• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

SMP

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

Siti Sarah Ismiani

1112013000056

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

JULI 2016 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Satjana Pendidikan

Oleh

SITI SARAH ISMIANI NIM: 1112013000056

Mengetahui, Dosen Pembimbing

NIP. 19820628 200912 2 003

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH

(3)

Skripsi betjudul Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP disusun oleh Siti Sarah Ismiani, NIM. 1112013000056, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan

dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang

munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 15 Desember 2016

Yang mengesahkan,

Pembimbing

(4)

di SMP disusun oleh Siti Sarah Ismiani, NIM 1112013000056, diajukan kepada

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah pada tanggal 29 Desember 2016 di

hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, 29 Desember 2016

Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi)

Dr. Makyun Subuki, M.Hum. NIP. 19800305 200901 1015

Tanggal

Qセ NZM

..

セNAセ N _M

P@

'7

Sekertaris Panitia (Sekertaris Jurusan/Prodi)

Toto Edidarmo, M.A. ヲ セZMZM j ZZ NヲNNpNエヲ@ NIP. 19760225 200801 1020

Penguji I

Dr. Hindun, M.Pd.

NIP. 19701215 200912 2001

1?.

ェNgQZNGyセMGセ@

;<Ot1

Penguji II

Ira Mayasari, M.A. NャoNNセNqNャNZZNセ ャW@

(5)

C:.Oj-:!!,C:V'---SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

. Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

Tempat/Tgl.Lahir

NIM

: Siti Sarah Ismiani

: Bekasi, 15 Mei 1994

: 1112013000056

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia J urusan I Prodi

Judul Skripsi : Deiksis Sosia1 pada Surat Pembaca Harian Kampa.<; Edisi Ju1i

2016 dan lmplikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di SMP.

Dosen Pembimbing :Dr. Nuryani, M.A.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar basil karya sendiri dan

saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang say a tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai snlah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 15 Desember 2016 Mahasiswa Ybs.

セUセ セ ッ セ ッ@ t""-fiisu RUPIAH

(6)

i

dan Sastra Indonesia di SMP”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A.

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk deiksis sosial pada kolom surat pembaca harian Kompas edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni teknik dokumen. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari surat pembaca harian Kompas yang telah dikumpulkan selama bulan Juli 2016.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 245 deiksis sosial berupa kata, frasa, dan klausa. Deiksis sosial berbentuk kata berjumlah 89, deiksis sosial berbentuk frasa berjumlah 154, dan deiksis sosial berbentuk kalusa berjumlah 2. Sementara itu, fungsi pemakaian deiksis sosial pada surat pembaca harian

Kompas edisi Juli 2016 yakni: 1) sebagai pembeda tingkat sosial, 2) menjaga sopan santun berbahasa, 3) untuk mengefektifkan kalimat, dan 4) sebagai pembeda identitas sosial. Wujud deiksis sosial yang ditemukan dalam surat pembaca harian Kompas edisi Juli 2016 menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan sosial antarpartisipan yang terlibat dalam komunikasi media massa cetak. Perbedaan latar belakang sosial antara pengirim surat, pembaca, dan orang yang dituju dalam kolom surat pembaca harian Kompas menyebabkan adanya pemilihan kata atau seleksi kata sebagai dasar kesopanan dan etiket dalam berbahasa.

Penelitian ini diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia siswa SMP kelas IX semester dua, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kompetensi dasar menulis surat pembaca tentang lingkungan sekolah. Melalui hasil penelitian ini, guru dapat menerapkan pendekatan pragmatik untuk melatih siswa membuat surat pembaca yang sesuai dengan kriteria surat pembaca yang baik dan menggunakan diksi yang tepat.

(7)

ii

Indonesian Language and Literature at Junior High School”, Department of Education Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah Science and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, Advisor: Dr. Nuryani, M.A.

The purpose of this research to describe the social deixis on reader‟s letters column on Kompas daily newspaper, July 2016 edition and the implications towards learning Indonesian language and literature in junior high school. This research used descriptive method with qualitative approach. Data collection techniques used the technique of the document. Source of data in this research were obtained from reader‟s letters in the daily Kompas newspaper that has been collected during the month of July 2016.

The results of this research showed that there were 245 social deixis in the form of words, phrases, and clauses. 89 social deixis form of words, 154 social deixis are phrases, and 2 social deixis form of clause. Meanwhile, social deixis user functions on a reader's letters in July 2016 edition of Kompas daily newspaper are: 1) as a differentiator social level, 2) maintain polite language, 3) to streamline the sentence, and 4) as a differentiator social identity. A form of social deixis found in a reader's letters in July 2016 edition of Kompas daily newspaper show their social differences from each participant involved in printed mass media communication. Differences in social background between the senders of the letter, readers and individuals referenced in the reader‟s letters column

Kompas cause their election or selection of word as a basic courtesy and etiquette in the language.

This reserach implicated to learning Indonesian language and literature for students of class IX Junior High School on their second semester, based on Curriculum KTSP with basic competence on writing reader‟s letters about school environment. Through this research, the teacher can be apply a pragmatic approach to train students to make a good reader‟s letters in accordance with the

criteria of a good reader‟s letters and used proper diction.

(8)

iii

kepada penulis, sehingga buah dari perjuangan dengan penuh kesabaran telah

terselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan

kita Nabi Muhammad Saw yang telah melakukan revolusi dari nalar jahiliah dan

mengantarkan kita kepada nalar islami yang diridhoi Allah Swt.

Skripsi yang berjudul “Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas

Edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia di SMP” adalah untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar sarjana

srata satu (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan, sebagai salah satu tugas akademis di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit

kesulitan dan aral melintang yang menghambat penulis. Namun berkat doa,

kesungguhan hati, kerja keras, dan bantuan berbagai pihak skripsi ini dapat

terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan serta pengalamannya

yang tulus ikhlas kepada penulis sebagai bekal untuk menyongsong masa

depan.

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum. selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dorongan

semangat selama penulis melaksanakan penyusunan skripsi.

3. Dr. Hindun, M.Pd. dan Ira Mayasari, M.Hum. selaku dosen penguji skripsi

yang telah meluangkan waktu untuk menguji, memberikan arahan dan

saran agar skripsi ini lebih baik sehingga dapat memberikan kontribusi

(9)

iv

dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi

ini.

6. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd. selaku dosen pembimbing PPKT

yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

7. Seluruh Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan ilmu dan inspirasinya kepada penulis selama perkuliahan.

8. Bapak Jito Marulloh dan Ibu Maani, kedua orangtua penulis yang selalu

melimpahkan kasih sayang, motivasi, dan doa yang tiada henti.

9. Fujiatur Riza, A.Md.Kom., Naila Azmi dan Muhammad Fadly Syamil,

sebagai anggota keluarga yang selalu memberikan semangat, doa, dan

dukungan.

10.Amin Nur, A.Md.Kep., teman dekat sejak SMA yang selalu memberikan

doa, motivasi, dan dukungan secara moril maupun materil. Terima kasih

atas kelapangan waktu untuk selalu menjadi tempat penulis berkeluh

kesah.

11.Teman seperjuangan PBSI angkatan 2012, kelas A dan B khususnya untuk

sahabat yang selalu ada dalam suka duka dan selalu menyemangati dalam

penyelesaian skripsi Aufalina Husna, Haiza Hazrina, Anis Rozanah,

Bernika Liana, Hasna Puspita Sari, Titih Sundari, Sa‟adah Abadiyyah,

Indah Dwi Wahyuni, Ika Farhana, dan teman-teman lainnya yang tidak

bisa saya sebutkan namanya.

12.Pusat Informasi Kompas yang telah memberikan informasi lengkap

mengenai sejarah dan penerbitan harian Kompas.

13.Teman-teman alumni MI At-Taqwa 20 Bekasi, alumni MTsN 15 Jakarta,

dan alumni SMAN 115 Jakarta dan semua pihak yang terlibat dalam

pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah Swt membalas hal sekecil apappun yang kalian berikan

(10)

v

penulis khususnya serta pihak yang membutuhkan pada umumnya.

Jakarta, 15 Desember 2016

(11)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Pragmatik ... 7

B. Konteks ... 10

C. Deiksis 1. Hakikat Deiksis ... 13

2. Jenis Deiksis ... 16

D. Deiksis Sosial ... 24

1. Bentuk Deiksis Sosial ... 25

2. Fungsi Deiksis Sosial ... 28

E. Media Massa Cetak 1. Pengertian Media Massa Cetak ... 30

2. Pengertian Surat Kabar ... 31

3. Pengertian Surat Pembaca ... 32

4. Fungsi Surat Pembaca ... 33

(12)

vii

A. Metode Penelitian ... 39

B. Sasaran ... 40

C. Data dan Sumber Data ... 40

D. Teknik Pengolahan Data 1. Teknik pengumpulan Data ... 40

2. Teknik Analisis Data ... 41

E. Instrumen Analisis Data ... 43

F. Pelaksanaan Penelitian ... 43

BAB IV PEMBAHASAN A. Sejarah Singkat Harian Kompas ... 44

B. Analisis Deiksis Sosial pada Surat Pembaca harian Kompas Edisi Juli 2016 ... 46

C. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia... 152

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 155

B. Saran ... 156

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

viii

Tabel 2.1 Bagan Pronomina Persona 18

Tabel 3.1 Contoh Judul Surat Pembaca harian Kompas yang

Dikumpulkan 41

Tabel 3.2 Contoh Instrumen Analisis Data Deiksis Sosial 43

Tabel 4.1 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Gaji

Ditahan” Kompas Edisi Jumat, 1 Juli 2016 46

Tabel 4.2 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Masalah

Sepanjang “By-Pass” Kompas Edisi Jumat, 1 Juli 2016 48

Tabel 4.3 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Lippo

Membantah” Kompas Edisi Sabtu, 2 Juli 2016 49

Tabel 4.4 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca

“Tanggapan Bumiputera” Kompas Edisi Sabtu, 2 Juli

2016 52

Tabel 4.5 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca

“Tanggapan 3” Kompas Edisi Sabtu, 2 Juli 2016 52

Tabel 4.6 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Mohon

Kembalikan SIM Saya” Kompas Edisi Sabtu, 2 Juli 2016 53

Tabel 4.7 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Berita

Lapindo” Kompas Edisi Senin, 4 Juli 2016 55

Tabel 4.8 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Telepon

(14)

ix

Tabel 4.10 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

Panitia SBMPTN” Kompas Edisi Selasa, 5 Juli 2016 59

Tabel 4.11 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Antareja

Kami Bangga” Kompas Edisi Selasa, 5 Juli 2016 62

Tabel 4.12 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

PAN Pacific Insurance” Kompas Edisi Sabtu, 9 Juli 2016 65

Tabel 4.13 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

BRI” Kompas Edisi Sabtu, 9 Juli 2016 66

Tabel 4.14 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Kenal tetapi

Tidak Kenal” Kompas Edisi Sabtu, 9 Juli 2016 67

Tabel 4.15 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Terima Kasih

Petugas Badara” Kompas Edisi Senin, 11 Juli 2016 69

Tabel 4.16 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Prosedur

Tilang” Kompas Edisi Senin, 11 Juli 2016 70

Tabel 4.17 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Menunggu

Hadiah” Kompas Edisi Senin, 11 Juli 2016 71

Tabel 4.18 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tas Plastik

Berbayar” Kompas Edisi Senin, 11 Juli 2016 71

Tabel 4.19 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Denda Kartu

Tamu” Kompas Edisi Selasa, 12 Juli 2016 73

Tabel 4.20 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Mengatasi

(15)

x

Tabel 4.22 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tagihan

Transaksi Gagal” Kompas Edisi Rabu, 13 Juli 2016 76

Tabel 4.23 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Sungkemlah

kepada Rakyat” Kompas Edisi Rabu, 13 Juli 2016 77

Tabel 4.24 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Visa „On

Arrival‟” Kompas Edisi Kamis, 14 Juli 2016 81

Tabel 4.25 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

RSUP Dr Sardjito” Kompas Edisi Kamis, 14 Juli 2016 82

Tabel 4.26 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

RSI Cempaka Putih” Kompas Edisi Kamis, 14 Juli 2016 83

Tabel 4.27 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Hak Pejalan

Kaki” Kompas Edisi Kamis, 14 Juli 2016 84

Tabel 4.28 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Kuda Hitam”

Kompas Edisi Jumat, 15 Juli 2016 86

Tabel 4.29 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Mulai

dari Diri Sendiri” Kompas Edisi Jumat, 15 Juli 2016 87

Tabel 4.30 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca

“Pendidikan Dokter” Kompas Edisi Sabtu, 16 Juli 2016 91

Tabel 4.31 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tunjangan

Sertifikasi” Kompas Edisi Sabtu, 15 Juli 2016 92

Tabel 4.32 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Idul Fitri”

(16)

xi

Tabel 4.34 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Pulsa

Hilang” Kompas Edisi Sabtu, 16 Juli 2016 96

Tabel 4.35 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Macet

“Brexit”” Kompas Edisi Sabtu, 16 Juli 2016 97

Tabel 4.36 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Semanggi

I-II dan Trisakti” Kompas Edisi Selasa, 19 Juli 2016 99

Tabel 4.37 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Stop

Pemberian Gelar Dr HC” Kompas Edisi Selasa 19 Juli

2016 104

Tabel 4.38 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Kontribusi

Tiga Duta Besar” Kompas Edisi Rabu, 20 Juli 2016 106

Tabel 4.39 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tunjangan

Sertifikasi” Kompas Edisi Rabu, 20 Juli 2016 107

Tabel 4.40 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tentang

“Aku” dan “Saya”” Kompas Edisi Rabu, 20 Juli 2016 109

Tabel 4.41 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

Kementrian LHK” Kompas Edisi Kamis, 21 Juli 2016 110

Tabel 4.42 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Subsidi

Transjakarta” Kompas Edisi Kamis, 21 Juli 2016 111

Tabel 4.43 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Ihwal

Dosen Pindah Antaruniversitas” Kompas Edisi Jumat,

22 Juli 2016 113

(17)

xii

“Memenangkan dan Memenangi” Kompas Edisi

Sabtu, 23 Juli 2016 116

Tabel 4.46 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Sulit

Kuliah ke Luar Negeri” Kompas Edisi Sabtu, 23 Juli

2016 117

Tabel 4.47 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Masih

Ada MOS” Kompas Edisi Senin, 25 Juli 2016 120

Tabel 4.48 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Polisi

Baik” Kompas Edisi Senin, 25 Juli 2016 122

Tabel 4.49 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Vaksin

Palsu” Kompas Edisi Senin, 25 Juli 2016 124

Tabel 4.50 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “UGD

Penuh” Kompas Edisi Selasa, 26 Juli 2016 126

Tabel 4.51 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Pesawat

Batal” Kompas Edisi Selasa, 26 Juli 2016 127

Tabel 4.52 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Harga

Daging Sapi” Kompas Edisi Selasa, 26 Juli 2016 129

Tabel 4.53 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Harapan

pada Kapolri” Kompas Edisi Rabu, 27 Juli 2016 130

Tabel 4.54 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Barang Tak

Datang” Kompas Edisi Rabu, 27 Juli 2016 132

Tabel 4.55 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Kepastian

(18)

xiii

Tabel 4.57 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Masuk

Provinsi” Kompas Edisi Kamis, 28 Juli 2016 136

Tabel 4.58 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Parkir

Liar” Kompas Edisi Jumat, 29 Juli 2016 137

Tabel 4.59 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Surat Tak

Lengkap” Kompas Edisi Jumat, 29 Juli 2016 139

Tabel 4.60 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca“Tanggapan

Bank Mega” Kompas Edisi Jumat, 29 Juli 2016 140

Tabel 4.61 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

BRI” Kompas Edisi Jumat, 29 Juli 2016 141

Tabel 4.62 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Bukan

Gerilyawan” Kompas Edisi Sabtu, 30 Juli 2016 141

Tabel 4.63 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

Batik Air” Kompas Edisi Sabtu, 30 Juli 2016 142

Tabel 4.64 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Tanggapan

BPJS” Kompas Edisi Sabtu, 30 Juli 2016 143

Tabel 4.65 Deiksis Sosial pada Kolom Surat Pembaca “Macet

(19)

xiv Lampiran 1 : Lembar Uji Referensi

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Lampiran 3 : Surat Pembaca harian Kompas Edisi Juli 2016

(20)

1

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam

berkomunikasi karena hanya bahasa yang mampu menerjemahkan

pikiran seseorang kepada orang lain, baik berbentuk ide, informasi atau

opini. Baik bahasa lisan maupun tulisan, keduanya memiliki fungsi untuk

menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial

antara satu dengan yang lainnya, berpikir, berperilaku seperti yang

diinginkan, dan lain sebagainya.

Bahasa juga digunakan masyarakat untuk meneruskan pesan

komunikasi dalam berbagai media (seperti surat, telepon, radio, televisi,

dan sebagainya). Pemakaian bahasa dikatakan tepat apabila seorang

pembicara menggunakan bahasa tersebut sesuai dengan situasi dan

kondisi saat terjadinya peristiwa pembicaraan, baik dalam bahasa tulis

maupun lisan. Wujud bahasa yang diungkapkan seseorang biasanya

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi: siapa

yang menjadi lawan bicara, apa tujuan pembicaraan tersebut, masalah

apa yang dibicarakan serta kapan, di mana, dan dalam keadaan apa orang

dituju. Faktor-faktor tersebut menunjukan bahwa penggunaan bahasa

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang disebut konteks dan ilmu yang

berkaitan dengan penggunaan bahasa yang kontekstual yakni deiksis.

Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk

menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur

bahasa itu sendiri.1 Istilah deiksis mungkin masih terdengar asing di

telinga sebagian orang, bahkan ada yang belum mengetahuinya,

walaupun dalam ujaran sehari-hari seseorang pasti mengandung kata-kata

deiktis seperti saya, di sini, sekarang, Bapak, Ibu, dan sebagainya yang

1

T. Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung: PT Refika Aditama,

(21)

rujukannya selalu berpindah-pindah. Deiksis diartikan sebagai hal atau

fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa. Jadi, perlu pemahaman

yang tepat mengenai kata-kata deiktis antara pembicara dengan lawan

bicara.

Penggunaan deiksis tidak hanya bisa kita jumpai dalam percakapan

secara langsung, namun kita juga bisa menemukannya di dalam

percakapan radio maupun televisi. Selain itu, deiksis juga bisa kita

jumpai dalam bahasa tulis seperti cerpen, novel, naskah drama, maupun

dalam media massa cetak seperti majalah, tabloid, surat kabar, dan lain

sebagainya. Sehubungan dengan ini, peneliti tertarik untuk membahas

deiksis sosial yang terdapat dalam surat kabar.

Surat kabar merupakan salah satu media cetak yang banyak

diminati oleh masyarakat sebagai sarana penuangan gagasan secara

tertulis. Masyarakat berlomba-lomba untuk menuangkan gagasannya

menggunakan bahasa yang mudah dipahami pembaca dengan gaya

bahasa jurnalistik yang dikenal lugas, longgar, dan tidak normatif. Selain

itu, di era reformasi seperti saat ini kebebasan untuk bersuara membuat

dunia jurnalistik kita semakin berkembang. Berkembangnya berbagai

media penyalur informasi pada dasarnya harus diiringi dengan

berkembangnya pemikiran masyarakat bahasa yang bisa menerapkan

bahasa yang baik, hingga akhirnya akan mewujudkan masyarakat yang

cerdas, kreatif, dan inovatif.

Media massa cetak seperti surat kabar yang hingga sekarang

berkembang pesat juga telah menjadi salah satu sarana penunjang

informasi untuk masyarakat yang haus akan berita atau peristiwa yang

sedang hangat. Meskipun telah hadir berbagai berita melalui media

online seperti yang bisa didapatkan dengan mudah di telepon genggam,

surat kabar dengan berbagai rubriknya memiliki daya tarik tersendiri bagi

para penikmatnya. Penikmat media massa cetak masih menaruh

kepercayaan yang penuh terhadap surat kabar sebagai sarana penyampai

(22)

pertimbangan berita, dan memelihara keselarasan informasi.

Informasi-informasi yang disampaikan di surat kabar juga sering bersifat investigasi

(dengan merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dan

sebagainya). Hal ini membuat pembaca lebih kritis dalam menanggapi

berita yang dimuat dalam surat kabar tersebut.

Salah satu surat kabar yang masih memiliki eksistensi di kalangan

masyarakat Indonesia, khususnya di Ibu Kota adalah harian Kompas.

Harian Kompas dipilih penulis karena Kompas telah dipercaya oleh

masyarakat sebagai sumber berita yang akurat dan lengkap sejak tahun

1965. Sebagai surat kabar yang sudah lama eksis di Indonesia Kompas

selalu memberikan berita aktual dan terbaru serta berita yang menjadi

sorotan publik secara rinci. Rubrik yang terdapat di dalamnya pun

beragam di antaranya yaitu Berita Utama, Bisnis dan Keuangan,

Humaniora, Opini, Sosok, Politik dan Hukum, Nama dan Peristiwa,

Nusantara, Metropolitan, dan Olahraga.

Salah satu bagian yang tak kalah penting dalam harian Kompas

bagi masyarakat yang ingin menuangkan gagasan, kritik, serta sarannya

mengenai masalah publik adalah kolom “Surat Pembaca”. Sebagai media

penyalur aspirasi masyarakat “Surat Pembaca” berisikan tulisan dari

masyarakat megenai kritikan atau protes terhadap suatu instansi ataupun

terhadap peristiwa tertentu yang tidak mampu memberikan pelayanan

yang baik. Sebagai media aspirasi publik “Surat Pembaca” bukan sekadar

sarana penyampai protes atau kritik. Lebih dari itu bisa juga dijadikan

wadah bertukar pendapat atau forum dialog mengenai banyak hal yang

terjadi di masyarakat.

Dalam kolom “Surat Pembaca” bahasa yang digunakan

mengandung ungkapan deiksis sosial yang selalu berpindah-pindah atau

berbeda makna dan rujukannya. Setiap harinya, harian Kompas selalu

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan

aspirasinya lewat forum ini sebanyak 2-4 Surat Pembaca. Di setiap

(23)

pelayanan publik ataupun peristiwa yang berbeda. Hal tersebut

menandakan bahwa yang diacu dalam pembicaraan pun berbeda-beda.

Selain itu, latar belakang sosial sosial yang berbeda di setiap masyarakat

yang mengirimkan surat juga menimbulkan adanya sistem sapaan atau

pemilihan kata yang berbeda kepada pihak yang dituju. Seperti halnya

panggilan yang menunjukkan kehormatan, keakraban, maupun

merendahkan. Hal ini menunjukan bahwa deiksis sosial bukan hanya

sekedar mencerminkan bahasa, melainkan wujud dari sebuah budaya.

Perkembangan bahasa di media massa cetak seyogyanya dapat

mencerminkan bahasa yang tetap mengedepankan unsur kesantunan

dalam berbagai penulisan rubriknya. Terlebih, masyarakat Indonesia

terdiri dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda-beda. Hal

tersebut dapat dibuktikan dalam penggunaan deiksis sosial yang sesuai

dengan nilai rasa atau budaya yang berlaku di masyarakat. Oleh karena

itu, penulis tertarik untuk mengkaji deiksis sosial lebih dalam lagi.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana wujud deiksis sosial

yang tergambar dalam kolom Surat Pembaca harian Kompas yang ditulis

oleh berbagai kalangan masyarakat.

Dengan adanya analisis deiksis sosial pada kolom Surat Pembaca,

diharapkan penelitian ini dapat diaplikasikan dalam pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di sekolah. Siswa akan lebih mudah memahami

maksud sebuah ujaran/teks apabila siswa memahami deiksis sosial.

Begitu juga saat menulis sebuah karangan, siswa akan mengetahui

deiksis sosial apa saja yang bisa digunakan sesuai dengan konteks.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji pemakaian deiksis sosial yang ada dalam Surat Pembaca harian

Kompas. Searah dengan permasalahan, judul dalam penelitian ini adalah

“Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis dapat

menyimpulkan bahwa rubrik Surat Pembaca yang terdapat pada harian

Kompas adalah sebuah wadah bagi masyarakat dari berbagai golongan

dan tingkatan sosial yang beraneka ragam untuk menuangkan kritik,

komentar, saran atau usulan yang dituangkan dalam bentuk tulisan

terhadap suatu lembaga atau pelayanan publik.

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, timbullah identifikasi

masalah sebagai berikut:

a. Perkembangan media massa cetak yang pesat harus dibarengi dengan

penggunaan bahasa yang tetap mengedepankan unsur kesantunan,

salah satunya penggunaan deiksis sosial yang tepat.

b. Perlunya pembahasan secara mendalam mengenai bentuk deiksis

sosial yang terdapat dalam Surat Pembaca harian Kompas.

c. Pemakaian deiksis sosial dalam berbagai media, bukan hanya

mencerminkan bahasa, melainkan wujud dari sebuah budaya.

d. Perlunya peningkatan pengetahuan siswa terhadap deiksis sosial

dalam memahami Surat Pembaca maupun dalam menulis Surat

Pembaca sebagai implikasi dari pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia di SMP.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut,

agar ruang lingkup pembahasan lebih terkonsentrasi, maka penulis perlu

membatasi permasalahan yang akan diteliti pada “Deiksis Sosial pada

Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan Implikasinya

terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang

(25)

1. Bagaimana bentuk deiksis sosial yang terdapat dalam rubrik Surat

Pembaca harian Kompas edisi Juli 2016?

2. Bagaimana implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan menganalisis lebih

rinci mengenai hal-hal yang sudah dirumuskan dalam pembatasan

masalah, yakni:

1. Untuk mendeskripsikan bentuk deiksis sosial yang terdapat dalam

kolom Surat Pembaca harian Kompas edisi Juli 2016.

2. Untuk mendeskripsikan implikasi penelitian terhadap pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

teoritis mengenai kajian ilmu pragmatik hingga dapat memperkaya

pengetahuan mengenai deiksis terutama deiksis sosial, menambah

khasanah bahasa, serta dapat menjadi tambahan referensi ilmiah

tentang penelitian media massa cetak.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan akan menjadi suatu bahan masukan untuk

menambah wawasan bagi para praktisi maupun pendidik bahasa

Indonesia untuk dijadikan acuan dalam memberikan informasi

mengenai pemakaian bahasa, khususnya pemakaian deiksis sosial

dalam surat pembaca harian Kompas. Selain itu, penelitian ini

diharapkan mampu membantu dalam memberikan masukan pada

(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pragmatik

Pragmatik merupakan disiplin ilmu bahasa yang mengkaji makna

yang erat kaitannya dengan penutur/pemakai bahasa dan atau lawan

tuturnya, keadaan/situasi, serta konteks yang melatarbelakangi peristiwa

tuturan tersebut. Nadar mengungkapkan bahwa pragmatik merupakan

cabang linguistik yang mempelajari bahasa untuk berkomunikasi dalam

situasi tertentu.1 Sementara itu, Leech menyatakan bahwa pragmatik

adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar

(speech situations).2

Definisi mengenai pragmatik juga diungkapkan oleh beberapa

pakar pragmatik seperti Morris dalam Purwo yang mengungkapkan bahwa

“pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara lambang dan

penafsirnya”.3

Definisi tersebut juga sejalan dengan apa yang dikatakan

Verhaar, ia mengatakan bahwa Pragmatik adalah cabang linguistik yang

membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat

komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan

tanda-tanda bahasa pada hal-hal „ekstralingual‟ yang dibicarakan.4 Pragmatik

mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa.5 Jadi,

pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji fungsi

penggunaan bahasa secara ekstralingual seperti maksud pembicara,

konteks, dan keadaan.

1

F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h. 2

2

Geoffery Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2011), h.8

3

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa : Menyibak Kurikulum

1984, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), h.15

4

J. W. M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1996), Cet. Ke-1, h.14

5

Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta :

(27)

Nababan merangkum dua definisi pragmatik dari pendapat

Levinson. (1) “Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan

konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa”, merujuk kepada

fakta bahwa untuk mengerti suatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga

pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni

hubungan dengan konteks pemakaiannya, (2) “pragmatik ialah kajian

tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan

konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu”.6 Dari kedua

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik mengkaji makna

bahasa yang diselaraskan dengan konteks yang mendasari suatu kalimat

sesuai dengan kemampuan pengetahuan pemakai bahasa di luar kalimat itu

sendiri.

Sementara itu, Yule memberikan empat definisi penting mengenai

pragmatik.

1. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Studi tentang makna

yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh

pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak

berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang

dengan tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau

frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.

2. Pragmatik adalah studi tentang kontekstual. Tipe studi ini perlu

melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam

suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh

terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang

bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan

yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara di mana,

kapan, dan dalam keadaan apa.

3. Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang

disampaikan daripada yang dituturkan. Pendekatan ini juga perlu

6

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen

(28)

menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang

apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna

yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali betapa

banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang

disampaikan.

4. Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Pandangan ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang apa yang

menentukan pilihan antara yang dituturkan dengan yang tidak

dituturkaan. Jawaban yang mendasar terikat pada gagasan jarak

keakraban, baik keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan

adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang semakin dekat

atau jauh jarak pendengar, penutur menentukan seberapa banyak

kebutuhan yang dituturkan .7

Dari kempat definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik

adalah ilmu yang berkaitan dengan bagaimana seorang penutur

menyampaikan suatu maksud terhadap lawan tuturnya dengan

menyesuaikan konteks situasi ujaran. Pragmatik berusaha menafsirkan

makna tersirat yang terkandung di dalam ujaran/proses komunikasi.

Biasanya, seringkali seorang penutur berharap apa yang ingin disampaikan

lebih banyak daripada apa yang dituturkan. Namun, terkadang lawan

tuturnya tidak menangkap secara penuh apa yang dimaksudkan oleh

penutur. Oleh karena itu, untuk memahami setiap ujaran dalam proses

komunikasi dibutuhkan pengetahuan yang sama antara penutur dan lawan

tutur mengenai konteks yang melatarbelakangi ujaran mereka.

Pragmatik mencakup studi interaksi antara pengetahuan

kebahasaan dan dasar pengetahuan tentang dunia yang dimiiki oleh

pendegar/pembaca. Studi ini melibatkan unsur interpretatif yang mengarah

pada studi tentang keseluruhan pengetahuan dan keyakinan akan konteks.8

7

George Yule, (Penerjemah Rombe Mustajab), Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2014), h. 3-4

8

T. Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung: PT Refika Aditama,

(29)

B. Konteks

Mey dalam Nadar mendefinisikan konteks sebagai situasi

lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk

dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.

Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana yang

menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks.

Searle, Kiefer, dan Bierwich dalam Nadar juga menegaskan bahwa

pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat

mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi ungkapan

tersebut tergantung pada kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut

dalam konteks.9

Seseorang yang terlibat maupun yang tidak terlibat dalam peristiwa

pertuturan dapat memahami ujaran apabila ia mengetahui bagaimana

situasi lingkungan yang menyebabkan peristiwa pertuturan tersebut terjadi.

Situasi lingkungan di sini bermakna luas, yakni segala yang mendukung

peserta pertuturan untuk berkomunikasi. Bagaimana seseorang

menginterpretasikan pemahamannya mengenai sebuah tuturan tergantung

pada bagaimana cara dia memahami kondisi khusus penggunaan ungkapan

tersebut.

Konsep teori konteks dipelopori oleh antropolog Inggris Bronislaw

Malinowski. Malinowski berpendapat bahwa untuk memahami ujaran

harus diperhatikan konteks situasi. Berdasarkan analisis konteks situasi

ujaran itu, kita dapat memecahkan aspek-aspek bermakna bahasa sehingga

aspek linguistik dan aspek nonlinguistik dapat dikorelasikan. Teori

konteks intinya adalah: (a) makna tidak terdapat pada unsur-unsur lepas

yang berwujud kata, tetapi terpadu pada ujaran secara keseluruhan, (b)

makna tak boleh ditafsirkan secara dualis (kata dan acuan) atau secara

9

F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h.

(30)

trialis (kata, acuan, tafsiran), tetapi makna merupakan satu fungsi atau

tugas yang terpadu dalam tutur yang dipengaruhi oleh situasi.10

Seseorang tidak bisa memahami sebuah ujaran hanya dengan

mengartikan kata demi kata yang ada di dalamnya. Namun, harus

mengartikan ujaran tersebut secara menyeluruh yang didukung oleh

situasi.

Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Sejalan dengan

pernyataan tersebut Leech dalam Nadar menyebutkan konteks merupakan

latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur

sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang

dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu. Dengan

demikian konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan

sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama

dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur

menafsirkan makna tuturan.11 Interpretasi seseorang mengenai sebuah

tuturan sangat bergantung pada latar belakang pemahaman yang

dimilikinya terkait tuturan tersebut.

Syafi‟ie dalam Lubis mengatakan bahwa konteks pemakaian

bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu; (1) konteks fisik

(physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa

dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi

itu; (2) konteks epistemis (epistemic context) atau latar belakang

pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara atau pendengar;

(3) konteks linguistik (linguistic context) yang terdiri atas kalimat-kalimat

atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu

dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial (social context), yaitu

relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara

(penutur) dengan pendengar.12

10

Mansoer Pateda, Linguistik (Sebuah Pengantar), (Bandung: Angkasa, 2011 ), h. 118

11

Nadar, Op.Cit., h. 6-7

12

(31)

Konteks erat kaitannya dengan tempat terjadinya pertuturan, latar

belakang pengetahuan yang dimiliki peserta pertuturan, kalimat-kalimat

lain yang mendukung kejelasan makna keseluruhan tuturan, dan relasi

sosial/latar sosial yang melengkapinya.

Firth dalam Wijana mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak

dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi

partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindak verbal maupun nonverbal),

ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung dan

dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk

perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.13 Jadi, kontekslah yang

menjadi pijakan utama di dalam analisis pragmatik. Yang dimaksudkan

dengan konteks termasuk ihwal siapa yang mengatakan, kepada siapa,

tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat, anggapan-anggapan

mengenai yang terlibat di dalam tindakan yang mengutarakan kalimat

itu.14 Jika kita menganalisis sebuah bahasa, terutama dalam analisis

pragmatik, maka tidak mungkin dapat kita lepaskan dari konteks yang

melingkupinya, berupa segala yang relevan yang terlibat/terkait dalam

kalimat yang diujarkan.

Konteks merupakan ciri/gambaran yang berfokus pada budaya dan

linguistik sesuai dengan ujaran yang dihasilkan dan interpretasinya.

Beberapa ciri/gambaran konteks adalah adanya pengetahuan tentang:

1. Norma (norma pembicaraan dan kaidah sosial) dan status

(konsep-konsep tentang status sosial

2. Ruang dan waktu,

3. Tingkat formalitas,

4. Media (sarana),

5. Tema,

6. Wilayah bahasa.

13

I Dewa Putu Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, (Yogyakarta : ANDI, 1996), h. 5

14

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa : Menyibak Kurikulum

(32)

Konsep konteks mencakup pula dunia sosial dan psikologis yang

dimanfaatkan oleh pemakai bahasa terhadap latar temporal, sosial, spasial,

aksi (verbal dan nonverbal) serta tingkat pengetahuan dan kepedulian

dalam interaksi sosial.15

Dapat disimpulkan bahwa ketika kita berbicara pragmatik, konteks

merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Pragmatik sebagai ilmu yang

mempelajari kaitan antara bahasa dan konteks berusaha untuk menafsirkan

dan mengaitkan suatu kalimat dengan berbagai aspek yang

melatarbelakanginya. Termasuk di dalamya pengetahuan yang dimiliki

penutur dan lawan tutur, situasi bahasa, situasi sosial, dan lain sebagainya.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai konteks yang telah

dijabarkan, penulis mengambil fokus konteks menurut Syafi‟ie yang akan

penulis gunakan dalam menganalisis temuan data.

C. Deiksis

1. Hakikat Deiksis

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos, yang berarti „hal

penunjukan secara langsung‟. dalam logika istilah Inggris deictic

dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung sebagai

lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah untuk pembuktian

tidak langsung. Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila

referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti tergantung pada siapa

yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat

dituturkannya kata itu.16 “The most obvious way in which the

relationship between language and context is reflected in the

structures of languages themselves, is through the phenomenon of

deixis.” (Levinson dalam bukunya menyebutkan bahwa cara yang

paling jelas untuk mencerminkan hubungan antara bahasa dan konteks

15

T. Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung: PT Refika Aditama,

2012), h. 48-49

16

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

(33)

dalam struktur bahasa itu sendiri adalah melalui deiksis.)17 Deiksis

memang terkait erat dengan konteks. Hal-hal penunjukan yang

terdapat dalam suatu kalimat yang dituturkan seseorang tentu dapat

kita kaitkan dengan segala konteks yang melingkupinya.

Alwi mengatakan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang

terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan

acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau

konstruksi seperti itu bersifat deiktis. Deiksis merujuk kepada waktu,

tempat, persona, dan semua hal yang berhubungan dengan situasi

pembicaraan.18 Sementara itu, Verhaar mempunyai definisi tersendiri

mengenai deiksis, menurutnya deiksis adalah semantik (di dalam

tuturan tertentu) yang berakar pada identitas penutur. Semantik itu

dapat bersifat gramatikal, dapat bersifat leksikal pula bila hal yang

diacu merupakan akar referensi sehingga perlu diketahui identitas.19

Seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali

menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, waktu

maupun tempat. Kata-kata yang lazim disebut sebagai deiksis tersebut

berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi

antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan tergantung pada

pemahaman deiksis yang digunakan oleh seorang pentur.20 Suatu

ungkapan deiksis dapat dipahami benar apabila kalimat yang

diujarkan seseorang dapat dipahami oleh lawan tutur/pembacanya.

Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis.

Kata-kata seperti ini tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda

halnya dengan kata seperti kursi, rumah, kertas. Siapa pun yang

mengucapkan kata kursi, rumah, kertas, di tempat mana pun, pada

17

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h. 54

18

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),

h. 42

19

J. W. M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1996), h. 397

2020

F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),

(34)

waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi,

referen dari kata saya, sini, sekarang, barulah dapat diketahui jika

diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata

itu diucapkan.21 Hal tersebut dapat tergambar dalam contoh berikut:

1. Buku ini saya beli di situ

2. Buku itu saya beli di sana

Pada (1) buku ini dan pada (2) buku itu, kata ini dan itu

sebagai penanda takrif (definite). Buku ini maksudnya buku yang ada

di sini atau buku yang dekat dengan pembicara; buku itu maksudnya

buku yang ada di situ atau buku yang tidak dekat dengan pembicara.22

Seseorang bisa memahami acuan kata di sini, di sana, ini, dan itu

secara benar dalam kalimat tersebut apabila ia terlibat dalam

pembicaraan atau tidak terlibat tetapi mengetahui bagaimana konteks

yang melatarbelakangi pembicaraan tersebut.

Ciri khas ungkapan deiksis adalah selalu berpindah-pindah pada

tiap situasi maupun konteksnya. Hal ini sejalan dengan apa yang

dikatakan Alan Cruse “Deixis means different things to different

people”23 (deiksis berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda).

Deiksis berhubungan erat dengan cara menggramatikalisasikan

ciri-ciri konteks ujaran atau peristiwa ujaran yang berhubungan pula

dengan interpretasi tuturan yang sangat bergantung pada konteks

tuturan itu sendiri.

Deiksis disebut juga sebagai informasi kontekstual secara leksikal

maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda,

tempat, ataupun waktu, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu

merupakan beberapa kata deiktik yang memberi penunjuk pada

konteks tertentu yang berarti bahwa makna ujaran tersebut harus

21

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa : Menyibak Kurikulum

1984, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), h. 17

22

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik II Relasi Makna

Paradigmatik-Sintagmatik-Derivasional, (Bandung : PT Refika Aditama, h. 66

23

Alan Cruse, Meaning In Language; An Introdustion to Semantic and Pragmatic, (New

(35)

dipahami dengan tegas. Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis,

misalnya then hanya dapat dirujuk dari situasinya. Untuk menafsirkan

deiksis-deiksis itu, semua ungkapan bergantung pada penafsiran

penutur dan pendengar dalam konteks yang sama.24

Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila

acuan/rujukan/referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti

bergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung

pula pada saat tempat dituturkannya kata itu. Makna dari kata atau

kalimat yang bersifat deiksis disesuaikan dengan konteks. Artinya,

makna tersebut berubah bila konteksnya berubah. Berdasarkan

beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah

kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah bergantung

pada pembicara saat mengutarakan ujaran tersebut dan dipengaruhi

oleh konteks dan situasi yang melatarbelakanginya.

2. Jenis-jenis Deiksis

Deiksis dapat dibedakan ke dalam beberapa macam. Beberapa

pakar mengemukakan pendapat yang berbeda-beda mengenai jenis

deiksis. Bambang Kaswanti Purwo dalam bukunya menyebutkan

bahwa deiksis dapat dibedakan menjadi (1) deiksis luar-tuturan, yang

terdiri dari: deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu, (2)

deiksis dalam tuturan (endofora), (3) pembalikan deiksis, dan (4) peka

konteks.25 Di pihak lain Nababan membagi deiksis dalam kajian

pragmatik menjadi lima macam deiksis, yakni: (1) deiksis orang, (2)

deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, (4) deiksis

sosial.26 Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pembagian

deiksis menurut Nababan.

24

George Yule, (Penerjemah Rombe Mustajab), Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2014), h. 14

25

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1984)h. 7-8

26

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen

(36)

a. Deiksis Orang/persona (person deixis)

Deiksis orang yang menjadi kriteria ialah peran peserta

dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dapat dibedakan

menjadi tiga macam. Pertama ialah orang pertama yaitu kategori

rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang

melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, kami. Kedua ialah orang

kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang

pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya

kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori

rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar

ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.27

Person deixis concerns the encoding of the role of the

participants in the speech event which the utterance in question is

delivered.28 (deiksis persona berhubungan dengan pemahaman

mengenai peserta pertuturan dalam situasi pertuturan di mana

tuturan tersebut dibuat)

Acuan yang ditunjuk oleh pronomina persona

berganti-ganti bergantung kepada peranan yang dibawakan peserta tindak

ujaran. Orang yang sedang berbicara (aku, saya, kami) mendapat

peranan yang disebut persona pertama. Apabila ia tidak berbicara

lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti menjadi

persona kedua (engkau, kami, anda, kalian). Orang yang tidak

hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan

pembicaraan) atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan

(tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan secara aktif) disebut

persona ketiga (ia, dia, beliau, mereka).29 Oleh karena itu, untuk

mempelajari ungkapan-ungkapan deiksis, kita harus menemukan

27

Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya : Airlangga

University Press, 1995), h. 218

28

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h. 62

29

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik II Relasi Makna

(37)

pergantian percakapan masing-masing orang dari kedudukannya

sebagai saya menjadi kamu secara konstan.30

Deiksis persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk

pronominal. Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai

untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu

pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada

orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau

mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona

ketiga). Di antara pronomina itu ada yang mengacu pada jumlah

satu atau lebih dari satu. Ada yang bersifat eksklusif, inklusif, dan

ada yang bersifat netral. Berikut ini pronomina persona yang

[image:37.595.114.517.119.690.2]

disajikan dalam bagan.31

Tabel 2.1 Bagan Pronomina Persona

Persona Makna

Tunggal Jamak

Netral Eksklusif Inklusif

Pertama Saya, aku, ku-, -ku, daku

kami kita

Kedua Engkau, kamu, Anda, dikau, kau-, -mu

Kalian, kamu, sekalian, Anda sekalian Ketiga Ia, dia, beliau,

-nya

Mereka

Dalam ragam nonstandar, jumlah pronomina lebih banyak

daripada yang terdaftar tersebut karena pemakaian nonstandar

tergantung dari daerah pemakaiannya.32 Ragam nonstandar yang

sering kita gunakan sehari-hari mislanya kata gue/elu, atau dalam

bahasa Jawa misalnya mengguakan kowe, dan lain sebagainya.

30

George Yule, (Penerjemah Rombe Mustajab), Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2014), h.15

31

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),

h.249

32

Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia

(38)

Intinya, acuan yang ditunjuk oleh kata ganti persona

berganti-ganti sesuai dengan peranan yang digunakan oleh peserta tutur.

b. Deiksis Tempat/ruang (place deixis)

Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut

peserta dalam peristiwa bahasa. Lokasi dalam sebuah bahasa

biasanya terbagi menjadi yang dekat dengan pembicara (di sini),

yang bukan dekat kepada pembicara/yang dekat dengan

pendengar (di situ), dan yang bukan dekat dengan pembicara dan

pendengar (di sana). Dalam tata bahasa, kata/frasa seperti ini

disebut kata/frasa keterangan tempat.33

Place deixis concerns the encoding of spatial locations

relative to location of the participants in the speech event.34

(deiksis tempat berhubungan dengan pemahaman lokasi atau

tempat yang dipergunakan peserta pertuturan dalam situasi

pertuturan).

Deiksis ruang berkaitan dengan lokasi relatif penutur dan

mitra tutur yang terlibat di dalam interaksi. Dalam hal tertentu

tidakan kita sering kali bertalian dengan ruang. Jika kita hendak

menunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, misalnya,

kita memakai kata begini. Jika kita merujuk pada suatu tindakan,

kita memakai kata begitu.35 Dengan demikian, bisa dikatakan

bahwa deiksis tempat berhubungan erat antara orang dan benda

yang ditunjukkan. Seperti yang dekat atau jaraknya terjangkau

oleh penutur dan jaraknya jauh; tidak terjangkau oleh penutur.

Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung deiksis tempat:

1. Duduklah kamu di sini.

2. Di sini dijual gas elpiji.

33

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h. 41

34

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h.62

35

Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta :

(39)

3. (Jakarta sangat padat dengan mobil). Di sini manusia

harus hidup dengan prinsip selaras, serasi, dan

seimbang.

4. (Indonesia adalah negara budaya Timur). Di sini

manusia harus hidup dengan prinsip selaras, serasi,

dan seimbang.

Frasa di sini pada kalimat (1) mengacu pada sebuah kursi

atau sofa. Pada kalimat (2) acuannya lebih luas, yakni suatu toko

atau tempat pejualan yang lain. Pada kalimat (3) ruang

lingkupnya Jakarta, dan pada kalimat (4) ruang lingkupnya

Indonesia.36 Dari beberapa contoh kalimat yang mengandung

deiksis tempat tersebut terlihat bahwa yang diacu dalam

pernyataan berbeda-beda. Meskipun semua kalimat terdapat kata

di sini, namun masing-masing memiliki rujukan yang

berbeda-beda sesuai dengan konteks yang mendukungnya.

c. Deiksis Waktu (time deixis)

Deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentan waktu

seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa, yaitu

sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya.37

Deiksis waktu berkaitan dengan waktu relatif penutur atau penulis

dan mitra tutur atau pembaca. Penggunaan waktu di setiap bahasa

berbeda-beda yang mengungkapkannya secara leksikal, yaitu

dengan kata tertentu.38 Intinya deiksis ini berhubungan dengan

struktur temporal.

Kata-kata penunjuk waktu dapat bersifat deiktis dan tidak

deiktis. Kata-kata penunjuk waktu seperti pagi, siang, sore, dan

malam tidak bersifat deiktis karena perbedaan masing-masing

36

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),

h. 42

37

Nababan, Op.Cit., h. 41

38

(40)

kata itu ditentukan berdasarkan patokan posisi planet bumi

terhadap matahari. Kata-kata penunjuk waktu dapat bersifat

deiktis apabila yang menjadi patokan adalah si pembicara. Kata

sekarang bertitik labuh pada saat si pembicara mengucapkan kata

itu (dalam kalimat) atau yang disebut saat tuturan. Kata kemarin

bertitik labuh pada satu hari sebelum saat tuturan. Kata besok

bertitik labuh pada satu hari sesudah saat tuturan.39

Time deixis concerns the encoding of temporal points and

spans relative to the time at which an utterance was spoken (or a

writen message inscribed.40 (deiksis waktu berhubungan dengan

pemahaman titik ataupun rentang waktu saat tuturan dibuat (atau

pada saat pesan tertulis dibuat). Dengan demikian, deiksis waktu

merupakan pemberian bentuk tentang waktu yang mengacu pada

berlangsungnya kejadian, baik masa lampau, kini, maupun

mendatang. Contoh mengenai deiksis waktu adalah sebagai

berikut:

1) Kita harus berangkat sekarang.

2) Harga barang naik semua sekarang.

3) Sekarang pemalsuan barang terjadi di mana-mana.

Pada kalimat (1) sekarang merujuk ke jam atau bahkan

menit. Pada kalimat (2) cakupan waktunya lebih luas, mungkin

sejak minggu lalu sampai ke hari ini. Pada kalimat (3)

cakupannya lebih luas lagi, mungkin berbulan-bulan dan tidak

mustahil bertahun-tahun pula. Kata sekarang beroposisi dengan

kata deiktis penunjuk waktu lain, seperti besok atau nanti, acuan

kata sekarang selalu merujuk pada saat peristiwa pembicaraan.41

d. Deiksis Wacana (discourse deixis)

39

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1984), h. 71

40

Stephen C. Levinson, Pragmatics, (England : Cambridge University Press, 1983), h. 62

41

(41)

Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian

tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang

dikembangkan. Dalam tata bahasa ini disebut anafora (merujuk

kepada yang sudah disebut) dan katafora (merujuk kepada yang

akan disebut). Bentuk-bentuk yang termasuk dalam deiksis

wacana adalah kata/frase ini, itu, yang terdahulu, yang berikut,

yang pertama disebut, begitulah, dan sebagainya.42

Berikut adalah contoh anafora dan katafora dalam deiksis

wacana:

(1) Paman datang dari desa kemarin dengan membawa hasil palawijanya.

(2) Karena aromanya yang khas, mangga itu banyak dibeli.

Dari kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa –nya pada

kalimat (1) mengacu ke Paman yang sudah disebut sebelumnya,

sedangkan contoh (2) mengacu ke mangga yang disebut

kemudian.43

Dalam deiksis wacana ungkapan linguistik digunakan untuk

mengacu pada suatu bagian tertentu dari wacana yang lebih luas

(baik teks tertulis maupun/ataupun teks lisan) tempat terjadinya

ungkapan-ungkapan ini. Hal tersebut berupa adanya aspek-aspek

ruang dan waktu, maka sudah biasa bila deiksis wacana harus

diungkapkan melalui banyak unsur linguistik yang sama yang

digunakan untuk mengungkapkan ruang deiksis ruang dan

waktu44

Deiksis wacana berkaitan dengan bagian-bagian tertentu

dalam wujud kebahasaan yang merujuk pada suatu wacana

tertentu. Bahasan deiksis wacana yang lebih luas juga

42

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), (Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h. 42

43

Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya : Airlangga

University Press, 1995), h. 219

44

Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta :

(42)

dikarenakan di dalamnya melibatkan aspek orang, ruang, dan

waktu yang dirujuk dengan sebutan anafora dan katafora.

e. Deiksis Sosial (social deixis)

Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan

perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara

dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan

kata. Dalam masyarakat Jawa pada umumnya digunakan etiket

bahasa, yaitu pemilihan tingkatan bahasa yang menurut

kedudukan sosial pembicara, pendengar, atau orang yang

dibicarakan. Sebagai contoh bentuk sapaan yang sepadan dengan

Anda dapat dinyatakan dengan kowe, sampeyan, panjenengan,

yang bertentangan dari tingkatan kesopanan berbahasa dari paling

rendah hingga paling tinggi.45

Deiksis mencakup ungkapan-ungkapan dari kategori

gramatikal yang memiliki keragaman sama banyaknya seperti

kata ganti dan kata kerja, menerangkan berbagai entitas dalam

konteks sosial,linguistik, atau ruang-waktu ujaran yang lebih

luas.46 Deiksis sosial mencakup rujukan yang biasanya dikaitkan

dengan konteks sosial di masyarakat, sehingga wujudnya bisa

beragam dan banyak. Berikut adalah contoh kalimat yang

mengandung deiksis sosial:

“Kepada Prof. Dr. Fadly Syamil, M.Pd. selaku Wakil

Rektor dipersilakan untuk memberikan sambutan”

Kalimat di atas menunjukan bahwa terdapat adanya rasa

ketakziman terhadap seorang yang status sosialnya lebih tinggi,

yakni adanya sebutan gelar. Kalimat tersebut dapat diungkapkan

karena pembicara telah mengetahui konteks yang terkait dalam

pembicaraanya. Jadi, deiksis sosial mengungkapkan adanya

45

Cahyono, Op.Cit., h. 219

46

Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta :

(43)

perbedaan-perbedaan dalam masyarakat yang terwujud dalam

peristiwa berbahasa.

D. Deiksis Sosial

Social deixis concerns the encoding of social distinctions that are

relative to participant-roles, particularly aspects of the social relationship

holding between speakers and adresses or speaker and some referent.47

(Deiksis sosial berhubungan dengan suatu ungkapan yang menunjukkan

perbedaan-perbedaan sosial yang terdapat di antara peran-peran peserta

pembicara terutama aspek peran sosial antara pembicara dengan rujukan

yang lain). Deiksis sosial adalah suatu ungkapan yang menunjukkan

adanya perbedaan sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam peristiwa

berbahasa antarpartisipan. Deiksis ini berhubungan dengan aspek sosial

budaya suatu masyarakat dan menyebabkan timbulnya kesopanan atau

etiket berbahasa. Semua itu disesuaikan dengan aspek sosial budaya yang

ada pada partisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa.

Dalam beberapa bahasa perbedaan tingkat sosial antara pembicara

dengan si alamat/ pendengar diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau

sistem morfologi kata-kata tertentu. Dalam bahasa Jawa misalnya,

memakai kata nedo dan kata dahar (makan); memilih kata omah dan griyo

(rumah); menyebut si alamat kowe atau sampeyan atau panjenengan,

menunjukan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara,

pendengar dan/atau orang yang dibicarakan/bersangkutan. Secara

tradisio

Gambar

Tabel 2.1 Bagan Pronomina Persona
Tabel 3.1 Contoh Judul Surat Pembaca harian Kompas
tabel, masing-masing temuan data (kata, frasa, klausa, dan
Tabel 3.2 Contoh Instrumen Analisis Data Deiksis Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

Selatan) ” , Program Studi Pendidikan IPS, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Februari 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiagnosis

Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah dengan

DEf.ARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN

makanan &#34;.Skripsi Prodi Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

adalah benar mahasiswa pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang aktif di organisasi... Surat keterangan ini diberikan

Anggota Tim Evaluasi Dosen Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah