• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN LUTUNG DI CAGAR ALAM PANGANDARAN JAWA BARAT

YOHAN HENDRATMOKO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Penelitian : Studi Kohabitasi Monyet Ekor Panjang dengan Lutung di Cagar Alam Pangandaran Jawa Barat

Nama : Yohan Hendratmoko

NRP : E351070101

Mayor : Konservasi Biodiversitas Tropika

Disetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Agus P. Kartono, M.Si Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA

NIP. 196602211991031001 NIP. 131430800

Diketahui,

Koordinator Mayor Dekan

Konservasi Biodiversitas Tropika Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA Prof.Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

NIP. 194802081980011001 NIP. 195604041980111002

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Studi Kohabitasi Monyet Ekor Panjang dengan Lutung di Cagar Alam Pangandaran Jawa Barat” ini. Penyusunan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika, Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada tesis ini diuraikan tentang besarnya tumpang tindih penggunaan ruang baik secara vertikal maupun horizontal dan kesamaan pemanfaatan spesies tumbuhan pakan monyet ekor panjang dengan lutung di Cagar Alam Pangandaran, Jawa Barat. Selain itu disajikan pula perbedaan relung dan pengaruh pemisahan relung terhadap asosiasi interspesifik diantara kedua primata yang berkohabitasi tersebut.

Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Departemen Kehutanan atas ijin dan beasiswanya. Untuk teman seperjuangan (Andi, Pak Aswan, Dewi, Glen, Imanudin, Bu Meri, Bu Rosa, Tedi, Toto dan Bu Yayuk) terima kasih atas guyonan dan kelakarnya. Semoga potongan-potongan puzzle yang telah kita susun bersama menjadi sebuahmozaikyang apik dan harmonis dalam ikatan keluarga besar Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika Angkatan I. Kepada Pak Sopwan, Bu Irma dan Pak Ismail terima kasih untuk bantuannya serta untuk Bi Uum terima kasih atas segelas kopinya yang menyegarkan.

Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada Babe “Ketua Panti Asuhan” sekeluarga di Pangandaran yang telah sudi menampung penulis selama pengambilan data lapangan. Kepada teman-teman di Resort Pangandaran (Pak Yana, Pak Syamsudin, Pak Asep Wawan, Pak Kusnadi, Pak Rahmat, Mas Yudi dan Mas Encek) terima kasih atas persahabatannya, kapan FC lagi?. Untuk Pak Kusai terima kasih banyak telah setia mendampingi penulis “menggembala” monyet ekor panjang dan lutung.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing Dr. Ir. Agus P Kartono, MSi dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA atas waktu, masukan, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan selama pembimbingan tesis ini.

Terima kasih yang tulus dan khusus penulis sampaikan kepada istri tercinta “Uthie” Nur Prapti Ahadiati yang telah mengiklaskan sebagian waktunya selama

sederhana dalam sebuah perbedaan. Kepada orang tuaku tercinta Bapak Haryandoko (Alm) dan Ibu Kas Setyanah serta adik-adik tersayang, terima kasih banyak atas dukungan dan doa yang selalu diberikan.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2009

Penulis,

Yohan Hendratmoko E351070101

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Mei 1978 di Desa Piyono, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Haryandoko (Alm) dan Ibu Kas Setyanah. Pada tahun 1990 menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Piyono-Purworejo, tahun 1993 menamatkan Pendidikan Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Grabag- Purworejo. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri I Purworejo dan pada tahun yang sama lulus seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Universitas Gadjah Mada. Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan dan lulus pada tahun 2001.

Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja di Taman Nasional Kerinci Seblat sebagai Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Pada tahun 2007 penulis ditugaskan sebagai karyasiswa Departemen Kehutanan pada Sekolah Pascasarjana IPB Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika, Fakultas Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB, penulis melakukan penelitian tentang “Studi Kohabitasi Monyet Ekor Panjang dengan Lutung di Cagar Alam Pangandaran Jawa Barat” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi sebagai Ketua dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

(i)

DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vii I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Manfaat Penelitian ... 2 D. Kerangka Pemikiran ... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 A. Taksonomi dan Morfologi ... 6 B. Habitat ... 8 C. Penyebaran ... 10 D. Teritori dan Wilayah Jelajah ... 12 E. Pakan ... 13 F. Perilaku dan Kohabitasi ... 16 III. KONDISI UMUM WILAYAH ... 21 A. Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan ... 21 B. Kondisi Fisik Kawasan ... 22 1. Topografi ... 22 2. Geologi dan Tanah ... 22 3. Iklim ... 23 4. Hidrologi ... 23 5. Aksesibilitas ... 23 C. Ekosistem dan Kondisi Biologis Kawasan ... 24 1. Ekosistem ... 24 2. Kondisi Biologis ... 24 IV. METODE PENELITIAN ... 26 A. Lokasi dan Waktu ... 26 B. Alat dan Bahan Penelitian ... 26 C. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 26 D. Metode Pengumpulan Data ... 26 1. Penggunaan Ruang ... 27 2. Tumbuhan Sumber Pakan ... 28 3. Karakteristik Pohon Media Kohabitasi ... 28 E. Analisis Data ... 29 1. Penggunaan Ruang ... 29 2. Derajat Asosiasi dan Tumpang Tindih Relung ... 30 3. Karakteristik Pohon Media Kohabitasi ... 31

(ii)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32 A. Penggunaan Ruang ... 32 1. Penggunaan Ruang secara Horizontal ... 32 2. Penggunaan Ruang secara Vertikal ... 40 3. Karakteristik Pohon Media Kohabitasi ... 61 B. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Sumber Pakan... 63 VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 75 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 84

(iii)

No Halaman

1. Luas wilayah jelajah setiap koloni monyet ekor panjang di CAP... 33 2. Ukuran populasi masing-masing koloni monyet ekor panjang ... 33 3. Luas wilayah jelajah setiap koloni lutung di CAP... 36 4. Ukuran populasi masing-masing koloni lutung ... 37 5. Luas tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan lutung... 39 6. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang pada pohon

berdasarkan frekuensi... 46 7. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas monyet ekor panjang pada pohon ... 47 8. Posisi ketinggian aktivitas harian lutung pada pohon berdasarkan

frekuensi... 55 9. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas lutung pada pohon ... 55 10. Pengasuhan bersama anak lutung dalam koloni... 60 11. Persentase posisi ketinggian aktivitas monyet ekor panjang dan lutung

pada strata tajuk berdasarkan frekuensi... 60 12. Rata-rata peubah pohon bersama antara monyet ekor panjang dengan lutung ... 63

13. Persentase bentuk tajuk dan keberadaan pakan pohon yang digunakan antara

monyet ekor panjang dengan lutung... 64 14. Derajat asosiasi jenis pakan antara monyet ekor panjang dengan lutung... 70

(iv)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Morfologi monyet ekor panjang ... 6 2. Morfologi lutung ... 7 3. Peta sebaran lutung di Pulau Jawa ... 11 4. Peta CA-TWA Pangandaran ... 21 5. Peta wilayah jelajah koloni monyet ekor panjang... 35 6. Peta wilayah jelajah koloni lutung... 38 7. Peta tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan

lutung ... 40 8. Persentase penggunaan pohon untuk beraktivitas monyet ekor panjang... 42 9. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Cihaur

berdasarkan kelas umur... 43 10. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Goa

Cirengganis berdasarkan kelas umur... 43 11. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Pasir

Putih Utara berdasarkan kelas umur... 44 12. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Pasir

Putih Selatan berdasarkan kelas umur ... 45 13. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang

berdasarkan koloni ... 46 14. Aktivitas sosial monyet ekor panjang ... 48 15. Lutung istirahat ... 48 16. Rata-rata persentase waktu aktivitas harian monyet ekor panjang ... 49 17. Monyet minum air sungai ... 50 18. Monyet menggendong anak... 50 19. Rata-rata persentase waktu aktivitas harian monyet ekor panjang

berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin ... 50 20. Persentase penggunaan pohon untuk beraktivitas lutung... 51 21. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian lutung koloni Cihaur

berdasarkan kelas umur... 52 22. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian lutung koloni Goa

Cirengganis berdasarkan kelas umur... 52 23. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian lutung koloni Pasir Putih

(v)

Selatan berdasarkan kelas umur ... 54 25. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian lutung berdasarkan koloni... 54 26. Lutung makan daun kopeng... 57 27. Lutung istirahat ... 57 28. Rata-rata persentase waktu aktivitas harian lutung ... 58 29. Rata-rata persentase waktu aktivitas harian lutung berdasarkan kelas

umur dan jenis kelamin ... 59 30. Pengasuhan bersama anak lutung... 59 31. Kiara karet digunakan lutung bersama monyet ekor panjang ... 64 32. Kipapeteh digunakan lutung bersama monyet ekor panjang... 64 33. Buah kikores ... 65 34. Buah tangoli... 65 35. Monyet makan bunga dan buah laban... 67 36. Buah jejerukan ... 67 37. Aktivitas gerak dan istirahat lutung di tanah... 69 38. Pengambilan data analisis vegetasi pada wilayah jelajah lutung... 69 39. Daun dan pucuk kondang... 70 40. Buah kimokla... 70 41. Pohon ketapang tertekan ... 73 42. Pohon kopeng tertekan... 73

(vi)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis vegetasi wilayah jelajah monyet ekor panjang ... 86 2. Analisis vegetasi pada wilayah jelajah lutung …………... 88 3. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas monyet ekor panjang

dengan lutung pada pohon... 91 4. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas gerak dengan makan

pada monyet ekor panjang... 92 5. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas gerak dengan makan

pada monyet ekor panjang... 93 6. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas gerak dengan sosial

pada monyet ekor panjang... 94 7. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas makan dengan istirahat

pada monyet ekor panjang... 95 8. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas makan dengan sosial

pada monyet ekor panjang... 96 9. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas istirahat dengan sosial

pada monyet ekor panjang... 97 10. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas gerak dengan makan

pada lutung... 98 11. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas gerak dengan istirahat

pada lutung... 99 12. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas gerak dengan sosial

pada lutung... 100 13. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas makan dengan istirahat

pada lutung... 101 14. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas makan dengan sosial

pada lutung... 102 15. Analisis beda rata-rata posisi ketinggian aktivitas istirahat dengan sosial

pada lutung... 103 16. Analisis vegetasi pada daerah tumpang tindih wilayah jelajah monyet

ekor panjang dengan lutung... 104 17. Penghitungan tumpang tindih posisi ketinggian aktivitas monyet ekor

panjang dan lutung pada pohon... 107 18. Daftar spesies tumbuhan pakan monyet ekor panjang dan lutung... 109 19. Penghitungan kesamaan tumbuhan pakan antara monyet ekor panjang

(vii)

21. Analisis vegetasi tingkat semai kawasan Cagar Alam Pangandaran... 122 22. Analisis vegetasi tingkat pancang kawasan Cagar Alam Pangandaran... 124 23. Analisis vegetasi tingkat tiang kawasan Cagar Alam Pangandaran ... 126 24. Analisis vegetasi tingkat pohon kawasan Cagar Alam Pangandaran... 127 25. Analisis vegetasi tingkat semak, perdu dan liana kawasan Cagar Alam

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai yang terkandung pada ekologi satwaliar adalah pengetahuan tentang hal yang berkaitan dengan pakan dan perilaku spesies yang berkohabitasi dalam suatu komunitas. Teori relung menyatakan bahwa spesies yang berkohabitasi beradaptasi untuk menghindari atau mengurangi persaingan interspesifik dalam memanfaatkan sumberdaya yang terbatas (Pianka 1981). Akan tetapi hal tersebut masih sulit dipelajari, misalnya mekanisme pembagian sumberdaya dan bagaimana pengaruh persaingan interspesifik terhadap relung suatu spesies (Walter 1991). Meskipun sulit, ketertarikan pada teori relung mendorong banyaknya penelitian tentang bagaimana perbedaan eksploitasi sumberdaya dalam

suatu komunitas oleh spesies-spesies berkohabitasi. Spesies-spesies yang

berkohabitasi membagi sumberdaya seperti dalam bentuk perbedaan pemanfaatan ruang dalam habitat (Vrcibradic & Rocha 1996), metode pencarian pakan (Slater 1994), pemilihan pakan (Luiselliet al. 1998), dan pola aktivitas (Wright 1989).

Primata adalah subyek penting dalam mempelajari relung karena kemudahan dalam mengumpulkan data perilaku makan dan strategi pencarian pakan secara detail dan lama. Studi tentang primata telah berhasil menunjukkan perbedaan yang jelas mengenai pemilihan pakan dan pemanfaatan habitat dalam relung (Ungar 1995). Spesies primata membedakan pakannya seperti frugifory dan folyvory (Clutton-Brock & Harvey 1977), namun sering juga perbedaan pakan karena alasan lainnya. Sebagai contoh, buah-buahan dipilih primata berdasarkan kemasakannya, ukuran, keasaman dan komposisi kimiawinya (Ungar 1995). Selain itu ukuran tubuh juga menjadi faktor penting dalam pemilihan pakan (Kay 1984)

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung (Trachypithecus

auratus) adalah spesies yang berkohabitasi di Cagar Alam dan Taman Wisata

Alam Pangandaran (CA TWAP). Pada primata yang berkohabitasi, persaingan intraspesifik pencarian pakan berkembang seiring dengan semakin besarnya koloni melalui persaingan interferensi (Isbell 1991). Namun data tentang pengaruh eksploitasi pada persaingan spesies yang berkohabitasi masih sangat

sedikit (Connell 1983). Oleh karena itu penelitian tentang kohabitasi monyet ekor panjang dan lutung di CAP sangat penting dilakukan. Data dan informasi tentang penggunaan ruang dan pemanfaatan sumber pakan spesies yang berkohabitasi sangat penting bagi konservasi satwa liar (Singh et al. 2000) dan pengelolaan

kawasan konservasi secara menyeluruh (integrated). Pengelolaan kawasan

konservasi secara menyeluruh lebih menguntungkan daripada pengelolaan secara parsial, diantaranya yaitu keuntungan secara ekologi, ekonomi dan manajemen (Forsythet al.2000).

B. Tujuan

Penelitian tentang kohabitasi monyet ekor panjang dengan lutung di CAP, Jawa Barat bertujuan untuk:

a) Menduga besarnya tumpang tindih penggunaan ruang antara monyet ekor panjang dengan lutung,

b) Menduga tingkat kesamaan pemanfaatan tumbuhan sumber pakan antara monyet ekor panjang dengan lutung.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengelolaan kawasan konservasi CA TWA Pangandaran dan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama untuk :

a). Pembinaan habitat monyet ekor panjang dan lutung,

b). Perancangan pengelolaan kawasan konservasi CA dan TWA Pangandaran untuk melestarikan spesies dan populasi berbagai jenis satwaliar.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mengkaji kohabitasi monyet ekor panjang dengan lutung. Kajian ini penting karena di kawasan CAP kedua primata ini secara umum mempunyai kesamaan sumber pakan dan penggunaan habitat secara bersama yang berimbas pada konservasi sumberdaya. Interaksi interspesifik diantara keduanya seperti persaingan dalam memanfaatkan sumber pakan dan pembagian sumberdaya menjadi salah satu isu perdebatan tentang teori ekologi dan praktek pengelolaan satwaliar.

3 Kohabitasi yang berlangsung lama akan menimbulkan terjadinya proses seleksi alami yang mendorong terjadinya perbedaan kesesuaian ekologis spesies dalam komunitas. Akibat selanjutnya adalah terjadinya pemisahan relung (Pianka 1988). Kohabitasi memaksa spesies beradaptasi terhadap lingkungannya untuk mengurangi atau menghindari persaingan interspesifik pada sumberdaya yang terbatas (Pianka 1981). Persaingan penggunaan habitat, termasuk ruang fisik dan peran fungsional pada komunitas, serta posisi di dalam gradien suhu, kelembaban, pH, tanah dan keadaan lainnya disebut relung ekologi (Odum 1971). Grinnell (1928) menyatakan bahwa tidak mungkin dua spesies yang hidup bersama pada suatu habitat dapat menempati relung ekologi yang identik dalam waktu yang lama. Fleagle (1978) menyatakan bahwa relung ekologi kebanyakan merupakan pemanfaatan mikrohabitat oleh suatu spesies yang disebut relung ruang (spatial

niche). Studi tentang ekologi satwaliar dipandang penting karena membandingkan

segala hal yang berhubungan dengan makanan dan perilaku spesies yang berkohabitasi pada kondisi lingkungan yang mirip (Porter 2001).

Penelitian ini berusaha mengukur besarnya tumpang tindih penggunaan ruang baik secara horizontal maupun vertikal dan mengkaji tingkat kesamaan pemanfaatan tumbuhan sumber pakan antara monyet ekor panjang dengan lutung. Kohabitasi menyebabkan kedua primata ini akan menghindari persaingan atau meningkatkan efisiensi pada area tumpang tindih penggunaan ruang dan kesamaan tumbuhan sumber pakan dengan cara segregasi relung. Pada kasus ini, pemisahan relung dapat menurunkan tingkat kompetisi dan meningkatkan kesempatan kedua primata yang berkohabitasi ini untuk memanfaatkan area tumpang tindih wilayah jelajah tersebut (Garcia & Arroyo 2005).

Sumberdaya yang terbatas mendorong kedua primata yang berkohabitasi ini bergantian untuk memanfaatkannya secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk pemanfaatan sumberdaya oleh kedua primata ini maka dilakukan

pengamatan langsung dengan metode focal animal sampling. Metode ini

diterapkan pada kedua primata ini dengan melakukan penandaan pada sumberdaya yang dimanfaatkannya. Penandaan ini bertujuan untuk mengetahui sumberdaya yang dimanfaatkan oleh monyet ekor panjang, lutung atau dimanfaatkan oleh keduanya. Sumberdaya atau unit contoh yang diamati dalam

penelitian ini adalah pohon. Pohon dimanfaatkan oleh kedua primata ini sebagai sarana penggunaan ruang baik secara horizontal maupun vertikal dan juga sebagai tumbuhan sumber pakan. Data tentang jenis-jenis pohon yang digunakan oleh monyet ekor panjang, lutung atau digunakan secara bersama berguna bagi pengelolaan kawasan konservasi CAP beserta isinya.

13 Taman Nasional Alas Purwo pada Resor Rowobendo adalah 27,71 ha, Trianggulasi 23,64 ha dan Pura Giri Salaka 20,84 ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas wilayah jelajah monyet ekor panjang di CAP relatif lebih kecil.

2. Lutung

Luas wilayah jelajah lutung di TWAP adalah 4,7–8,8 ha (Brotoisworo & Dirgayusa 1991, Megantara & Dirgayusa 1992) sedangkan menurut Husodo & Megantara (2002), luas wilayah jelajah lutung di TWAP sebesar 2,78–6,67 ha atau rata-rata 3,46 ha. Berdasarkan hal tersebut maka luas wilayah jelajah lutung di TWAP mengalami penurunan. Apabila dibandingkan dengan luas wilayah jelajah lutung di kawasan hutan jati Jawa Tengah sebesar 32-43 ha (Djuwantoko 1994) maka luas wilayah jelajah lutung tersebut sangatlah kecil.

E. Pakan

Primata membedakan pakannya dalam secara luas seperti frugivory dan folivory (Cluton Brock & Harvey 1977) namun sering kali lebih detil. Sebagai contoh buah-buahan mungkin dipilih sebagai pakan karena tingkat kemasak- kannya, ukuran, keasaman, kandungan kimiawi (Ungar 1995), ukuran butiran dan penyebarannya (Peres 1996). Ukuran tubuh juga menjadi faktor utama dalam pemilihan pakan. Satwa bertubuh kecil yang membutuhkan pakan berenergi tinggi cenderung lebih banyak makan serangga, sedangkan satwa yang bertubuh besar yang memerlukan pakan berenergi rendah cenderung memakan dedaunan (Kay 1984).

1. Monyet Ekor Panjang

Monyet ekor panjang lebih bersifat omnivora daripada lutung. Monyet ekor panjang memakan buah-buahan, biji-bijian, pucuk, serangga, kepiting, katak, kadal dan moluska (Lekagul & Mc Neely 1977). Jenis pakan monyet ekor panjang adalah buah karet (Hevea brasiliensis), pucuk padi (Oryza sativa) dan jagung (Zea mays). Pada daerah rawa mangrove monyet ekor panjang juga merupakan satwa

yang bersifat frugivore–omnivore karena memakan buah Sonneratia spp. dan

Menurut Lucas & Corlett (1998), monyet ekor panjang dapat membantu penyebaran biji tumbuhan tetapi tergantung dari morfologi biji dan buah itu sendiri. Buah yang berdaging dengan lebar biji sekitar 3-4 mm akan tertelan, karena mulutnya tidak dapat merasakan biji tersebut. Biji yang tercampur dengan dagingnya akan dikunyah dan dimuntahkan setelah bersih. Daun yang umum dimakan oleh monyet ekor panjang di Suaka Alam Bukit Timah Singapura adalah

Moraceae (Artocarpus elasticus, Ficus spp. dan Streblus elongatus),

Anacardiaceae (Gluta walichii), Polygalaceae (Xantophyllum maingayi), Rubiaceae (Urophyllum spp.) dan Symplococaceae (Symplocos fasciculata).

Jenis tumbuhan yang tergolong sering dimakan oleh monyet ekor panjang di

Pulau Tinjil adalah peuris (Antidesma montanum), songgom (Melanorhoea

walichii), butun (Barringtonia asiatica), waru (Hibiscus tiliaceus), jambu

klampok (Eugenia cymosa), ketapang (Terminalia catapa), kiampelas (Ficus

ampelas), kopeng (Ficus variegata) dan kiara (Ficus glomerata). Dari jenis-jenis

tersebut tumbuhan yang paling disukai adalah butun (Barringtonia asiatica), sedangkan berdasarkan tingkatannya vegetasi yang disukai adalah pada tingkat pancang (Santosa 1996). Menurut Yeager (1976), urutan bagian tumbuhan yang paling banyak dimakan berturut-turut adalah buah, daun dan bunga.

Jenis pohon yang sering dimakan buahnya oleh monyet ekor panjang adalah

Ganua molucana, Diospyros maingayi, Licania splendes, Eugenia sp. dan

Lophopetalum javanicum dengan total konsumsi sekitar 86%, kemudian sebagai

pelengkapnya yaitu daun, bunga, insekta, jamur dan lumpur (Wheatley 1974). Menurut Hadinoto (1993), kebutuhan pakan monyet ekor panjang setiap ekor perhari sebanyak 4% dari bobot tubuhnya, serta memerlukan air untuk minum sebanyak 1 liter per ekor setiap harinya. Lawrence (1989) menemukan bahwa buah yang besar oleh monyet akan dimakan langsung tanpa dipetik terlebih dahulu dengan tujuan efisiensi energi. Untuk memperoleh air dalam memenuhi kebutuhannya, selain minum dari sumber air, primata dan burung juga memanfaatkan embun yang menempel pada dedaunan dan air yang menggenang pada batang-batang pohon (Alikodra 1990).

15 2. Lutung

Jenis pakan lutung terdiri dari 66 jenis tumbuhan, 50% daun, 32% buah, 13% bunga dan sisanya bagian tumbuhan dan serangga (Supriatna & Hendras 2000). Pakan lutung di CAP 27–37% adalah buah-buahan, yang terdiri dari 5– 27% buah mentah dan 10–12% buah masak. Pakan lutung terdiri dari dedaunan baik muda atau tua, buah-buahan baik matang ataupun mentah, bunga, kuncup bunga, dan larva serangga (Kool 1993).

Menurut Kool (1992, 1993) separuh pakan sub spesiesT. auratus sondaicus terdiri atas dedaunan berprotein tinggi. Daun yang dipilih untuk dikonsumsi yaitu mempunyai kandungan serat rendah dan mudah dicerna. Pucuk daun jati (Tectona

grandis) merupakan sumber pakan penting apabila jumlah pakan langka.

Bebuahan juga dikonsumsi oleh lutung karena mempunyai kadar tanin dan kadar fenol yang lebih tinggi dari dedaunan (Kool 1992). Menurut Goltenboth (1976)

dan Davies et al. (1988) kadar tanin ini berguna untuk mengurangi kadar

keasaman lambung akibat fermentasi pakan. Menurut Kool (1993), spesies

tumbuhan penting sumber pakan lutung di CAP adalah Ficus sinuata, Ficus

sumatrana dan Vitex pinnata. Namun demikian di CAP wisatawan sering

memberikan pakan yang tidak semestinya pada lutung (Watanabeet al. 1996). Pada komunitas dimana terdapat spesies yang berkohabitasi, seperti monyet ekor panjang dan lutung di CAP, maka terjadi persaingan yang intensif untuk mendapatkan pakan. Seleksi alami mendorong terjadinya perbedaan kesesuaian ekologis spesies dalam komunitas dan pada akhirnya terjadi pemisahan relung (Pianka 1988)

Pada beberapa primata, persaingan intraspesifik dalam mencari pakan berkembang dengan bertambahnya ukuran kelompok melalui persaingan campur tangan/gangguan (Isbell 1991). Terdapat sedikit data yang tersedia tentang pengaruh persaingan eksploitasi pada spesies yang berkohabitasi (Connell 1981). Teori relung memprediksi bahwa persaingan makan akan mencapai titik tertinggi pada saat makanan kurang dan spesies primata juga akan menunjukkan banyaknya

Dokumen terkait