• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Deiksis

1. Hakikat Deiksis

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos, yang berarti „hal penunjukan secara langsung‟. dalam logika istilah Inggris deictic

dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung sebagai lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung. Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.16 “The most obvious way in which the

relationship between language and context is reflected in the structures of languages themselves, is through the phenomenon of

deixis.” (Levinson dalam bukunya menyebutkan bahwa cara yang paling jelas untuk mencerminkan hubungan antara bahasa dan konteks

15

T. Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 48-49

16

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 1-2

dalam struktur bahasa itu sendiri adalah melalui deiksis.)17 Deiksis memang terkait erat dengan konteks. Hal-hal penunjukan yang terdapat dalam suatu kalimat yang dituturkan seseorang tentu dapat kita kaitkan dengan segala konteks yang melingkupinya.

Alwi mengatakan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau konstruksi seperti itu bersifat deiktis. Deiksis merujuk kepada waktu, tempat, persona, dan semua hal yang berhubungan dengan situasi pembicaraan.18 Sementara itu, Verhaar mempunyai definisi tersendiri mengenai deiksis, menurutnya deiksis adalah semantik (di dalam tuturan tertentu) yang berakar pada identitas penutur. Semantik itu dapat bersifat gramatikal, dapat bersifat leksikal pula bila hal yang diacu merupakan akar referensi sehingga perlu diketahui identitas.19

Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, waktu maupun tempat. Kata-kata yang lazim disebut sebagai deiksis tersebut berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan tergantung pada pemahaman deiksis yang digunakan oleh seorang pentur.20 Suatu ungkapan deiksis dapat dipahami benar apabila kalimat yang diujarkan seseorang dapat dipahami oleh lawan tutur/pembacanya.

Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis. Kata-kata seperti ini tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata seperti kursi, rumah, kertas. Siapa pun yang mengucapkan kata kursi, rumah, kertas, di tempat mana pun, pada

17

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h. 54 18

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 42

19

J. W. M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 397

2020

F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h. 54-55

waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang, barulah dapat diketahui jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.21 Hal tersebut dapat tergambar dalam contoh berikut:

1. Buku ini saya beli di situ

2. Buku itu saya beli di sana

Pada (1) buku ini dan pada (2) buku itu, kata ini dan itu

sebagai penanda takrif (definite). Buku ini maksudnya buku yang ada di sini atau buku yang dekat dengan pembicara; buku itu maksudnya buku yang ada di situ atau buku yang tidak dekat dengan pembicara.22 Seseorang bisa memahami acuan kata di sini, di sana, ini, dan itu

secara benar dalam kalimat tersebut apabila ia terlibat dalam pembicaraan atau tidak terlibat tetapi mengetahui bagaimana konteks yang melatarbelakangi pembicaraan tersebut.

Ciri khas ungkapan deiksis adalah selalu berpindah-pindah pada tiap situasi maupun konteksnya. Hal ini sejalan dengan apa yang

dikatakan Alan Cruse “Deixis means different things to different people23

(deiksis berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda). Deiksis berhubungan erat dengan cara menggramatikalisasikan ciri-ciri konteks ujaran atau peristiwa ujaran yang berhubungan pula dengan interpretasi tuturan yang sangat bergantung pada konteks tuturan itu sendiri.

Deiksis disebut juga sebagai informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu merupakan beberapa kata deiktik yang memberi penunjuk pada konteks tertentu yang berarti bahwa makna ujaran tersebut harus

21

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa : Menyibak Kurikulum 1984, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), h. 17

22

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik II Relasi Makna Paradigmatik-Sintagmatik-Derivasional, (Bandung : PT Refika Aditama, h. 66

23

Alan Cruse, Meaning In Language; An Introdustion to Semantic and Pragmatic, (New York : Oxford University, 2004), h. 332

dipahami dengan tegas. Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis, misalnya then hanya dapat dirujuk dari situasinya. Untuk menafsirkan deiksis-deiksis itu, semua ungkapan bergantung pada penafsiran penutur dan pendengar dalam konteks yang sama.24

Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila

acuan/rujukan/referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti

bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula pada saat tempat dituturkannya kata itu. Makna dari kata atau kalimat yang bersifat deiksis disesuaikan dengan konteks. Artinya, makna tersebut berubah bila konteksnya berubah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah bergantung pada pembicara saat mengutarakan ujaran tersebut dan dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melatarbelakanginya.

2. Jenis-jenis Deiksis

Deiksis dapat dibedakan ke dalam beberapa macam. Beberapa pakar mengemukakan pendapat yang berbeda-beda mengenai jenis deiksis. Bambang Kaswanti Purwo dalam bukunya menyebutkan bahwa deiksis dapat dibedakan menjadi (1) deiksis luar-tuturan, yang terdiri dari: deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu, (2) deiksis dalam tuturan (endofora), (3) pembalikan deiksis, dan (4) peka konteks.25 Di pihak lain Nababan membagi deiksis dalam kajian pragmatik menjadi lima macam deiksis, yakni: (1) deiksis orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, (4) deiksis sosial.26 Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pembagian deiksis menurut Nababan.

24

George Yule, (Penerjemah Rombe Mustajab), Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014), h. 14

25

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984)h. 7-8

26

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h. 40-41

a. Deiksis Orang/persona (person deixis)

Deiksis orang yang menjadi kriteria ialah peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama ialah orang pertama yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya

kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.27

Person deixis concerns the encoding of the role of the participants in the speech event which the utterance in question is delivered.28 (deiksis persona berhubungan dengan pemahaman mengenai peserta pertuturan dalam situasi pertuturan di mana tuturan tersebut dibuat)

Acuan yang ditunjuk oleh pronomina persona berganti-ganti bergantung kepada peranan yang dibawakan peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara (aku, saya, kami) mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila ia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti menjadi persona kedua (engkau, kami, anda, kalian). Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan secara aktif) disebut persona ketiga (ia, dia, beliau, mereka).29 Oleh karena itu, untuk mempelajari ungkapan-ungkapan deiksis, kita harus menemukan

27

Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya : Airlangga University Press, 1995), h. 218

28

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h. 62 29

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik II Relasi Makna Paradigmatik-Sintagmatik-Derivasional, (Bandung : PT Refika Aditama), h. 52

pergantian percakapan masing-masing orang dari kedudukannya sebagai saya menjadi kamu secara konstan.30

Deiksis persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronominal. Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Di antara pronomina itu ada yang mengacu pada jumlah satu atau lebih dari satu. Ada yang bersifat eksklusif, inklusif, dan ada yang bersifat netral. Berikut ini pronomina persona yang disajikan dalam bagan.31

Tabel 2.1 Bagan Pronomina Persona

Persona Makna

Tunggal Jamak

Netral Eksklusif Inklusif

Pertama Saya, aku, ku-,

-ku, daku

kami kita

Kedua Engkau, kamu,

Anda, dikau, kau-, -mu Kalian, kamu, sekalian, Anda sekalian Ketiga Ia, dia, beliau,

-nya

Mereka

Dalam ragam nonstandar, jumlah pronomina lebih banyak daripada yang terdaftar tersebut karena pemakaian nonstandar tergantung dari daerah pemakaiannya.32 Ragam nonstandar yang sering kita gunakan sehari-hari mislanya kata gue/elu, atau dalam bahasa Jawa misalnya mengguakan kowe, dan lain sebagainya.

30

George Yule, (Penerjemah Rombe Mustajab), Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014), h.15

31

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h.249

32

Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1994) h.75

Intinya, acuan yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti sesuai dengan peranan yang digunakan oleh peserta tutur. b. Deiksis Tempat/ruang (place deixis)

Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Lokasi dalam sebuah bahasa biasanya terbagi menjadi yang dekat dengan pembicara (di sini), yang bukan dekat kepada pembicara/yang dekat dengan pendengar (di situ), dan yang bukan dekat dengan pembicara dan pendengar (di sana). Dalam tata bahasa, kata/frasa seperti ini disebut kata/frasa keterangan tempat.33

Place deixis concerns the encoding of spatial locations relative to location of the participants in the speech event.34 (deiksis tempat berhubungan dengan pemahaman lokasi atau tempat yang dipergunakan peserta pertuturan dalam situasi pertuturan).

Deiksis ruang berkaitan dengan lokasi relatif penutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam interaksi. Dalam hal tertentu tidakan kita sering kali bertalian dengan ruang. Jika kita hendak menunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, misalnya, kita memakai kata begini. Jika kita merujuk pada suatu tindakan, kita memakai kata begitu.35 Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa deiksis tempat berhubungan erat antara orang dan benda yang ditunjukkan. Seperti yang dekat atau jaraknya terjangkau oleh penutur dan jaraknya jauh; tidak terjangkau oleh penutur. Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung deiksis tempat:

1. Duduklah kamu di sini.

2. Di sini dijual gas elpiji.

33

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h. 41

34

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h.62 35

Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta : Gramedia Pustaka, 2005), h. 111-112

3. (Jakarta sangat padat dengan mobil). Di sini manusia harus hidup dengan prinsip selaras, serasi, dan seimbang.

4. (Indonesia adalah negara budaya Timur). Di sini

manusia harus hidup dengan prinsip selaras, serasi, dan seimbang.

Frasa di sini pada kalimat (1) mengacu pada sebuah kursi atau sofa. Pada kalimat (2) acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat pejualan yang lain. Pada kalimat (3) ruang lingkupnya Jakarta, dan pada kalimat (4) ruang lingkupnya Indonesia.36 Dari beberapa contoh kalimat yang mengandung deiksis tempat tersebut terlihat bahwa yang diacu dalam pernyataan berbeda-beda. Meskipun semua kalimat terdapat kata

di sini, namun masing-masing memiliki rujukan yang berbeda-beda sesuai dengan konteks yang mendukungnya.

c. Deiksis Waktu (time deixis)

Deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentan waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa, yaitu

sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya.37 Deiksis waktu berkaitan dengan waktu relatif penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca. Penggunaan waktu di setiap bahasa berbeda-beda yang mengungkapkannya secara leksikal, yaitu dengan kata tertentu.38 Intinya deiksis ini berhubungan dengan struktur temporal.

Kata-kata penunjuk waktu dapat bersifat deiktis dan tidak deiktis. Kata-kata penunjuk waktu seperti pagi, siang, sore, dan

malam tidak bersifat deiktis karena perbedaan masing-masing

36

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 42

37

Nababan, Op.Cit., h. 41 38

kata itu ditentukan berdasarkan patokan posisi planet bumi terhadap matahari. Kata-kata penunjuk waktu dapat bersifat deiktis apabila yang menjadi patokan adalah si pembicara. Kata

sekarang bertitik labuh pada saat si pembicara mengucapkan kata itu (dalam kalimat) atau yang disebut saat tuturan. Kata kemarin

bertitik labuh pada satu hari sebelum saat tuturan. Kata besok

bertitik labuh pada satu hari sesudah saat tuturan.39

Time deixis concerns the encoding of temporal points and spans relative to the time at which an utterance was spoken (or a writen message inscribed.40 (deiksis waktu berhubungan dengan pemahaman titik ataupun rentang waktu saat tuturan dibuat (atau pada saat pesan tertulis dibuat). Dengan demikian, deiksis waktu merupakan pemberian bentuk tentang waktu yang mengacu pada berlangsungnya kejadian, baik masa lampau, kini, maupun mendatang. Contoh mengenai deiksis waktu adalah sebagai berikut:

1) Kita harus berangkat sekarang. 2) Harga barang naik semua sekarang.

3) Sekarang pemalsuan barang terjadi di mana-mana. Pada kalimat (1) sekarang merujuk ke jam atau bahkan menit. Pada kalimat (2) cakupan waktunya lebih luas, mungkin sejak minggu lalu sampai ke hari ini. Pada kalimat (3) cakupannya lebih luas lagi, mungkin berbulan-bulan dan tidak mustahil bertahun-tahun pula. Kata sekarang beroposisi dengan kata deiktis penunjuk waktu lain, seperti besok atau nanti, acuan kata sekarang selalu merujuk pada saat peristiwa pembicaraan.41 d. Deiksis Wacana (discourse deixis)

39

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 71

40

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h. 62 41

Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan. Dalam tata bahasa ini disebut anafora (merujuk kepada yang sudah disebut) dan katafora (merujuk kepada yang akan disebut). Bentuk-bentuk yang termasuk dalam deiksis wacana adalah kata/frase ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, dan sebagainya.42

Berikut adalah contoh anafora dan katafora dalam deiksis wacana:

(1) Paman datang dari desa kemarin dengan membawa

hasil palawijanya.

(2) Karena aromanya yang khas, mangga itu banyak dibeli. Dari kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa –nya pada kalimat (1) mengacu ke Paman yang sudah disebut sebelumnya, sedangkan contoh (2) mengacu ke mangga yang disebut kemudian.43

Dalam deiksis wacana ungkapan linguistik digunakan untuk mengacu pada suatu bagian tertentu dari wacana yang lebih luas (baik teks tertulis maupun/ataupun teks lisan) tempat terjadinya ungkapan-ungkapan ini. Hal tersebut berupa adanya aspek-aspek ruang dan waktu, maka sudah biasa bila deiksis wacana harus diungkapkan melalui banyak unsur linguistik yang sama yang digunakan untuk mengungkapkan ruang deiksis ruang dan waktu44

Deiksis wacana berkaitan dengan bagian-bagian tertentu dalam wujud kebahasaan yang merujuk pada suatu wacana tertentu. Bahasan deiksis wacana yang lebih luas juga

42

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h. 42

43

Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya : Airlangga University Press, 1995), h. 219

44

Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h. 40

dikarenakan di dalamnya melibatkan aspek orang, ruang, dan waktu yang dirujuk dengan sebutan anafora dan katafora.

e. Deiksis Sosial (social deixis)

Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam masyarakat Jawa pada umumnya digunakan etiket bahasa, yaitu pemilihan tingkatan bahasa yang menurut kedudukan sosial pembicara, pendengar, atau orang yang dibicarakan. Sebagai contoh bentuk sapaan yang sepadan dengan

Anda dapat dinyatakan dengan kowe, sampeyan, panjenengan, yang bertentangan dari tingkatan kesopanan berbahasa dari paling rendah hingga paling tinggi.45

Deiksis mencakup ungkapan-ungkapan dari kategori gramatikal yang memiliki keragaman sama banyaknya seperti kata ganti dan kata kerja, menerangkan berbagai entitas dalam konteks sosial,linguistik, atau ruang-waktu ujaran yang lebih luas.46 Deiksis sosial mencakup rujukan yang biasanya dikaitkan dengan konteks sosial di masyarakat, sehingga wujudnya bisa beragam dan banyak. Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung deiksis sosial:

“Kepada Prof. Dr. Fadly Syamil, M.Pd. selaku Wakil

Rektor dipersilakan untuk memberikan sambutan”

Kalimat di atas menunjukan bahwa terdapat adanya rasa ketakziman terhadap seorang yang status sosialnya lebih tinggi, yakni adanya sebutan gelar. Kalimat tersebut dapat diungkapkan karena pembicara telah mengetahui konteks yang terkait dalam pembicaraanya. Jadi, deiksis sosial mengungkapkan adanya

45

Cahyono, Op.Cit., h. 219 46

Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h. 31

perbedaan-perbedaan dalam masyarakat yang terwujud dalam peristiwa berbahasa.

Dokumen terkait