• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMAJI DALAM KUMPULAN PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMAJI DALAM KUMPULAN PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

IMAJI DALAM KUMPULAN PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X (Skripsi)

Oleh

MARGARETA FINASEHATI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017

(2)

iv ABSTRAK

IMAJI DALAM KUMPULAN PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X

Oleh

MARGARETA FINASEHATI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan imaji dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian berjumlah 21 puisi yang termuat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis teks. Hasil

penelitian menunjukan bahwa imaji dalam puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono lengkap. Artinya, semua jenis imaji dalam puisi telah digunakan dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Dari 21 puisi yang diteliti telah ditemukan 60 data yang menunjukan imaji yang terdiri atas 24 imaji visual, 13 imaji auditori, 4 imaji penciuman, 1 imaji rasaan/pencecapan, 4 imaji taktil, 6 imaji kinestetik, 2 imaji auditori + imaji visual, 5 imaji kinestetik + imaji visual, dan 1 kinestetik + imaji auditori. Selain itu, berdasarkan data imaji yang ditemukan diketahui juga bahwa data-data tersebut memiliki kemiripan sehingga ditemukan 6 kategori yakni kategori arah, pemandangan, jarak, tempo, keadaan, dan volume. Imaji dalam puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono dalam penelitian ini berimplikasi terhadap pembelajaran sastra di SMA. Pembelajaran yang berkaitan dengan imaji terdapat pada kelas X, KD 3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi.

(3)

IMAJI DALAM KUMPULAN PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X

Oleh

MARGARETA FINASEHATI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung pada tanggal 22 Februari 1995 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Paulus Tri Parwoto dan Isadora Wahyuni. Pendidikan yang telah penulis tempuh adalah pendidikan Taman Kanak-Kanak PGRI 7, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 3 Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekampung, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2010. Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Batanghari, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur yang diselesaikan pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada tahun 2016 penulis melakukan PPL di SMA Negeri 1 Seputih Mataram, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah dan KKN di desa Pajar Mataram,

(8)

vii MOTO

Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan.

(Amsal 19: 20)

Arah yang diberikan pendidikan adalah untuk mengawali hidup seseorang akan menentukan masa depannya.

(9)

PERSEMBAHAN

Teriring doa dan rasa syukur atas kasih yang diberikan Tuhan, kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang paling berharga dalam hidupku.

1. Bapak dan Ibuku tercinta, Bapak Paulus Tri Parwoto dan Ibu Isadora Wahyuni yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, mendidik dengan penuh kesabaran, serta berdoa dengan ketulusan hati untuk keberhasilan dan cita-citaku.

2. Adik-adikku tercinta yang lucu-lucu Zakius Maharga dan Vinsensius Lenggana yang selalu menghibur dan memberikan semangat untuk keberhasilanku. 3. Kakek dan nenekku tersayang kakek Sukarman, kakek Suharman, nenek

Sarmi, nenek Juminem yang selalu mendoakan keberhasilanku dan menasihatiku.

4. Untuk keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepadaku.

5. Bapak dan ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan almamater Universitas Lampung yang telah memberikan banyak pengetahuan dan pengalaman yang terbaik dalam hidupku.

(10)

ix

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Imaji dalam Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya terdadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi, penulis banyak menerima masukan, arahan,

bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Munaris, M.Pd. selaku pembimbing I yang memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi selama penyusunan skripsi serta selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung.

2. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya membimbing, memberikan saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi.

3. Dr. Edi Suyanto, M.Pd. selaku dosen pembahas yang selalu memberikan saran dan perbaikan skripsi penulis.

4. Drs. Ali Mustofa, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang memberi arahan kepada penulis.

(11)

5. Dr. Mulyanto Widodo, M. Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak dan ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

8. Orang tuaku tercinta, Bapak Paulus Tri Parwoto dan Ibu Isadora Wahyuni yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, mendidik dengan penuh kesabaran, serta berdoa dengan ketulusan hati untuk keberhasilan dan cita-citaku.

9. Adik-adikku tercinta Zakius Maharga dan Vinsensius Lenggana yang selalu menghibur dan memberikan semangat untuk keberhasilanku.

10. Keluarga besarku yang telah menjadi motivasi dan mendoakan keberhasilanku.

11. Teman baikku Dian, Luski, Tata, Isti, Juleha, Eli, Hindun, Wahyu, Gustia, Alamsyah, dan kakak Martin yang senantiasa menjadi penyemangat dan saling mendoakan untuk kesuksesan kita.

12. Andreas Tri Wibowo, S.Pd. yang banyak berbagi pengalaman, memotivasi, dan mendorong semangatku dalam penyusunan karya tulis skripsi ini. 13. Teman-temanku Orang Muda Katolik (OMK) gereja st. Albertus dan juga

OMK sewilayah Metro yang selalu menghiburku dan mendoakan keberhasilanku.

(12)

xi

14. Teman seperjuanganku di Batrasia 2013 kelas A dan B yang selalu memberikan semangat, pengertian, bantuan, serta doa yang senantiasa mengiringi kelancaran dan keberhasilan penyusunan skripsi ini. 15. Kakak dan adik tingkat Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang memberi semangat dan doa dalam penyelesaian skripsiku. 16. Teman-teman KKN di desa Pajar Mataram dan PPL di SMA Negeri 1

Seputih Mataram, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah.

17. Almamaterku tercinta Universitas Lampung.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandarlampung, 22 Juni 2017

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... iv SURAT PERNYATAAN ... v RIWAYAT HIDUP ... vi MOTO ... vii PERSEMBAHAN... viii SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 7 1.5 Ruang Lingkup... 7 II LANDASAN TEORI 2.1 Imaji ... 8 2.1.1 Pengertian Imaji ... 8 2.1.2 Jenis Imaji ... 10 2.1.2.1 Imaji Visual... 11 2.1.2.2 Imaji Auditori... 11 2.1.2.3 Imaji Penciuman... 12 2.1.2.4 Imaji Rasaan/Pencecapan... 13 2.1.2.5 Imaji Taktil... 14 2.1.2.6 Imaji Kinestetik... 14 2.2 Puisi Imajis... 15

2.3 Tentang Sapardi Djoko Damono... 19

(14)

xiii III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian... 30

3.2 Data dan Sumber Data ... 31

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 31

IV PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan... 33

4.1.1 Imaji Dalam Puisi Hujan Bulan Juni... 36

4.1.1.1 Imaji Puisi Tangan Waktu... 36

4.1.1.2 Sajak Desember... 39

4.1.1.3 Imaji Puisi Suara... 42

4.1.1.4 Imaji Puisi Kita Saksikan ... 44

4.1.1.5 Imaji Puisi Dalam Doa: 1 ... 45

4.1.1.6 Imaji Puisi Kupandang Kelam yang Merapat ke Sisi Kita ... 48

4.1.1.7 Imaji Puisi Kartu Pos Bergambar: Jembatan Golden Gate, San Francisco ... 51

4.1.1.8 Imaji Puisi Mata Pisau... 53

4.1.1.9 Imaji Puisi Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari ... 55

4.1.1.10 Imaji Puisi Cahaya Bulan Tengah Malam ... 57

4.1.1.11 Imaji Puisi Catatan Masa Kecil, 1 ... 60

4.1.1.12 Imaji Puisi Catatan Masa Kecil, 3 ... 62

4.1.1.13 Imaji Puisi Di Kebun Binatang ... 65

4.1.1.14 Imaji Puisi Sepasang Sepatu Tua... 67

4.1.1.15 Imaji Puisi Bunga, 1... 69

4.1.1.16 Imaji Puisi Bunga, 3... 73

4.1.1.17 Imaji Puisi Di atas Batu ... 77

4.1.1.18 Imaji Puisi Angin, 3... 79

4.1.1.19 Imaji Puisi Hujan Bulan Juni... 82

4.1.1.20 Imaji Puisi Di Restoran... 85

4.1.1.21 Imaji Puisi Dalam Doaku... 86

4.1.2 Jenis Imaji Puisi dalam Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni... 90

4.1.2.1 Imaji Visual... 91 4.1.2.2 Imaji Auditori... 100 4.1.2.3 Imaji Penciuman... 106 4.1.2.4 Imaji Rasaan/Pencecapan... 108 4.1.2.5 Imaji Taktil... 109 4.1.2.6 Imaji Kinestetik... 111

4.1.2.7 Imaji Visual + Imaji Kinestetik... 114

4.1.2.8 Imaji Kinestetik + Imaji Auditori... 117

4.1.2.9 Imaji Auditori + Imaji Visual... 117

4.1.3 Implikasi Penelitian Imaji Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA di Kelas X... 118

4.1.3.1 Komponen Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 121

4.1.3.1.1 Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) ... 122

4.1.3.1.2 Indikator Pencapaian, Tujuan, dan Materi Pembelajaran ... 124

4.1.3.1.3 Metode, Media, dan Sumber Pembelajaran ... 125

(15)

4.1.3.2 Kesesuaian Puisi-Puisi Karya Sapardi Djoko Damono

Sebagai Bahan Ajar Sastra SMA Kelas X... 131

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 137 5.2 Saran... 138 DAFTAR PUSTAKA

(16)

xv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Pengelompokkan Data Imaji…... 36 2. Tabel 4.2 Pengelompokkan Data Berdasarkan Kategori... 37

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Puisi 2. RPP 3. Tabel Data

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “karya sastra” bukanlah hal yang baru bila didengarkan kepada telinga orang. Setiap orang sudah sangat sering mendengar kata tersebut. Karya sastra merupakan sebuah karya seseorang yang cara mengungkapkan gagasan pokoknya tidak secara langsung. Artinya, karya ini juga melihat segi yang lain, seperti dari segi keindahan. Unsur-unsur karya sastra tersebut yang mendukung dan

mejadikan sebuah karya sastra menjadi lebih indah. Oleh karena itu, yang masih menjadi persoalan pembaca sampai saat ini yakni agar pembaca dapat mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut dan mengetahui maknanya.

Menurut Teeuw seorang kritikus sastra asal belanda, sastra adalah penggunaan bahasa yang khas, yang hanya dapat dipahami dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (dalam, Sudjiman 1993: 2). Dari pendapat Teeuw tersebut dapat

dipahami bahwa sebuah karya sastra kembali lagi mengenai gagasan yang disampaikan, yakni menggunakan bahasa yang khas.

(19)

2

Pengarang sastra dapat mengungkapkan pesan atau informasi dengan

menggunakan tanda atau lambang yang dapat dilihat (huruf) atau didengar (bunyi bahasa) itu sendiri. Oleh karena itu, sesungguhnya kegiatan yang berbau sastra itu sangat menyenangkan, karena bahasa yang digunakan karya sastra itu sangat khas. Namun berbeda kenyataan dalam pembelajaran, pembelajaran sastra di sekolah-sekolah khususnya di sekolah-sekolah menengah atas (SMA) ternilai kurang menarik minat peserta didik. Seharusnya pendidiklah yang dapat menciptakan

pembelajaran yang baik. Belajar sastra memang bukanlah hal yang mudah, pebelajar akan mendapat kesulitan saat belajar sastra. Seperti yang dibahas dalam penelitian ini yakni karya sastra puisi. Saat membaca puisi, seseorang tidak akan langsung mengetahui isi kandungannya jika puisi itu hanya dibaca sekilas saja. Dengan kata lain jika ingin mengetahui kandungann sebuah puisi, pembaca harus membaca puisi tersebut secara cermat dan teliti karena telah dijelaskan di atas bahwa bahasa sastra itu khas.

Membaca puisi adalah suatu proses komunikasi yang agak rumit. Ada komunikasi langsung antara pembaca dan puisi, tetapi belum tentu ada komunikasi langsung antara pembaca dan si penyair. Lewat puisinya itulah penyair ‘berkomunikasi’ dengan pembaca, tetapi karena puisi disusun dalam bahasa, bisa saja apa yang diniatkan penyair tidak sampai ke pembaca (Damono, 2016: 33).

Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987: 27) menyebutkan adanya dua unsur penting dalam puisi, yakni unsur tematik atau unsur semantik puisi dengan unsur sintatik puisi. Unsur tematik atau semantik menunjuk ke arah struktur batin, sedangkan

(20)

3

unsur sintatik menunjuk ke struktur fisik. Yang menjadi inti puisi adalah unsur tematik yang diungkapkan melalui medium bahasa yang mengandung kesatuan sintaksis. Dari pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa makna puisi dapat diungkapkan melalui bahasa.

Kenyataannya yang terjadi pada saat ini pembelajaran puisi masih saja hanya sedemikian rupa. Seperti biasanya, pendidik hanya menjelaskan konsep-konsep mengenai puisi tanpa mengajak peserta didik untuk terjun langsung dalam pembelajaran yang aktif. Seharusnya pembelajaran puisi diarahkan kepada pembinaan apresiasi puisi. Proses pembelajaran diusahakan mampu membawa peserta didik menjadi kenal dan akrab dengan puisi. Peserta didik mampu menikmati dan menghargai puisi. Peserta didik gemar membaca puisi, dapat menghayati, merasakan, dan meresapi nilai-nilai keindahan yang terdapat dalam puisi. Untuk membina kecintaan terhadap puisi, peserta didik harus berhubungan secara langsung dengan puisi. Hubungan yang langsung inilah yang disebut apresiasi.

Berdasarkan beberapa hal di atas, penulis bermaksud meneliti imaji dalam kumpulan puisi sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra. Imaji yang

merupakan salah satu unsur puisi ini penting dan menarik untuk dikaji. Penelitian terhadap penggunaan imaji dalam puisi penting untuk dilakukan, sebab melalui hal tersebut pendidik dan peserta didik dapat mengetahui seberapa baik penyair tersebut menyampaikan kepuitisannya melalui gambaran bahasa yang dapat diindra. Pemahaman yang baik tentang pentingnya kedudukan

(21)

4

bahasa, khususnya imaji, juga akan sangat membantu pendidik dan peserta didik dalam proses mengapresiasi puisi.

Melalui penelitian ini, penulis meneliti imaji dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Puisi-puisi pada buku Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini dapat dijadikan bahan ajar untuk rancangan pembelajaran pada kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA kelas X.

Dalam kurikulum 2013 edisi revisi, terdapat kompetensi inti yang harus dicapai oleh peserta didik yang menempuh mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu

sebagai berikut KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI 2 Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI 3 Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Dan yang terakhir KI 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah

(22)

5

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

KI atau komptensi inti yang terdapat dalam sebuah kurikulum harus dicapai oleh peserta didik dalam pembelajaran. Berdasarkan KI-KI tersebut maka KI yang sesuai dengan penelitian ini yakni KI 3. Selain itu, terdapat KD mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang mempertegas keterkaitan penelitian ini dengan pembalajaran sastra di SMA, yakni terdapat KD 3.17 Menganalisis unsur

pembangun puisi.

Peneliti menggunakan puisi-puisi dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini karena puisi-puisi karya Sapardi yang memang merupakan puisi yang mengandung imaji sangat kuat. Seperti kita ketahui bahwa Sapardi Djoko Damono adalah salah satu penyair yang pandai menggunakan imaji dalam puisi-puisinya. Selain itu, sebagai implikasi pada pembelajaran sastra di SMA puisi-puisi Sapardi Djoko Damono ini layak digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran mengenai menganalisis puisi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa perlu melakukan penelitian dengan judul “Imaji dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu “Bagaimana imaji dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya

Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X?”

(23)

6

Adapun rincian masalah tersebut sebagai berikut.

1. Bagaimana imaji dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni?

a. Bagaimana jenis imaji dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni?

b. Jenis imaji apa yang sering dan jarang digunakan oleh Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni?

2. Bagaimana implikasi penelitian imaji pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan imaji dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X. Adapun rincian dari tujuan tersebut sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis imaji apa saja yang terdapat dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni.

2. Mendeskripsikan imaji yang sering dan jarang digunakan oleh Sapardi Djoko Damono dalam puisinya dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni.

3. Mendeskripsikan implikasi penelitian imaji dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni terhadap pembelajaran sastra di SMA di SMA kelas X.

(24)

7

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memberikan wawasan, informasi, dan pengetahuan bagi pembaca tentang

imaji dalam puisi.

2. Memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dalam hal pemilihan bahan ajar.

3. Sebagai referensi guru terhadap perancangan pembelajaran sastra mengenai unsur pembangun puisi khususnya imaji dalam puisi di tingkat SMA.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah imaji dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X. Adapun rincian dari ruang lingkup tersebut sebagai

berikut

1. Jenis imaji dalam puisi yang meliputi: a. imaji visual,

b. imaji auditori, c. imaji penciuman,

d. imaji pencecapan/rasaan, e. imaji taktil, dan

f. imaji kinestetik.

2. Implikasikan pada pembelajaran sastra di SMA kelas X yang meliputi perancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

(25)

8

II. LANDASAN TEORI

Landasan teori berisikan teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian. Dengan adanya teori-teori akan memperkokoh pemahaman sebelum melakukan penelitian. Dalam bab ini terdapat tentang imaji, puisi imajis, tentang Sapardi Djoko Damono, dan pembelajaran sastra di SMA.

2.1 Imaji

2.1.1 Pengertian Imaji

Imaji adalah salah satu unsur fisik puisi. Unsur ini berada di dalam puisi. Unsur berupa ungkapan atau susunan kata-kata yang dapat membawa seseorang saat membaca puisi merasa seolah-olah dapat mengindra peristiwa yang terjadi dalam puisi tersebut. Definisi yang lebih jelas dipaparkan oleh para ahli di bawah ini.

Imaji adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau mengkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui imaji ini, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat, didengar, atau dirasa (Waluyo, 2003: 10).

Menurut Rokhmansyah (2014: 18) imaji adalah susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris di mana pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, merasakan, seperti apa yang dilihat, didengar, dan

(26)

9

dirasakan penyair dalam puisinya secara imajinatif melalui pengalaman dan rasa kita. Penjelasan yang sejalan juga disampaikan oleh Tarigan, Imaji adalah usaha sang penyair dengan penggunaan kata-kata yang tepat untuk membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat puisi sehingga mereka menganggap bahwa merekalah yang mengalami peristiwa perasaan jasmaniah tersebut (Tarigan, 1986: 30).

Imaji bisa muncul pada diri seseorang, apabila seseorang mau memikirkan dan mengimajinasikan sesuatu yang dibacanya melalui perasaan. Sebab semua manusia mengalami dan melihat apa yang ada di dunia ini melalui perasaannya (Situmorang dalam Rokhmansyah, 2014: 17).

Melalui citraan atau imaji, para penikmat puisi akan memperoleh gambaran yang jelas, suasana khusus, atau gambaran yang menghidupkan alam pikiran dan perasaan penyairnya. Pendeknya, citraan merupakan gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menciptakannya (Tim Penyusun Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa, 2011: 179).

Hasanuddin (2012: 89) imaji atau citraan merupakan salah satu cara cara memanfaatkan sarana kebahasaan di dalam sajak. Di dalam sajak diperlukan kekonkretan gambaran, kejelasan, dan hidupnya gambaran. Dengan begitu, ide yang semulanya abstrak dapat ditangkap seolah-olah dilihat, didengar, dirasa, dicium, diraba, atau dipikirkan oleh pembacanya.

(27)

10

Hasanuddin juga menjelaskan bahwa penyair berusaha menghubungkan intuisinya sebagai penyair dengan imajinasi yang ada pada pembaca. Akibatnya, ia harus berusaha menata kata sedemikian rupa sehingga makna-makna yang abstrak menjadi konkret dan nyata. Di dalam sajak diperlukan kekonkretan gambaran, kejelasan, dan hidupnya gambaran. Dengan demikian, ide-ide yang abstrak yang sebelumnya tidak bisa ditanggap alat indra, diberi gambaran atau dihadirkan dalam gambar-gambar inderaan. Dengan begitu, ide yang abstrak tersebut seolah-olah dapat dilihat, didengar, dirasa, dicium, diraba, atau dipikirkan.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian imaji, dapat disimpulkan bahwa imaji adalah alat puisi atau bahasa puisi yang berusaha mengkonkretkan gambaran yang abstrak, sehingga pada saat pembaca membaca puisi, pembaca akan mudah menanggapi hal-hal atau pengalaman yang telah tersedia. Dengan demikian, hal tersebut akan membangkitkan daya bayang pembaca sehingga pembaca seolah-olah dapat mengindra pengalaman yang diceritakan dalam puisi tersebut.

2.1.2 Jenis-Jenis Imaji

Hasanuddin menguraikan jenis-jenis imaji ini ke dalam beberapa bagian, yaitu imaji visual, auditori, penciuman, rasaan/pencecapan, taktil, dan kinestetik (2012: 94-106).

(28)

11

2.1.2.1 Imaji Visual

Imaji visual adalah citraan yang timbul karena daya saran penglihatan. Banyak penyair memanfaatkan citraan penglihatan. Citraan ini memang banyak digemari oleh para penyair. Dapat dikatakan bahwa tidak hanya sajak-sajak imajis saja yang menggunakan citraan. Sajak-sajak jenis lain juga menggunakan citraan. Hanya, sajak-sajak imajis menyandarkan sepenuhnya kepuitisannya pada

kekuatan imaji, sedangkan sajak-sajak lain mungkin masih memanfaatkan sarana kepuitisan yang lainnya.

Contoh imaji visual ini seperti dalam puisi Stanza karya Ws. Rendra.

Ada burung dua, jantan dan betina hinggap di dahan.

Ada daun dua, tidak jantan tidak betina gugur dari dahan. Ada angin dan kapuk gugur, dua-dua sudah tua

pergi ke selatan.

Ada burung, daun, kapuk, angin, dan mungkin juga debu Mengendap dalam nyanyiku.

Diperoleh gambaran bahwa seolah-olah dapat dilihat adanya dua ekor burung, dua helai daun, dan dua kapuk yang gugur. Lewat pernyataan-pernyataan yang

memancing gambaran bayangan, Rendra mencoba mengomunikasikan intuisinya sebagai penyair dengan imaji pembacanya.

2.1.2.2 Imaji Auditori

Imaji auditori adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha memancing bayangan pendengaran guna membangkitkan suasana terntentu di dalam sajak. Sesuatu yang tidak ada dibuat seolah-olah menyentuh indera

(29)

12

pendengaran, yang akhirnya menyebabkan pembaca menghubungkan dengan sesuatu. Sesuatu itu tentunya disarankan oleh sajak.

Contoh imaji auditori ini seperti dalam puisi puisi Dibawa Gelombang karya Sanusi Pane.

Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun

Pada penggalan puisi di atas digambarkan adanya suara yang berasal dari nyanyian tokoh aku puisi. Suara itu digambarkan seperti bisikan angin di daun sehingga hilang dalam udara. Dalam kutipan puisi di atas, penyair mencoba menjelaskan bahwa dalam suasana tersebut terdapat suara. Hal ini mengakibatkan indra pendengaran pembaca terasosiasikan tentang suara yang digambarkan dalam puisi.

2.1.2.3 Imaji Penciuman

Imaji penciuman atau dikenal juga dengan istilah imaji olfaktory adalah ide-ide abstrak yang coba dikonkretkan oleh penyair dengan cara melukiskannya atau menggambarkannya lewat suatu rangsangan yang seolah-olah dapat ditangkap oleh indera penciuman. Imaji ini mungkin saja dipergunakan secara bersama-sama dengan citraan-citraan yang lain. Sebab tidak tertutup kemungkinan sebuah sajak ditulis oleh penyair dengan memanfaatkan sarana citraan secara maksimal.

(30)

13

Contoh imaji penciuman ini seperti dalam puisi Sajak Putih karya Chairil Anwar.

bersandar pada tari warna pelangi kau depanku bertudung sutra senja

di hitam matamu kembang mawar dan melati harum rambutmu mengalun bergelut senda

Untuk melengkapi gambaran tentang seseorang yang menurut aku lirik begitu cantiknya, Chairil Anwar menambahkan bahwa rambut yang dimiliki oleh orang dikagumi aku lirik itu begitu harumnya. Untuk mengetahui harumnya rambut, tentulah menuntut daya bayang pembaca yang menyangkut indra penciuman.

2.1.2.4 Imaji Rasaan/Pencecapan

Imaji rasaan atau pencecapan atau juga dikenal dengan istilah imaji gustatory adalah penggambaran seuatu oleh penyair dengan mengetengahkan atau memilih kata-kata untuk membangkitkan emosi pada sajak guna menggiring daya bayang pembaca lewat sesuatu yang seolah-olah dapat dirasakan oleh indera pencecapan pembaca.

Contoh imaji rasa ini seperti dalam puisi Sajak Berkaca karya Leon Agusta.

Kuterima telanjang dari kaca Bedua terasa tolol dan sia-sia Kugapai bayangan yang lain Untuk minum bersama Gelas masih penuh Dan bila kau datang

Kan kuajak kau minum bersama Sajakku minum ramuan racun Setelah menyaksikan

(31)

14

Bayangan kita kehilangan kau dan aku Seperti beribu gelombang kehilangan laut

Pada puisi di atas yang indra rasa terpancing dengan kata minum dan minum ramuan racun. Pembaca akan membayangkan betapa tidak enaknya rasanya racun.

2.1.2.5 Imaji Taktil

Imaji taktil atau citraan rabaan adalah citraan berupa lukisan yang mampu menciptakan suatu daya saran bahwa seolah-olah pembaca dapat tersentuh; bersentuhan; atau apapun yang melibatkan efektifitas indera kulitnya.

Contoh imaji taktil atau rabaan ini seperti pada puisi Balada Terbunuhnya Atmo Karpo karya W.S. Rendra.

Pada langkah pertama keduanya sama saja Pada langkah ketiga rubuhlah atmo Karpo

Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka

Pada penggalan puisi di atas digambarkan adanya pembunuhan terhadap tokoh Atmo. Panas dan luka-luka digambarkan dirasakan atau dialami oleh Atmo. Melalui ungkapan pada kutipan tersebut, indra raba yakni kulit pembaca sengaja dipancing oleh penyair untuk merasakan betapa perihnya jika diraskan oleh diri sendiri.

2.1.2.6 Imaji Kinestetik

Imaji kinestetik ini dimanfaatkan dengan tujuan lebih menghidupkan gambaran dengan melukiskan sesuatu yang diam itu seolah-olah bergerak.

(32)

15

Pohon-pohon cemara di kaki gunung Pohon-pohon cemara

Menyerbu kampung-kampung Bulan di atasnya

Menceburkan dirinya ke kolam Membasuh luka-lukanya

Kutipan puisi di atas menggambarkan adanya pohon cemara dan bulan. Pohon cemara dan bulan yang sesungguhnya tidak dapat bergerak kini digambarkan dapat bergerak seperti benda hidup. Pohon cemara menyerbu kampung layaknya rombongan atau kelompok manusia yang menyerbu sebuah kampung. Bulan yang sesungguhnya diam digambarkan jatuh ke kolam.

2.2 Puisi Imajis

Puisi adalah salah satu bentuk karangan sastra yang menggunakan bahasa sebagai media penyampai gagasannya. Melalui media ini, puisi dapat menggambarkan sebuah cerita yang terdapat di dalamnya. Media bahasa yang dimaksud termasuk dalam strukutur fisik puisi, selain itu puisi juga memiliki struktur batin. Oleh karena puisi merupakan produk sastra, maka puisi memilki sifat atau paham yang mencirikan.

Ada puisi yang tingkat kepuitisannya rendah, sedang dalam menyajikan sebuah gagasan, ada juga puisi yang sangat puitis. Kepuitisan itu tentu dilihat dari bahasa yang digunakan. Puisi yang puitis akan menggunakan bahasa yang mengundang pembaca untuk ikut dalam suasana puisi. Penyair menggunakan unsur imaji yang kuat agar pembaca dapat merasakan pengalaman seperti di dalam puisi. Maka puisi yang menggunakan citraan atau imaji yang kuat disebut dengan puisi imajis.

(33)

16

Menurut Hasanuddin (2012: 90) yang disebut sajak atau puisi imajis adalah puisi-puisi yang menyandarkan kekuatannya pada citraan atau imaji, atau sering disebut juga sajak suasana. Pemanfaatan citraan secara baik dan tepat dapat menciptakan suasana kepuitisan.

Kepuitisan, menurut Aminudin (dalam Hasanuddin, 2012: 8) adalah keadaan atau suasana tertentu yang terdapat dan sengaja dicuatkan di dalam karya sastra, terutama sajak. Suasana tertentu tersebut mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi, dan kemudian memberikan kesan tertentu pula. Menurut Pradopo (dalam Hasanuddin, 2012: 8) kepuitisan adalah sesuatu yang dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, dan menimbulkan tanggapan yang jelas. Sesuatu yang dimaksud yakni karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Bahasa puisi, bagi penganut imajisme adalah bahasa citra atau imaji. Bahasa citra adalah bahasa yang kongkret. Ia nyata karena itu terindera, kongkrit meski kadang tak terpikirkan, namun terbayangkan dan terangankan (Zaidan dalam Damono dkk, 2010: 48).

Menurut Damono (dalam Soemanto, 2006: 50) puisi adalah hasil upaya manusia untuk menciptakan dunia kecil dan sepele dalam kata, yang bisa dimanfaatkan untuk membayangkan, memahami dan menghayati dunia yang lebih besar dan lebih dalam.

(34)

17

pada diri seorang pembaca puisi. Daya bayang pembaca ini tersentuh karena alat indra pembaca terpancing atau tersentuh akibat kata-kata tertentu dalam sebuah puisi yang dibaca. Hal ini merupakan cara atau usaha penyair untuk

mengkonkretkan gagasan yang masih abstrak.

Sastrowardoyo (dalam Damono dkk, 2010: 42) mengatakan bahwa kaum imajis menginginkan sajak dapat meng-image kesan-kesan dan perasaan, yakni dengan membayangkan pengalaman-pengalaman itu secara kongkret dan inderawi dengan memberikan batas-batas lukisan yang jelas dan tegas. Kaum imajis berkeyakinan bahwa intisari puisi adalah konsentrasi sehingga menyukai sajak yang pendek-pendek dengan mempergunakan kata yang tepat dan hemat.

Pada masa sastra klasik, sajak atau puisi imajis justru disenangi masyarakat. Sajak-sajak yang ditampilkan lewat ungkapan-ungkapan yang pada hakikatnya dapat disebut sajak imajis. Pada masa itu, anggota masyarakat, untuk menyatakan suatu perasaan, kerap kali membuat perbandingan-perbandingan. Perbandingan-perbandingan itu dilakukan dengan benda-benda lain yang acap kali dialaminya di dalam kehidupan. Oleh karena itu, lahirlah kalimat-kalimat perbandingan,

perumpamaan, atau kiasan yang mengukir bahasa dengan indahnya. Hakikatnya, dengan menggunakan bahasa kias yang mengundang imaji, ungkapan-ungkapan itu menjadi sangat imajis (Hasanuddin, 2012: 90).

Dalam salah satu butir manifesto mahzab imajisme yang disusun oleh penyair Amerika, Richard Aldington, dikatakan bahwa puisi imajis sebaiknya:

a. Menyajikan sebuah imaji. Kami memang bukan kelompok pelukis, tapi kami percaya bahwa puisi dapat menghadirkan hal-hal yang khusus secara

(35)

18

kongkret, dan tidak membuat pernyataan umum yang mengambang, walaupun terkesan hebat dan merdu.

b. Menghasilkan puisi yang kongkret dan jelas, bukan yang kabur dan tidak pasti. c. Kebanyakan dari kami percaya bahwa konsentrasi adalah intisari dari sebuah

puisi (Sapardi Djoko Damono dkk, 2010: 8).

Kemudian, Ezra Pound mengatakan bahwa dalam praktik penulisan puisi perlu dihindari kata-kata yang berlebihan dan adjektif (kata sifat) yang tidak

mengungkap apa-apa. Pound juga menyarankan agar penyair menjauhi abstraksi, (dalam Damono dkk, 2010: 7).

Melani Budianta menerangkan beberapa ciri dari puisi-puisi beraliran imajisme, yaitu:

a. Imajisme tertarik pada eksperimentasi, dan melalui eksplorasi visual dan bunyi mengaitkan diri dengan cabang seni lainnya, seperti seni lukis, musik, seni grafis, dan lainnya.

b. Tidak berbicara tentang hal-hal yang abstrak, melainkan menyajikan imaji-imaji yang sangat kuat, yang membangkitkan atmosfer atau nuansa tertentu, dan memanfaatkan secara optimal persepsi visual, bunyi, rasa, raba, bau, dan gerak.

c. Pemilihan kata yang sangat ekonomis dan mampat, serta fokus pada satu imaji yang kongkret dan visual atau dengan cara membandingkan antara satu imaji dengan imaji lainnya, sehingga ia bersifat metaforis (dalam Damono dkk, 2010: 8-10).

(36)

19

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi imajis adalah puisi yang menyandarkan kekuatannya pada imaji. Artinya imaji dalam puisi sangat ditonjolkan untuk menggambarkan hal-hal yang abstrak menjadi konkret. Kekonkretan itu diungkapkan melalui bahasa yang indah namun hemat dan penggambaran yang nyata.

2.3 Tentang Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu penyair imajis di Indonsia. Nama yang lain yaitu Goenawan Mohamad dan Abdul Hadi WM. Mereka bertiga terkenal dengan keahliannya dalam menggunakan imaji dalam sajak atau puisinya. Sajak-sajak mereka dikenal dengan sajak imajis atau sajak suasana.

Sapardi Djoko Damono dilahirkan di Solo sebagai anak pertama dari pasangan Sadyoko dan Sapariah pada tanggal 20 Maret 1940. Menurut perhitungan orang Jawa, Sapardi dilahirkan pada hari Rabu Kliwon, tanggal 10 bulan Sapar, pada pukul 08.00 malam. Bagi orang Jawa, saat Sapardi dilahirkan menunjukan bahwa ia seorang lelaki pemberani dan teguh dalam keyakinan. Bulan kelahirannya menunjukan mengapa ia diberi nama Sapardi. Ternyata anggapan orang-orang Jawa tersebut dibuktikan oleh sosok Sapardi, ia menjadi lelaki yang pemberani dan teguh dalam keyakinan.

Kearifan Sapardi Djoko Damono dibuktikan dalam karya-karyanya. Karya-karyanya baik fiksi maupun non fiksi sangat banyak dan terkenal di Indonesia. Andre Hardjana (dalam Waluyo, 1987: 249) mengatakan bahwa Sapardi Djoko Damono adalah penyair terpenting kedua tahun 1950-an sesudah Rendra.

(37)

20

Sapardi dikatakan produktif dan setia akan kepenyairannya. Artinya Sapardi menulis puisi dalam waktu yang cukup lama dibanding dengan penyair lainnya.

Waluyo (1987: 250) mengatakan bahwa Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai tokoh imajis dengan puisi-puisi naratif yang pendek-pendek dan menggantung seperti belum selesai. Sifat imajis dalam puisi Sapardi banyak dipengaruhi oleh penyair Amerika dan Inggris. Bagi kaum imajis, kata-kata dan kalimat yang diungkapkan harus mampu menciptakan imaji. Kata-katanya sangat ekonomis, tidak dibenarkan tulisan yang berlebihan. Bahasanya adalah bahasa sehari-hari namun dengan ritme yang baru.

pengalaman atau peristiwa sehari-hari bisa juga digunakan untuk menggambarkan suatu peristiwa begitu saja, tanpa ada niat untuk memberikan simpati atas yang diceritakan atau nasihat untuk pembaca. Penyair menggambarkan apa yang terjadi pada dirinya, atau juga bisa pada hal yang di sekitarnya, tanpa berkomentar kecuali hanya untuk menyiratkan perasaan atau pikirannya (Damono, 2016: 119).

Yang terpenting dalam puisi Sapardi bukan hanya pesan atau isi puisi atau yang dimaksud sajak itu, tetapi juga kehadiran susunan kata-kata, bentuk puisinya, pilihan katanya, bahkan cara menuliskannya, menjadi masalah pokok (Soemanto, 2006: 33). Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa memang puisi-puisi Sapardi berbeda dengan puisi-puisi penyair lainnya. Puisi-puisi Sapardi lebih menonjolkan kata-kata yang indah dan puitis sehingga menghasilkan imaji yang terdapat dalam puisi-puisinya sangat nampak.

(38)

21

Sapardi telah menulis ratusan sajak, bahkan telah dikumpulkan dalam beberapa buku. Kumpulan yang dimaksud yaitu, duka-Mu abadi, Mata Pisau, Akuarium, Perahu Kertas, Sihir Hujan, Hujan Bulan Juni, Arloji, Ayat-Ayat Api, Mata jendela, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, dan masih banyak lagi.

Puisi-puisi Sapardi sangat bermain dengan kata-kata. Artinya kata-kata yang digunakan terkadang tidak dapat dinalar. Pembaca akan bertanya-tanya mengenai makna apa yang tengah disampaikan dalam puisi tersebut. Dapat dimaknai bahwa dalam puisi Sapardi kata-kata sangat butuh perhatian dalam kegiatan apresiasi puisi.

Sebagai orang dewasa, masalah utama kita ternyata adalah kata. Tidak seperti ketika masih anak-anak, segala yang dikeliling kita menjelma tanda dan lambang-lambang yang harus ditafsirkan (Damono dalam Soemanto, 2006: 53).

Penjelasan Sapardi tersebut menyadarkan kita bahwa kita hidup membutuhkan kata atau media bahasa untuk menyampaikan gagasan yang kita miliki. Maka dijelaskan olehnya bahwa puisi yang tersusun dari kata diharapkan dapat menjawab kepungan masalah di sekelilingnya.

Para ahli berpendapat bahwa memang benar salah satu kekuatan puisi Sapardi adalah membangkitkan perhatian (pembaca) kepada suatu objek yang pada keseharian tidak menampakkan keistimewaan apa-apa. Dengan membaca puisinya, hal-hal remeh-temeh menjadi istimewa dan mengasyikan untuk dicermati lebih jauh (Soemanto, 2006: 125).

(39)

22

duka-Mu Abadi, Mata Pisau, Akuarium, Ayat-Ayat Api, dan lain sebagainya adalah kumpulan puisi karya Sapardi yang di dalamnya terdapat sajak-sajak yang ditulis sejak tahun 1957 olehnya. Salah satunya juga Hujan Bulan Juni yang merupakan sumber data dalam penelitian ini, Hujan Bulan Juni ini salah satu kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono. Kumpulan puisi ini mencakup puisi-puisi yang ditulis sejak 1964 hingga 1994. Puisi Hujan Bulan Juni itu sendiri ditulis pada tahun 1989. Kemudian judul puisi tersebut dipilih menjadi judul buku kumpulan puisi tersebut dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1994. Kemudian sempat dicetak ulang beberapa kali dan kali ini diterbitkan pertama kali oleh Gramedia pada tahun 2013.

Soemanto (2006: 123) menjelaskan bahwa dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni dapat ditemukan dalam puisi yang dapat dikategorikan sebelum duka-Mu Abadi, dan Akuarium. Puisi yang dimaksud sudah menunjukan gejala kepenyairan Sapardi yang akan tumbuh ke arah imajistik, tetapi belum terasa benar. Seiring berjalannya waktu Sapardi semakin piawai dalam kepenyairannya.

Soemanto (2006: 130) mengatakan hingga sampai saat ini Sapardi tak hanya seorang penyair yang menghasilkan puisi-puisi imajis, tetapi misteri hidup. Seorang penyair, sebagaimana layaknya seorang seniman, dilengkapi dengan indra yang istimewa sehingga ia bisa melihat yang tak tampak, mendengar yang tak bersuara, mencecap yang tak ada rasa, serta meraba yang tak berwujud.

(40)

23

Tampaknya berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam

kumpulan puisi Hujan Bulan Juni ini memuat misteri kehidupan. Sapardi menulis puisi seolah-olah seperti berdialog dengan batin sendiri. Puisi-puisi dalam

kumpulan Hujan Bulan Juni menyajikan keagungan, kebesaran, bahkan kedahsyatan yang berada seperti rahasia dan berada di balik kesenyapan,

kelenyapan, dan ketiadaan. Perlu ditambahkan lagi bahwa kumpulan puisi Hujan Bulan Juni ini penting dari sejarah kepenyairan Sapardi. Maksud dari puisi itu sendiri, bahwa sesungguhnya pada bulan Juni bukan musim hujan melainkan musim kemarau. Kemarau bagi Sapardi adalah perahasiaan hujan dan rintiknya, juga kebasahannya yang indah. Dengan demikian, puisi tersebut juga beberapa puisi yang terdapat dalam buku kumpulan puisi ini dan sangat mengandung imaji.

2.4 Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran sastra di SMA sangat penting. Pembelajaran sastra dapat mengembangkan cipta dan rasa apabila dalam pembelajaran sastra, pendidik memberikan kesempatan kepada siswa atau peserta didik untuk mengembangkan kecakapan dan kreativitas yang dimilikinya. Kecakapan yang dimiliki tersebut berupa penalaran kognitif, sikap/sosial, dan religius sehingga pembelajaran sastra mampu mengembangkan kualitas pribadi siswa.

Rosenblatt (dalam Emzir dan Rohman, 2015: 223) menegaskan bahwa pengajaran sastra melibatkan peneguhan kesadaran tentang sikap etik. Hampir mustahil membicarakan cipta sastra seperti novel, puisi, atau drama tanpa

(41)

24

menghadapi masalah etik dan tanpa menyentuhnya dalam konteks filosofi sosial. Rosenblatt juga mengatakan bahwa hakikat pengajaran sastra di sekolah adalah untuk menghadapkan siswa pada masalah kehidupan sosial yang digelutinya sepanjang hari di tengah-tengah masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya.

Dari pernyataan Rosenblatt di atas dapat dipahami bahwa sebenarnya pengajaran sastra di kelas itu sama dengan menghadapkan siswa dengan kehidupan nyata. Hal itu karena karya sastra sering mengungkapkan peristiwa yang terjadi di kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya guru memberi kebebasan kepada siswa untuk menanggapi dan mengapresiasikan sastra sesuai kemampuan. Untuk mencapai hasil dalam pembelajaran sastra, khususnya pengajaran puisi, maka sudah sewajibnya guru mendesain strategi pengajaran dan desain pembelajaran yang baik untuk membuat siswa menjadi lebih aktif. Dalam penelitian ini pengajaran sastra khususnya puisi.

Emzir dan Rohman (2015: 249) menjelaskan secara umum, langkah yang dapat ditempuh dalam mengajarkan puisi antara lain:

1. Tahap pemahaman struktur global puisi.

2. Tahap pemahaman penyair dan kenyataan sejarah.

3. Tahapan telaah unsur-unsur puisi yang meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi.

4. Tahap sintesis dan interpretasi.

Langkah-langkah di atas merupakan langkah yang harus ditempuh guru dalam mengajarkan sastra khususnya puisi. Mengajarkan puisi bukan berarti

(42)

25

Dalam pengajaran puisi di sekolah, guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru membimbing siswanya. Siswalah yang aktif untuk memahi unsur-unsur dan menafsirkan puisi yang diajarkan tersebut.

Karya sastra yakni puisi yang menjadi materi pembelajaran pada penelitian ini. Puisi sebagai bagian dari karya sastra merupakan bahan pembelajaran sastra di SMA atau sekolah lain yang sederajat. Pembelajaran sastra (khususnya puisi) di sekolah sangat bermanfaat. Karya sastra puisi banyak mengandung nilai-nilai positif yang dapat dijadikan bahan pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat bila pembaca menghayati dan menarik maknanya. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar sangat penting.

Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988 : 27 – 31) sebagai berikut

1. Bahasa

Penguasaan suatu bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang nampak jelas pada setiap individu. Sementara perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang.

(43)

26

2. Psikologi

Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan ini melewati tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap: daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Karya sastra yang terpilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas, yang secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa di dalam kelas itu.

3. Latar Belakang Budaya

Latar belakang karya sastra meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, olah raga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang di sekitar mereka. Dengan demikian, secara umum, guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya

(44)

27

ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra hendaklah memahami apa yang diminati oleh para siswanya sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki oleh para siswanya.

Ketiga aspek tersebut harus diperhatikan dalam pembelajaran puisi. Dalam mengajarkan puisi seorang guru harus memilih bahan ajar yang sesuai.

Kesesuaian itu dapat terwujud dengan memperhatikan kebutuhan siswa. Karena salah satu tujuan pengajaran puisi, siswa memperoleh kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi. Jika puisi itu dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa, siswa akan senang terhadap pembelajaran puisi dan sebaliknya jika puisi itu tidak sesuai dengan kebutuhan siswa, siswa akan merasa tidak tertarik dengan pembelajaran yang terjadi saat itu.

Selain ketiga aspek tersebut, Endraswara (dalam Emzir dan Rohman, 2015: 28) menjelaskan bahwa suatu pengajar memilih bahan, sebaliknya memperhatikan pemilihan jenis puisi. Sebab pemilihan jenis puisi menjadi keharusan yang disuaikan dengan situasi dan kondisi subjek didik. Jenis puisi juga berpengaruh dalam pembelajaran sastra. Pada saat ini, siswa sudah terlanjur beranggapan bahwa sastra itu sulit begitu juga dengan bentuk karyanya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sastra guru harus memilih karya yang sekiranya menarik bagi siswa.

Selain itu, dalam membuat desain pembelajaran guru juga harus melihat kurikulum yang berlaku pada saat itu. Kurikulum sangat penting dalam

(45)

28

pembelajaran. Dari kurikulum itu, guru dapat mengetahui indikator dari segi apa saja yang harus dicapai oleh siswa.

Secara konseptual, Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya (Nasution, 2012: 5). Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap

pengembangan peserta didik dan kesesuiaannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.

Pada dasarnya dalam memilih bahan pembelajaran sepenuhnya sesuai kesewenangan guru. Namun demikian, ada beberapa hal yang diperhatikan sebagai dasar pegangan untuk memilih objek bahan pembelajaran yang berkaitan dengan pembinaan aspresiasi siswa. Dalam hal ini, pemilihan puisi merupakan salah satu proses pemilihan materi ajar di sekolah dalam pembelajaran sastra.

Dalam proses pemilihan materi ajar itu sendiri ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebagai tolak ukur kelayakannya, terutama kesesuainnya dengan kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum 2013 (K13), artinya dalam proses materi ajar sastra harus disesuaikan dengan K13. Hal ini berarti kriteria pokok pemilihan materi pembelajaran harus sesuai dengan

(46)

29

Indonesia. Standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia ini mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan yang tertuang dalam silabus pembelajaran.

Kaitannya dengan penelitian unsur imaji ini, terdapat dalam silabus K13 SMA program pembelajaran sastra yang terkait dengan menganalisis unsur pembangun puisi terdapat pada kelas X yakni KD 3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi.

(47)

30

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian menganalisis unsur imaji dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini adalah

metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika. Artinya, baik hermeneutika, kualitatif, dan analisis isi secara khusus memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaanya (Ratna, 2015: 46-47).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti sastra. Sastra yang merupakan bentuk karya yang tidak dapat diteliti dengan cara penghitungan kuantitaif, melainkan membutuhkan interpretasi, penafsiran, atau apresiasi untuk mengetahui isi kandungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan imaji dari beberapa puisi dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Dengan metode ini, data akan dipaparkan secara rinci menggunakan kata-kata secara deskriptif.

(48)

31

3.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah kata-kata atau ungkapan dalam beberapa puisi pada buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono yang mengandung imaji. Sumber data penelitian ini adalah kumpulan puisi pada buku puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

Berdasarkan kriteria pemilihan puisi sebagai bahan ajar, peneliti memilih dua puluh satu puisi. Pemilihan ini berdasarkan bahasa yang digunakan dalam puisi, psikologi peserta didik, dan latar belakang budaya peserta didik. Judul-judul puisi yang digunakan sebagai sumber data yakni Tangan Waktu, Sajak Desember, Suara, Kita Saksikan, Dalam Doa: 1, Kupandang Kelam yang Merapat ke Sisi Kita, Kartu Pos Bergambar: (Jembatan Golden Gate, San Francisco), Mata Pisau, Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari, Cahaya Bulan Tengah Malam, Catatan Masa Kecil 1, Catatan Masa Kecil 3, Di Kebun Binatang, Sepasang Sepatu Tua, Bunga 1, Bunga 3, Di atas Batu, Angin 3, Hujan Bulan Juni, Di Restoran, dan Dalam Doaku.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis teks. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang difokuskan pada teks karya sastra berupa puisi. Langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan dan menganalisis data adalah sebagai berikut.

1. Membaca secara keseluruhan pada buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dengan cermat.

(49)

32

2. Memilih puisi yang mengandung imaji dan layak digunakan sebagai bahan ajar di SMA.

3. Mengidentifikasi data berdasarkan jenis imaji yang terdapat dalam puisi yang digunakan sebagai sumber data yang terdapat pada buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

4. Mengelompokkan atau mengklasifikasikan data berdasarkan jenis-jenis imaji.

5. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi berdasarkan kategori-kategori yang pada data-data yang ditemukan.

6. Menganalisis data berdasarkan identifikasi dan klasifikasi.

7. Mendeskripsikan rancangan pembelajaran puisi karya Sapardi Djoko Damono dalam pembelajaran sastra di SMA.

8. Menyimpulkan hasil analisis mengenai unsur imaji dalam kumpulan puisi pada buku puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA.

(50)

137

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa puisi yang termuat dalam buku kumpulan puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

1. Imaji yang digunakan dalam puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono yang termuat dalam buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni ini lengkap. Artinya, semua jenis imaji telah ditemukan dalam puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono.

2. Secara keseluruhan imaji yang sering digunakan oleh Sapardi Djoko Damono adalah imaji visual, sedangkan imaji yang jarang digunakan yakni imaji rasaan atau sering dikenal dengan imaji pencecapan.

3. Puisi-puisi yang dipilih dari buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni ini layak dijadikan sebagai bahan ajar guna merancang Rencana Pelaksanaan

(51)

138

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa puisi dalam buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, peneliti menyarankan sebagai berikut.

1. Melalui puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono, peserta didik diharapkan dapat memahami mengenai konsep imaji dan juga imaji yang terdapat dalam puisi-puisi tersebut. Selain itu, peserta didik juga diharapkan dapat

mengambil pesan yang baik yang terkandung secara tersirat maupun tersirat dari puisi-puisi tersebut.

2. Buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini dapat digunakan sebagai alternatif bahan ajar pembelajaran sastra di SMA. 3. Pendidik atau guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat menggunakan

buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono sebagai alternatif pemilihan bahan ajar untuk dibelajarkan kepada peserta didik dalam pembelajaran menganalisis imaji dalam puisi.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko dkk. 2010. Simbolisme dan Imajisme dalam Sastra Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional

Damono, Sapardi Djoko.2013. Hujan Bulan Juni. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Damono, Sapardi Djoko. 2016. Bilang Begini Maksudnya Begitu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Emzir dan Saifur Rohman. 2015. Teori Dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hasanuddin, WS. 2012. Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa. Nasution, S. 2012. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta. Kanisius Ratna, Kutha Nyoman. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Teori dan pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soemanto, Bakdi. 2006. Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya. Jakarta: Grasindo.

Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Grafiti.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Tim Penyusun. 2003. Buku Praktis Bahasa Indones Jilid I. Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Waluyo, Herman J. 2003. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa (1) aspek diksi secara keseluruhan dalam sepilihan sajak Hujan Bulan Juni puisi karya Sapardi Djoko Damono berjumlah 123 data, di

Data dalam penelitian ini adalah alur (tahapan alur) dan peristiwa (fungsional, kaitan dan acuan) yang terdapat dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko

Pingkan juga menjadi tokoh utama dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono karena alur dalam novel tersebut menceritakan tentang hubungan Pingkan bersama kekasihnya,

(3) Teknik dramatik dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono menginformasikan (menghadirkan, menggambarakan, dan melukiskan) ciri kedirian tokoh-tokoh

(3) Teknik dramatik dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono menginformasikan (menghadirkan, menggambarakan, dan melukiskan) ciri kedirian tokoh-tokoh

Alih wahana novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ke dalam film Hujan Bulan Juni karya Hestu Saputra atau yang lebih dikenal dengan istilah

Berawal dari ketertarikan akan karya Sapardi Djoko Damono dalam membuat karya sastra puisi dengan kata yang sederhana tetapi memiliki makna terutama tentang

Jenis-jenis dan Makna Metafor dalam Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Saprdi Djoko Damono Hasil penelitian jenis metafora ditemukan 4 jenis metafora yakni 1 metafora