• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.2 Metode Analisis Data

Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis model dengan menggunakan pendekatan ekonometrika. Pada penelitian ini analisis yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap dalam satu kerangka analisis sesuai dengan tujuan yang ingin diperoleh. Informasi yang didapatkan dalam tiap tahapan diperlukan untuk menjustifikasi pentingnya mengapa analisis tahap berikutnya perlu dilakukan. Hal ini akan membuat metode analisis lebih terarah dan sistematis.

Untuk menjawab tujuan pertama, dilakukan analisis tentang kesenjangan ekonomi dan kosentrasi industri manufaktur. Pada tahap ini, dengan formula indeks Entropi Theil ingin ditunjukkan berapa besar kesenjangan konsentrasi industri di Jawa Barat. Hasil analisis tahap awal diharapkan dapat menjawab tujuan pertama penelitian ini. Konsentrasi industri memang penting sebagai motor pertumbuhan ekonomi, namun jika mengakibatkan kesenjangan antar daerah maka masalah ini masih dianggap penting dan diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan. Selanjutnya analisis dilakukan dengan data panel untuk melihat kondisi yang memengaruhi konsentrasi industri di tiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada beberapa titik periode yaitu 2001-2008.

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk memberikan suatu gambaran secara umum mengenai kondisi sosial ekonomi di Indonesia dan karakteristik variabel-variabel yang terkait dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut yaitu pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, aglomerasi industri manufaktur dan disparitas antar daerah.

3.2.2 Indeks Entropi Theils

Indeks Entropi Theils pada penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan pertama yaitu menganalisis dinamika sektor yang terkonsentrasi dari industri manufaktur di Jawa Barat. Indeks ini digunakan untuk mengukur kesenjangan ekonomi dan kosentrasi industri, merupakan indeks kosentrasi spasial yang menyedianan ukuran derajat kosentrasi distribusi spasial pada sejumlah daerah dan sub daerah dalam suatu negara dan antar sub unit daerah dalam suatu kawasan pada suatu titik waktu. Nilai indeks entropi yang lebih rendah berarti menunjukkan adanya kesenjangan yang rendah, dan sebaliknya. Formula indeks Entropi Theil untuk Jawa Barat (antar kabupaten/kota)) adalah sebagai berikut:

(3.1) dimana:

I(y) : indeks entropi total atas kesenjangan spasial di Jawa Barat. Yi : pangsa kabupaten/kota terhadap total tenaga kerja industri

manufaktur Propinsi Jawa Barat N : jumlah kabupaten/kota.

Formula Indeks entropi Theil untuk Jawa Barat (antar daerah pengembangan) adalah sebagai berikut:

∑ log ∑ ∑ log (3.2)

dimana :

Yr : pangsa pasar untuk seluruh kabupaten/kota dalam Daerah Pengembangan

Nr : jumlah kabupaten/kota dalam Daerah Pengembangan r, dan R : jumlah Daerah Pengembangan di Jawa Barat.

3.2.2 Indeks Hoover Balassa

Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan dalam menganalisis konsentrasi spasial adalah LQ tenaga kerja atau bisa disebut juga Hoover-Balassa

koefisien. Pendekatan ini menyatakan bahwa spesialisasi dalam industri (terutama manufaktur) terjadi apabila share industri pada suatu wilayah lebih besar daripada share industri pada wilayah agregat. Industri akan terkonsentrasi pada suatu lokasi dimana share tenaga kerja untuk industri tersebut lebih besar daripada share industri secara agregat.

LQ

is

= S

is

/ X

i (3.3)

dimana :

Ssi : share tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat

Xi : share tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada seluruh wilayah Jawa Barat.

Pendekatan yang dikemukakan oleh Ellison dan Glaeser (1997), ditujukan untuk mengisolasi efek dari konsentrasi spasial. Model yang dikemukakan diturunkan dari indeks yang berbasis tenaga kerja:

g

EG

∑ (S

is

- X

i

)

2 (3.4)

Indeks yang dikembangkan dari indeks tersebut telah digunakan untuk menganalisa konsentrasi spasial dari industri manufaktur di Amerika Serikat, Ellison dan Glaeser (1997) berkesimpulan bahwa pada industri yang terspesialisasi, konsentrasi spasial terjadi karena natural advantage dan knowledge spillover (disebut juga Marshal-Arrow-Romer atau MAR eksternalitas). Akan tetapi sangat sulit untuk mengukur dorongan dari knowledge spillover terhadap konsentrasi spasial oleh karena itu, Ellison dan Glaeser (1997) mengemukakan tentang kontribusi natural advantages berdasarkan faktor endowment yang secara simultan mempengaruhi dan mendorong skala ekonomi internal perusahaan, untuk itu Ellison dan Glaeser membangun indikator untuk merefleksikan kontribusi dari natural advantages dan knowledge spillover yaitu:

γ

EG

= G

EG

- H

1− H

(3.5)

Indikator tersebut dibangun dari persamaan (3.6) dan persamaan (3.7), dimana:

H

=

∑ (S

iM

)

2 (3.6)

G

EG =

g

EG

1 - ∑ X

i

2

(3.7) dimana:

H : Herfindahl indeks, menunjukkan distribusi lokasi.

Semakin tinggi H maka distribusi lokasi semakin tidak merata. gEG; gMS : Gini lokasional, menunjukkan tingkat spesialisasi suatu sektor

dan konsentrasi spasial antara beberapa wilayah.

GEG; GMS : menunjukkan besarnya kekuatan agglomerasi yang mendorong konsentrasi spasial

γEG; γMS : menunjukkan pengaruh natural advantage dan knowledge spillover terhadap konsentrasi spasial dari industri.

Ss i : menunjukkan share subsektor pada wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat.

xi : menunjukkan share subsektor pada seluruh Propinsi Jawa Barat Berdasar model yang dikemukakan oleh Ellison dan Glaeser (1997), Maurel dan Sedillot (1999) mengembangkan model alternatif yang merupakan modifikasi dari indeks Ellison-Glaeser, dimana:

g

MS

∑ (S

is

- X

i2

)

(3.8)

G

MS =

g

EG

1 - ∑ X

i

2

(3.9)

Dengan menggabungkan persamaan (3.8) dan persamaan (3.9) dan disusun seperti persamaan (3.5) akan terbentuk:

γ

MS = GMS - H

3.2.3 Regresi Data Panel

Regresi data panel digunakan untuk menjawab tujuan ketiga dari penelitian ini yaitu mengetahui factor apa saja yang mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur di Jawa Barat. Data panel (panel data) merupakan gabungan data cross section dan data time series. Dengan kata lain, data panel merupakan unit-unit individu yang sama yang diamati dalam kurun waktu tertentu.

Secara umum, data panel dicirikan oleh T periode waktu (t = 1,2,...,T) yang kecil dan n jumlah individu (i = 1,2,...,n) yang besar. Melalui analisis data panel, kita dapat menangkap perilaku sejumlah individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam suatu rentang waktu yang terdiri atas unit-unit waktu yang juga berbeda. Heterogenitas antar individu maupun antar waktu digambarkan dalam model dengan intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda. Nilai intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda ini berasal dari pengaruh variabel yang tidak termasuk dalam variabel penjelas dalam persamaan regresi biasa.

Menurut Baltagi (2005), beberapa keuntungan penggunaan data panel sebagai berikut :

1. Data panel mampu mengakomodasi tingkat heterogenitas variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model

2. Data panel mampu mengindikasikan dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dengan data cross section murni atau time series murni,

3. Data panel mampu mengurangi kolinieritas antar variabel,

4. Data panel dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks

5. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data lebih banyak.

Kendati demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Permasalahan tersebut antara lain:

1. Relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data (masalah yang umumnya dihadapi di antaranya: coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara;

2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain);

3. Masalah selektivitas, yakni: selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survey lanjutan); dan

4. Cross section dependence (contoh: apabila macro panel data dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulan yang tidak tepat (miss leading inference).

3.2.3.1 Two Way Component Error Fixed Effect Model (FEM)

Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effects tidak hanya berasal dari variasi antar individu (time invariants) tetapi juga berasal dari variasi antar waktu atau time effect, sehingga model dasar yang digunakan adalah:

it i t it it

y = + +α µ X′β+u (3.11)

dimana t merepresentasikan time effect.

Jika masing-masing pengaruh individu (αi) dan time-effect ( t) diasumsikan berbeda, sehingga dengan menambahkan sejumlah zsit = 1 (s = t) peubah dummy akan diperoleh persamaan:

1 1 2 2 ... 2 2 .... 2 2

it it it N Nit it it it it

ydd + +α d +g z + +g z +X′β +u (3.12) Penambahan sejumlah dummy variable ke dalam persamaan menyebabkan masalah pada penggunaan two way fixed effect yaitu berkurangnya derajat kebebasan, yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi.

3.2.3.2 Random Effect Model (REM)

Bila αi diperlakukan sebagai parameter random, maka model disebut sebagai random effects model (REM). Dalam REM, perbedaan karakeristik individu diakomodasi oleh error dalam model. REM umumnya digunakan bila N relatif besar dan T relatif kecil. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai:

'

it it it i

y =α +X β+u +τ (3.13) dengan σ α τi = + i dan memiliki rata-rata nol. Di sini, τi merepresentasikan gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Beberapa asumsi yang melekat dalam REM antara lain:

( it i) 0 E u

τ

= (3.14) 2 2 ( it i) u E u

τ

=

σ

(3.15) ( it it) 0 E

τ

x = (3.16) 2 2 ( it it) E

τ

x =

σ

τ (3.17) ( it j) 0; , , E uτ = ∀i t j (3.18) ( it js) 0 E u u = ; i ≠ j atau t ≠ s (3.19) Untuk menduga REM umumnya digunakan metode generalized least square (GLS). Misalkan kombinasi error pada Persamaan (3.18) dituliskan menjadi

wit = uit + τi, dengan

E(wit) = 0 (3.20) 2 2 2 ( it) u ; , E w =σ +στi t (3.21) 2 ( it is) ; E w wτ ∀ ≠t s (3.22) ( it js) 0 E w w = ; untuk i ≠ j atau t ≠ s (3.23)

Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk vektor

' 1 2

( , ,..., )

it i i iT

w = w w w maka dapat dituliskan bahwa

'

( i i)

E w w = Ω (3.24)

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 ... ... ... . . . ... . . . . ... . ... u u u u τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ τ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ σ  +    +    +  Ω =         +    (3.25)

Untuk keseluruhan observasi panel, matriks kovarian error ' 1 2

( , ,..., T)

w= w w w

dapat diturunkan sebagai:

0 0 ... 0 0 ... 0 0 0 ... 0 . . . ... . . . . ... . 0 0 0 ... NTxNTV Ω     Ω    Ω  =         Ω   = Iit⊗ Ω (3.26)

dengan INmenyatakan matriks identitas berdimensi N dan ⊗ merepresentasikan Kronecker product. Misalkan Y pada persamaan (3.13) direpresentasikan sebagai vektor stack dari yit yang dibentuk dengan pola yang sama dengan w (dengan struktur yang sama untuk X). Selanjutnya keseluruhan sistem yang dituliskan sebagai:

Y = Xβ + w (3.27)

dapat diestimasi dengan menggunaan metode GLS. Secara umum pendugaan GLS untuk persamaan regresi memerlukan transformasi untuk menghilangkan struktur yang tidak baku dari matriks kovarian E(ww') = V. Kemudian dengan mendefinisikan matriks penimbang P = V-1/2 dan mengalikannya ke kedua ruas pada Persamaan (3.33) diperoleh hasil transformasi sebagai berikut:

PY = PXβ + Pw (3.28) atau Y* = X *β +w* (3.29) sekarang E(w* w*’) = E(Pww’P) (3.30) = PE(ww’)P = PVP = INT

Sehingga, penduga GLS pada persamaan regresi dapat dituliskan sebagai ' 1 1 ' 1 ˆ ( ) GLS X V X X V Y β = (3.31) 3.2.3.3 Hausman Test

Dalam memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik, dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara variabel bebas dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Hausman Test. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H0 : E(τi / xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H1 : E(τi / xit) ≠ 0 atau FEMadalah model yang tepat

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM – βfEM )’(MFEM –MREM)-1 (βREM – βfEM ) ~ χ2 (k) dimana:

M : matriks kovarians untuk parameter β k : degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects, begitu juga sebaliknya.

3.2.3.4 Spesifikasi Model

Variabel yang digunakan sebagai ukuran aglomerasi industri manufaktur yaitu indeks spesialisasi regional/ Location Quotient (LQ). Pemilihan indeks spesialisasi sebagai variabel tidak bebas didasarkan pada pertimbangan teori-teori ekonomi yang hendak diuji dan pertimbangan studi empiris sebelumnya (Kuncoro dan Wahyuni, (2009). Indeks spesialisasi regional merupakan ukuran untuk menentukan seberapa jauh suatu industri terkonsentrasi pada suatu daerah dibanding industri yang sama pada wilayah yang lebih besar.

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aglomerasi industri manufaktur didasarkan pada model yang digunakan Kuncoro dan Wahyuni (2009). Variabel bebas yang digunakan terdiri

atas karakteristik industri industri) dan karakteristik regional (spesifik-regional) yang ditambahkan dengan variabel infrastruktur, hal tersebut sesuai dengan penelitian Diechman (2005). Dengan menggabungkan kedua model tersebut, maka model yang digunakan adalah sebagai berikut:

!" #$%& '()!" #* %&+',!" #- .,'!" #/%& #0 12'!"

3$ %& 45+!" 3*%& 6,7!" 3- %& 8!" 3/%& 9!"

30 ,45::5 ;!" (3.32)

Definisi operasional dari masing-masing variabel yaitu sebagai berikut:

1. Variabel ISit merupakan indeks spesialisasi industri manufaktur kabupaten i dan tahun t. Indeks spesialisasi menggambarkan adanya konsentrasi industri di kabupaten i dan tahun t. Indeks ini dihitung dengan menggunakan data tenaga kerja Industri Besar Sedang (IBS). Rumus yang digunakan sebagai berikut:

E

E

E

E

IS

i t it ir

=

(3.33) dimana:

Eit adalah tenaga kerja IBS dalam suatu kabupaten i, Etr adalah total tenaga kerja pada kabupaten i,

Ei adalah tenaga kerja IBS untuk seluruh kabupaten di Jawa Barat; E adalah total tenaga kerja di Jawa Barat

2. Variabel ISZit adalah ukuran perusahaan berdasarkan rata-rata jumlah pekerja produksi di kabupaten i dan tahun t. Variabel ini digunakan untuk mendekati skala ekonomi perusahaan di daerah tersebut.

3. Sedangkan RIDit atau indeks relative industrial diversity adalah ukuran yang digunakan untuk melihat keanekaragaman industri di kabupaten i dan tahun t. Rumus untuk penghitungan RID yaitu:

< =>? @ABC@AC

E BFG

BFG@BC⁄@CE (3.34)

dimana L adalah tenaga kerja, i adalah kabupaten, j adalah industri dua digit, h adalah industri dua digit lainnya, dan t adalah waktu.

5. IPSit adalah indeks persaingan industri yang digunakan untuk mendekati struktur pasar di kabupaten i dan tahun t, rumus yang digunakan yaitu:

HI? J K LM?NM?J K LM?NM? ACC (3.35)

dimana firm menunjukan jumlah perusahaan dan output menunjukkan total produksi.

6. EXIit adalah orientasi ekspor dan impor yaitu penjumlahan dari persentase output yang diekspor dan input yang diimpor oleh industri di kabupaten i dan tahun t.

7. UMRit adalah upah minimum regional di kabupaten i dan tahun t.

8. GDPit adalah pendapatan daerah di kabupaten i dan tahun t. Pendapatan didekati dengan besarnya PDRB, sebagai proxy ukuran pasar di suatu daerah. 9. Jit merupakan infrastruktur jalan yaitu panjang jalan beraspal berkualitas baik

yang meliputi jalan negara, propinsi maupun kabupaten di kabupaten i dan tahun t.

10.Lit merupakan ketersediaan energi listrik yang diwakili oleh konsumsi listrik industri besar sedang di kabupaten i dan tahun t.

11.DUMBBM merupakan dummy dari pelaksanaan kebijakan kenaikan harga BBM pada tahun 2005. Dengan nilai 0 untuk sebelum tahun 2005 dan 1 untuk sesudah tahun 2005

Dokumen terkait