• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TOPOGRAFI, DEMOGRAFI

2.2 Topografi dan Demografi Kota Sukabumi

2.2.2 Demografi

Demografi adalah ilmu kependudukan; ilmu tentang susunan dan

pertumbuhan penduduk; ilmu yang memberi uraian atau lukisan berupa statistic

mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut sosial dan politik. (KUBI,2003:278)

Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan

manusia. Meliputi didalamnya ukuran, stuktur dan distribusi penduduk, serta

bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian,

migrasi, penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara

keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan,

kewarganegaraan, agama atau etnisitas tertentu.

Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2007 adalah

2.391.736 jiwa yang terdiri dari 1.192.038 orang laki-laki dan 1.199.698 orang

Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Ciemas (183 jiwa/km²) dan

tertinggi di Kecamatan Sukabumi (2.447 jiwa/km²). Pemukiman padat penduduk

umumnya terdapat di pusat-pusat kecamatan yang berkarakteristik perkotaan dan

di sepanjang jalan raya. Memiliki penduduk sampai akhir tahun 2002 tercatat

269.142 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 50 jiwa/km² yang tersebar

(BPS,2007:46).

Dalam pendidikan, di Sukabumi telah berdiri perguruan tinggi yaitu

Politeknik Sukabumi, Universitas Muhammadiah Sukabumi (UMMI), Sekolah

Tinggi Teknologi Nusa Putra, Lembaga Pendidikan Informatika Nusa Putra,

Lembaga Pendidikan Film dan Televisi Nusa Putra. Selain itu, telah berdiri

sekolah unggulan SMKN2 Sukabumi (dahulu SMEA NEGERI Sukabumi).

Di samping itu, Sukabumi adalah pusat kegiatan wilayah Jawa Barat

Selatan (Sukabumi, Cianjur). Sukabumi memiliki pusat perbelanjaan beasr yaitu

Mayyofield Mall Sukabumi, Sukabumi Indah Plaza (Giant), Ramayana Plaza,

Yogya Plaza, Capitol Plaza, dan Sukabumi Shopping Center.

Kabupaten Sukabumi terletak lebih kurang 120 km dari Jakarta atau

sekitar dua setengah jam perjalanan dengan mobil pribadi. Tempat ini sangat

mudah dicapai dari Jakarta, Bogor dan Bandung. Sukabumi memiliki wisata yang

beraneka ragam, mulai dari wisata laut, pantai sampai wisata gunung. Beberapa

obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi wisatawan, yaitu: Wisata Pantai,

Cipelang, Wana Wisata Gua Buniayu.

Jumlah penduduk Sukabumi pada tahun 2003 sebanyak 2.178.850 jiwa

dan pada tahun 2004 meningkat sebanyak 51.561 jiwa sehingga menjadi

2.230.411 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2003 hingga 2004 adalah

sebesar 2,37 persen di mana laju pertumbuhan penduduk laki-laki lebih besar

dibandingkan laju pertumbuhan penduduk perempuan, yaitu 1.144.663 jiwa untuk

laki-laki dan 1.085.748 jiwa untuk laki-laki. (BPS,2007:45)

Pada tahun 2004 rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Sukabumi

mencapai 540 jiwa/km² (5,40 jiwa/Ha). Pada umumnya Kecamatan di wilayah

utara kepadatan penduduknya lebih tinggi daripada kecamatan di wilayah selatan.

Hal ini berhubungan dengan kondisi alam di mana wilayah utara lebih subur

daripada wilayah selatan. Selain itu, fasilitas umum lebih tersedia sehingga

mendorong terjadinya urbanisasi ke wilayah utara. Apabila dirinci menurut

kecamatan, maka Kecamatan Cisaat merupakan kecamatan terpadat di mana

kepadatan penduduknya mencapai 5.786 per km², sedangkan yang terendah

adalah Kecamatan Cibitung dengan kepadatan penduduk 160 per km².

Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni: di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisaat dan Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi, sebelah selatan dengan Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi, sebelah barat dengan Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi, sebelah timur dengan

Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. (http://www.sukabumikota.go.id/geografi.asp).

Sukabumi terdiri dari 45 kecamatan, yaitu Kecamatan Bantargadung,

Kecamatan Bojonggenteng, Kecamatan Caringin, Kecamatan Cibadak,

Kecamatan Cibitung, Kecamatan Cicantayan, Kecamatan Cicurug, Kecamatan

Cidadap, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Cidolog, Kecamatan Ciemas,

Kecamatan Cikakak, Kecamatan Cikembar, Kecamatan Cikidang, Kecamatan

Ciracap, Kecamatan Cireunghas, Kecamatan Cisaat, Kecamatan Cisolok,

Kecamatan Curugkembar, Kecamatan Gegerbitung, Kecamatan Gunungguruh,

Kecamatan Jampangkulon, Kecamatan Jampangtengah, Kecamatan

Kabandungan, Kecamatan Kadudampit, Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan

Kalibunder, Kecamatan Kebonpedes, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Nagrak,

Kecamatan Nyalindung, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Palabuhanratu,

Kecamatan Parakansalak, Kecamatan Parungkuda, Kecamatan Purabaya,

Kecamatan Sagaranten, Kecamatan Simpenan, Kecamatan Sukabumi, Kecamatan

Sukalarang, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Surade, Kecamatan Tegalbuleud,

Kecamatan Waluran, dan yang terakhir adalah Kecamatan Warungkiara (sumber :

bapak Iyus Mulyana, Kepala UPTD Cicurug).

Penelitian ini mengambil studi kasus di Kecamatan Cicurug. Cicurug

diambil dari kata Ci dan Curug. Ci berasal dari kata cai, yang artinya adalah air.

Sedangkan Curug artinya adalah mengalir atau terjun jadi Cicurug adalah air

yang mengalir atau terjun. Kecamatan Cicurug merupakan suatu daerah yang

letaknya sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah timur

berbatasan dengan Kecamatan Nagrak. Sebelah selatan berbatasan dengan

Kecamatan Parungkuda, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cidahu dan

Gunung Salak. Karena letak Kecamatan Cicurug berada dilereng Gunung Salak

maka terdapat banyak sumber mata air. Sehingga saat ini banyak pengusaha yang

membuka pabrik pengolahan air mineral di Kecamatan Cicurug, diantaranya

adalah Aqua, 2 Tang, dan sebagainya. Sehingga memperbaiki kehidupan ekonomi

masyarakat sekitarnya. (sumber Ibu Artanti : Guru SD Cicurug).

Jumlah penduduk Kecamatan Cicurug pada Tahun 2009 berjumlah

111.713 jiwa berdasarkan data kependudukan Kecamatan Cicurug menurut

kelompok umur 0 Tahun-60 Tahun keatas. Mayoritas penduduk Kecamatan

Cicurug pemeluk agama Islam yaitu sebanyak 99,64 persen, diikuti penganut

Kristen Protestan 0,14 persen, Kristen Katolik 0,13 persen, Hindu 0,17 persen,

Budha 0,2 persen dan pemeluk agama lain sebesar 0,1 persen. Hal inilah yang

menyebabkan kebudayaan Sunda sangatlah lekat dengan ajaran agama Islam.

Pembangunan agama merupakan upaya mewujudkan agenda meningkatkan

kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman

agama serta kehidupan beragama. Selain itu, pembangunan agama juga mencakup

dimensi peningkatan kerukunan hidup umat beragama, yang mendukung

peningkatan saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat. Dimensi

memiliki kesadran mengenai realitas kerukunan dan memahami makna

kemajemukan sosial, sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh

toleransi, tenggang rasa, dan harmonis (sumber : bapak Iyus Mulyana, Kepala

UPTD Cicurug).

2.3 Budaya

Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja (Soelaeman, 1992:12).

Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian ke-budaya-an itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana yang mengupas kata budaya itu sebagai suatu perkembangan dari majaemuk budi-daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. (Koentjaraningrat, 1964:77)

Di Sukabumi terdapat berbagai macam kebudayaan dan juga kesenian

daerah, antara lain adalah

Kuda Lumping, adalah jenis kesenian di kecamatan Surade. Permainannya

diiringi seperangkat kendang pencak dengan mempertunjukan beberapa aksi

seseroan, mengupas kelapa dengan gigi, memakan pecahan beling, memakan

gabah padi serta atraksi lainya.

Kesenian Topeng, salah satu kesenian yang berada di kampung adat

Ciptarasa, kecamatan Cisolok. Merupakan salah satu jenis kesenian teater rakyat

yang menggunakan topeng sebagai alat dalam membawakan alur cerita penuh

humor.

Kesenian Gondang Buhun, kesenian ini masih hidup di kalangan

masyarakat desa Gunung Bentang, kecamatan Sagaranten. Zaman dahulu acara

ini biasa digelar pada acara menumbuk padi secara gotong royong oleh pra kaum

Ibu tani dengan menggunakan alat berupa lesung dan halu.

Kesenian Parebut Seeng, kesenian ini terdapat di kecamatan Cicurug.

Kemunculan kesenian ini berawal dari dua kelompok perguruan silat Cimande,

dengan iringan kendang pencak silat tepak padungdung, kegiatan parebutan

seeng berlangsung seru.

Kesenian Gekbreng, adalah seni teater rakyat yang masih hudup di

kecamatan Geger Bitung. Cerita yang diperagakan pada saat pagelaran dimulai

dari pengungkapan rasa suka dan duka kehidupan seniman, dilakukan secara

spontanitas. Cerita yang dbawakan sesuai dengan situasi serta tuntutan

Kesenian Angklung Buncis, berada di desa Gunung Bentang, kecamatan

Sigaranten. Angklung buncis secara tradisional dilaksanakan pada saat

masyarakat melaksanakan kegiatan upacara menanam padi di sawah dengan

bunyi angklung lagu buncis yang khas menurut tradisinya. Lagu-lagu yang biasa

dibawakan antara lain lagu Buncis, Bancet, Rawa, Engko, Buncis Balak, Manuk

Gunung, dan Oray Orayan disertai gerakan lucu dari pelakunya.

Kesenian Dog Dog Lojor, seni musik tradisional yang menggunakan dog

dog panjang terbuat dari bambu berpadu serasi dengan dentang angklung besar.

Seni ini biasanya digelar mengiring kegiatan mengangkut padi dari lantai ke

lumbung padi di kampung adat Ciptarasa , kecamatan Cisolok.

Kesenian Jipeng, seni tradisional di kampung adat Ciptarasa, kecamatan

Cisolok. Digelar untuk menghibur masyarakat kampung adat yang ingin

menyaksikan upacara adat serah tahun. Jipeng menyuguhkan lagu-lagu diiringi

tanji, clarinet, saxophone, dan drum. Peralatan musik tersebut merupakan

peninggalan penjajah.

Kesenian Teater Uyeng, merupakan bentuk teater rakyat yang berasal dari

Sukabumi. Pembeda dengan teater rakyat lainya ialah kehadiran tokoh sakral Raja

Uyeng di panggung pertunjukan. Kini teater Uyeng disajikan dengan bentuk

hiburan, namun masih mempertahankan idiom Uyeng lama.

Degungan, merupakan kesenian dalam bentuk lagu-lagu daerah yang

Pencak Silat, merupakan kesenian bela diri. Perpaduan antara olahraga

dan seni bela diri.

Retimpringan (Rebana), merupakan lagu-lagu bernafaskan agama Islam

yang dinyanyikan sekaligus memainkan alat musik rebana.

Tari Jaipongan, merupakan tarian khas daerah Sunda.

Ritual sawer pernikahan, merupakan salah satu tradisi adat yang ada di

daerah Sukabumi. Ritual ini merupakan doa orang tua kepada anaknya yang akan

melangsungkan upacara pernikahan agar pernikahan anaknya diberkahi oleh

Yang Maha Kuasa. Ritual ini akan menggunakan tembang-tembang dalam bahasa

Sunda, yang ditembangkan oleh juru sawer. (sumber bapak Achmad Djuarsah :

tokoh budayawan Sukabumi).

Di antara semua ritual dan kesenian tersebut, penulis mengambil ritual

sawer pernikahan untuk diteliti lebih lanjut karena penulis baru menemukan

sedikit sekali buku yang membahas tentang ritual adat ini dan penulis merasa

sangat tertarik untuk menelitinya lebih lanjut karena ritual ini memiliki suatu seni

tersendiri, yaitu dari tembang-tembang yang dilantunkan. Tembang tersebut

sangat sederhana tetapi memiliki makna yang sangat dalam bagi pengantin, dan

BAB III

PROSES RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

MAKNA DAN FUNGSI

Dokumen terkait