• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM KESEPUHAN SINAR RESMI

4.2. Demografi

Menurut Abah ASN bahwa karena lokasi Kasepuhan SRI memang berada di desa Sirnaresmi akan tetapi untuk warga Kasepuhan tersebar mulai dari Desa Sirnaresmi itu sendiri, Bogor, Banten hingga Lampung. Penulis dalam mengidentifikasi penduduk dalam penelitian ini dibatasi hanya penduduk yang berada di Kasepuhan saja bukan jumlah penduduk desa Sirnaresmi. Adapun jumlah warga Kasepuhan SRI pada saat sekaranng ini berjumlah 8.320 jiwa.

4.2.2. Mata Pencaharian 4.2.2.1. Pertanian Berladang

Pada umumnya incu-putu (masyarakat) Kasepuhan SRI bertani ladang atau dalam bahasa lokalnya huma yaitu bertani padi di kawasan hutan yang dilakukan di kawasan pegunungan Halimun dengan sistim penanaman satu tahun sekali, sesuai dengan norma-norma yang dianut di Kasepuhan. “Ibu Bumi, bapak langit” adalah falsafah untuk Bumi di ibaratkan sebagai ibu yang melahirkan anak hanya satu kali, maka perlakukanlah ibu dengan baik, dan langit yang memberikan kehidupan kepada bumi berupa hujan guna menyuburkan tanaman terutama padi. Adapun rangkain dalam sistim huma di Kasepuhan SRI berikut diuraikan dalam matriks dibawah ini:

Matriks 4.1. Rangkaian Ritual Kegiatan Huma di Kasepuhan SRI

No. Kegiatan Uraian Pelaksanaan

01. Narawas Menandai ladang yang akan di jadikan lahan humma

Juni

02. Nyacar Membersihkan lahan biasanya selama seminggu

Juli

03. Ngahuru Membakar tanaman perdu yg tdk brguna untuk dijadikan pupuk organik

Agustus

04. Ngerukkan Membakar sisa-sisa perdu yang belum di bakar

Agustus

05. Nyara Meremahkan (diolah agar tanah gembur)

Agustus

06. Ngaseuk Merupakan kegiatan menanam padi huma dengan memasukkan

30

benih ke dalam lubang menggunakan aseuk (tongkat kayu). Dilakukan oleh Abah pertama kalinya dan diteruskan dengan incu-putu Kasepuhan

07. Ngored Menyiangi padi Oktober

08. Beberes Mager Ritual selametan dilakukan di ladang yang diikuti oleh sebagai tokoh Kasepuhan gunanya adalah untuk menjaga padi dari serangan hama. Kegiatan ini dilakukan di huma serang (ladang milik Kasepuhan), kegiatan ini dilaksanakan sekitar bulan Muharam (perhitungan dalam kalender Islam).

Oktober

09. Ngarawunan Ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan subur, sempurna dan tidak ada gangguan. Kegiatan ini

dilakukan oleh semua incu putu untuk meminta doa kepada Abah melalui bagian

pamakayaan (bagian pertanian). Ngarawunan dilakukan setelah padi berumur tiga bulan sampai empat bulan.

November

10. Mipit Memanen padi huma yang dilaksanakan di huma serang (ladang milik kasepuhan), alat yang digunakan untuk memanen padi ini disebut ani-ani, dan sebelum pemotongan padi pertama dilakukan “pengawinan padi” sebagai simbol rasa sukur hal ini dilakukan oleh Abah dan didampingi dengan bagian Pamakayaan.

April

11. Ngalantayan Padi yang sudah di potong kemudian dijemur dengan menggunakan bambu atau pohon, dan berjajar dijemur selama satu bulan

April

12. Mocong dan ngunjal

Mengikat padi yang kering (dipilah) kembali untuk diangkut ke lumbung

31 13. Nutu dan

Nganyaran

Kegiatan menumbuk padi pertama hasil panen, dilakukan oleh para ibu-ibu Kasepuhan. Sedangkan nganyaran memasak nasi menggunakan padi hasil panen pertama, dua bulan setelah masa panen dan di santap dengan cara bersama.

Juni

14. Seren taun Seren-taun merupakan puncak dari ritual pertanian yang ada di Kasepuhan yaitu memasukan hasil panen ke lumbung (leuit si jimat) dari hasil panen tersebut tiap warga menyumbangkan padi minimal 2-5 (dua sampai lima) ikat (beungkeut) yang di rata-ratakan dengan setandar kilogram sebanyak 10-14,5 kg.

Juni

Sumber : data primer (diolah), 2012

Setiap rangkain kegiatan pelaksanaan huma di Kasepuhan SRI semuanya diawali dengan ritual. Menurut Abah ASNmenta do’a ka Gusti Alloh lan salametan ngirim-do’a ka para leluhur Kasepuhan menta kaberkahana, yang artinya minta do‟a kepada Allah, serta mengirim do‟a kepada para leluhur Kasepuhan minta keberkahannya dan pada ritual selametan tersebut diadakan di Imah Gede yang dihadiri oleh para sesepuh serta incu-putu Kasepuhan SRI. Dalam hal selamatan tersebut dijelaskan oleh Bapak Bahari selaku amil Kasepuhan SRI sebagai berikut:

“Padi hasil panen dari incu-putu tersebut, akan di serahkan kepada Abah sebanyak 2 sampai dengan 5 beungkeut (ikat) sebagai tatali. Tatali dapat diartikan sebagai ikatan satu sama lain dalam incu- putu Kasepuhan sebagai solidaritas sosial yang kuat. Padi yang telah diserahkan kepada Abah tersebut akan di simpan di lumbung kasepuhan disebut Leuit si Jimat, selain itu juga dikenakan zakat sekitar 10 ikat/beungket padi. Zakat tersebut di gunakan untuk keperluan (menggaji) para kelembagaan adat seperti Dukun, Paraji, Pamaro, Kokolot Lembur dan lain sebagainya. Walaupun dalam memberikan zakat tersebut tergantung hasil yang dicapai ketika panen padi dari setiap incu-putu.”

Gabah yang telah di proses dengan cara di tumbuk menggunakan alat penumbuknya disebut lesung kemudian menjadi beras. Dalam aturan Kasepuhan SRI melarang setiap incu-putu (masyarakat Kasepuhan) untuk memperjualbelikan

32

beras, karena gabah yang telah diproses menjadi beras dapat diartikan seperti seorang perempuan, apabila telah terkupas gabah dengan kulitnya dan menjadi beras dapat diumpamakan seperti perempuan yang tidak berbusana. Jadi memperjualbelikan beras maka sama saja dengan memperjualbelikan seorang perempuan.

Peraturan Kasepuhan SRI melarang dalam memperjualbelikan beras, akan tetapi diperbolehkan untuk menjual padi, ketika akan melaksanakan menjual padi menurut Abah ASNada beberapa syarat yang harus dilaksanakan, yang diantaranya adalah :

1. Keluarga incu-putu yang akan menjual padi harus memiliki leuit (lumbung padi) lebih dari satu dan terisi dengan padi semua,

2. Kebutuhan pangan dalam keluarga tercukupi setahun kedepan, 3. Yang dijual adalah bukan berbentuk beras,

4. Tidak boleh dilakukan penjualan berkelanjutan.

Apabila melanggar aturan tersebut, akan mendapat teguran (sanksi) dari Abah serta mendapatkan kebendon berupa petaka yang akan menimpa pada keluarga yang melanggar tersebut berupa gagal panen di tahun berikutnya, sakit dan lain sebagainya, karena sang leluhur marah.

4.2.2.2. Perkebunan dan Peternakan

Pada prinsipnya kegiatan berkebun dan berternak ini dikalangan incu-putu Kasepuhan sebagai nganunggu panen (menunggu panen padi huma) yang dilaksanakan pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sehingga ada aktivitas selama menunggu padi huma panen tersebut, kegiatan berkebun dan berternak seperti:

1. Talun (palawija) atau kebun warga ditanami oleh tanaman pisang, jagung, kacang, sayur-sayuran dan tanaman buah-buahan,

2. Menanam pohon tahunan seperti mahoni dan albasia untuk keperluan kayu bakar dan membuat rumah, leuit (lumbung padi), dan sarana ibadah,

33 Hasil kebun yang berupa buah-buahan dan sayuran dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pakaian, namun untuk pohon kayu-kayuan tidak boleh dijual, hanya untuk kebutuhan kayu bakar dan pembangunan sarana dan prasarana seperti membangun rumah, leuit (lumbung padi), dan sarana Ibadah.

4.2.2.3. Pengelolaan Hutan

Menurut Marina (2011), kearifan masyarakat adat Kasepuhan dalam pengelolaan hutan diwujudkan dalam pembagian hutan menjadi tiga bagian, Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung bukaan. Leuweung tutupan adalah kawasan hutan alam yang dititipkan oleh leluhur untuk generasi mendatang, dan tidak boleh berubah keutuhannya, yang memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi dan termasuk dalam kawasan lindung karena fungsinya sebagai daerah resapan air (leuweung sirah cai) dan pusat keseimbangan ekosistem. Kawasan ini tidak boleh dimasuki oleh manusia, karena menurut adat manusia bukan termasuk makhluk hidup yang tinggal di hutan. Leuweung titipan adalah kawasan hutan yang boleh dimasuki oleh manusia atas seizin Abah, dan dengan tujuan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk kayu bakar dan membuat bangunan dan hasil hutan non-kayu berupa tanaman obat-obatan, madu hutan, rotan dan sebagainya.

Jika ingin mengambil hasil hutan kayu dari hutan tutupan, masyarakat harus menanam kembali pohon sebagai pengganti pohon yang ditebangnya sesuai dengan jumlah pohon yang ditebang. Leuweung bukaan adalah kawasan hutan yang telah dibuka sejak lama secara turun temurun dan digunakan untuk lahan garapan masyarakat, baik berupa ladang (huma), sawah, maupun talun (kebun). Lahan garapan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan papan (kayu) masyarakat adat. Selain itu, adapula leuweung awisan yang dipersiapkan untuk lokasi perpindahan pusat Kasepuhan yang merupakan usaha untuk mendekati lebak cawane (tujuan akhir perpidahan Kasepuhan) yang didasarkan pada petunjuk yang berkaitan dengan perubahan penting (uga) yang diperkirakan terletak di antara Gunung Bengbreng, Beser, Suren, Talaga, Herang, Halimun, Pangkulahan, Putri, Kasur, Salimbar, Bancet, Panyugihan, dan Surandil.

34

Dokumen terkait