemilikan lahannya untuk penggunaan nonpertanian.

Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri dan pembangunan permukiman diperkuat oleh kebijakan deregulasi dalam penanaman modal dan perizinan.

Dengan adanya penyederhanaan atau kemudian dalam pemrosesan perizinan maka terjadi lonjakan besar dalam permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman maupun kawasan pariwisata.

Dalam kaitan dengan permasalahan alih fungsi lahan pertanian, khususnya sawah beririgasi teknis, yang cenderung tak terkendali itulah kebijakan pengendaliannya menjadi sangat penting. Kebijakan yang mencegah alih fungsi lahan pertanian yang subur menjadi penggunaan nonpertanian sesungguhnya telah dalam Tata ruang Wilayah. Dalam implementasinya kebijakan tersebut menghadapi kendala untuk diterapkan sepenuhnya, karena tetap saja terjadi alih fungsi lahan pertanian produktif atau sawah beririgasi ke penggunaan nonpertanian, bahkan menunjukkan kecenderungan tidak terkendali. Dalam hal ini banyak pemerintah daerah menghadapi dilema antara kepentingan memacu pertumbuhan ekonomi dan upaya tetap mempertahankan keberadaan lahan pertanian (sawah). Dalam situasi menghadapi kecenderungan alih fungsi lahan yang tidak terkendali, kemudian pemerintah menetapkan kebijakan yang lebih operasional untuk dapat mencegah dan/atau mengendalikan alih fungsi lahan pertanian sawah, khususnya yang beririgasi teknis. Pencegahan dan/atau pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian sesungguhnya dapat dilakukan dengan mekansme izin lokasi. Pada tahap pemberian izin lokasi inilah sebenarnya secara dini alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis dapat dicegah. Namun dalam implementasinya seringkali sulit dilakukan dengan semestinya karena dihadapkan pada beberapa masalah, antara lain

menyangkut belum didukung rencana tata ruang wilayah yang memadai;

adanya kepentingan yang lebih besar menarik investasi untuk memacu pertumbuhan; serta ketidaksiapan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan serta mekanisme koordinasi antar instansi.

4.4.3.4. Kebijakan Bidang pertanian akibat alih fungsi Lahan

Pemerintah Kabupaten Brebes dalam menyikapi adanya alih fungsi/alih fungsi lahan yang cukup masif itu, maka pada tahun 2016 dan 2017 telah dilakukan kegiatan peningkatan infrastruktur irigasi tingkat usaha tani berupa :

Tabel 4.3.

Kegiatan peningkatan infrastruktur irigasi tingkat usaha tani

Kegiatan peningkatan infrastruktur irigasi tingkat usaha tani

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN (Halaman 32-0)

Dokumen terkait