• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. TRANSMISI HARGA BIJI KAKAO DI PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON

6.2 Analisis Data

6.2.6 Dekomposisi Ragam

Dekomposisi ragam (Variance Decomposition) atau disebut juga forecast error variance decomposition digunakan untuk menggambarkan sistem dinamis VAR dalam estimasi. Perbedaan yang mendasar dari respon impuls dengan dekomposisi ragam adalah respon impuls digunakan untuk melacak dampak shock

dari variabel endogen terhadap variabel lain di dalam sistem VAR, sedangkan dekomposisi ragam menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock (Widarjono 2009). Kemudian dekomposisi

ragam akan memberikan informasi mengenai proporsi dan pergerakan pengaruh

shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan yang akan datang.

Hasil analisis dekomposisi ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel pertama menjelaskan tentang dekomposisi ragam dari variabel harga biji kakao di Indonesia, serta variabel apa saja dan seberapa besar variabel tersebut memengaruhi variabel harga biji kakao di LIFFE dan bursa NYBOT. Pada awal periode, variabel Indonesia dipengaruhi oleh variabel itu sendiri sebesar 100 persen. Pada periode kedua, kontribusi ragam variabel Indonesia mengalami penurunan menjadi 63.06 persen dan terus menurun hingga periode ke-30 sebesar 62.25 persen. Namun, nilai dekomposisi ragam variabel Indonesia masih mempunyai nilai yang lebih besar daripada variabel LIFFE dan NYBOT. Nilai tersebut menunjukkan tingginya kontribusi Indonesia dalam menjelaskan nilai ragam harga biji kakao Indonesia itu sendiri. Kontribusi ragam variabel harga biji kakao LIFFE belum memberikan pengaruh di awal periode. Namun, untuk periode kedua mulai memberikan kontribusi sebesar 36.93 persen hingga selanjutnya nilai ini terus meningkat hingga periode ke-30 sebesar 37.46 persen. Begitu juga untuk variabel NYBOT, walaupun pada awal periode belum memengaruhi variabel Indonesia akan tetapi nilai dekomposisi ragamnya terus meningkat dari nilai 0.00013 persen di periode kedua hingga mencapai 0.27 persen pada periode ke-30.

Tabel kedua menjelaskan tentang dekomposisi ragam dari variabel LIFFE. Pada awal periode, variabel LIFFE dipengaruhi oleh variabel itu sendiri sebesar 98.65 persen dan nilai ini terus mengalami penurunan hingga periode ke-30 sebesar 97.64 persen. Kontribusi ragam variabel harga biji kakao NYBOT belum memberikan pengaruh di awal periode. Namun, untuk periode kedua mulai memberikan kontribusi sebesar 0.56 persen hingga selanjutnya nilai ini terus meningkat hingga periode ke-30 sebesar 1.04 persen. Hal yang berbeda terjadi untuk variabel Indonesia, walaupun pada awal periode hanya sedikit memengaruhi variabel LIFFE yaitu sebesar 1.34 persen akan tetapi nilai dekomposisi ragamnya terus menurun hingga periode ke-30 sebesar 1.30 persen.

Tabel ketiga menjelaskan tentang dekomposisi ragam dari variabel NYBOT. Periode awal menggambarkan bahwa variabel NYBOT dipengaruhi oleh variabel NYBOT itu sendiri sebesar 28.86 persen, variabel LIFFE sebesar 0.17 persen, dan variabel Indonesia sebesar 70.95 persen. Nilai dekomposisi ragam dari variabel Indonesia dan NYBOT terus menurun hingga akhir periode, sedangkan variabel LIFFE nilai dekomposisi ragamnya semakin meningkat. Hingga pada periode akhir, variabel NYBOT hanya dipengaruhi 16.71 persen oleh variabel NYBOT sendiri sedangkan sisanya sebesar 6.61 persen dan 76.67 persen dijelaskan oleh variabel Indonesia dan LIFFE.

Jika dilihat dari hasil akhir nilai dekomposisi ragam pada masing-masing variabel maka didapatkan hasil dekomposisi ragam untuk Indonesia menunjukkan bahwa dalam jangka panjang Indonesia mampu memberikan kontribusi yang besar untuk menjelaskan nilai ragam harga biji kakao di Indonesia itu sendiri pada masa yang akan datang. Hal yang sama juga terjadi pada hasil dekomposisi ragam untuk LIFFE, dimana nilai dekomposisi ragam LIFFE itu sendiri yang berkontribusi besar terhadap nilai ragam harga biji kakao di LIFFE pada masa yang akan datang. Namun,untuk nilai varian dekomposisi NYBOT menunjukkan bahwa dalam jangka panjang bursa LIFFE yang mampu memberikan kontribusi besar untuk menjelaskan nilai ragam harga biji kakao di NYBOT pada masa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang LIFFE mampu memberikan kontribusi yang besar untuk menjelaskan nilai ragam harga biji kakao di bursa berjangka NYBOT pada masa yang akan datang.

6.2.7 Implikasi Model VAR Terhadap Askindo

Berdasarkan penyusunan model VAR yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa harga biji kakao Indonesia tidak mempengaruhi harga biji kakao yang terjadi di bursa NYBOT dan LIFFE. Kesimpulan ini dapat menjadi jawaban atas permasalahan yang terjadi saat ini.

Saat ini harga biji kakao di seluruh dunia masih ditentukan oleh bursa komoditi berjangka di New York dan London sebagai pusat perdagangan kakao dunia sehingga mengakibatkan posisi negara penghasil komoditi kakao khususnya Indonesia hanya menjadi penerima harga (price taker). Lemahnya posisi tawar biji kakao Indonesia di pasar dunia disebabkan karena mutu biji kakao yang

dihasilkan Indonesia masih tergolong rendah. Kualitas kakao Indonesia masih didominasi oleh biji kakao yang belum terfermentasi, biji dengan kadar kotoran yang tinggi, serta terkontaminasi serangga, jamur, atau mikotoksin sehingga kakao Indonesia dihargai paling rendah di pasar internasional. Hal inilah yang menyebabkan para petani dan pelaku ekspor di Indonesia menunggu harga baru yang terbentuk dari NYBOT maupun LIFFE, untuk kemudian menyesuaikan terhadap harga biji kakao dalam negeri. Harga yang terbentuk nantinya akan diinformasikan kepada pihak Askindo dan kemudian informasi itu akan disebarluaskan kembali kepada para pengusaha dan petani kakao Indonesia. Dengan demikian para pelaku pasar kakao di Indonesia hanya mengikuti pergerakan harga yang terjadi di NYBOT maupun LIFFE5.

Jika dilihat dari hasil analisis transmisi harga yang menyatakan bahwa harga biji kakao Indonesia tidak mempengaruhi harga biji kakao yang terjadi di bursa berjangka New York dan London, maka mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan pasar pengikut dalam perdagangan kakao dunia. Salah satu cara untuk meningkatkan peranan Indonesia dalam penentuan harga biji kako baik dunia atau domestik adalah dengan memperbaiki kualitas produk dan sistem pemasaran biji kakao Indonesia. Pemasaran biji kakao Indonesia diperbaiki dengan membentuk bursa berjangka di Indonesia dan membangun bursa berjangka khususnya bagi komoditi biji kakao maka volatilitas harga biji kakao yang terjadi selama ini akan dapat berkurang karena fungsi dari bursa berjangka adalah sebagai sarana untuk mengalihkan resiko dalam bentuk volatilitas harga yang tinggi.  

Implikasi model VECM yang dapat diaplikasikan di Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) untuk meningkatkan posisi kakao Indonesia yang lebih baik di pasar dunia adalah membuat kebijakan agar Indonesia dapat meningkatkan kualitas biji kakao dan produk-produk turunan lainnya mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini dapat tercapai jika melihat segala peluang dan potensi yang dimiliki oleh biji kakao Indonesia sehingga nantinya komoditi ini bisa meningkatkan posisi tawarnya. Ada beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh Askindo untuk meningkatkan posisi biji kakao Indonesia di pasar dunia antara       

5

lain memberikan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan kepada seluruh pelaku bisnis kakao sebagai upaya peningkatan kualitas biji kakao Indonesia dari jenis biji kakao unfermented menjadi biji kakao fermented dan produk turunan kakao lainnya. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan industri hilir di bidang pengolahan biji kakao. Adanya peningkatan kualitas dari kakao Indonesia diharapkan harga yang terbentuk dapat meningkat dan Indonesia dapat menjadi

price maker dalam perekonomian kakao dunia. Selain itu, diperlukan kerjasama Askindo dengan pemerintah untuk mengefektifkan bursa berjangka di Indonesia sebagai cara untuk meminimalisasi kerugian akibat harga komoditas kakao yang berfluktuasi sehingga Indonesia akan mendapatkan kemampuan untuk mengontrol pergerakan jumlah dan harga biji kakao serta mengatasi fluktuasi harga kakao. Selain itu, dapat juga memperbaiki posisi tawar biji kakao Indonesia di perdagangan internasional sebagai salah satu negara penghasil biji kakao terbesar di dunia.

Dokumen terkait