• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya bahasa kumpulan puisi hujan bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya bahasa kumpulan puisi hujan bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Tri Windusari

NIM 1811013000015

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PEMBELAJARAN

SASTRA

DI

SEKOLAII MENENGAH PERTAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarj ana Pendidikan

Oleh

Tri Windusari NIM 1811013000015

NIP. 197601 18200912 1002

JURUSAN PENDIDIKAI\ BAIIASA DAN SASTRA INDOI\'ESIA

F'AKULTAS ILMU TARBIYAH DAII KEGURUAI\

UNTVERSTTAS rSLAM r\-EGERT (UrN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014

(3)

Menengah Pertama disusun oleh

Tri

Windusari,

NIM

1811013000015, Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan

dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Desember 2014

Yang mengesahkan.

(4)

Nienengah Pertama disusun oleh

Tri Windusari,

NIM 1811013000015, diajukan kepadaTurusan Peldidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ihnu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan

lulus dalam ujian munaqosah pada tanggal 29 Desember 2014 di hadapan dewan

penguji. Oleh sebab itu penulis berhak memperoleh gelar sa{ana

Sl

(S'Pd) dalam bidang pendidikan bahasa Indonesia

Iakarta,5 Januari 2015

Panitia Uj ian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program

Studi)

Tanggal

Dra. Hindun. M.Pd. NIP 1 970 1 2 152009122001

Sekretaris ( Sekretaris JurusarVProgram Studi)

Dona Aii Karunia Putra. M.A.

NIP 19840409201101101

Penguji I

Dra. Hindun. M.Pd.

NrP 1 970 12 152009122001

Penguji II

Dra. Mahmudah FitriYah ZA.. M.Pd. NrP 1 96402121997 032001

n.

1anu,rfl zDt!

20t5

/2-/-a)K

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Nurlena Rifa/(, M.A-- Ih.D.

(5)

Nama

Tempat/Tanggal lahir NIM

Jurusan/Prod i

Judul Skripsi

Tri S/indusari

Jakafta, 2l September 1978

l8t 1013000015

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Ga1'a Bahasa Kumpulan puisi Hujan Bulan Juni

Karya Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya

terhadap Pembelajaran Sastra

di

Sekolah

Menengah Pertama.

Ahmad Bahtiar. NI.Hurn. Dosen Pembimbing

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya

sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya turis.

Pernl'ataan ini dibuat sebagai sarah satu syarat menempuh ujian munaqosah.

Jakarta, Desember 2014

(6)

DALAM DIRIKU

Because the sky is blue It makes me cry

(The Beatles)

dalam diriku mengalir sungai panjang, darah namanya;

dalam diriku menggenang telaga darah, sukma namanya;

dalam diriku meriak gelombang sukma, hidup namanya;

dan karena hidup itu indah, aku menangis sepuas-puasnya

1980

(7)

i

Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra

di Sekolah Menengah Pertama”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Ahmad Bahtiar, M.Hum., Desember 2014.

Tujuan penelitian adalah untuk; 1) menganalisis gaya bahasa dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono; 2) mendeskripsikan implikasi penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra di sekolah menengah pertama.

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis melalui pendekatan stilistika. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah model analisis data mengalir.

Hasil penelitian menunjukkan gaya bahasa yang sering muncul dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono adalah gaya bahasa perbandingan yang mencakup gaya bahasa personifikasi, metafora, dan alegori. Efek yang ditimbulkan dari penggunaan gaya bahasa tersebut adalah membuat gagasan dan emosi lebih nyata. Selanjutnya, gaya bahasa perulangan juga banyak ditemukan yang meliputi gaya bahasa aliterasi, mesodiplosis, dan anafora. Secara keseluruhan gaya bahasa yang digunakan sebanyak sembilan belas gaya bahasa, yaitu metafora, personifikasi, alegori, hiperbola, litotes, paradoks, klimaks, antiklimaks, hipalase, erotesis, elipsis, sinekdoke, aliterasi, asonansi, epizeukis, anafora, mesodiplosis, dan epanalepsis. Implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah adalah membantu siswa untuk mengerti dan memahami penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra khususnya puisi sehingga dapat memudahkan siswa untuk mampu menganalisis struktur fisik maupun batin puisi dan mampu menulis puisi dengan menggunakan pilihan kata yang tepat.

(8)

ii

Works Sapardi Djoko Damono and Its Implications Of Learning Literature in Secondary Schools", Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Ahmad Bahtiar, M.Hum., December 2014 .

The purpose of the study is to; 1) analyze the language style of poetry Rain In June works Sapardi Djoko Damono; 2) describe the implications of the use of a style that is contained in a collection of poetry Rain In June Sapardi Djoko Damono work towards learning literature in secondary schools.

Methods This study used a descriptive method of analysis through stilistika approach. Data collection techniques in this study using observation and documentation. Analysis of the data used is a model of data flow analysis.

The results showed a style that often appears in a collection of poetry Rain In June works Sapardi Djoko Damono comparison is a style that includes style personification , metaphors , and allegories. The effects of the use of the language style is made more real ideas and emotions. Furthermore, looping style is also found that the style of language includes alliteration, mesodiplosis , and anaphora. Overall the style of language used as language style nineteen, namely metaphor, personification, allegory, hyperbole, litotes, paradox, climax, anticlimax, hipalase, erotesis, ellipsis, sinekdoke, alliteration, assonance, epizeukis, anaphora, mesodiplosis, and epanalepsis. Implications for the learning of literature in school is to help students to understand the language and understand the use of force contained in the literature, especially poetry so as to facilitate the students to be able to analyze the physical structure and inner poetry and be able to write poetry with right diction .

(9)

iii

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmatnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah

menjauhkan kita dari zaman kebodohan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana pendidikan pada program Dual Mode System Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Tanpa bantuan dan peran dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terwujud. Apresiasi dan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut, penulis sampaikan kepada,

1. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D.,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan sehingga memperlancar penyelesaian skripsi ini;

2. Dra. Hindun, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan perhatian, dan dukungan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini;

3. Ahmad Bahtiar, M. Hum., dosen pembimbing skripsi yang sangat berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini serta telah mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan penulis terhadap dunia sastra;

4. Dona Aji Karunia Putra, M.A., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bantuan sehingga penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan skripsi

ini;

(10)

iv

7. Seluruh keluarga untuk cinta dan kasih yang diberikan kepada penulis sehingga penulis terus semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;

8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa program Dual Mode System Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah berjuang bersama dan

saling menguatkan selama belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah merahmati dan mencatat semua bentuk bantuan yang diberikan kepada penulis sebagai amal kebaikan. Aamiin.

Jakarta, Desember 2014

(11)

v

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI......……..v

DAFTAR LAMPIRAN...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...5

C. Pembatasan Masalah ...5

D. Perumusan Masalah...6

E. Tujuan Penelitian ...6

F. Manfaat Penelitian ...6

BAB II KAJIAN TEORETIS...7

A. Acuan Teori ...7

1. Hakikat Puisi ...…....………...7

a. Pengertian Puisi...7

b. Jenis-jenis Puisi...8

2. Hakikat Gaya Bahasa...16

a. Pengertian Gaya Bahasa...16

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa………....…………...18

c. Manfaat Gaya Bahasa………...….…...25

3. Pengajaran Apresiasi Puisi di Sekolah…………...………...……..…...26

B. Hasil Penelitian yang Relevan...32

BAB III METODE PENELITIAN...34

(12)

vi BAB IV PEMBAHASAN

A. Deskripsi Temuan Penelitian...43

B. Hasil Analisis Data...55

C. Penafsiran dan Uraian Penelitian...56

D. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah...64

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...67

B. Saran...68

DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR UJI REFERENSI

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2. Lembar kerja siswa (LKS)

3. Surat bimbingan skripsi

4. Sampul buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni 5. 25 naskah puisi Hujan Bulan Juni

(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sastra di sekolah merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Banyak manfaat yang dipetik dengan mempelajari sastra, seperti yang dikatakan oleh Horatius ‘Dulce et Utile’. Ungkapan yang berarti menyenangkan dan bermanfaat ini, berkaitan dengan segala aspek hiburan yang diberikan dan segala pengalaman hidup yang ditawarkan oleh sastra.

Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan–tangan kreatif yang merupakan penjabaran kehidupan yang terjadi di muka bumi ini baik masa lalu maupun kini. Karya sastra pada dasarnya adalah hasil renungan sastrawan untuk mengungkapkan apa yang dilihat, dirasa, dipikirkan, didengar, disentuh ataupun yang dicium secara imajinatif dengan menggunakan medium bahasa. Dalam konteks ini sastra adalah hasil imajinatif kreatif yang tidak terlepas dari kenyataan empirik pengarangnya.1

Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya tidak saja merupakan suatu media untuk menampung dan menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir, tetapi juga harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Di samping itu, sastra harus pula mampu menjadi wadah

penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia.2

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa bahasa adalah media sastra. Sebagai media, fungsi bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamanya yaitu fungsi komunikasi. Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” daripada bahasa,

(15)

deretan kata, namun unsur “kelebihan”nya itu pun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa.3

Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang lebih penting adalah keberdayaan pilihan kata itu mengusik dan meninggalkan kesan kepada sensitifitas pembaca.4 Salah satu genre sastra yang sangat menitikberatkan pada persoalan pilihan kata adalah puisi. Karya sastra puisi merupakan ungkapan perasaan penyair yang diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat sehingga bernilai estetis. Para penyair memilih kata-kata yang bermakna kias atau menggunakan makna lambang. Kata-kata diberi makna baru dan yang tidak bermakna diberi makna menurut kehendak penyair karena itulah kata-kata dalam puisi seringkali mengandung makna lain dari makna sebenarnya.

Dalam menulis puisi, penyair sangat cermat ketika memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu.5 Oleh sebab itu, di samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan kata dan kekuatan yang ditimbulkannya. Cara menyusun urutan kata-kata itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda caranya dengan penyair yang lain. Kekhasan tersebut sangat penting untuk kekuatan ekspresi juga menunjukkan ciri khas.

Masalah pemilihan kata dalam puisi tidak terlepas dari struktur kebahasaan puisi yang memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa yang ingin dikemukakan. Penggunaan stile, (style, gaya bahasa, majas) dalam puisi akan memengaruhi gaya dan keindahan bahasa karya tersebut. Majas secara tradisional dapat disamakan dengan gaya bahasa. Sebaliknya, menurut teori sastra

3Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 272.

4Semi, op. cit., h. 13.

(16)

kontemporer majas hanyalah sebagian kecil dari gaya bahasa.6 Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa gaya bahasa lebih luas dari majas. Penggunaan gaya bahasa menyebabkan puisi menjadi prismatis yang artinya memancarkan banyak makna. Selain itu, gaya bahasa juga digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa sehingga akan memberikan kesan kemurnian, kelembutan, keindahan, kadang-kadang bahkan mengejutkan. Kesan yang demikian, misalnya dapat kita rasakan ketika membaca kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

Hujan Bulan Juni pertama kali diterbitkan oleh Grasindo, tahun 1994, berisi sepilihan sajak yang ditulis pada rentang waktu tahun 1964 sampai 1994. Sajak-sajak itu berasal dari beberapa buku puisi, yakni Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), dan Perahu Kertas (1984). Di samping itu ada sejumlah sajak yang belum pernah dimuat dalam buku puisi Sapardi sebelumnya. Hujan Bulan Juni sudah dicetak ulang beberapa kali, dan setiap kali cetak ulang

ada sedikit perubahan yang berupa koreksi, penambahan atau pengurangan sajak. Buku cetakan kedua terbitan PT Gramedia ini pun mengalami perubahan, terutama yang menyangkut jumlah dan waktu penulisannya. Secara keseluruhan, kumpulan puisi ini berisi 102 judul puisi.

Membaca Hujan Bulan Juni tentu tidak terlepas dari pengarangnya, yaitu Sapardi Djoko Damon. Sapardi dilahirkan di Solo sebagai anak pertama dari pasangan Sadyoko dan Sapariah, 20 Maret 1940. Ia tinggal di Ngadijayan, kira-kira 500 meter dari rumah Rendra.7 Pendidikan yang dijalaninya adalah SR

Kraton “Kasatriyan”, Baluwarti, Solo. Setelah tamat SR, Sapardi melanjutkan ke

SMPN II Solo. Kemudian lanjut ke SMA dan kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, UGM, Jurusan Sastra Inggris. Dia juga pernah memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii tahun 1970-1971.8

6Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 164.

7 Bakdi Soemanto, Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 1.

(17)

Sapardi menulis puisi sejak tahun 1957 ketika masih menjadi murid SMA tetapi baru menerbitkan buku puisi pertama, Duka-Mu Abadi, tahun 1969. Beberapa buku puisinya yang kemudian terbit adalah Mata Pisau, Akuarium, Perahu Kertas, Sihir Hujan, hujan Bulan Juni, Arloji, Ayat-ayat Api, Mata

Jendela, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Kolam, Namaku Sita, dan

Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita.

Buku fiksi yang telah dibukukan adalah Pengarang Telah Mati, Pengarang Belum Mati, dan Pengarang Tak Pernah Mati; ketiga cerita itu kemudian disatukan dalam Trilogi Soekram. Sejak tahun 1978 Sapardi telah menerbitkan sejumlah buku nonfiksi. Sajak-sajaknya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Sejumlah sajak dan esainya dibukukan dalam bahasa Jepang di Tokyo tahun 1986. Pada 1998 sampai dengan 2012 terjemahan sejumlah sajaknya dalam bahasa Inggris terbit.9 Sapardi juga menerjemahkan karya sastra dunia. Sejumlah penghargaan telah diterima Sapardi, salah satunya adalah penghargaan dari

Akademi Jakarta untuk pencapaiannya di bidang kebudayaan pada tahun 2012. Sapardi dikenal sebagai tokoh imajis dengan puisi-puisi naratif. Puisinya menskemakan imaji-imaji manusia secara simbolis atau alegoris.10 Menikmati puisi Sapardi akan membawa pembaca kepada pengalaman bertualang di dalam jagat kata yang sulit dicarikan tandingannya.11

Terkait dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah memahami gaya bahasa tidak hanya membuat siswa terampil berbahasa tetapi juga dapat memudahkan siswa untuk memahami dan menghayati karya sastra, khususnya puisi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat lebih mengenal, memeroleh kenikmatan menggauli puisi, bahkan memeroleh kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain, serta kehidupan sebagai upaya pembentukan watak baik. Namun kenyataannya, pembelajaran mengenai gaya bahasa ini masih kurang mendapat perhatian, guru biasanya hanya menyisipkan

9 Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 119.

10 Riris K. Toha-Sarumpaet dan Melani Budianta (ed.). Membaca Sapardi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), h. 56.

(18)

dan mengenalkan materi ini sekedarnya, tidak menjadikan pembelajaran ini sebagai salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa, sementara itu dalam kurikulum pembelajaran apresiasi puisi, siswa diminta untuk dapat menulis puisi dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai dan dengan memerhatikan unsur persajakan, mampu mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi, mampu menganalisis unsur-unsur syair dan mampu menjawab soal ujian nasional yang terkait dengan gaya bahasa. Hasilnya, ketercapaian mereka dalam pembelajaran apresiasi puisi kurang memuaskan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa tentang gaya bahasa.

Berdasarkan latar belakang itulah, penulis ingin mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang yang telah dituliskan, maka masalah penelitian

yang muncul sebagai berikut.

1. Lemahnya pengajaran puisi di sekolah terkait dengan gaya bahasa. 2. Kurangnya pengetahuan siswa tentang macam-macam gaya bahasa. 3. Kurangnya pemahaman siswa tentang gaya bahasa dalam puisi.

C. Pembatasan Masalah

Setelah mengidentifikasi masalah, penulis akan membatasi permasalahan pada dua hal berikut.

1. Penelitian ini akan mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

(19)

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut.

1. Bagaimana deskripsi gaya bahasa dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono?

2. Bagaimana implikasi penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra di SMP?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan gaya bahasa dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

2. Mendeskripsikan implikasi penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono terhadap

pembelajaran sastra di SMP.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan bidang bahasa dan sastra Indonesia sehingga dapat menjadi acuan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk pembentukan karakter. 2. Manfaat praktis

Hasil analisis ini diharapkan berguna bagi.

a. Guru, sebagai bahan pengajaran puisi dan gaya bahasa.

(20)

7

A. Acuan Teori

1.Hakikat Puisi

a. Pengertian puisi

Poerwadarminta mengartikan puisi sebagai karangan kesusastraan

yang berbentuk sajak (syair, pantun, dsb).1 Damono dalam Soemanto memberikan pandangan tentang puisi, yaitu “Puisi, bagi saya adalah hasil upaya manusia untuk menciptakan dunia kecil dan sepele dalam kata, yang bisa dimanfaatkan untuk membayangkan, memahami, dan menghayati

dunia yang lebih besar dan lebih dalam.”2

Mulyana dalam Semi menyatakan bahwa puisi adalah sintesis dari pelbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan pelbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam salah satu bentuk.3 Lain halnya dengan Reeves dalam Waluyo memberikan batasan yang berhubungan dengan struktur fisik puisi dengan menyatakan bahwa puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh pikat.4

Tarigan dalam Djojosuroto memberikan definisi lain tentang puisi, menurutnya puisi adalah hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dari kata-kata.5 Kemudian dalam buku yang sama Dickenson mengatakan kalau aku

1W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 105.

2Bakdi Soemanto, Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 50.

3M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1988), h. 93.

4Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1995), h. 72.

5Kinayati Djojosuroto dan Noldy Pelenkahu, Teori dan Pemahaman Apresiasi Puisi,

(21)

membaca sesuatu dan dia membuat tubuhku begitu sejuk, sehingga tiada api yang bisa memanaskan aku, maka aku tahu bahwa itu adalah puisi.6 Pendapat lain dari Ralph Waldo Emerson mengatakan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkannya ada.7

Dari beberapa pengertian tersebut maka interpretasi penulis tentang puisi adalah salah satu hasil seni sastra yang merupakan ekspresi jiwa pengarangnya dengan menggunakan bahasa yang indah.

b. Jenis-jenis puisi

1) Berdasarkan periodisasi puisi, yaitu.8 a) Puisi Lama

Jenis-jenis puisi lama antara lain. (1) Mantra

Mantra merupakan puisi tertua di Indonesia yang kata- katanya mengandung kekuatan gaib. Hal ini dianggap dapat

mempermudah untuk berhubungan dengan Tuhan, dewa-dewi ataupun penguasa alam. Mantra hanya boleh diucapkan oleh orang tertentu, pada waktu dan tempat yang tertentu pula karena mantra sering dianggap sakral.

Contoh.

Mantra yang diucapkan pada masa menabur benih. Sri Dongamala, Sri Dongamala

Hendak kirim anak sembilan bulan, Segala inang, segala pengasuh, Jangan beri sakit, jangan beri demam, Jangan beri ngilu dan pening

Kecil menjadi besar, Tua menjadi muda

Yang tak kejap diperkejap Yang tak sama dipersama Yang tak hijau diperhijau

(22)

Yang tak tinggi dipertinggi, Hijau seperti air laut, Tinggi seperti bukit kap

(2) Bidal

Bidal adalah susunan kalimat puisi singkat yang

mengandung kiasan. Dipergunakan untuk menyatakan sesuatu tidak secara berterus terang, melainkan melalui sindiran ataupun perlambang. Jenis bidal mencakup peribahasa, pepatah, tamsil, perumpamaan, ibarat, serta pemeo. Seluruh jenis tersebut dinyatakan dalam kalimat-kalimat singkat.

Contoh bidal yang termasuk jenis tamsil. Ada ubi ada talas, ada budi ada balas (3) Pantun dan Karmina

Pantun memiliki syarat-syarat sebagai berikut, terdiri atas 8-12 suku kata, tiap bait terdiri atas 4 larik, 2 larik pertama merupakan sampiran, sedangkan 2 larik berikutnya merupakan isi, dan bersajak sengkelang a-b-a-b.

Contoh.

Lihatlah semut sedang berbaris Mengangkat nasi bergotong-royong Marilah adik jangan menangis Mendekat sini abang’kan tolong (4) Talibun

Talibun termasuk jenis pantun yang jumlah lariknya selalu

(23)

Contoh.

Di kala katak tersepak pelita Menarilah kuda di batu akik Dikejar teledu terkena pahat Jika hendak anak sempurna Carilah di guru cerdik Mengajar ilmu dunia akhirat (5) Seloka

Seloka adalah puisi yang susunan kalimatnya berisi nasihat, sindiran ataupun seloroh. Tiap bait seloka terdiri atas 4 larik. Perbedaannya dengan pantun adalah seloka bersajak akhir sama

a-a-a-a. Ada sebagian pakar yang berpendapat bahwa seloka merupakan pantun berkait.

Contoh.

Taman melatih di rumah-rumah Ubur-ubur sampingan dua

Kalau mati kita bersama Satu kubur kita berdua

Ubur-ubur sampingan dua Taman melatih bersusun tangkai Satu kubur kita berdua

Kalau boleh bersusun bangkai

(6) Gurindam

Gurindam adalah susunan kalimat yang berisi nasihat atau petuah, yang setiap baitnya terdiri dari 2 larik. Larik pertama merupakan sebab, sedangkan larik kedua merupakan akibat. Biasanya gurindam terdiri dari kalimat majemuk yang kemudian dibagi menjadi 2 larik bersajak induk kalimat dan anak kalimat. Kebanyakan gurindam bersajak sempurna a-a, namun ada

(24)

Contoh.

Apabila terpelihara mata, sedikitlah cita-cita. (7) Syair

Syair adalah susunan kalimat yang dipergunakan untuk melukiskan atau menceritakan sesuatu yang mengandung unsur mitos ataupun sejarah. Ciri sebuah syair terdiri atas 4 larik, yang setiap lariknya terdiri atas 8-12 suku kata. Bersajak sama a-a-a-a, serta tidak memiliki sampiran. Keempat larik syair merupakan suatu rangkaian cerita yang utuh yang menggambarkan isi.

Biasanya syair tidak hanya terdiri atas 1 bait karena syair berbentuk cerita. Penggubah syair yang terkenal di Indonesia diantaranya bernama Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dengan Syair Perihal Singapura Dimakan Api dan Hamzah Fansuri dengan Syair Perahu, dan Syair si Burung Pingai.

b) Puisi Baru

(1) Berdasarkan bentuk ada 8 jenis, yaitu.9

(a) Distichon, puisi yang terdiri atas 2 larik dalam 1 bait atau sajak 2 seuntai.

Contoh. Hang Tuah

Bay berpuput alun digulung Banyu direbut buih dibubung

Selat Malaka ombaknya memecah Pukul-pukul belah membelah

Dan seterusnya (Amir Hamzah)

(25)

(b) Terzina, sajak 3 seuntai. Contoh.

Di mana tempat cinta sejati....?

Bukan di rimba lebat dan sunyi Bukan di puncak bukit yang tinggi Bukan di pinggir samudera yang sepi Jangan dicari di tempat memuja Di kuil tempat membakar dupa Di dalam gua tempat bertapa

(c) Quatrain, sajak 4 seuntai.

Contoh. Kemuning

Kubuka jendela kutinjau ke luar Hawa sejuk masuk ke dalam Lega hatiku sukmaku segar Menghirup udara merenung alam Pohon kemuning sedang berkembang Memutih bunganya bergerak di tanah, Ada yang rontok ada yang kembang Semerbak wangi mengharum tanah

Dan seterusnya (Karim Halim) (d) Quint, sajak 5 seuntai.

Contoh.

Hanya Kepada Tuan Satu-satunya perasaan Yang saya rasakan

Hanya dapat saya katakana Kepada Tuan

Yang pernah merasakan Satu-satunya kegelisahan Yang saya resahkan

Hanya dapat saya kisahkan Kepada Tuan, Yang pernah diresah kegelisahan

(26)

(e) Sextet, sajak 6 seuntai. Contoh.

Tanah Air

Tersenyumlah Tuan tanah airku Fajar tersingit di tepi langit Alamat surya terang cuaca Inilah kami bersusun bahu Rela berjuang menempuh sulit Menjunjung Tuan ke puncak jaya (M.Moh. Yamin)

(f) Septima, sajak 7 seuntai.

Contoh. Langit

Terang cuaca langit lazuardi Biru jernih bagai tak berisi Meninggi jauh, menurun dalam Melawas melingkungi alam Meskipun tak tampak, tahulah kita Langit menyimpan bintang berjuta Bergerak dinamis, getar senantiasa (Intojo)

(g) Stanza, sajak 8 seuntai. Contoh.

Pertanyaan anak kecil

Hai kayu-kayuan dan daun-daunan! Mengapakah kamu bersenang-senang? Tertawa-tawa bersuka-sukaan

(27)

(h) Soneta, sajak 14 larik yang biasanya dibagi menjadi 4 bait.

Contoh. Menyesal

Pagiku hilang sudah melayang Hari mudaku sudah pergi

Sekarang petang datang membayang Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi Beta lengah di masa muda Kini hidup meracun hati Miskin ilmu, miskin harta Ah, apa gunanya kusesalkan Menyesal tua tiada berguna Hanya menambah luka sukma Kepada yang muda kuharapkan

Atur barisan dihari pagi Menuju ke arah padang baktil (Ali Hasymi)

(2) Berdasarkan ekspresi, antara lain.

(a) Puisi Naratif adalah puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair.

(b) Puisi Lirik adalah puisi yang mengandung curahan rasa dan suasana hati, sebagai cetusan isi hati penyairnya. Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono termasuk ke dalam jenis puisi lirik.

(c) Puisi Deskriptif adalah puisi yang memaparkan suatu keadaan atau peristiwa yang menarik minat penyair.

(d) Puisi Kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian di dalam kama r.

(e) Puisi Auditorium adalah puisi yang cocok dibaca di pentas, memerlukan banyak orang pendengar.

(28)

(3) Berdasarkan isi, antara lain.

(a) Balada adalah puisi cerita yang berakhir dengan kesedihan.

(b) Romans adalah puisi romantik, percintaan. (c) Elegi adalah puisi ratapan.

(d) Himne adalah puisi pujian untuk menghormati dewa, Tuhan, pahlawan atau almamater.

(e) Ode adalah puisi yang mengandung pujian terhadap seseorang atau sesuatu yang dianggap luhur.

(f) Satire adalah puisi yang mengandung sindiran tajam terhadap situasi masyarakat.

(g) Serenada adalah puisi percintaan yang bisa dinyanyikan.

(4) Puisi Kontemporer, yaitu.

(a) Puisi Mantra adalah puisi yang menggunakan unsur-unsur pokok kekuatan mantra.. Puisi mantra bukanlah mantra, namun puisi kontemporer yang mengambil sifat-sifat mantra seperti pada puisi Sutardji Calzoum Bachri.

(b) Puisi Mbeling adalah puisi yang berciri utama kelakar. Tipografi sangat dimanfaatkan untuk mencapai suatu efek yang diharapkan. Kebanyakan puisi mbeling sekedar mengajak pembaca berkelakar. Ada pula yang berisi kritik terhadap kehidupan masyarakat, tetapi disampaikan dengan cara berkelakar pula.

(29)

2) Berdasarkan gaya penulisan, yaitu.

a) Puisi Diafan adalah puisi yang mudah ditangkap, mudah dicerna maknanya.

b) Puisi Prismatis adalah puisi yang kelihatannya sulit dipahami tapi setelah dibaca berulang-ulang, akhirnya bisa ditangkap maknanya.

c) Puisi Hernetis adalah puisi yang sulit dipahami maknanya.

2.Hakikat Gaya Bahasa

a. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan atau membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.10 Gaya bahasa dalam sastra dapat disebut dengan istilah stilistika.11 Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya.12 Stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra.13 Gaya bahasa menurut Enkvist

dalam Endaswara memiliki enam pengertian, yaitu:

(a) Bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya, (b) pilihan di antara beragam pernyataan yang mungkin, (c) sekumpulan ciri kolektif, (d) penyimpangan norma atau kaidah, (e) sekumpulan cirri pribadi, dan (f) hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas daripada kalimat. Yang penting harus dipahami, gaya bahasa adalah sebuah style as choise, style as meaning, and style as tension between meaning and form.14

Gaya merupakan cara yang digunakan pengarang dalam memaparkan gagasan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan

10Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 2009), h. 4. 11Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 1990), h. 93.

12Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi,

(Yogyakarta: MedPress, 2008), h. 71.

(30)

makna, penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emotif tertentu bagi pembacanya.15 Hal senada diungkapkan oleh Abrams dalam Nurgiyantoro bahwa stile, (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.16 Secara ringkas Sukada dalam Djojosuroto telah merangkum sejumlah

pendapat dalam kaitannya dengan gaya bahasa. Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat yang secara khas berkaitan dengan Stilistika.

Stilistika, dari stilus (Latin), secara leksikal berarti: a) suatu alat berujung runcing untuk menulis di atas bidang atau kertas yang berlapis lilin, b) hal-hal yang berkaitan dengan karang-mengarang, c) karya sastra, d) gaya bahasa. Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai style, lebih banyak mengacu pada gaya sebagaimana dimaksudkan dalam bidang linguistik, sedangkan stilistika diartikan sebagai ilmu tentang gaya bahasa, yang secara khusus dikaitkan dengan karya sastra. Melalui etimologi di atas timbul beberapa definisi stilistika, yaitu: a) ilmu tentang gaya bahasa, b) ilmu interdispliner antara linguistik dan kesusatraan, c) penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa, d) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dan e) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek keindahannya. Dalam pembicaraan ini pengertian dan definisi terakhirlah yang dianggap relevan sebab gaya bahasa terutama dikaitkan dengan aspek keindahan yang terkandung dalam karya sastra.17

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang berjiwa yang digunakan pengarang untuk mengungkapkan sesuatu dalam karyanya baik itu dalam prosa maupun puisi dengan membandingkan sesuatu hal dengan sesuatu yang lain sehingga menimbulkan atau meningkatkan efek tertentu.

15Aminuddin, Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), h. v.

16Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 276.

(31)

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Lain penulis lain pula klasifikasi yang dibuatnya. Tarigan membagi ragam gaya bahasa menjadi empat kelompok yaitu gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.18 Lain lagi dengan Fananie yang membagi gaya bahasa dengan berdasarkan struktur kalimat, retoris, dan kiasan atau perbandingan.19 Berikut adalah klasifikasi berdasarkan Tarigan.

1) Gaya Bahasa Perbandingan

Yang termasuk ke dalam gaya bahasa perbandingan antara lain. a) Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada

hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Contoh: Seperti air di daun keladi.

b) Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Dalam metafora tidak dipakai kata-kata seperti, bagai, dan laksana.

Contoh: Gadis itu adalah bunga yang sedang mekar.

c) Personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insan kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh: Pepohonan tersenyum riang.

d) Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membendakan manusia dan biasanya terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan.

Contoh: Kalau dikau samudra, daku bahtera.

e) Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan. Fabel dan parabel merupakan alegori-alegori singkat.

Contoh: Kancil dengan kura-kura dan cerita Yusuf.

18Tarigan, op. cit., h. 6.

(32)

f) Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan komparasi antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.

Contoh: Kecantikannyalah yang mencelakakannya.

g) Pleonasme atau Tautologi adalah pemakaian kata yang mubazir, yang sebenarnya tidak perlu.

Contoh: Mereka mendengar fitnahan itu dengan telinga mereka sendiri.

h) Koreksi atau Epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi.

Contoh: Kepala sekolah baru pulang dari Sulawesi Utara, maaf bukan, dari Sumatera Utara.

2) Gaya Bahasa Pertentangan

a) Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau

situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.

Contoh: Sempurna sekali, tiada kekurangan sesuatu apa pun buat pengganti baik atau cantik.

b) Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.

Contoh: Anak itu sama sekali tidak bodoh.

c) Ironi adalah gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata yang berbeda, bahkan seringkali yang bertentangan dengan

yang sebenarnya.

Contoh: Bagusnya rapot si Andi ini, banyak benar angka merahnya.

(33)

Contoh: Oh adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

e) Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Contoh: Fridolin Ukur “ cerita kosong”

f) Paradox adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

Contoh: Dia kedinginan di tengah kota Jakarta yang panas. g) Klimaks adalah urutan pikiran yang semakin lama semakin mengandung penekanan.

Contoh: Setiap guru yang berdiri di depan kelas harus mengetahui, memahami, serta menguasai bahan yang diajarkannya.

h) Antiklimaks adalah gaya bahasa yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.

Contoh: Dia memang raja uang di daerah ini, seorang budak hawa nafsu dan keserakahan.

i) Histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Contoh: Dia membaca cerita itu dengan cepat dengan cara mengejanya kata demi kata.

j) Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan.

Contoh: Ia duduk pada sebuah bangku yang gelisah (yang gelisah adalah ia, bukan bangku).

k) Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan

ketulusan hati.

Contoh: Tidak dapat disangkal lagi bahwa bapaklah orangnya, sehingga keamanan dan ketentraman di daerah ini akan ludes bersamamu.

(34)

sindiran pedas dan menyakiti hati. Contoh: Mulutmu harimaumu.

3) Gaya Bahasa Pertautan

a) Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang atau hal sebagai penggantinya.

Contoh: Dalam pertandingan kemarin saya hanya mendapat perunggu sedangkan teman saya emas.

b) Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan, hal ini disebut pars prototo,

atau menggunakan keseluruhan untuk sebagian, yang disebut totem pro parte.

Contoh: Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di tanah air kita ini.

c) Eufimisme adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu

sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Contoh: Tuna aksara pengganti buta huruf.

d) Eponim adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Contoh: Hercules menyatakan kekuatan.

e) Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung haluan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas dari seseorang atau suatu hal. Contoh: Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyongsong mentari bersinar menerangi alam. (lonceng pagi = ayam jantan).

f) Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.

(35)

g) Erotesis adalah gaya yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menuntun suatu jawaban.

Contoh: Apakah sudah wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya kepada guru.

h) Paralelism adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.

Contoh: Baik kaum pria maupun wanita mempunyai kewajiban dan hak yang sama secara hukum.

i) Elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya terjadi penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dalam kontruksi sintaksis yang lengkap.

Contoh: Mereka ke Jakarta minggu yang lalu (penghilangan predikat: pergi atau berangkat).

j) Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis mempunyai suatu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang diantaranya paling sedkit satu cari diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantiatif.

Contoh: Kami berjuang dengan tekad; tekad harus maju; maju dalam kehidupan; kehidupan yang layak dan baik; baik secara jasmani dan rohani; jasmani dan rohani yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih.

(36)

Contoh: Hasil utama tanah karo adalah jeruk, nanas, kentang, kol, tomat, bawang, sayur putih, jagung, padi. (seharusnya ada kata dan sebelum kata padi).

l) Polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton yang berupa acuan dimana beberapa kata, frase atau klausa yang berurutan dihubungkan sama lain dengan kata-kata sambung.

Contoh: Harga padi dan jagung dan sayur-mayur sangat menggembirakan para petani tahun lalu.

4) Gaya Bahasa Perulangan

a) Aliterasi adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama.

Contoh: Dara damba daku dan duka dua duka.

b) Asonansi adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.

Contoh: Tiada siaga tiada biasa.

c) Antanaklasis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata yang sama bunyi dengan makna yang berbeda. Contoh: Karena buah penanya itu dia pun menjadi buah bibir masyarakat.

d) Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inverse antara dua kata dalam satu kalimat. Contoh: Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.

e) Epizeukis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan langsung atas kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut.

(37)

f) Tantoes adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan atas sebuah kata dalam sebuah kontruksi.

Contoh: Aku menuduh kamu, kamu menuduh aku, aku dan kamu saling menuduh, kamu dan aku berseteru.

g) Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.

Contoh:

Tanpa iman yang teguh engkau akan mudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Tanpa iman yang teguh engkau akan mudah tergoda wanita cantik di sekelilingmu. Tanpa iman yang teguh engkau akan mudah tergoda oleh uang dan harta. Tanpa iman yang teguh hidupmu tidak akan tentram dan damai lahir batin.

h) Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.

Contoh:

Kemarin adalah hari ini Besok adalah hari ini Hidup adalah hari ini Segala sesuatu buat hari ini

i) Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berurut urut.

Contoh: Kau katakan aku wanita pelacur. Aku katakan biarlah. Kau katakan aku wanita mesum. Aku katakan biarlah Kau katakan aku penuh dosa. Aku katakan biarlah.

j) Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetesi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah baris atau beberapa kalimat beruntun.

(38)

Contoh:

Para pendidik harus menigkatkan kecerdasan bangsa Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat Para petani harus meningkatkan hasil sawah lading Polisi R.1 harus meningkatkan keamanan umum

Seluruh rakyat harus meningkatkan pembangunan di segala bidang

k) Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repitisi yang berupa perulangan kata pertama menjadi terakhir dalam kluasa atau kalimat.

Contoh: Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya.

l) Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repitisi dimana kata atau frase terakhir dari suatu kluasa atau kalimat menjadi frase pertama dari kluasa atau kalimat berikutnya.

Contoh:

Dalam raga ada darah Dalam darah ada tenaga Dalam tenaga ada daya Dalam daya ada segala

c. Manfaat Gaya Bahasa

Manfaat penggunaan bahasa figuratif (majas, gaya bahasa) dalam puisi, antara lain.

(1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif; (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.20

(39)

3. Pengajaran Apresiasi Puisi di Sekolah

Apresiasi melibatkan 3 aspek, yaitu: (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, serta (3) aspek evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur sastra yang bersifat objektif. Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca, dalam upaya memahami unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibacanya, serta berperan memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Aspek evaluatif berkaitan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap indah-tidak indah, baik-buruk, karya sastra yang dibaca.21

Pada tingkat awal apresiasi puisi barulah berupa penikmatan, yang hanya akan menghasilkan rasa senang. Misalnya, siswa baru mulai menyenangi menonton atau mendengarkan pembacaan puisi. Itu sebabnya kegiatan berpuisi di kelas VII diawali dengan mendengarkan pembacaan puisi, kemudian siswa diminta untuk memahami puisi melalui identifikasi unsur-unsur bentuk puisi dan mengungkapkan isi puisi yang didengarnya.

Berikut akan dibahas mengenai pengajaran apresiasi puisi di sekolah mulai dari materi, proses sampai pada penilaian.

a. Materi

Cakupan materi atau kegiatan apresiasi puisi meliputi 3 kegiatan yaitu. 1)Kegiatan langsung, yang terdiri dari: menanggapi cara pembacaan

puisi (KD. 13.1), merefleksi isi puisi yang dibacakan (KD. 13.2), membaca indah puisi (KD. 15.1), mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi (KD. 15. 2), dan menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan (KD. 5.1)

2) Kegiatan yang tak langsung yaitu dengan mempelajari teori sastra. 3) Kegiatan kreatif meliputi: menulis pantun (KD. 8.1), puisi (KD.16.1) dan musikalisasi puisi (KD. 6.2).

(40)

b. Proses Apresiasi Puisi 1) Kegiatan ekspresi lisan a) Membaca puisi

Proses apresiasi diawali dengan membaca puisi. Pembacaan yang dilakukan berulang kali, bertujuan agar dapat memahami isi puisi, memang tidak semua puisi mudah dipahami. Dalam prosesnya di kelas bila siswa mendapat kesulitan menangkap isi puisi, biasanya guru akan memberi contoh pemaknaan dengan menerapkan parafrase pada puisi tersebut. Parafrase adalah menyisipkan kata atau kelompok kata diantara kata-kata yang telah ada, dengan tujuan mempermudah pemaknaan dan untuk membedakan puisi asli dengan parafrase, maka parafrase ditempatkan di dalam kurung, seperti contoh berikut.

Kemanakah (aku harus) pergi (untuk) mencari (sirna) matahari Ketika salju (mulai) turun

(sehingga) pepohonan (seperti) kehilangan daun (-daun)

Pendekatan parafrase ini memang merupakan cara termudah, sehingga sering dipergunakan oleh guru sebagai alat bantu memahami puisi. Cara lain untuk dapat memahami puisi dapat dijelaskan sebagai berikut.

(1) Perhatikan judul puisi, pada banyak puisi, judul merupakan tema sentral yang menggambarkan keseluruhan makna puisi tersebut. Contohnya puisi PadaMu Jua karya Amir Hamzah, Dari Seorang Guru kepada Murid-muridnya karya Hartoyo Andang Jaya, dan Doa karya Chairil Anwar.

(2) Perhatikan kata yang berulang kali di munculkan pada puisi itu, karena dapat membantu menggambarkan isi puisi.

(3) Berusaha mengetahui siapa akulirik dalam puisi tersebut.

(41)

(5) Jangan memulai penafsiran isi puisi secara terpenggal-penggal dahulu misalnya kata demi kata, larik demi larik, tetapi bacalah secara utuh dan di tafsirkan, baru kemudian memahami perbait, larik, bahkan mungkin kata demi kata.

(6) Mengetahui latar belakang kehidupan penyair sangat membantu memahami puisi.

Untuk lebih memahami sebuah puisi agar dapat dibaca dengan penuh penjiwaaan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain.

(1) Bacalah puisi berulang kali dengan bersuara. Pembacaan puisi untuk dibacakan tentu berbeda dengan jika hanya untuk ditelaah. (2) Berlatih membaca puisi tanpa suara atau membacanya dalam hati,

merupakan pekerjaan yang salah. Jika tempat dan situasi tidak memungkinkan bersuara keras, bacalah minimal dengan menggunakan bibir.

(3) Gunakan kamus untuk memahami kata sulit yang terdapat dalam

puisi.

(4) Lakukan pembacaan puisi pertama kali dengan nada mendatar, tanpa tekanan, tanpa emosi. Sambil membaca dengarkan suara anda sendiri, perhatikan sesuatu yang ingin disampaikan puisi tersebut.

(5) Kenali peran pembaca dalam puisi tersebut.

(6) Bacalah kembali puisi dengan penuh perasaan dan takaran emosi yang tepat. Puisi dibaca kata demi kata dengan perlahan agar dapat melahirkan makna yang sarat.

(42)

b) Berbalas Pantun

Kegiatan berpantun dapat dilakukan oleh satu orang saja atapun oleh kelompok berupa berbalas pantun. Kegiatan berpantun yang dilakukan secara perseorangan biasanya berupa pantun nasihat, pantun adat, pantun agama, serta pantun dagang. Untuk kegiatan berbalas pantun dapat menggunakan jenis pantun teka-teki, pantun muda-mudi, dan lain-lain. Agar kreavitas siswa semakin tinggi, siswa dilatih untuk sering berpantun secara spontanis. Yang harus mendapat perhatian ialah perbedaan intonasi pada waktu membaca puisi dengan pada saat berpantun

c) Musikalisasi Puisi

Untuk menjadi penikmat puisi, dapat dilakukan berbagai bentuk ekspresi lisan misalnya: membacakan puisi, mendengar pembacaan puisi, dramatisasi puisi, atau musikalisasi puisi. Musikalisasi merupakan apresiasi sastra yang berawal dari puisi sebagai ekspresi tulis, kemudian dibawakan dalam bentuk ekspresi lisan, berlagu pada

seluruh puisi atau hanya sebagian dari puisi tersebut yang dilagukan. Faktor yang sangat berperan dalam memperindah penyampaian antara seni musik dengan seni sastra, dalam hal ini puisi. Kelompok musikalisasi puisi cenderung menggunakan alat musik petik dan perkusi.

(43)

2) Kegiatan ekspresi tulis

Merupakan kegiatan mencipta ataupun berkreasi menghasilkan sebuah karya kreatif berupa puisi, pantun ataupun syair.

a) Cipta pantun

Dalam mencipta pantun siswa diminta untuk menulis pantun sesuai dengan syarat-syarat terbentuknya sebuah pantun. Pantun dibuat berbait-bait yang setiap baitnya terdiri atas 4 larik. Setiap larik terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Rima akhir sebait pantun berumus a-b-a-b disebut bersajak sengekelang/sajak selang. Selain itu perlu diperhatikan kedua larik pertama merupakan sampiran, sedangkan kedua larik terakhir yaitu hari ke-3 dan ke-4 merupakan isi pantun. Nah, syarat-syarat ini haruslah mendapat perhatian utama bagi pencipta pantun.

Dalam pantun bagian sampiran dengan isi ada yang berhubungan namun ada pula yang tidak berhubungan sama sekali. Yang menghubungkan keempat larik tersebut justru terletak pada rima

akhirnya. Sampiran dibuat berdasarkan pengamatan pencipta pantun terhadap kehidupan maupun keajaiban-keajaiban yang dilihat, dirasakan, atau yang dihayatinya. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari siswa sering melihat barisan semut mengangkut sisa-sisa makanan atau remah-remah yang mereka temukan, lalu siswa dapat menetapkan objek sampiran ialah semut. Ciptakanlah larik pantun mulai dengan sampiran, berdasarkan fenomena yang dilihat itu, misalnya sebagai berikut:

Lihatlah semut sedang berbaris Mengangkat nasi bergotong royong

Atau boleh juga dalam bentuk lain, seperti: Barisan semut Nampak menjulur

Sedari pagi membawa remah

(44)

b) Cipta puisi

Pelajaran pertama untuk mencipta puisi adalah siswa diminta untuk mengamati objek dan mendata objek yang akan dijadikan bahan menulis puisi dari gambar peristiwa atau berdasarkan peristiwa yang pernah dialaminya sendiri. Kemudian siswa mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis dengan menggunakan pilihan kata yang tepat. Selanjutnya siswa diminta untuk menyunting sendiri puisi yang telah dibuatnya.

c) Cipta Musikalisasi Puisi

Penciptaan musikalisasi puisi harus berawal dari puisi. tidak sama halnya dengan lagu, yang dapat diciptakan musiknya dahulu baru kemudian diisi dengan syairnya. Mencipta musikalisasi puisi dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Tentukan puisi yang hendak dimusikalisasi.

(2) Bacalah puisi tersebut berulang kali, sebagai upaya memahami hakikat dan makna puisi.

(3) Tafsirkan makna puisi tersebut secara utuh dahulu, jangan terpenggal- penggal.

(4) Jangan ragu untuk membacanya berulang kali.

(5) Tentukan di mana puncak puisi, klimaks-klimaks kecil, klimaks puisi, bagian yang hendak dibaca, serta bagian yang hendak dilagukan. Jika ada yang perlu diperjelas atau ditekankan dapat dilakukan pengulangan-pengulangan atau mengambil nada tinggi.

(6) Mulailah menetapkan irama atau notasi pada puisi.

(7) Lakukan pengisian vokal, bunyi, dan penyelarasan atau harmoni ke semua bunyi tersebut.

c. Penilaian

(45)

1) Baca puisi

Upaya pembaca untuk memahami puisi serta menguasai teknik pembacaannya harus terlebih dahulu dilakukan. Jika pembaca telah mengenal, mengetahui, kemudian memahami makna puisi yang akan dibacanya, maka dapat diharapkan pada saat pembacaan ia akan menjiwai isi puisi. Penilaian terhadap baca puisi, memberi bobot yang besar pada unsur penjiwaan. Unsur lain yang juga dapat dinilai yaitu vokal serta gerak penunjang.

2)Berbalas Pantun

Penilaian dalam berbalas pantun harus memperhitungkan aspek adanya hubungan yang logis antara pantun yang dilemparkan oleh satu kelompok dengan kelompok yang lain, ketangkasan dalam menjawab pantun, dan adanya kerjasama kelompok.

3)Musikalisasi Puisi

Aspek yang dinilai mencakup: pemahaman isi puisi, penghayatan yang menilai tentang penghayatan gerak dan ekspresi, penampilan, dan harmoni yang mencakup keselarasan musik dan bunyi.

4)Cipta Puisi

Penilaian cipta puisi meliputi: kesesuaian tema dengan isi puisi, kedalaman isi, ketepatan diksi, serta kesesuaian tipografi.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan topik yang penulis teliti antara lain ditulis oleh beberapa orang sebagai berikut. Pertama, buku yang berjudul Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya yang ditulis oleh Bakdi Soemanto. Buku tersebut berisi tentang fase perkembangan kepenyairan Sapardi, juga tentang bagaimana cara menikmati karya-karyanya termasuk di dalamnya ada beberapa penjelasan mengenai gaya bahasa yang digunakan oleh Sapardi dalam beberapa karyanya. Di samping itu juga menjelaskan bahwa kekuatan kepenyairan Sapardi adalah pada kepiawaiannya memainkan kata dan makna sehingga menjadi suatu ungkapan yang-meminjam istilah Rendra-otentik, yakni khas Sapardi.

(46)

Musikalisasi Puisi yang ditulis oleh Usman Nurdiansyah. Penelitian tersebut menganalisis puisi-puisi yang sudah dimusikalisasi. Kesimpulan yang bisa diambil mengenai gaya bahasa yang banyak digunakan pada puisi Hujan Bulan Juni adalah anafora. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yaitu menggunakan sumber data primer yang sama yaitu kumpulan puisi Hujan Bulan Juni dan juga mendeskripsikan gaya bahasa namun memiliki perbedaan sampel dan tujuan.

Ketiga, skripsi yang berjudul Peristiwa Pembakaran 13-15 Mei 1998 dalam Sajak Ayat-ayat Api Karya Sapardi Djoko Damono (Sebuah Pendekatan Semiotik) yang ditulis oleh Tri Darmanto. Hasil penelitian sajak Ayat-ayat Api diperoleh kesimpulan bahwa pembacaan semiotik terhadap sajak Ayat-ayat Api menghasilkan tema mengenai peristiwa pembakaran pada tanggal 13-15 Mei 1998 terhadap kota Jakarta dan Surakarta. Adapun amanatnya adalah menjadi penguasa harus amanah dan bermoral, menyelesaikan permasalahan dengan kejahatan (membakar) tidak memberikan solusi agar masyarakat Indonesia memiliki pendirian kuat dan tidak mudah terhasut dan segera mungkin bangkit untuk

memperbaiki semua yang hancur. Persamaan dengan penelitian penulis yaitu terletak pada penyairnya saja, sedangkan perbedaan ada pada objek dan pendekatan yang digunakan.

(47)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan.1 Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein

(‘ana’=atas, ‘lyein’=lepas,urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.2

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan stilistika dengan fokus hanya pada bahasa figuratif (gaya bahasa). Pada umumnya pendekatan itu sendiri, disamakan dengan metode.3 Dalam pembicaraan ini pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek, pendekatan lebih dekat dengan bidang studi tertentu, sedangkan metode adalah cara-cara mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data.4 Metode digunakan untuk efisiensi, dengan cara menyederhanakan sedangkan tujuan pendekatan adalah

pengakuan terhadap hakikat ilmiah objek ilmu pengetahuan itu sendiri.5

Pendekatan stilistika bertumpu dari asumsi dasar bahwa fungsi bahasa berperan utama dalam mewujudkan keberadaan sebuah teks sastra. Sebagai media utama, keberadaan bahasa tidak dapat direnggut dari teks sastra. Bahasa sastra memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan karya sastra juga sekaligus akan

1Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 53. 2Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi,

(Yogyakarta: MedPress, 2008), h. 71. 3Ratna, op.cit., h.53.

4Ibid., h. 53-54.

(48)

memberikan bobot karya tersebut. Bahkan menurut Pradopo dalam Endaswara bahwa nilai sastra ditentukan oleh gaya bahasanya.6

Berikut ini merupakan cakupan kriteria pendekatan stilistika.7

1. Pendekatan stilistika berpatokan bahwa kedigdayaan sastrawan mengekspresikan pengolahan bahasa adalah sebuah prestasi kreativitas yang agung. Oleh sebab itu, apresiasi yang paling mulia disandang sastrawan yang mampu mengeksplorasi bahasa dengan gaya yang memukau dan mencengangkan;

2. Dengan penitikberatan pada penelaahan aneka variasi penggunaan bahasa dan gayanya dalam teks sastra;

3. Berbeda dengan penelaahan pendekatan struktural, pengkajian bahasa lebih fokus dan mendalam sehingga mampu mengungkapkan simbol-simbol, dasar-dasar pilihan kata, dan pencapaian kemungkinan aneka penafsiran;

4. Juga penelaahan berfokus ke arah pembukaan tabir keabstrakan makna yang tampak dalam teks sastra yang kabur, absurd, dan eksperimental. Hal ini tentu saja akan memberikan manfaat yang besar untuk membantu para pembaca dalam mengapresiasikan secara tepat teks sastra;

5. Penelaahan dapat pula mengarah pada gaya khas bersifat individual sastrawan berupa gaya bahasa yang betul-betul mencerminkan keberadaan dirinya sendiri;

6. Penelaahan gaya bahasa pengarang tidak hanya menyangkut individual pengarang, melainkan dapat juga penelaahan gaya kelompok pengarang yang umum berlaku dalam periode tertentu seperti gaya bahasa khas pada sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Penelaahan dapat pula mengacu kepada gejala pergeseran gaya bahasa yang terjadi pada sosok pengarang tertentu karena proses pematangan diri atau perubahan aliran sastra yang dianut;

7. Penelaahan juga dapat mengarah pada variasi penggunaan kata dalam struktur kalimat, kalimat dalam paragraf, dan paragraf dalam wacana yang semuanya itu terjalin dengan utuh sehingga mampu menggugah dan memukau, dan;

8. Penelaahan stilistika dapat juga mengacu pada pemahaman para pembaca terhadap teks sastra.

B. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.8 Penelitian ini

6Endaswara, op.cit., h. 72.

(49)

menggunakan dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.9 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono cetakan kedua Oktober 2013 terbitan PT Gramedia. Adapun sumber data sekunder diperoleh dari buku referensi, karya ilmiah, dan situs internet yang berkaitan dengan objek yang

diteliti.

Hujan Bulan Juni pertama kali diterbitkan oleh Grasindo, tahun 1994, berisi

sepilihan sajak yang ditulis pada rentang waktu tahun 1964 sampai 1994. Sajak-sajak itu berasal dari beberapa buku puisi, yakni Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), dan Perahu Kertas (1984). Di samping itu ada sejumlah sajak yang belum pernah dimuat dalam buku puisi Sapardi sebelumnya. Hujan Bulan Juni sudah dicetak ulang beberapa kali, dan setiap kali cetak ulang ada sedikit perubahan yang berupa koreksi, penambahan atau pengurangan sajak. Buku cetakan kedua terbitan PT Gramedia ini pun mengalami perubahan, terutama yang menyangkut jumlah dan waktu penulisannya. Secara keseluruhan, kumpulan puisi ini berisi 102 judul puisi.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Masalah pemilihan sampel dalam penelitian sastra dengan metode kualitatif cenderung menggunakan istilah “theoritical sampling”. Karakteristik utama dalam pengambilan sampel teoretis ini dikendalikan oleh pemahaman-pemahaman teoretis yang muncul dan berkembang sejalan dengan pengambilan data itu sendiri.10 Jumlah sampel dalam penelitian ini pun tidak dapat ditentukan secara tegas sejak awal penelitian. Berikut adalah prosedur pengambilan sampel

menurut Sarantokos dalam Hanum.

8Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 157.

9Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 225.

(50)

1.Tidak mengacu pada jumlah sampel yang banyak, melainkan mengarahkan kepada kasus-kasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian;

2.Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi tergantung pada jumlah dan karakteristik sampel sesuai dengan pemahaman konseptual berkembang dalam penelitian; dan

3.Tidak diarahkan pada keterwakilan, melainkan pada kecocokan konteks.11

Selain, menggunakan prosedur pengambilan sampel, penulis juga menggunakan panduan teknik pengambilan sampel seperti berikut ini.

1. Pengambilan sampel ekstrim atau menyimpang. Teknik ini memfokuskan pada kasus-kasus yang banyak mengandung informasi berdasarkan keunikan dan penampilan karakteristik yang khas dalam aspek-aspek tertent

Gambar

figuratif language yang memiliki makna bermacam-macam.25
gambar peristiwa/tayangan yang mengharukan.
gambaran atau citraan terdiri atas:

Referensi

Dokumen terkait

JAKARTA 2014.. Jurusan Kependidikan Islam Prodi PGMI, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Penelitian ini

sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Stilistika dalam Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Relevansi Sebagai Pembelajaran Sastra

Peneliti memilih analisis struktural psikologis karena sesuai dengan objek yang diteliti, yakni berupa struktur fisik dan strukur batin puisi karya Sapardi Djoko

Nada adalah cara pengarang menyampaikan isi puisinya yang erat kaitannya dengan rasa dan tema, nada yang digunakan pada puisi yaitu cenderung lirih dengan emosi

Nilai kearifan ekologi pada puisi bait ketiga yakni hujan yang turun ke bumi merupakan gambaran sifat arif yang melekat pada air sebagaimana air yang

Alih wahana novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ke dalam film Hujan Bulan Juni karya Hestu Saputra atau yang lebih dikenal dengan istilah

Setelah dilakukan penelitian berupa analisis penggunaan diksi dan gaya bahasa terhadap kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono diambil sebanyak

Bentuk dasar yang mengalami proses morfologis reduplikasi sebagian yaitu; bentuk dasar yang mengalami proses pengulangan bunyi pada suku awal kata dan mengalami pelemahan bunyi,