• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.3 Definisi Peubah Operasional

Batasan/definisi operasional variabel-variabel dan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Industri manufaktur.

Industri manufaktur/pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk di dalamnya adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling).

2. Klasifikasi Industri Manufaktur/Pengolahan menurut BPS.

Industri manufaktur/ dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan banyaknya pekerja yaitu:

a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih

b. Industri Menengah adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang

c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang d. Industri Rumah Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang

mempunyai pekerja antara 1-4 orang.

3. Klasifikasi Industri Manufaktur/Pengolahan berdasarkan ISIC 2 Digit: 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Makanan dan minuman. Pengolahan Tembakau. Tekstil.

Pakaian jadi.

Kulit dan barang dari kulit dan alas kaki.

Kayu, barang dari kayu (tidak termasuk furnitur), dan barang nyaman. Kertas dan barang dari kertas

Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman.

Batubara, pengilangan minyak murni pengolahan gas bumi. . Kimia dan barang-barang dari bahan kimia.

Karet dan barang-barang dari karet dan barang dari plastik. Barang galian bukan logam.

Logam dasar.

Barang-barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya. Mesin dan perlengkapannya

Mesin dan peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data. Mesin lainnya dan perlengkapannya.

Radio, televisi, dan peralatan. komunikasi, serta perlengkapannya. Peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik. Kendaraam bermotor.

35 36 37

Alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Furnitur dan industri pengolahan lainnya. Daur ulang.

4. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Manufaktur.

Pendekatan untuk mengukur banyaknya tenaga kerja industri manufaktur adalah rata-rata per hari jumlah semua pekerja/karyawan baik pekerja yang dibayar maupun pekerja tidak dibayar dikalikan jumlah hari kerja dalam satu tahun. Tidak termasuk di dalamnya orang yang dibayar hanya berdasarkan komisi, orang yang bekerja sendirian seperti konsultan dan kontraktor dan pegawai yang bekerja di sektor bukan industri pengolahan seperti pegawa unit perkebunan dan pegawai unit pertambangan.

3.4 Software Analisis yang Digunakan

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan bantuan beberapa software untuk melakukan analisis data. Software tersebut adalah sebagai berikut:

1. Microsoft Excel 2007

Ms Excel merupakan perangkat lunak berbasis spreadsheet buatan Microsoft Corp. Software ini digunakan dalam pembuatan tabel, grafik dan beberapa pengolahan data.

2. EViews 6.0

EViews adalah program komputer yang digunakan untuk mengolah data statistik dan data ekonometri. Program EViews dibuat oleh Quantitative Micro Software. Software ini digunakan untuk analisis data panel.

4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografi

Aspek-aspek geografis yang meliputi posisi, susunan keruangan dan lokasi sangat menentukan langkah-langkah kebijakan dalam pembangunan ekonomi. Pengambilan keputusan ekonomi perlu mempertimbangkan keuntungan lokasi dan pengaruh ruang secara eksplisit agar keputusan yang diambil realistis dan tidak salah (Sjafrizal, 2008). Kondisi geografis Jawa Barat yang strategis merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5o50' - 7o50' Lintang Selatan dan 104o48' - 108o48' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Banten.

Perkembangan utama Propinsi Jawa Barat adalah pemekaran propinsi yang dilakukan pada akhir tahun 2000 sehingga menjadi dua wilayah yaitu Propinsi Jawa Barat yang meliputi 16 kabupaten, 6 kota dan Propinsi Banten yang terdiri dari 5 kabupaten/kota. Pemekaran ini dipastikan akan membawa dampak terhadap pembangunan secara makro. Pemekaran wilayah daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Propinsi Jawa Barat dalam jangka waktu 1999-2008 melakukan pemekaran tiga kabupaten sehingga Jawa Barat mempunyai tambahan tiga kota yaitu Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar dan Kabupaten Bandung Barat. Kota Cimahi dimekarkan dari Kabupaten Cimahi, Kota Tasikmalaya dimekarkan dari Kabupaten Tasikmalaya, Kota Banjar dimekarkan dari Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Bandung Barat dimekarkan dari Kabupaten Bandung. Pada akhirnya

pada tahun 2008 jumlah daer atas 17 kabupaten dan 9 kota ( Berkaitan dengan caku dari tahun 2001 sampai 2008 digabungkan dengan kabup sejumlah 23 kabupaten/kota. konsisten dan berkelanjutan da

Sumber : Bappeda Jawa Barat Gambar 5 Peta wilayah

kabupaten/kota. Potensi wilayah Jawa mencapai 28.675,82 km2. K mencapai 3.160,51 km2. Ka dengan luas wilayah 2.977,4 Kabupaten Ciamis. Kabupate yaitu hanya mencapai 36,97 km

Tabel 3 menunjukkan Sukabumi sebagai kabupaten atas 364 desa. Selanjutnya Ka

erah otonom di Jawa Barat mencapai 26 yang te (Gambar 5).

kupan penelitian yang akan dilakukan, yaitu dimu 8, maka wilayah kabupaten/kota yang dimeka upaten induknya sehingga objek penelitian

. Hal ini dimaksudkan agar objek penelitian d dari tahun 2001 sampai dengan 2008.

Jawa Barat menurut daerah administratif .

wa Barat ditunjukkan dengan luas wilayah Kabupaten terluas adalah Kabupaten Sukab abupaten terluas kedua adalah Kabupaten Cia ,44 km2, disusul oleh Kabupaten Tasikmalaya ten/kota dengan luas terkecil adalah Kota Cire km2.

an bahwa kecamatan terbanyak berada di Kabup en terluas, yaitu sejumlah 47 kecamatan yang te Kabupaten Garut mempunyai 42 kecamatan dan

terdiri imulai karkan yaitu dapat tif 26 yang abumi, ianjur ya dan irebon, upaten terdiri an 403

desa. Sementara itu kabupaten/kota dengan jumlah kecamatan yang paling sedikit adalah Kota Cimahi, yang hanya terdiri atas 3 kecamatan dan 22 kelurahan. Tabel 3 Luas area jumlah kecamatan, desa dan kelurahan di Jawa Barat menurut

kabupaten tahun 2008

No Kabupaten/Kota Luas Area Km2 Persen tase Jumlah Keca matan Desa Kelura han 1 Bogor 2.237,09 7,64 40 411 17 2 Sukabumi 3.160,51 10,80 47 364 3 3 Cianjur 2.977,44 10,17 32 342 6 4 Bandung 2.284,61 7,80 46 432 8 5 Garut 2.179,51 7,44 42 403 21 6 Tasikmalaya 2.479,57 8,47 42 351 59 7 Ciamis 2.377,28 8,12 40 356 15 8 Kuningan 816,88 2,79 32 360 16 9 Cirebon 958,27 3,27 40 412 12 10 Majalengka 1.068,69 3,65 26 321 13 11 Sumedang 1.062,88 3,63 26 270 7 12 Indramayu 1.636,51 5,59 31 305 8 13 Subang 1.855,01 6,34 30 251 2 14 Purwakarta 757,57 2,59 17 183 9 15 Karawang 1.533,86 5,24 30 297 12 16 Bekasi 1.065,35 3,64 23 187 - 17 Kota Bogor 108,98 0,37 6 - 68 18 Kota Sukabumi 49,81 0,17 7 - 33 19 Kota Bandung 167,91 0,57 30 - 151 20 Kota Cirebon 36,97 0,13 5 - 22 21 Kota Bekasi 209,55 0,72 12 - 56 22 Kota Depok 212,24 0,72 6 - 63 23 Kota Cimahi 40,23 0,14 10 - 15 Jawa Barat 29.276,72 100,00 620 5.245 616

Sumber: BPS Provini Jawa Barat, 2008

4.1.2 Kewilayahan Pembangunan

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman produktif, dan berkelanjutan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah, antar pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan.

Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Dengan mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, wilayah administratif kabupaten dan kota di Jawa Barat dibagi dalam empat Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP), yaitu:

1. WKPP 1 Bogor, merupakan wilayah inti dari pengembangan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Perkotaan Bodebek dengan lingkup kerja Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Depok.

Fokus pengembangan masing-masing kabupaten/kota, sebagai berikut: a. Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi diarahkan sebagai kota

terdepan yang berbatasan dengan Jakarta yang merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jabodetabekpunjur untuk mendorong pengembangan PKN Perkotaan Bodebek

b. Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi, diarahkan menjadi kawasan penyangga dalam sistem PKN Perkotaan Bodebek

c. Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, diarahkan pada kegiatan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan lindung di KSN Jabodetabekpunjur.

Sektor unggulan yang dapat dikembangkan adalah: pariwisata, industri manufaktur, perikanan, perdagangan, jasa, pertambangan, agribisnis dan agrowisata.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah, terdiri atas: a. Pengembangan infrastruktur jalan

b. Pengembanngan infrastruktur perhubungan c. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air d. Pengembangan infrastruktur energi

e. Pengembangan infrastruktur permukiman (perkotaan dan perdesaan) f. Otimalisasi kawasan industri.

2. WKPP II Purwakarta, menjadi simpul pendukung bagi pengembangan PKN Perkotaan Bodebek dan Bandung Raya dengan lingkup kerja Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi.

Fokus pengembangan masing-masing kabupaten/kota, sebagai berikut: a. PKW Cikampek-Cikopo, diarahkan untuk memenuhi fungsinya

sebagai PKW dengan melengkapi saran dan prasarana yang terintegrasi dengan wilayah pengaruhnya (hinterland)

b. Kabupaten Purwakarta, diarahkan untuk kegiatan industri non-polutif dan nonekstraktif

c. Kabupaten Subang, diarahkan menjadi simpul pendukung pengembanngan PKN Perkotaan Bandung Raya

d. Kabupaten Karawang, diarahkan menjadi simpul pendukung pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Bodebek.

Sektor unggulan yang dapat dikembangkan adalah: pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, bisnis kelautan, industri pengolahan, pariwisata, dan pertambangan.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah, terdiri atas: a. Pengembangan infrastruktur jalan

b. Pengembangan infrastruktur perhubungan c. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air d. Pengembangan infrastruktur energi

e. Pengembangan infrastruktur permukiman (perkotaan dan perdesaan). 3. WKPP III Cirebon, merupakan wilayah dari pengembangan PKN

Cirebon dengan lingkup kerja Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan. Fokus pengembangan masing-masing kabupaten/kota, sebagai berikut:

a. Kota Cirebon, diarahkan sebagai kota inti dari PKN dengan sarana dan prasarana yang terintegrasi dengan wilayah pengaruhnya (hinterland)

b. Kabupaten Cirebon, diarahkan sebagai bagian dari PKN dengan sarana dan prasarana yang terintegrasi

c. Kabupaten Indramayu, diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang berfungsi melayani kegiatan skala propinsi atau beberapa kabupaten/kota

d. Kabupaten Majalengka, diarahkan menjadi lokasi Bandara Internasional Jawa Barat dan Aerocity di Kertajati

e. Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Sumedang, diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan Sektor yang dapat dikembangkan adalah: agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan, dan pariwisata.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah, terdiri atas: a. Pengembangan infrastruktur jalan

b. Pengembangan infrastruktur perhubungan c. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air d. Pengembangan infrastruktur energi

e. Pengembangan infrastruktur telekomunikasi perdesaan

f. Pengembangan infrastruktur permukiman (perkotaan dan perdesaan) g. Pengembangan Kawasan Industri Kertajati Aerocity di Kabupaten

Majalengka.

4. WKPP IV Priangan, dengan ruang lingkup kerja Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Tasikmalaya. WKPP Priangan merupakan wilayah inti dari pengembangan PKN Perkotaan Bandung Raya, meningkatkan manajemen pembangunan yang berkarakter lintas kabupaten/kota yang secara kolektif berbagi peran membangun dan mempercepat perwujudan PKN Perkotaan Bandung Raya.

Fokus pengembangan masing-masing kabupaten/kota, sebagai berikut: a. Kota Tasikmalaya, diarahkan sebagai bagian dari PKW

b. Kabupaten Tasikmalaya, Garut, dan Kabupaten Ciamis, diarahkan untuk kegiatan pertanian, industri pengolahan

c. Kota Banjar, diarahkan sebagai PKW dengan sarana dan prasaran perkotaan yang teringrasi dan sebagai pintu gerbang daerah berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah.

Sektor yang dapat dikembangkan adalah: pertanian, hortikultura, perkebunan, perikanan tangkap, industri pengolahan, industri non-polutif, industri kreatif, perdagangan, jasa, pariwisata dan pertambangan,

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah, terdiri atas: a. Pengembangan infrastruktur jalan

b. Pengembangan infrastruktur perhubungan c. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air d. Pengembangan infrastruktur energi

e. Pengembangan infrastruktur telekomunikasi.

4.1.3 Penduduk dan Kepadatannya

Masalah kependudukan merupakan bagian yang krusial dalam perekonomian karena tidak bisa dilepaskan dalam kegiatan pembangunan. Penduduk mempunyai peran ganda dalam pembangunan yaitu sebagai obyek dan sebagai subyek. Pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan pertambahan jumlah penduduk usia kerja, yang merupakan faktor produksi. Bertambahnya penduduk tidak menjamin meningkatnya kesejahteraan penduduk karena ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, sehingga muncul masalah kependudukan yang kompleks. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk dapat memberikan penjelasan lain tentang mengapa sebagian negara kaya dan sebagian lainnya miskin (Mankiw, 2007).

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap (BPS, 2008). Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2008 mencapai 42,19 juta jiwa dengan rasio jenis kelamin mencapai 102. Ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan. Kabupaten/kota dengan rasio jenis kelamin terbesar yaitu Kota Bekasi dan Kabupaten Cianjur. Sedangkan kabupaten/kota dengan rasio jenis kelamin terkecil yaitu Cirebon dan Kabupaten Ciamis (Tabel 4). Nilai rasio

jenis kelamin biasanya berhubungan dengan pola migrasi di daerah tersebut, pada umumnya kabupaten dengan rasio rendah adalah kabupaten pengirim migran.

Tabel 4 Jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan sex ratio di Jawa Barat menurut kabupaten/kota tahun 2008

No Propinsi

Jumlah Penduduk Laju

Pertumbuhan (%) Sex Ratio (000 jiwa) Persentase (%) 1 Bogor 4.402.026 10,4 1.464 103 2 Sukabumi 2.277.020 5,4 0.575 104 3 Cianjur 2.169.984 5,1 1.022 106 4 Bandung 4.647.128 11,0 1.368 102 5 Garut 2.481.471 5,9 1.063 98 6 Tasikmalaya 2.476.765 5,9 1.262 99 7 Ciamis 1.790.468 4,2 0.342 96 8 Kuningan 1.163.159 2,8 0.873 101 9 Cirebon 2.192.492 5,2 0.820 99 10 Majalengka 1.210.811 2,9 0.506 101 11 Sumedang 1.134.288 2,7 0.676 99 12 Indramayu 1.811.764 4,3 0.890 105 13 Subang 1.476.418 3,5 0.455 98 14 Purwakarta 809.962 1,9 1.254 100 15 Karawang 2.112.433 5,0 1.202 105 16 Bekasi 2.076.146 4,9 3.192 100 17 Kota Bogor 876.292 2,1 3.311 99 18 Kota Sukabumi 305.800 0,7 2.722 105 19 Kota Bandung 2.390.120 5,7 1.185 104 20 Kota Cirebon 298.995 0,7 2.270 95 21 Kota Bekasi 2.128.384 5,0 3.383 107 22 Kota Depok 1.430.829 3,4 3.472 102 23 Kota Cimahi 532.114 1,3 4.059 97 Jawa Barat 42.194.869 100,0 1,461 102

Sumber: BPS Jawa Barat, 2008

Distribusi penduduk Jawa Barat relatif merata di seluruh wilayah. Penduduk paling banyak berdomisili di Kabupaten Bogor mencapai 4,4 juta jiwa atau sebesar 10,4 persen dari total penduduk Jawa Barat. Selanjutnya Kabupaten Bandung mempunyai jumlah penduduk sebesar 3,1 juta jiwa (7,4 persen). Sementara jumlah penduduk yang paling sedikit berada di Kota Banjar yaitu sebanyak 0,18 juta jiwa.

Penambahan jumlah penduduk tidak dapat dilepaskan dari angka pertumbuhannya. Pertumbuhan penduduk Propinsi Jawa Barat dalam kurun

waktu 2000-2005 mencapai 1,81 persen dan kurun waktu 2005-2008 mencapai 1,73 persen. Tahun 2008, kepadatan penduduk Jawa Barat mencapai 1.441orang per kilo meter persegi. Kota Bandung masih merupakan daerah terpadat, yaitu sebesar 14.234 orang per kilometer persegi, sedangkan yang terendah Kabupaten Ciamis hanya sebesar 710 orang per kilometer persegi. Kepadatan penduduk, di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2008 menempati posisi ke dua yaitu sebesar 1.108 km2 setelah DKI Jakarta yang berada di urutan pertama dengan kepadatan sebesar 1.235 km2.

Jumlah penduduk merupakan salah satu dari faktor produksi, hal ini menyebabkan kegiatan perekonomian terkonsentrasi di wilayah yang menyediakan faktor produksi yang besar. Tidak mengherankan jika pusat-pusat industri besar yang bersifat padat karya di Jawa Barat berada di kabupaten-kabupaten dengan konsentrasi penduduk yang tinggi. Gambaran ketimpangan penyebaran penduduk juga menunjukkan daya dukung lingkungan dan prasarana yang kurang seimbang di antara kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat.

4.1.4 Kondisi Perekonomian Jawa Barat

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah tertentu. PDRB sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk kinerja perekonomian. Tujuan dari penghitungan PDRB adalah meringkas aktivitas ekonomi di suatu wilayah dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada tiga pendekatan untuk menghitung statistik ini. Pertama, pendekatan produksi, yaitu dengan menghitung jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi. Kedua, pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi. Ketiga, pendekatan pengeluaran, dengan menghitung semua komponen permintaan akhir. Ukuran yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan yang menunjukkan peningkatan volume output ekonomi dari tahun ke tahun setelah menghilangkan unsur inflasi (kenaikan harga secara terus-menerus) yaitu pertumbuhan ekonomi. Ukuran ini

masih digunakan sampai sekarang sebagai ukuran kinerja pembangunan.

Tabel 5 Nilai dan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Barat menurut kabupaten/kota tahun 2001, 2005 dan 2008

No. Kabupaten/Kota PDRB ADHK 2000 (Juta Rupiah) Rata-rata Pertumbuhan per tahun (%) 2001 2005 2008 01. Bogor 19.687.99 23.671.42 29.721.69 5,43 02. Sukabumi 5.879.580 6.828.321 8.015.201 3,96 03. Cianjur 5.666.201 6.569.796 7.639.658 3,85 04. Bandung 17.666.07 27.387.37 26.832.12 5,33 05. Garut 7.316.162 8.418.445 10.011.29 4,28 06. Tasikmalaya 6.073.566 7.010.929 8.550.742 4,46 07. Ciamis 5.217.264 6.193.922 7.417.251 4,53 08. Kuningan 2.621.650 3.072.813 3.619.216 4,10 09. Cirebon 5.025.156 6.038.364 7.371.622 4,89 10. Majalengka 2.805.113 3.387.039 4.042.240 4,28 11. Sumedang 3.699.811 4.311.331 5.136.820 4,41 12. Indramayu 12.943.57 13.369.13 13.233.52 0,19 13. Subang 4.356.028 5.633.680 6.779.802 5,55 14. Purwakarta 4.823.377 5.547.110 6.506.042 4,04 15. Karawang 10.538.51 13.423.73 18.353.97 6,72 16. Bekasi 31.522.16 38.976.64 49.302.48 5,73 17. Bogor 2.779.607 3.361.439 4.252.822 6,06 18. Sukabumi 1.086.650 1.340.714 1.705.462 6,01 19. Bandung 14.953.08 19.874.81 26.978.90 7,85 20. Cirebon 3.919.266 4.690.385 5.823.528 5,18 21. Bekasi 9.069.483 11.112.51 14.042.40 5,55 22. Depok 3.489.313 4.440.877 5.770.828 6,58 23. Cimahi 4.154.422 4.898.151 5.908.068 4,62 Jawa Barat 195.943.0 05 230.003.4 96 290.180.0 21 3,92 Sumber: PDRB 2001 – 2008, BPS (diolah)

Secara makro untuk tingkat Jawa Barat pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan adanya kenaikan terus menerus. Hal tersebut dapat dilihat dari tahun 2001 sampai tahun 2008 yang terus mengalami peningkatan yaitu dari 3,16 persen tahun 2001 sampai dengan 5,83 persen di tahun 2008 (Tabel 5). Selama kurun waktu 2005-2007 bahkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mampu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, namun demikian memasuki tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tersebut sedikit mengalami perlambatan hampir di semua sektor kegiatan ekonomi. Hal tersebut diakibatkan oleh meningkatnya inflasi dan BI rate sebagai pengaruh dari kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kinerja perekonomian Jawa Barat selalu menunjukkan pertumbuhan yang terus positif.

Gambar 6 Pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten tahun 2002-2008

Pada tahun 2008, PDRB Jawa Barat mencapai 281.719 milyar rupiah secara keseluruhan atau senilai 280 180 milyar rupiah tanpa minyak dan gas jika dihitung menurut harga konstan 2000, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,83 persen secara keseluruhan dan 5,81 persen jika tanpa migas. Penurunan pertumbuhan ekonomi dari minyak dan gas yang tidak besar menunjukkan bahwa peranan produksi minyak dan gas dalam kegiatan ekonomi di Jawa Barat telah menurun. Pada level kabupaten/kota daerah dengan pertumbuhan yang paling berfluktuasi adalah Kabupaten Karawang dan Kabupaten Indramayu.

Nilai PDRB atas dasar harga konstan yang menyatakan jumlah output dari aktivitas ekonomi di Jawa Barat dalam jangka panjang secara umum meningkat secara signifikan. Perkembangan nilai PDRB tidak dapat dipisahkan dari potensi faktor-faktor produksi yang digunakan pada tahun yang bersangkutan. PDRB masing-masing kabupaten/kota dari tahun 2002 sampai dengan 2008 berfluktuasi sesuai dengan kondisi politik dan ekonomi yang memengaruhinya (Gambar 6).

Secara umum pendapatan setiap penduduk suatu wilayah dicerminkan oleh pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita dapat didekati dengan PDRB per kapita yang dihitung dengan membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk pada

-2 0 2 4 6 8 10 12 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1. Kab. Bogor 2. Kab. Sukabumi 3. Kab. Cianjur

4. Kab. Bandung 5. Kab. Garut 6. Kab. Tasikmalaya

7. Kab. Ciamis 8. Kab. Kuningan 9. Kab. Cirebon

10. Kab. Majalengka 11. Kab. Sumedang 13. Kab. Subang 14. Kab. Purwakarta 15. Kab. Karawang 16. Kab. Bekasi 17. Kab. Bandung Barat 18. Kota Bogor 19. Kota Sukabumi

20. Kota Bandung 21. Kota Cirebon 22. Kota Bekasi

23. Kota Depok 24. Kota Cimahi 25. Kota Tasikmalaya

26. Kota Banjar T in g k at P er tu mb u h an ( % )

pertengahan tahun. PDRB perkapita dapat digunakan sebagai ukuran tingkat kesejehteraan penduduk. Angka ini menunjukkan ukuran secara agregat, namun sampai sekarang masih dianggap sebagai ukuran yang cukup relevan digunakan, khususnya untuk membandingkan tingkat kesejahteraan wilayah di Jawa Barat. Tabel 6 PDRB atas dasar harga berlaku di Jawa Barat menurut kabupaten/kota

tahun 2001, 2005 dan 2008 No Kabupaten/Kota PDRB ADHB (Juta Rupiah) 2001 2005 2008 01 Bogor 24.002.023 38.182.120 66.083.789 02 Sukabumi 7.659.720 11.324.257 17.264.686 03 Cianjur 7.278.623 10.776.519 16.807.430 04 Bandung 17.554.127 44.298.946 56.689.858 05 Garut 7.880.905 13.697.884 22.271.424 06 Tasikmalaya 8.004.306 11.870.764 19.585.185 07 Ciamis 6.688.837 10.571.612 17.433.705 08 Kuningan 3.180.398 4.596.460 8.143.225 09 Cirebon 6.713.334 9.938.500 17.118.740 10 Majalengka 3.527.098 5.547.285 9.032.604 11 Sumedang 4.863.811 7.048.211 11.188.168 12 Indramayu 16.712.596 23.591.255 40.305.611 13 Subang 5.846.170 9.061.819 15.022.424 14 Purwakarta 6.340.206 8.531.292 14.156.385 15 Karawang 15.511.448 25.653.850 47.225.242 16 Bekasi 38.852.269 57.175.917 89.012.757 17 Kota Bogor 3.459.398 6.191.919 11.904.600 18 Kota Sukabumi 1.445.758 2.402.017 4.367.491 19 Kota Bandung 21.330.089 34.792.184 70.281.163 20 Kota Cirebon 4.770.137 6.953.431 11.632.153 21 Kota Bekasi 11.666.419 19.226.331 31.475.388 22 Kota Depok 4.873.181 7.541.666 14.063.916 23 Kota Cimahi 5.166.648 7.227.777 11.680.511 Sumber: PDRB 2002- 2008, BPS

Nilai output yang digunakan dalam penghitungan kesejahteraan penduduk adalah PDRB atas dasar harga berlaku (PDRB nominal). PDRB Jawa Barat atas dasar tahun berlaku 2008 secara keseluruhan adalah sebesar 602.291 milyar rupiah, sedangkan jika dihitung tanpa minyak dan gas sebesar 572.339 milyar rupiah. Tabel 6 menunjukkan bahwa output ekonomi terbesar di Jawa Barat dihasilkan di Kabupaten Bekasi senilai 89.012.757 juta rupiah. Selanjutnya adalah Kota Bandung sebesar 70.281.163 juta rupiah, Kabupaten Bogor sebesar

Besaran pendapatan per kapita suatu daerah bergantung pada besaran PDRB dan jumlah penduduk. Besarnya pendapatan per kapita pada tahun 2008 di Jawa Barat adalah 14.719 ribu rupiah. Kabupaten/Kota dengan PDRB per kapita tertinggi yaitu Kabupaten Bekasi, Kota Cirebon dan Kota Bandung. Kabupaten Bekasi memiliki PDRB per kapita yang tinggi karena di kabupaten tersebut banyak terdapat industri besar berskala nasional dengan nilai tambah yang besar. Sedangkan Kota Cirebon dan Kota Bandung merupakan kota dengan jumlah industri kecil yang terbesar di Jawa Barat. Kabupaten/Kota yang mempunyai PDRB per kapita terendah yaitu Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Garut. PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukkan peranan sektor ekonomi dalam suatu daerah. Sektor-sektor yang mempunyai peranan besar menunjukkan basis perekonomian di daerah tersebut. PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor juga dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur perekonomian.

Pada tingkat regional propinsi, sektor industri manufaktur mempunyai kontribusi yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor yang lainnya (Gambar 7). Pada tahun 2000, sektor industri menyumbang 42,35 persen terhadap total PDB, sedangkan sektor pertanian hanya 15,956 persen. Kontribusi sektor industri terus menunjukkan peningkatan hingga tahun 2003. Kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik pada tahun 2003 membuat sektor industri terpuruk dan mengalami penurunan yang paling tajam dibandingkan dengan sektor lainnya. Peran sektor industri pun mengalami penurunan pada tahun 2004. Setelah tahun 2005 hingga 2007 kontribusi sektor industri mulai mengalami peningkatan lagi. Namun demikian mulai tahun 2008 kontribusi sektor industri mulai mengalami penurunan sedikit demi sedikit, walaupun kontribusinya masih paling besar dibandingkan sektor lainnya. Penurunan ini mengindikasikan adanya deindustrialisasi di Jawa Barat. Deindustrialisasi dapat diartikan sebagai menurunnya peran industri dalam perekonomian secara menyeluruh. Menurunnya peranan industri dalam perekonomian bisa dilihat dari berbagai sisi, misalnya

Dokumen terkait