• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Konstruksi Sosial Gender

Proses konstruksi yang berlangsung secara mapan dan lama inilah yang mengakibatkan masyarakat kita sulit untuk membedakan apakah sifat-sifat gender tersebut dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditetapkan dari tuhan. Namun, Mansour fakih menegaskan bahwa setiap sifat melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat itu bisa dipertukarkan, maka sikap tersebut adalah hasil kontruksi masyarakat dan sama sekali bukan kodrat. (Fakih, 1999 : 10)

Menurut Wijaya, keberadaan konstruksi sosial gender yang berlangsung dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :

1. Adat kebiasaan 2. Kultur

3. Lingkungan dan pranata membesarkan dan mendidik anak 4. Lingkungan dan pranata gender,diferensiasi (perbedaan gender) 5. Stuktur yang berlaku

6. Kekuasaan

Dari beberapa hal diatas, kemudian terjadi pembentukan stereotype yaitu pelabelan atau penandaan yang dilekatkan pada jenis kelamin, antara lain stereotype laki-laki adalah maskulinitas dan perempuan adalah feminitas. Secara objektif terdapat butir-butir stereotype maskulin yang

bernilai positif, yaitu mandiri, agresif, tidak emosional, sangat objektif, tidak mudah dipengaruhi, aktif, lugas, logis, tahu bagaimana bertindak, tegar, pandai membuat keputusan, percaya diri, ambisius, dan sebagainya. Dan terdapat pula butir-butir stereotype feminine yang bernilai positif seperti tidak suka bicara kasar,halus, lembut, peka terhadap perasaan oranglain, bicara pelan, mudah mengekspresikan diri, dan sebagainya. (Wijaya, 1991 : 156-157)

Stereotype gender adalah keyakinan yang membedakan sifat dan kemampuan antara peran perempuan dan laki-laki untuk peran-peran yang berbeda. Gender sebagai konsep merupakan hasil pemikiran atau hasil rekayasa manusia, sehingga sama sekali tidak bisa disebut sebagai kodrat tuhan karena sifat-sifat yang ada didalamnya bisa dipertukarkan. (Fakih, 1999 : 72)

Pemahaman maupun pembedaan antara konsep seks dan konsep gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial baik yang menimpa kaum laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan (gender

inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas.

Seringkali gender disama artikan dengan seks. Maka dari itu, untuk memahami konsep gender perlu mengetahui perbedaan antara Seks dan Gender. Pengertian seks yaitu perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan khususnya pada bagian reproduksi. Seks merupakan ciptaan

tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat ditukar, berlaku sepanjang zaman dan diaman saja. Sedangkan pengertian Gender yaitu perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan hasil konstruksi sosial. Gender merupakan “buatan” manusia, tidak bersifat kodrat, dapat berubah, dapat ditukar, tergantung waktu dan budaya setempat. (hhtp://www.scribd.com/doc/2591144/-Konsep-Gender)

Atau bisa juga dikatakan, gender adalah konstruksi sosial dan kodifikasi perbedaan antarseks. Konsep ini merujuk pada hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki. Gender merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, etnik, adat istiadat, golongan, faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Subandy, 2007 : 6-7)

Konstruksi sosial gender menjadi salah satu alat penting untuk mengkaji konsep gender. Konstruksi Gender adalah peran yang diperuntukkan untuk laki-laki dan perempuan yang disosialisasikan melalui proses sosial budaya. Dan gender itu sendiri adalah sifat yang terbentuk secara sosial pada laki-laki dan perempuan dan bisanya sifat itu bisa dipertukarkan (bukan sifat kodrati/ciptaan tuhan). Perbedaan gender sebagai konstruksi sosial budaya dan peran gender itu merupakan hasil dari konstruksi sosial budaya dalam masyarakat. Ketidakadilan gender mengacu pada konstruksi sosial yang dibangun di atas budaya patriarki yang tertanam kuat dalam masyarakat secara luas (Mufidah, 2003 : 51).

Perbedaan gender selanjutnya melahirkan peran gender yang sesungguhnya tidak menjadi masalah jika seandainya tidak terjadi ketimpangan yang berakhir pada ketidakadilan gender.

3.4.2 Film

Pengertian film menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2009 tentang permasalahan, pasal I. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.

Film adalah gambar bergerak yang terbuat dari celluloid

transparent dalam jumlah banyak, dan apabila digerakkan melalui cahaya

yang kuat akan tampak seperti gambar yang hidup (Siregar, 1985 : 9), McQuail menyatakan fungsi hiburan film sebagai berikut :

“Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulunya serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, lawak, serta tehnis lain kepada masyarakat umum. Kehadiran film merupakan respon penemuan waktu luang diluar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu luang secara hemat dan sehat bagi semua anggota keluarga. (McQuail, 1994 : 13).

Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal jangkauan, relism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu

memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas (McQuail, 1994 : 14).

Dalam komunikasi massa film dengan televisi mempunyai sifat yang sama yaitu audio visual, bedanya mekanik atau non elektronik dalam proses komunikasinya dan rekreatif-edukatif persuasif atau non informatif dalam fungsinya. Dampak film bagi khalayak sangat kuat dalam menimbulkan efek afektif, karena medianya berkemampuan untuk menanamkan kesan, layarnya untuk menayangkan cerita relatif besar, gambarnya jelas, dan suaranya yang keras dalam ruangan yang gelap membuat suasana penonton mencekam

“Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya, yaitu dapat menjangkau sekian banyak orang dalam waktu singkat, dan mampu memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas”. (McQuail 1994 : 14)

Dokumen terkait