• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian disertasi ini berjudul Revitalisasi Konsep Sureq Selleang; Analisis Falsafah Budaya Bumi Lamaddukkelleng dalam Persfektif Islam. Untuk memperoleh pemahaman yang jelas terhadap definisi operasional disertasi tersebut, serta menghindari kesalahpahaman (misunderstanding) terhadap ruang lingkup penelitiannya, diperlukan batasan-batasan definisi dari kata dan variabel yang tercakup dalam judul penelitian yang dimaksud:

Revitalisasi adalah proses, cara dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya berdaya.18

Istilah “konsep”berasal dari bahasa Inggeris concept dan diartikan sebagai idea Underlying a class of things, general motion, yakni “ ide pokok yang mendasari gagasan” dan “gagasan umum”.19 Dalam pada itu, konsep juga digunakan makna “definisi dan konstruksi mental yang menggambarkan titik tertentu dari sebuah gejala tampah memeperhatikan aspek lainnya.20 Konsep dapat juga berkaitan dengan, Memory Copy of Sense objek yang abstrak universal.21 Dengan demikian, apabilah dikaitkan dengan objek pembahasan dalam penelitian ini yakni Sureq Selleang, maka diharapkan kajiannya akan memberikan pengertian secara utuh.

18http://dewiultralight08.wordpress.com/2011/03/10.

19 Lihat A.S. Homby, AP. Cowie, (ed), Oxford Advanced Leaner’s Dictionaryof Current

English (Londong Oxford University Press, 1974),.h. 174. Bandingkan dengan Tim pPenyusun , Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)., h. 456. Konsep dapat berarti: 1)

rancangan atau buruan surat dan sebagaiunya, 2) idea tau pengertian yang diabstrakkan dari preristiwa kongkrit, 3)gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

20 Lihat Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an (Cet. II; Jakarta Grafindo Persada, 1995)., h. 18

21Lihat Dagobert D, Runest, Dictionary of Philosophy (tt. Littlefield, Adam & Co, 1975)., h. 61

Sureq Selleang adalah suatu buku sastra yang ditulis dalam bahasa dan aksara Bugis, berbentuk prosa yang dibaca sambil berlagu atau nyanyian dengan irama datar dan tetap.22 Membicarakan kehidupan sastra secara keseluruhan erat hubungannya dengan membicarakan kesastraan daerah, karena sastra daerah merupakan warisan budaya leluhur secara turun temurun. Orang Bugis memiliki kesastraan, baik lisan maupun tulisan. Berbagai sastra tulis yang berkembang seiring dengan tradisi lisan, hingga kini masih dibaca dan disalin ulang. Panduan antara tradisi lisan dan sastra tulis itu kemudian menghasilkan salah satu epos sastra terbesar di dunia yakni Sureq Galigo.

Naskah bersyair tersebut ditulis dalam bahasa Bugis kuno dengan gaya bahasa sastra tinggi dan dipelihara turun-temurun sebagai syair-syair suci, ia diperlukan dengan amat khusus, dalam lingkungan yang amat terbatas dan diucapkan hanya pada peristiwa-peristiwa tertentu, yang menyangkut kehidupan dalam tatanan nilai yang berlangsung.

Naskah-naskah Sureq Galigo yang bertuliskan aksara lontaraq tidak dapat diragukan lagi bahwa sangat berharga untuk studi bermacam-macam subjek ilmu pengetahuan, karena himpunan kesastraan suci orang Bugis ini, bukan saja mengandung religi rakyat, kesastraan dan ritual, melainkan juga dapat memberikan sejumlah pengetahuan lainnya, seperti ilmu purbakala, geologi, sejarah, dan dapat memberikan pengertian kepada lingkungan fisik atau sosial budaya kepada kita terhadap fase-fase perkembangan kebudayaan dan masyarakat orang Bugis pada masa lampau.

22

Nurhayati Rahman, Kearifan Lingkungan Hidup Manusia Bugis Berdasarkan Naskah Meon

Disamping itu, masih banyak orang yang tidak menginsafi bahwa didalam karya-karya leluhur terkandung nilai-nilai bermanfaat dan mempunyai fungsi dalam bentuk kebudayaan. Sureq Galigo merupakan gudang perbendaharaan pikiran dan cita-cita dari leluhur mereka, maka baik secara langsung kita sudah dapat mendekati dan menghayati pikiran, cita-cita, dan angan-angan masa silam mereka yang telah dijadikan pedoman hidup dari generasi ke generasi.

Secara ilmu folklor Sureq Galigo dapat dikategorikan dalam bentuk cerita rakyat, yang selanjutnya merupakan bagian dari folklore lisan. Ahli folklore terkemuka William R. Bascom dalam Danandjaja, membagi cerita rakyat dalam tiga golongan yaitu Mite (Myth), Legenda (Legend), dan Dongeng (Folktale)>. Mite menurut Bascom adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci yang empunya cerita. Mite ditokoh perani oleh para dewa dan setengah dewa, peristiwanya terjadi di dunia lain atau di dunia yang sepertinya bukan dunia yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Mitos menerangkan apa yang jauh dan yang belum diketahui, yaitu berupa jaminan pedoman hidup dengan jalan menghayati masa silam yang telah diketahuinya.23

Dalam Sureq Galigo, Sawerigading dikenal dalam cerita rakyat sebagai peletak dasar peradaban dan leluhur yang menghimpun segala sumber kekuatan dalam kejadian kelompok-kelompok etnik di Sulawesi Selatan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa cerita Sawerigading pada hakikatnya dalah mite, dan bukan dongeng (folktale).

23Lihat James Danandjaya, Kegunaan Cerita Rakyat Sawérigading Sebagai Sumber Sejarah Lokal di Daerah Sulawesi Selatan dalam Mattulada, dkk, “Sawérigading Folktale Sulawesi”, (Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Depdikbud RI, 1990), h. 21

Penyebaran La Galigo melalui dua tradisi ini ditemukan dalam masyarakat Bugis. Tradisi lisan dituturkan dengan cara dinyanyikan (dilagukan) apabila ada upacara-upacara ritual dengan ritme yang datar dan tetap, yang dinamakan massureq selleang, pembacanya disebut Passureq. Tradisi lisan La Galigo tokoh utamanya dikenal dengan nama Sawerigading sebagai tokoh legendaris.

Sureq Galigo merupakan naskah yang terdiri atas beberapa episode dan banyak tersimpan di berbagai perpustakaan, baik didalam negeri maupun diluar negeri terutama di Eropa. Setiap episode ada saling keterkaitan dengan episode lainnya. Disamping itu, naskah-naskah yang masih ada dikalangan sastrawan Bugis biasanya hanya berisi penggalan-penggalan episode tertentu dan kertasnya sudah usang serta tulisannya sudah tak terbaca lagi. Namun, banyak sastrawan Bugis di daerah-daerah tertentu bahkan orang awam yang mengetahui bagian besar dalam cerita siklus tersebut, diperoleh melalui tradisi lisan atau pembacaan dimuka umum.

Sebagai sebuah teks besar, Sureq Galigo tidak perlu lagi diperlakukan sebagai naskah angker dan sakral. Kesakralan Sureq Galigo akan mengakibatkan kehancuran dan kematian naskah tersebut takkan terelakkan lagi. Tanpa keleluasaan untuk mengakses dan kebebasan penuh untuk mengkaji secara kreatif. Kita harus menggunakan kemampuan untuk memberikan interpretasi terhadapnya.

Istilah Bumi Lamaddukkelleng adalah tanah kelahiran Lamaddukkelleng dan ia adalah Arung Matowa Wajo ke-XXXI yang telah berjasa berperang melawan VOC dan sekutunya (Pahlawan Nasional). Kemudian merumuskan hak kemerdekaan orang Wajo: “Maradeka to Wajo e najajian alena maradeka tanaemi ata naiya tau makkketanae maradeka maneng ade assimaturusennami napopuang. Nama ini diabadikan sampai sekarang

Berdasar pada uraian tentang definisi operasional judul penelitian yang telah dikemukakan, maka sebagai ruang lingkup penelitian ini adalah penelusuran tentang Sureq Galigo atau Sureq Selleang adalah salah satu karya sastra terbesar di dunia oleh para ahli La Galigo ditempatkan sebagai karya sastra klasik terpanjang di dunia.24

Pada kenyataannya, La Galigo merupakan cerita yang terdiri beberapa episode. Tentunya peneliti memiliki keterbatasan tenaga, biaya, pengetahuan, dan waktu serta mengalami kesulitan apabila semua episode ditelaah dan dikaji dalam penelitian ini. Itulah sebabnya maka obyek kajian ini dibatasi dengan memilih salah satu episode secara proporsional.

Dengan demikian, untuk lebih fokus dan terarahnya penelitian, maka penulis membatasi masalah pembahasan yaitu hanya mengkaji satu episode, orang Bugis menyebut tereng. Salah satu tereng yang dipilih adalah Ritumpanna Wélenrengé. Pemilihan episode ini karena merupakan episode paling dikenal oleh masyarakat dan sering dibacakan pada acara-acara tertentu, serta paling dramatis dan menarik untuk dikaji. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah nilai-nilai utama yang terkandung di dalamnya yang masih relevan di tengah kehidupan masyarakat.