(Penelitian Tindakan Kelas IV di SDN Kebon Manggis 11 Pagi Matraman)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
TAJ NUR ALIYAH MAHARANI NIM: 109018300042
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Jurusan Kependidikan Islam Prodi PGMI, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA siswa pada konsep gaya melalui model pembelajaran inkuiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SDN Kebon Manggis 11 Pagi Matraman-Jakarta Timur kelas IVA yang berjumlah 27 siswa tahun ajaran 2013/2014.Tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, siklus pertama menggunakan sub konsep gaya dapat mempengaruhi gerak benda, sedangkan siklus kedua menggunakan sub konsep gaya dapat mempengaruhi bentuk benda. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah lembar observasi, catatan lapangan, dan tes pilihan ganda. Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif, perhitungan rata-rata hasil belajar siswa siklus I dan II. Rata-rata skor hasil belajar siswa kelas IVA pada siklus I sebesar 71,36, rata-rata N-gain sebesar 0,27 dan siswa yang mencapai KKM ≥ 70 berjumlah 14 orang (51,85%) sedangkan pada siklus II sebesar 80,47, rata-rata N-gain sebesar 0,42 dan siswa yang mencapai KKM ≥ 70 berjumlah 22 orang (81,48%). Dengan demikian hasil belajar IPA siswa pada konsep gaya dapat meningkat melalui model pembelajaran inkuiri yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Rumusan Masalah, 2) Merumuskan Hipotesis, 3) Mengumpulkan Data, 4) Menguji Hipotesis, dan 5) Merumuskan Kesimpulan.
Department of Islamic Education in primary Prodi, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.
This study aims to determine the improvement of student learning outcomes in science concepts through inquiry learning model style. This study uses action research that consists of four phases: planning, action, observation, and reflection. This research was conducted in SDN Kebon Manggis 11 Pagi Matraman-East Jakarta totaling 27 class IV student of the school year 2013/2014. Classroom action research was conducted in two cycles, the first cycle of using sub-concept style can affect the motion of objects, while the second cycle using a sub-concept style can affect the shape of objects. Data collection techniques are observation sheets, field notes, and a multiple choice test. The data analysis techniques quantitatively, based on the descriptive analysis of the calculation of the average student learning outcomes cycles I and II. The average score of student learning outcomes in the first cycle of 71.63, the average N-gain of 0.27 and students who
achieved ≥ 80 KKM numbering 17 people (51.75%) while in the second cycle of
80.74, N-average gain of 0.72 and students who achieved ≥ 80 KKM numbering 22 people (81.48%). Thus the results of the students' learning science concepts can force increases through inquiry learning model that has the following characteristics: 1) Problem formulation, 2) Formulate Hypothesis, 3) Collecting Data, 4) Test the hypothesis, and 5) to formulate conclusions.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai syarat
kelulusan di perguruan tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah serta menyampaikan hasil penelitian yang penulis lakukan di
SDN Kebon Manggis 11 Pagi Matraman-Jakarta Timur. Penulis menyadari bahwa
kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas dalam penyusunan skripsi
ini, untuk itu adanya bimbingan, pengarahan, dukungan serta motivasi dari
berbagai pihak dan orang-orang terdekat penulis sangat membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dan memberikan dukungan moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa’i, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Fauzan, MA., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, serta dosen pembimbing
yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis selama proses
penyusunan skripsi.
3. Fathiah Alatas, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Yulianawati, MM., selaku Kepala Sekolah SDN Kebon Manggis 11 Pagi
Matraman-Jakarta Timur, yang telah memberikan izin penelitian kepada
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Drs. Ali Syamsudin dan Ibu Nuryati yang
tiada hentinya memberikan kasih sayang, selalu mendoakan, selalu menjadi
motivasi dan inspirasi serta memberikan banyak dukungan moril dan materil
kepada penulis.
7. Kakakku tersayang Nana Nur’aina, dan Adikku Ahmad Dedaat Saddam A.
yang telah memberikan segala bantuan dan dorongan semangatnya dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah Edah, Fadliyah,
Nurhasanah, Asri, Shita, Dwi, Ina, Qoyah, Dewi, Nana, Mita, Lulu, Akbar,
Sukroni, Gunawan, Iday, dan seluruh teman-teman PGMI angkatan 2009.
Terimakasih atas ketersediaan waktunya dalam memberikan dukungan,
kasih sayang serta perhatian kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat Zheiraku Putri, Nikmeh, Ais, Amez, dan Ida. Terimakasih
atas ketersediaan waktunya dalam memberikan dukungan, canda tawa, kasih
sayang serta perhatian kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi pembacanya dan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan
kualitas pendidikan. Amin ya rabbal alamin.
Jakarta, April 2014
Penulis
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Ara dan Fokus Penelitian ... 5
C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 5
D. Perumusan Masalah Penelitian ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ... 7
1. Teori konstruktivisme ... 7
A.Hakikat Teori Konstruktivisme ... 7
B. Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme ... 8
C.Ciri Pembelajaran Konstruktivisme ... 9
2. Hakikat Model Pembelajaran Inkuiri ... 10
a. Pengertian Model Pembelajaran ... 10
b. Pengertian Inkuiri ... 11
a. Pengertian Belajar ... 18
b. Pengertian Hasil Belajar . ... 20
c. Prinsip-Prinsip Belajar ... 22
4. Ilmu Pengetahuan Alam ... 23
a. Hakikat IPA ... 23
b. Tujuan Pembelajaran IPA ... 24
c. Kajian Materi Tentang Materi SD ... 25
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28
C. Hipotesis Tindakan ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian.. ... 32
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 32
C. Subjek Penelitian ... 34
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 34
E. Tahapan Intevensi Tindakan ... 34
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 35
G. Data dan Sumber Data ... 36
H. Instrument Pengunpulan Data ... 36
I. Teknik Pengumpulan Data ... 40
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 41
K. Anlisis Data dan Interpretasi Data ... 45
L. Tindakan Lanjur Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 47
BAB IV DESKRIPSI, ANLISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Profil Skolah ... 48
B. Deskripsi Data ... 50
c. Pengamatan ... 54
d. Refleksi Siklus I ... 59
e. Keputusan Siklus I ... 60
2. Siklus II ... 61
a. Perencanaan ... 61
b. Tindakan ... 62
c. Pengamatan ... 65
d. Refleksi Siklus II ... 69
e. Keputusan Siklus II ... 70
D. Pembahasan ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
Tabel 3.1 : Tahap Intervensi Tindakan ... 34
Tabel 3.2 : Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 36
Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Instrumen Observasi Siswa ... 39
Tabel 3.4 : Kisi-Kisi Instrumen Observasi Guru ... 39
Tabel 3.5 : Teknik Pengumpulan Data ... 40
Tabel 3.6 : Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 42
Tabel 3.7 : Interpretasi Realibilitas ... 43
Tabel 3.8 : Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 43
Tabel 3.9 : Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 44
Tabel 3.10 : Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 44
Tabel 3.11 : Interpretasi Daya Pembeda ... 44
Tabel 3.12 : Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ... 45
Tabel 3.13 : Kriteria Konsep Siswa Berdasarkan Kriteria Gain ... 46
Tabel 3.14 : Interpretasi Kriteria Data Observasi ... 47
Tabel 4.1 : Identitas Guru ... 49
Tabel 4.2 : Identitas Siswa ... 50
Tabel 4.3 : Data Statistik Prettest dan Posttest Siklus I ... 55
Tabel 4.4 : Persentase Peningkatan Hasil Belajar (N-Gain) Siklus I ... 55
Tabel 4.5 : Data Nilai LKS Siklus I ... 56
Tabel 4.3 : Hasil Evaluasi Soal Latihan Siswa Siklus I ... 57
Tabel 4.7 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 58
Tabel 4.8 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 58
Tabel 4.9 : Data Rekapitulasi Hasil penelitian Siklus I ... 60
Tabel 4.10 : Tindakan Siklus I yang Akan Diperbaharui... 61
Tabel 4.11 : Data Statistik Prettest dan Posttest Siklus II ... 65
Tabel 4.12 : Persentase Peningkatan Hasil Belajar (N-Gain) Siklus II... 66
Tabel 4.13 : Data Nilai LKS Siklus II ... 67
Lampiran A.1.3 : Kunci Jawaban Soal Instrumen Penelitian ... 101
Lampiran A.1.4 : Uji Validitas ... 102
Lampiran A.1.5 : Uji Reliabilitas ... 104
Lampiran A.1.6 : Tingkat Kesukaran ... 106
Lampiran A.1.7 : Daya Pembeda ... 108
Lampiran A.1.8 : Rekap Analisis Butir Soal ... 110
Lampiran A.1.9 : Instrumen Penelitian Siklus I ... 112
Lampiran A.1.10 : Instrumen Penelitian Siklus II ... 115
Lampiran A.2.1 : Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus I ... 118
Lampiran A.2.2 : Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus II ... 120
Lampiran A.2.3 : Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I ... 122
Lampiran A.2.4 : Lembar Observasi kegiatan Siswa Siklus II ... 126
Lampiran B.1.1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 130
Lampiran B.1.2 : Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 154
Lampiran B.1.3 : Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II ... 175
Lampiran B.1.4 : Perhitungan Data N-gain Siklus I dan II ... 177
Lampiran B.1.5 : Perhitungan Data Statistik Siklus I ... 179
Lampiran B.1.6 : Perhitungan Data Statistik Siklus II ... 182
Lampiran B.1.7 : Evaluasi Latihan Soal Siswa Siklus I dan II ... 185
Lampiran B.1.8 : Catatan Lapangan Siklus I dan II ... 186
Lampiran B.1.9 : Kisi-kisi Wawancara Pra Penelitian... 190
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam
mewujudkan suasana belajar mengajar secara aktif agar siswa memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1
Muhibbin Syah dalam buku Psikologi Pendidikan suatu pendekatan baru
mendefinisikan, pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran.2
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa
harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya.3 Sedangkan Tasker mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme yaitu peran aktif siswa dalam
pembelajaran yang bermakna, pentingnya membuat gagasan dalam pembelajaran
yang bermakna, dan mengaitkan gagasan dengan informasi baru yang diterima.4
Maka dapat dinyatakan bahwa pengetahuan dibangun secara aktif oleh siswa
sehingga didapat pembelajaran yang bermakna.
Keberhasilan pembelajaran merupakan dambaan dari seorang guru.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Namun tidaklah mudah seorang guru untuk selalu mencapai tujuan pembelajaran
tanpa diimbangi dengan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Dengan
pembelajaran yang menggunakan pendekatan yang inovatif tersebut diharapkan
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-7, h. 2
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet. ke-15, h. 39
3
Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2011), h. 72.
4
siswa tidak menjadi bosan, siswa aktif dan kreatif serta tujuan pembelajaran pun
tercapai. Pembelajaran yang tidak membosankan, perlu dipecahkan dengan
metode, strategi dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang
diajarkan.
Salah satu pengajaran IPA khususnya di SD adalah agar siswa memahami
konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu
pembelajaran IPA juga bertujuan untuk menjelaskan gejala alam dan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pelajaran IPA sangat perlu
diajarkan di SD dengan menekankan pada pemberian pengalaman langsung
melalui keterampilan proses dan sikap ilmiah yang tentunya harus didukung
dengan berbagai sarana dan prasarana serta model pembelajaran yang bervariasi.
Model pembelajaran pada dasarnya adalah bentuk pembelajaran yang
tergambar sejak awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru. Dengan
kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.5
Model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Inovasi ini
sangat penting manakala guru mengajarkan mata pelajaran yang banyak
mengandung konsep-konsep yang bersifat abstrak bagi siswa seperti pelajaran
IPA. Tidak mudah merancang pembelajaran yang dapat menyingkap tabir
keabstrakan sebuah konsep menjadi lebih konkrit terlebih jika materi
pembelajaran tersebut sulit mendapatkan analoginya dalam dunia nyata.
Oleh karena itu tugas guru adalah secara berkelanjutan melakukan inovasi
atas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Inspirasi utama dalam menginovasi
pembelajaran adalah melakukan migrasi dari pembelajaran yang semata-mata
hanya berpusat kepada guru kepada pembelajaran yang mengaktifkan siswa.
5
Pembelajaran IPA sebaiknya diarahkan secara ilmiah untuk menumbuhkan
berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek
penting kecakapan hidup.6 Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Namun pada nyataanya
dalam pembelajaran IPA, SDN Kebon Manggis 11 Pagi khususnya kelas IV,
masih belum seutuhnya menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat
IPA.
Sesuai dengan hasil wawancara langsung terhadap guru dan siswa kelas IV
di SDN Kebon Manggis 11 Pagi bahwa mata pelajaran IPA pada materi Gaya
dianggap sulit bagi siswa. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk pelajaran
IPA yaitu 70. Pencapaian hasil belajar siswa yang masih rendah yaitu terlihat
dari rata-rata kelas pada hasil ulangan harian materi gaya sebesar 63,3. Guru
dalam proses pembelajarannya masih bersifat tekstual atau cenderung hafalan,
dimana siswa tidak dilibatkan secara langsung untuk mengamati obyek tentang
fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Siswa hanya sebagai
pendengar dan pencatat apa yang disampaikan oleh guru sehingga mengakibatkan
kurangnya pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan, khususnya dalam
memahami materi IPA, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengelola pemikirannya sendiri dalam mengkaji fenomena-fenomena yang terjadi
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini terjadi karena
guru kurang menciptakan kondisi serta menyediakan sarana agar siswa dapat
mengamati dan menemukan konsep dan membangunnya dalam struktur
kognitifnya, guru kurang bervariasi dalam menggunakan metode dan pendekatan
pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah dan pendekatan yang
diterapkan adalah pendekatan konsep sehingga membawa situasi kelas menjadi
tegang karena menuntut siswa konsentrasi penuh secara terus menerus dari awal
sampai akhir pembelajaran, akibatnya dapat melelahkan siswa sehingga sering
terlontar komentar siswa bahwa pembelajaran sains itu sangat membosankan.
6
Dari hasil pengamatan, sumber pengetahuan pada saat proses
pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru, siswa jarang berperan aktif
dalam proses pembelajaran, sehingga tidak muncul interaksi. Di kelas siswa tidak
terbiasa bertanya, berdiskusi, terlihat mereka lebih asik mengobrol dengan teman
sebangkunya, bersikap santai, cenderung bersikap pasif, bahkan ketika mengalami
kesulitan belajar mereka tidak berusaha untuk memecahkan kesulitan belajar
tersebut.
Pada konsep gaya siswa masih menganggap sulit saat mengaitkannya pada
kehidupan sehari-hari, karena siswa tidak pernah melakukan percobaan atau
eksperimen. Banyak materi yang mereka masih anggap sulit dimengerti. Karena
pada proses pembelajaran IPA guru hanya ceramah saja tanpa melibatkan siswa.
Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna bagi siswa guru harus selalu
berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan
membantu memadukan pengetahuan secara harmonis konsep-konsep relevan yang
sudah ada dalam struktur kognitif siswa maka pengetahuan baru tersebut
cenderung akan mudah dipahami. Maka untuk mempermudah siswa dalam
memahami pelajaran dengan pengalaman siswa yaitu dapat dilakukan model
pembelajaran inkuiri.
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
sesuatu secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.7 Sasaran utama
kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis
pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangan sikap percaya pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri (inquiry) ini,
diharapkan siswa dapat lebih aktif karena pembelajaran inkuiri ini difokuskan
untuk konsep-konsep IPA dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah
siswa, melalui proses pengalaman belajar secara langsung sehingga siswa dapat
7
semangat dalam mengikuti proses pembelajaran dan juga dapat meningkatkan
hasil belajar siswa khususnya pada konsep gaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa perlu untuk mengadakan
penelitian tindakan kelas yang berkaitan dengan “Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Pada Konsep Gaya”.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Data hasil refleksi awal menunjukkan bahwa permasalahan yang
merupakan kasus kelas adalah
1. Hasil belajar siswa masih rendah.
2. Model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung
menggunakan model konvensional pada setiap pembelajaran.
3. Kurangnya keterkaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
4. Siswa tidak pernah melakukan eksperimen, sehinggga keterlibatan siswa
kurang dalam proses belajar mengajar.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka perlu dilakukan
pembatasan masalah dalam hal ini peneliti membatasi masalah, meliputi:
1. Konsep yang diajarkan tentang gaya
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran inkuiri
terstruktur.
3. Hasil belajar siswa yang ditinjau pada aspek kognitif dari tingkat mengingat
(C1), memahami (C2), menerapkan (C3)
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah model pembelajaran inkuiri dapat
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa dengan menerapkan model pembelajaran
inkuiri pada konsep gaya.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi siswa, model ini dapat memberikan pengalaman langsung dalam proses
pembelajaran dan dapat membantu siswa dalam belajar sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Bagi guru dan calon guru, dapat memberikan pengetahuan tentang model
pembelajaran inkuiri sebagai solusi untuk mengatasi hasil belajar IPA siswa
yang masi rendah.
c. Bagi peneliti lain, dapat menjadi masukan untuk mengembangkan model
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
Dalam acuan teori area dan fokus yang diteliti ini akan dibahas beberapa
hal yang meliputi: teori konstruktivisme, hakikat model pembelajaran inkuiri,
hasil belajar, dan hakikat IPA
1. Teori Konstruktivisme
a. Hakikat Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi kita sendiri.
Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif yang terjadi
melalui serangkaian aktivitas siswa. Siswa membentuk skema, kategori,
konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.1
Konstruktivisme juga menyatakan bahwa setiap orang membangun
pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan (seperti menumpahkan
air ke ember kosong) adalah sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah
suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan
kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan.2
Jadi menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan sesorang bersifat
temporer, terus berkembang dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan itu
tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang
terbentuk ketika mengalami berbagai macam konflik. Melalui perspektif ini
belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik kognitif yang
bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan
1
Paulina Pannen, Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu, Konstrutivisme Dalam Pembelajaran, (Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka, 2001), h. 3
2
memperoleh pengalaman konkrit, wacana kolaborasi dan kegiatan melakukan
refleksi.
b. Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget. Pengetahuan
itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Setiap
individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri
melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya. Skema itu secara terus
menerus diperbaharui dan diubah melalui proses asimilasi dan akomodasi.3
Dengan demikian, tugas guru adalah mendorong siswa untuk mengembangkan
skema yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itu.
Menurut Piaget sebagaimana dikutip oleh Ratna Yudhawati dan Dany
Haryanto, pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan
melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif anak bergantung pada
seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya.4 Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif
anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan
anak mengkonstruksikan ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan
intelektual anak.
Berkaitan tentang hal tersebut, menurut pandangan Driver dan Bell yang dikutip oleh Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, mengemukakan karakteristik pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut: (1) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (3) Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (4) Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.5
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari
teori belajar konstriktivisme yaitu suatu aktivitas yang berlangsung secara
3
Wina Sanjaya, op.cit, h. 196 4
Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Dasar Psiologi Pendidikan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h. 70
5
interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ektern atau
lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
c. Ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Tasker ada tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme, yaitu peran aktif siswa dalam pembelajaran yang bermakna,
pentingnya membuat gagasan dalam pembelajaran yang bermakna, dan
mengaitkan gagasan dengan informasi baru yang diterima. 6
Disamping itu, pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut bukan
hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi dari setiap guru atau dosen.
Menurut Driver dan Oldham dalam Mattehews pembelajaran berlandaskan
konstruktivisme akan bercirikan sebagai berikut:
1) Orientasi
Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
2) Elisitasi
Siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.
3) Restrukturisasi ide
Yaitu (a) Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau teman lewat diskusi ataupun pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, (b) Membangun ide yang baru, yang dapat terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman. (c) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen.
4) Penggunaan ide dalam banyak situasi
Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi, sehingga menjadi lebih lengkap dan bahkan lebih rinci dengan segala macam kondisinya.
5) Review, bagaimana ide berubah
Dapat terjadi bahwa dalam mengaplikasi pengetahuannya, seseorang perlu merevisi gagasannya, entah dengan menambahkan suatu
6
keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lebih lengkap.7
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri dari
pembelajaran konstruktivisme yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, memberi kesempatan
kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih
kreatif dan imajinatif, memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa, serta mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka, dan menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
2. Hakikat Model Pembelajaran Inkuiri
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang
mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajar,
lingkungan belajar dan kurikulum.8
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi (siswa, guru, dan tenaga lainnya), material (buku-buku,
papan tulis, dan kapur), fasilitas dan perlengkapan (ruangan kelas,
perlengkapan audio visual), dan prosedur (jadwal, metode penyampaian
informasi, praktik, ujian dan sebagainya).9
Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua
aspek, yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa,
mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pemberi pelajaran.10
7
Paulina Pannen, Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu, op.cit., h. 28-30 8
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: UIN Perss, 2009), h. 117
9
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.. ke-8, h. 57.
10
Asep jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo,
Model pembelajaran pada dasarnya adalah bentuk pembelajaran yang
tergambar sejak awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.11
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial.12
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan
dalam menyusun kurikulum, mengatur materi siswa, dan memberi petunjuk
kepada pengajar dikelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.13
Menurut Muhibin Syah, model pembelajaran dapat dinyatakan sebagai
blue print mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu pengajaran dan dijadikan pedoman perencanaan dan
pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar.14
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola pendekatan yang mempunyai
ciri-ciri khusus yang direkayasa sedemikian rupa dalam mendesain
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang isinya mencakup
perencanaan/ perancangan, pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran.
b. Pengertian Inkuiri
Inquiry adalah suatu cara yang digunakan guru untuk mengajar di
depan kelas yang dapat dilakukan dengan cara siswa diberi kesempatan untuk
meneliti suatu masalah sehingga ia dapat menemukan cara penyelesainnya.15
Model inkuiri ini, pada mulanya dikembangkan oleh Richard
Suchman, dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan kemudian dikembangkan
dalam ilmu-ilmu pengetahuan lainnya seperti, ilmu bumi, ekonomi dan
11
Iif Khoiru Ahmadi, dkk., op.cit., h. 7 12
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 51 13
Asep jihad dan Abdul Haris,. op.cit, h. 25 14
Muhibin Syah, op.cit., h. 186 15
lain.16 Suchman, pencipta inkuiri, memberikan perhatiaan dalam menolong
siswa menyelidiki secara independen, dalam suatu cara yang teratur. Ia
menginginkan siswa menanyakan mengapa peristiwa itu terjadi, memperoleh
dan mengolah data secara logis, agar siswa mengembangkan strategi
intelektual secara umum yang mereka dapat gunakan.17
Metode inkuiri merupakan metode penemuan yang relatif baru dan
sangat penting untuk dilakukan siswa sekolah dasar. Menurut sagala, metode
inkuiri merupakan metode pembelajaran yang menanamkan dasar-dasar
pemikir ilmiah pada diri siswa sehingga siswa lebih banyak belajar sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.18
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang
sangat dominan dalam proses pemebelajaran.19
Pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri.20
Alan Colburn, dalam “An Inquiry Primer” mendefinisikan inkuiri
sebagai penciptaan atau pengelolaan ruang kelas dimana siswa dilibatkan
dalam dasar-dasar pemecahan masalah melalui diskusi, berpusat pada siswa,
dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh siswa.21
Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
16
M.D. Dahlan, Model-Model Mengajar, (Bandung : IKAPI, 1984), h. 34. 17
Dahlan, Ibid., h. 35 18
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.22
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian inkuiri di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran pada siswa
untuk menangani permasalahan yang mereka hadapi ketika berhadapan
dengan dunia nyata dengan menggunakan teknik yang diterapkan oleh seorang
peneliti.
c. Pembagian Inkuiri
Pembagian tingkatan inkuiri yang dikemukan oleh Alan Colburn ada
empat macam, yaitu:
1. Structured Inquiry (Inkuiri Terstruktur)
Pada pembelajaran inkuiri terstruktur guru memberikan permasalahan melalui hands-on untuk diselidiki, berikut dengan bahan dan prosedur kerjanya. Tetapi guru tidak memberikan hasil yang diharapkan dari kegiatan yang siswa lakukan. Siswa bertugas menghubungkan antar variabel yang menyimpulkan data yang mereka peroleh.
2. Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing)
Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Meskipun siswa melakukan penyelidikan yang berdasarkan pada pertanyaan yang diajukan guru, tetapi siswa yang menentukan prosedur penyelidikannya.
3. Open Inquiry (Inkuiri Terbuka)
Pada model ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang dipelajari dan dipecahkan. Jenis model inkuiri ini lebih bebas daripada kedua jenis inkuiri sebelumnya.
4. Learning Cycle (Siklus Belajar)
Dalam siklus belajar, siswa mengikuti prosedur inkuiri terbimbing diikuti diskusi yang dipimpin oleh guru mengenai penemuan mereka. Siswa diberi konsep yang akan dibahas secara paralel. Siswa diberikan terlebih dahulu pengetahuan sebelum mereka mengenalnya. Kemudian mereka kembali lagi ke laboraturium untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari pada situasi yang baru.23
22
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 135
23
Dalam Standar for Science Teacher Preparation terdapat 3 tingkatan
inkuiri, yakni:
1. Discovery/Structured Inquiry
Dalam tingkatan ini tindakan utama guru ialah mengidentifikasi permasalahan dan proses, sementara siswa mengidentifikasi alternatif hasil
2. Guided Inquiry
Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru ialah mengajukan permasalahan, siswa menentukan proses dan menyelesaikan masalah.
3. Open Inquiry
Tindakan utama pada open inquiry ialah guru memaparkan konteks penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah.24
Berdasarkan penjelasan mengenai jenis-jenis inkuiri di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembagian inkuiri ada yang membagi menjadi empat jenis
dan ada pula yang membagi menjadi tiga jenis, pembagian jenis inkuiri
berdasarkan pada peranan guru dan siswa dalam pembelajaran inkuiri.
d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Inkuiri
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah dimana kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap masalah,
(b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
2. Mengembangkan hipotesis dimana kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesisis ini adalah
a) Menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh,
b) Melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis dan merumuskan hipotesis.
3. Menguji jawaban tentative dimana kemampuan yang dituntut adalah a) Merakit peristiwa terdiri dari mengidentifikasikan peristiwa yang
dibutuhkan, mengumpulkan data dan mengevaluasi data,
b) Menyusun data terdiri dari menranslasikan data,
menginterprestasikan data dan mengklasifikasikan data,
c) Analisis data terdiri dari melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan dan mengidentifikasikan trend, sekueni dan keteraturan.
24
4. Menarik kesimpulan dimana kemampuan yang dituntut adalah a) Mencari pola dan makna hubungan
b) Merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.25
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai
peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus
dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok serta memberi
kemudahan bagi kerja kelompok. Sedangkan tahapan-tahapan model inkuiri
Suchman seperti Tabel2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri Suchman26
Tahapan Keterangan
Tahapan Pertama
Penyajian Masalah
Menjelaskan prosedur inkuiri dan mengemukakan masalah.
Tahapan Kedua
Pengumpulan dan verifikasi data
Membuktikan hakikat obyek dan kondisi, dan menyelidiki peristiwa situasi masalah.
Tahapan Ketiga
Mengadakan eksperimen dan pengumpulan data
Memisahkan variabel yang relevan dan mengadakan hipotesis dan mentes
mengembangkan inkuiri secara lebih efektif.
Sanjaya menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini
b) pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri
serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan
merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan
c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan
dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.
Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong
untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang
sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses
tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga
sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu
cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan
menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan
berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga
membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan
bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa
data mana yang relevan.27
Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3 tahapan
yaitu:
1. Kegiatan pendahuluan
2. Kegiatan inti
3. Kegiatan akhir dan tindak lanjut
Udin S. Winatara putra mengemukakan hal-hal yang dilakukan
dalam pembelajaran ini adalah
1. Kegiatan pendahuluan
a) Menciptakan kondisi awal pembelajaran meliputi: membina keakraban, menciptakan suasana belajar yang demokratis.
b) Apersepsi/Pre-test meliputi: kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan siswa dan membangkitkan motivasi dan perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
2. Kegiatan inti
a) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai baik secara lisan maupun tulisan.
b) Menyampaikan alternative kegiatan belajar yang akan ditempuh. c) Membahas materi.
3. Kegiatan akhir dan tindak lanjut a) Penilaian akhir
b) Analisis hasil penilaian akhir c) Tindak lanjut
27
d) Mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang, dan
e) Menutup kegiatan pembelajaran.28
e. Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang
banyak dianjurkan karena memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
1) Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih bermakna.
2) Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan belajar mereka.
3) Merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4) Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memilki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.29
Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang
mempunyai kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1) Jika menggunakan model pembelajaran ini, akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka model pembelajaran ini sulit diimplementasikan oleh setiap guru.30
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar (learning) adalah perubahan yang secara relatif berlangsung
lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar
28
Iif Khoiru Ahmadi, dkk., Ibid., h. 27-29 29
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, op.cit., h. 35. 30
merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup.31
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan
itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia
berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.32
Menurut Sanjaya, belajar bukanlah sekedar mengumpulkan
pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang,
sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu
terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.33
Belajar adalah proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu
dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah hasil beljar. Artinya,
seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak
dapat dilakukan sebelumnya. Perilaku ini meliputi aspek pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).34
Menurut Magnesen, belajar terjadi dengan membaca 10%, mendengar
20%, melihat 30%, melihat dan mendengar 50%, mengatakan 70% dan
mengatakan sambil mengerjakan 90%. Melalui media pembelajaran paling
tinggi terjadi 50%. Ternyata, seseorang yang belajar dan terlibat langsung
dengan sesuatu dianggap sebagai cara yang terbaik dan bertahan lama.35
Psikologi daya berpendapat, bahwa belajar adalah melatih daya-daya
yang dimilki oleh manusia. Dengan latihan tersebut, akan terbentuk dan
berkembang berbagai daya yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
seperti daya ingat, daya pikir, daya rasa dan sebagainya.36
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Berikut ini adalah beberapa definisi belajar menurut para ahli.
a) Menurut Gage, belajar adalah proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat dari pengalaman.
b) Menurut Skinner, belajar dalah suatu proses adapatasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menurun. Dengan demikian, belajar diartikan sebagai suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon. c) Menurut Robert M Gagne, belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh siswa.37
Berdasarkan beberapa definisi belajar tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkah laku seseorang berubah
sebagai akibat pengalaman yang berasal dari lingkungan. Dari pengertian
tersebut tersirat bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan
tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas, seorang guru perlu
menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan
diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
b. Pengertian Hasil Belajar
Pengertian hasil menunujuk pada suatu perolehan akibat berubahnya
suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara
fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku
pada individu yang belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.38
36
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. ke-3, h. 106.
37
Isriani Hardini, dkk., op.cit., h. 3-4. 38
Menurut Nana Sudjana hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya.39
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui
kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang
yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang
relatif menetap.40
Menurut Benjamin S. Bloom tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut A.I. Romizowski hasil belajar
merupakan keluaran dari suatu sistem pemrosesan masukan. Masukan dari
sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya
adalah perbuatan atau kinerja (performance).41
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan pendidikan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotoris.42
a. Hasil belajar kognitif
Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Bloom membagi dan menyusun secara hirarkis tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi. Makin tinggi tingkat maka makin kompleks dan penguasaan suatu tingkat mempersyaratkan penguasaan tingkat sebelumnya. Enam tingkat itu adalah hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Kemampuan menghafal (knowledge) merupakan kemampuan kognitif yang paling rendah. Kemampuan ini merupakan kemampuan menggali kembali fakta yang disimpan dalam otak digunakan untuk merespon suatu masalah. Kemampuan pemahaman (comprehension) adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta. Menghafal fakta tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut pengetahuan akan fakta dan hubungannya. Kemampuan
39
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009), cet. ke-13, h. 22.
40
Asep jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo,
2013), h. 14 41
Ibid. 42
penerapan (application) adalah kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus, dan sebagainya dan menggunakan untuk memecahkan masalah. Kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur. Kemampuan sintesis (synthesis) adalah kemampuan memahami dengan mengorganisasikan bagian-bagian ke dalam kesatuan. Kemampuan evaluasi (evaluation) adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya.
b. Hasil belajar afektif
Krathwohl dalam Purwanto membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkat yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Hasil belajar disusun secara hirarkhis mulai dari tingkat yang paling rendah dan sederhana hingga yang paling tinggi dan kompleks.
c. Hasil belajar psikomotor
Menurut Harrow dalam Purwanto hasil belajar psikomotorik dapat diklasifikasikan menjadi enam, yaitu gerakan refleks, gerakan fundamental dasar, kemampuan perseptual, kemampuan fisis, gerakan keterampilan, dan komunikasi tanpa kata. Namun menurut Simpson yang mengklasifikasikan hasil belajar psikomotorik menjadi enam: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks dan kreativitas. 43
Dari uraian di atas yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai
hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada
kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai pengaruh pengalaman belajar yang
dialami siswa pada suatu unit atau bab materi tertentu yang telah dipelajari.
c. Prinsip-Prinsip Belajar
Adapun prinsip belajar menurut Wingo sebagaimana dikutip oleh
Lukmanul Hakim dalam buku Perencanaan Pembelajaran adalah
a) Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi
Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan member respons yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari dan diperoleh kecakapan melakukan suatu kegiatan tertentu.
b) Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman
Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui pengalaman melakukan suatu kegiatan. Dalam khazanah peristilahan pendidikan, hal ini dikenal dengan “learning by doing yaitu belajar dengan
43
jalan melakukan suatu kegiatan”. Pemahaman itu sendiri bersifat abstrak. Sesuatu yang abstrak akan mudah diperoleh dengan jalan melakukan kegiatan-kegiatan yang nyata atau konkrit, sehingga orang yang bersangkutan memperoleh pengalaman yang menuntun pada pemahaman yang bersifat abstrak. Dalam kegiatan belajar mengajar, rangsangan dapat ditimbulkan oleh guru, dengan menyodorkan suatu materi pembelajaran yang mengandung permasalahan yang menuntut upaya menemukan pemecahan melalui suatu proses pencarian dan penemuan atau proses pemecahan masalah.
c) Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan
Dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan dimilki oleh setiap siswa. Tujuan belajar bukan berarti tujuan pembelajaran, karenatujuanpembelajaran merupakan tujuan dan harapan yang ingin dicapai guru dari kegiatan yang dilakukan. Untuk mempertemukan tujuan guru (tujuan pembelajaran) dengan tujuan belajar siswa, dapat di upayakan dengan cara mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa. Dampak dari mengkomunikasikan tujuan, memang berbeda-beda pada diri masing-masing siswa, namun setidak-tidaknya guru sudah memberi rangsangan agar siswa merumuskan sendiri apa yang diinginkan atau diharapkan dari kegiatan belajar yang hendak dilakukan. Dengan demikian, proses belajar berjalan kearah upaya pencapaian tujuan tadi.44
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar
mencakup banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai hasil belajar, yaitu
meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep maupun penerapannya
yang menghasilkan pengalaman belajar bagi siswa, serta pencapaian tujuan
pembelajaran yang diharapkan dari hasil belajar atau pengalaman yang
diperoleh siswa, seperti perubahan tingkah laku.
4. Ilmu Pengetahuan Alam a. Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. 45
44
Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009), h. 73-75.
45
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI dan SMP/MTs
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secra langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
dan SMP/MTs merupakan standar minimum yang secara nasional harus
dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam SK dan KD didasarkan
pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Depdiknas menyatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: (1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, IPA bersifat open ended. (2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. (3) Produk: berupa fakta, teori, dan hukum. (4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.46
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami
alam sekitar. Pendidikan IPA diarahan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.47
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai
berikut.
1) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
46
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Ibid., h. 46-47. 47
2) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanaya hubungan yang saling mempengaruhi anatara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4) Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Meningkatkan pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasaruntuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. 48
Jadi di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi
agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Strategi berarti
rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah mengusai teknik-teknik
penyajian atau metode mengajar.
c. Kajian Materi Tentang Materi SD
Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan
dalam ujian akhir nasional (UAN). Salah satu usaha agar hasil yang diperoleh
siswa maksimal, perlu diadakan pembelajaran yang tidak hanya menarik tetapi
juga dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa
akan dapat memahami materi yang disampaikan dengan baik dan
meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar siswa kelas IV SDN Kebon Manggis
11 Pagi pada mata pelajaran IPA masih dibawah kriteria ketuntasan minimal
(70). Peneliti mencoba memperbaiki hasil belajar siswa dengan menerapkan
model pembelajaran inkuiri pada materi gaya agar hasil belajar siswa dapat
meningkat.
Ringkasan materi gaya pada mata pelajaran IPA kelas IV SD yakni
sebagai berikut.
48
1. Pengertian Gaya
Gaya adalah bentuk tarikan dan dorongan yang diberikan pada benda.
Hal ini dapat menyebabkan perpindahan benda. Ada bermacam-macam
gerakan benda, seperti bergeser, menggelinding dan lain sebagainya. Kelereng
yang di dorong akan bergerak menggelinding. Meja yang di dorong akan
bergeser. Benda-benda tersebut dapat bergerak karena mendapatkan gaya.49
2. Pengaruh Gaya Terhadap Benda
Sebuah benda yang mendapat gaya akan mengalami perubahan. Ada
tiga pengaruh yang ditimbulkan gaya terhadap benda. Gaya menggerakkan
benda diam. Gaya mengubah kecepatan dan arah benda yang bergerak serta
mengubah bentuk benda.
a. Gaya Mempengaruhi Benda Diam
Benda yang diam dapat bergerak karena mendapatkan gaya. Bola yang
diam dapat bergerak saat ditendang. Pintu yang diam dapat bergerak saat kita
tarik. Gaya untuk menggerakkan benda harus sebanding dengan berat benda.
Lemari besar dapat bergerak jika didorong beberapa orang dewasa. Artinya,
gaya yang besar dibutuhkan untuk menggerakkan benda berat.50
b. Gaya Mempengaruhi Benda Bergerak
Benda yang bergerak juga dapat dipengaruhi oleh gaya. Kelereng yang
menggelinding dapat berhenti saat ditahan dengan tangan. Benda yang
bergerak dapat diam ketika mendapatkan gaya. Gaya juga dapat membuat
benda bergerak lebih cepat. Benda bergerak juga dapat berubah arah dengan
adanya gaya.51
c. Gaya Mempengaruhi Bentuk Benda
Bentuk suatu benda dapat berubah jika dikenai gaya. Contohnya kertas
dan plastisin yang dapat berubah bentuk sesuai keinginan kita. Kita dapat
49
Sularmi dan M.D Wijayanti, SAINS 4: Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI Kelas IV, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Nasional, 2009), h. 107.
50
Ibid. 51
merubah bentuk selembar kertas menjadi berbentuk pesawat, kapal, katak, dan
bentuk-bentuk lain.52
Selain itu benda-benda yang terbuat dari kaca atau keramik mudah
pecah. Misalnya, ketika tertimpa benda lain atau jatuh ke lantai. Benda dapat
jatuh ke bawah karena adanya gaya dorong. Perubahan tersebut menunjukkan
bahwa gaya dapat memengaruhi bentuk benda. Piring yang dijatuhkan ke
lantai akan mengalami perubahan, tidak menyerupai bentuknya semula.53
3. Faktor Yang Mempengaruhi Gerak Benda
Benda dapat bergerak karena dipengaruhi oleh gaya. Selain itu, ada
juga faktor-faktor yang memengaruhi gaya itu sendiri. Misalnya, gravitasi
bumi dan gerak di lantai yang datar karena dorongan.
a. Jatuh Bebas Akibat Gravitasi Bumi
Bola yang kita lemparkan ke udara, akan jatuh kembali ke bawah.
Semua benda yang dilemparkan ke atas akan jatuh lagi menuju Bumi. Hal ini
karena Bumi memiliki gaya tarik. Akibatnya, bumi dapat menarik
benda-benda tersebut. Gaya tarik Bumi inilah yang disebut gravitasi Bumi. Jika tidak
ada gravitasi bumi, kita tidak mungkin berpijak di bumi.54
b. Gerak Bola Dilantai Yang Datar
Cepat atau lambatnya bola yang menggelinding dilantai yang datar
tergantung pada kuat lemahnya gaya yang kita gunakan pada bola. Gaya yang
dapat menahan gerak benda agar benda itu tidak bergerak jika ditarik atau
didorong adalah gaya gesek. Gaya gesek terjadi jika dua permukaan saling
bersentuhan. 55
Gaya gesek dapat diperkecil dengan cara menghaluskan permukaan
kedua benda atau melicinkannya dengan menggunakan pelumas, seperti oli,
lilin dan vaselin.56
52
Choirul Amin dan Amin Priyono, Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SD/MI Kelas IV, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Nasional, 2009), h. 136.
53
Sularmi dan M.D Wijayanti, op.cit., h. 110 54
Sularmi dan M.D Wijayanti, Ibid., h. 109 55
Rosa Kemala, Jelajah IPA Untuk Kelas 4 SD, (Jakarta: Yudhistira, 2006), h. 110. 56
4. Faktor Yang Mempengaruhi Benda Dapat Tenggelam Dalam Air
Benda dikatakan tenggelam jika benda itu berada di dasar air. Benda
dapat tenggelam dalam air karena berat jenis benda tersebut lebih besar dari
berat jenis air. Pada benda yang tenggelam, berat benda lebih besar dari gaya
tekan ke atas oleh air.57
5. Faktor Yang Mempengaruhi Benda Dapat Mengapung Dalam Air
Benda dikatakan terapung jika sebagian benda masih muncul di atas
permukaan air dan sebagian lagi masuk ke dalam air. Pada benda yang
terapung, berat benda lebih kecil dari gaya tekan ke atas oleh air. Benda dapat
terpung di dalam air karena berat jenis benda lebih kecil dari berat jenis air.58
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian-penelitian yang berhubungan dengan permasalahan
yang penulis angkat dalam penelitian ini, antara lain:
1. Umi Atiyah, dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Benda dan Sifatnya di MIN
Ciputat Tangerang, berdasarkan hasil penelitiannya bahwa penerapan model
pembelajaran inkuiri terstruktur pada konsep benda dan sifatnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, peningkatan hasil
belajar ini terlihat dari hasil belajar siswa dengan rata-rata nilai posttest pada
siklus I sebebsar 66,75 dan siklus II sebesar 84,5. Dengan persentase jumlah
siswa yang mencapai KKM pada siklus I sebesar 60% dan siklus II sebesar
97,5%. Ditunjukkan dengan rata-rata nilai N-gain pada siklus I sebesar 0,41
dan terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 0,60.59
Perbedaan penelitian Umi Atiyah dengan skripsi ini adalah dalam penelitian
Umi Atiyah menjelaskan hasil belajar pada konsep benda dan sifatnya,
sedangkan dalam penelitian ini menjelaskan hasil belajar pada konsep gaya.
57
Ibid., h. 116 58
Ibid., h. 117 59