• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu realita pembangunan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan adalah terciptanya ketimpangan antar daerah. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh perbedaan faktor endowment dari masing-masing daerah. Indikasi disparitas antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Pulau Jawa merupakan wilayah yang menjadi pusat pemerintahan sekaligus perekonomian, mempunyai pengaruh yang besar dalam memberikan pengaruh yang positif berupa pertumbuhan ekonomi yang penting untuk daerah sekitarnya, baik teknologi dan informasi, ilmu pengetahuan, kemampuan dan skill dalam hal entrepreneurship serta kemudahan akses terhadap produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Adanya perusahaan-perusahaan yang dominan yang berkumpul di suatu wilyah dapat mengubah pola perekonomian. Pusat pertumbuhan dapat memberikan dampak yang positif bagi daerah-daerah di sekitarnya, namun di sisi lain juga terjadi pengurasan sumber daya.

Persebaran sumber daya yang tidak merata dapat menimbulkan disparitas pembangunan ekonomi antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerah-daerah di mana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh manfaat yang disebut dengan penghematan aglomerasi (agglomeration economies). Ekonomi aglomerasi adalah eksternalitas yang dihasilkan oleh kedekatan geografis dari kegiatan ekonomi. Adanya penghematan aglomerasi dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Daerah aglomerasi biasanya didukung dengan fasilitas infrastruktur yang memadai, akibatnya daerah tersebut pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi.

Kegiatan ekonomi yang paling banyak mendapatkan manfaat dari aglomerasi sehingga terkonsentrasi di seputar pusat-pusat kota yaitu industri manufaktur. Industri manufaktur cenderung beraglomerasi di daerah-daerah di mana potensi dan kemampuan daerah tersebut dapat memenuhi kebutuhan

mereka, dan mereka mendap berdekatan. Kota umumnya produktivitas dan pendapatan teknologi baru, pekerja terdi dibandingkan pedesaan (Malec

Industri manufaktur a dalam pembentukan Produk D tahun 2004 sampai tahun 2009 paling besar dibandingkan s industri manufaktur sebesar 2 26,4 persen. Meningkatnya pe baik domestik maupun inter manufaktur menduduki pering Bruto (PDB) Indonesia. 50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Sumber: BPS, 2001 - 2009 (diolah) Gambar 1 Kontribusi sek

Indonesia tahun Sektor industri manuf para investor, baik investor Indonsia baik dalam negeri ma manufaktur, sehingga relevan dalam pembentukan PDB. I

apat manfaat akibat lokasi perusahaan yang sa a menawarkan berbagai kelebihan dalam be tan yang lebih tinggi, yang menarik investasi b

didik dan terampil dalam jumlah yang lebih ti lecki 1991).

adalah sektor yang memberikan kontribusi terb Domestik Bruto Indonesia saat ini (Gambar 1). S 09 sektor industri manufaktur memiliki peranan y sektor-sektor lainnya. Tahun 2004 peranan se

28,1 persen kemudian tahun 2009 menurun men permintaan akan produk barang jadi atau setengah ternasional, telah mendorong peranan sektor ind ingkat pertama dalam pembentukan Produk Dome

ktor pertanian, manufaktur dan sektor jasa un 2001-2009

ufaktur merupakan sektor yang paling menarik r asing maupun investor dalam negeri. Investa i maupun modal asing tertumpuk di sektor ind

an jika sektor ini memberikan kontribusi terb Industri manufaktur sering disebut sebagai se

saling bentuk i baru, tinggi erbesar . Sejak n yang sektor enjadi ah jadi ndustri mestik asa di k bagi tasi di ndustri erbesar sektor

pemimpin (leading sector), karena peranannya yang cukup besar dalam perekonomian. Hal ini berarti perkembangan industri manufaktur merupakan faktor dominan dalam memacu dan mengangkat pembangunan sektor lainnya. Peningkatan produktifitas industri manufaktur diharapkan dapat memacu produktifitas dari sektor sektor yang lain sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang ada saling berkaitan dan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke belakang.

Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan pelatihan/pendidikan. Hubungan positif antara aglomerasi dari kegiatan-kegiatan ekonomi dan pertumbuhan telah banyak dibuktikan (Martin dan Octavianno, 2001). Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan. Semakin teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin meningkat pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri manufaktur tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit industri manufaktur, alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai industri manufaktur lebih banyak mempunyai akumulasi modal.

Perkembangan sektor industri manufaktur hampir selalu mendapat prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang, hal ini karena sektor industri manufaktur dianggap sebagai sektor pemimpin (leading sektor) yang mendorong sektor lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan daya saing industri manufaktur perlu dilakukan penciptaan aglomerasi industri manufaktur agar efisiensi dan penghematan ekonomi dapat dicapai. Penciptaan aglomerasi industri manufaktur memerlukan strategi yang tepat agar aglomerasi tersebut dapat bertahan dan memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian, dengan meminimalkan efek ketimpangan.

Salah satu strategi pembangunan industri di Indonesia yang ditetapkan Kementrian Perindustrian mengutamakan keserasian peran dalam pembangunan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas, sehingga terwujud kekuatan bersama yang saling mendukung. Pembangunan industri menempatkan dunia usaha dan masyarakat sebagai pelaku utamanya sedangkan pemerintah berperan sebagai perumus kebijakan dan fasilitator bagi pertumbuhan dan perkembangan industri. Kebijakan pemerintah mencakup penetapan arah pembangunan dan penciptaan iklim usaha/investasi yang kondusif guna memberikan kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk berperan dalam pembangunan industri. Sedangkan fasilitas yang diberikan pemerintah mencakup dukungan bagi dunia usaha dan masyarakat yang relatif kurang mampu bersaing, untuk melindungi kepentingannya baik sebagai produsen, pedagang maupun konsumen.

Strategi yang lain adalah pentingnya pemanfaatan keunggulan komparatif dan penciptaan keunggulan kompetitif dalam rangka menghadapi persaingan global. Keunggulan kompetitif industri manufaktur suatu bangsa dapat tercipta dengan adanya peningkatan output yang disertai peningkatan produktifitas dan efisiensi. Hal ini dapat dikembangkan dengan adanya peran pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kapabilitas industri nasional. Selain itu pemerintah harus berperan dalam meningkatkan daya saing indusri nasional terhadap pasar global.

Kehadiran UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang diikuti dengan program pembangunan nasional tahun 2000-2004 tentang peningkatan pembangunan daerah, membuat terjadinya perubahan orientasi

kebijakan pembangunan dari kebijakan pembangunan sektoral yang menjadi wewenang pemerintah pusat menjadi kebijakan pembangunan yang berorientasi spasial dan regional (Kuncoro, 2007). Perubahan orientasi pembangunan tersebut disertai meningkatnya wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah berdasar aspirasi masyarakat. Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri.

Tabel 1 Realisasi pendapatan asli daerah menurut kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2006-2008 (ribuan rupiah)

Kabupaten/Kota PAD 2006 2007 2008 01. Bogor 02. Sukabumi 03. Cianjur 04. Bandung 05. G a r u t 06. Tasikmalaya 07. C i a m i s 08. Kuningan 09. Cirebon 10. Majalengka 11. Sumedang 12. Indramayu 13. Subang 14. Purwakarta 15. Karawang 16. B e k a s i 17. Kota Bogor 18. Kota Sukabumi 19. Kota Bandung 20. Kota Cirebon 21. Kota Bekasi 22. Kota Depok 23. Kota Cimahi 226.830.346 53.645.187 65.780.144 137.532.496 62.952.613 86.270.415 49.774.161 35.729.686 92.300.035 50.043.010 71.954.644 51.147.530 51.753.385 51.781.131 110.660.632 172.659.681 92.935.697 43.564.079 245.367.734 56.405.520 145.730.557 67.218.269 50.243.323 265.371.124 67.594.424 69.388.785 352.407.266 79.096.666 93.330.462 77.319.511 43.507.886 100.692.757 46.020.646 69.493.500 47.704.563 30.055.414 50.324.496 121.414.897 196.320.104 79.819.169 49.464.332 287.249.534 57.002.328 171.045.088 86.345.667 55.813.859 311.981.538 87.402.425 77.905.506 144.138.083 83.306.425 109.800.295 70.483.864 42.825.180 101.512.670 45.670.008 87.633.522 56.770.811 28.520.934 59.429.025 131.785.039 249.063.807 97.767.320 65.263.021 314.627.155 67.683.578 189.492.859 112.763.186 64.964.961 Sumber : BPS Jawa Barat, 2007-2009

Salah satu indikator kemandirian suatu daerah adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin besar PAD semakin memberi keleluasaan daerah untuk membiayai pembangunan sehingga terwujud redistribusi pendapatan yang diharapkan pada akhirnya dapat mengurangi ketimpangan antar daerah, oleh karena itu tiap kabupaten/kota berusaha untuk menggali potensi PAD nya. Data

empiris menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Jawa Barat yang merupakan pusat konsentrasi industri mempunyai PAD yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah lain (Tabel 1). Daerah konsentrasi industri manufaktur mempunyai PAD yang besar, sehingga setiap daerah berusaha untuk menumbuhkan industri sesuai dengan potensi lokal yang ada.

Pada pembangunan sektor industri manufaktur, kebijakan yang berorientasi spasial dan regional merupakan salah satu faktor kunci yang dapat mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan (Kuncoro, 2002). Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian pada perspektif dan pendekatan kluster atau pendekatan konsentrasi spasial dalam kebijakan nasional dan regional sektor industri manufaktur untuk mendorong spesialisasi produk dan mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.

Strategi pembangunan industri berbasis kluster diwujudkan dengan penciptaan nilai tambah, perluasan kesempatan kerja, dan perolehan devisa yang optimal dengan menempatkan keunggulan komparatif sumber daya alam leading sector, yang didukung oleh industri-industri penunjangnya, serta terus menerus mengembangkan keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan global. Berhubung sumber daya yang ada jumlahnya terbatas, maka perlu ditentukan industri-industri penghasil produk unggulan nasional maupun penghasil produk andalan daerah. Suksesnya strategi tersebut memerlukan pendekatan prioritas yang diharapkan menciptakan pola keterkaitan antar kegiatan baik di dalam sektor industri sendiri (keterkaitan horizontal) maupun antara sektor industri dengan seluruh jaringan produksi dan distribusi terkait (keterkaitan vertikal).

Tidak bisa dipungkiri bahwa keunggulan kompetitf sangat diperlukan diperlukan dalam menghadapi pasar bebas. Akan tetapi, menjadi suatu pertanyaan yang sulit dijawab tentang kemampuan Indonesia dalam mengembangkan keunggulan kompetitif, terlebih lagi saat ini Indonesia sedang dalam masa pemulihan terhadap krisis ekonomi. Sebelum dapat menjawab pertanyaan itu perlu dikenali terlebih dahulu potensi daerah dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan, strategi untuk mencipakan keunggulan kompetitif dapat dicapai dengan kebijakan pembangunan industri

manufaktur berbasis kluster (konsentrasi spasial). Berdasarkan uraian diatas maka dirasa penting untuk menganalisis konsentrasi spasial industri manufaktur dalam mengenali potensi daerah.

Pengamatan dibatasi pada wilayah Jawa Barat karena Jawa Barat memiliki peranan yang penting dalam sektor industri manufaktur di Indonesia. Dalam konteks nasional, sampai pada tahun 2008 Jawa Barat menyumbang 23,16% dari nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor industri manufaktur di Indonesia dan 25% tenaga kerja yang bekerja di sektor industri manufaktur Indonesia berada di Jawa Barat. Sementara, kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan (Gambar 2). Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan lapangan usaha terbesar kedua yang menyerap tenaga kerja setelah pertanian. Untuk itu, kajian kebijakan pembangunan dalam pengembangan sektor ini, sangatlah diperlukan, apalagi saat ini sektor industri pengolahan dalam masa recovery setelah terhempas oleh krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional.

Sumber: BPS, 2001 - 2008 (diolah)

Gambar 2 Kontribusi sektor pertanian, manufaktur dan sektor jasa di Jawa Barat tahun 2001-2008

Kondisi tahun 2008, industri besar di Jawa Barat sebanyak 3.309 yang menyerap tenaga kerja 1.826.749 orang, dengan jumlah investasi sebesar 3.016.397 juta rupiah. Perbandingan tersebut menunjukkan dengan total 1,65 persen unit usaha, industri besar dapat menyerap 45,83 persen tenaga kerja dan

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% 55% 60% 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

23,1 persen investasi pada sektor industri. Upah tenaga kerja di sektor industri selama tahun 2007 mencapai 19.171.816 juta rupiah mengalami penurunan sebesar 906.638 juta rupiah atau sebesar 4,5 % dibandingkan dengan tahun 2006. Nilai output perusahaan industri besar sedang pada tahun 2007 mencapai 337.392.587 juta rupiah mengalami kenaikan sebesar 40.998.902 juta atau 13,83 %. Sedangkan untuk nilai inputnya sebesar 204.551.180 mengalami kenaikan sebesar 10,66 % atau sebesar 19.697.818 juta. Dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan oleh sector ini mencapai kenaikan sebesar 21.301.083 juta rupiah atau sebesar 19,1 % ( BPS, 2009).

Jawa Barat merupakan pusat industri perangkat tehnologi dan industri tekstil serta lokasi terkonsentrasinya industri kreatif. Hal tersebut didukung oleh letak geografis Jawa Barat yang mengelilingi Jakarta sebagai pusat ekonomi Indonesia. Industri manufaktur Jawa Barat terkonsentrasi di Koridor Bekasi Bogor (Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor) sebagai daerah penyokong bagi ibukota Jakarta serta daerah konsentrasi Bandung Raya di mana koridor Bekasi Bogor memberikan kontribusi lebih dari 50% dari output sektor industri manufaktur Jawa Barat.

Dokumen terkait