• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Ruang secara Horizontal a Monyet Ekor Panjang

BAB   II   TINJAUAN PUSTAKA Tidak ada

E. Analisis Data 1 Penggunaan Ruang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penggunaan Ruang secara Horizontal a Monyet Ekor Panjang

Rata-rata wilayah jelajah monyet ekor panjang di CAP adalah 13,06 Ha. Luas wilayah jelajah tersebut berbeda dengan Rowe (1996) yaitu 113 ha dan terjadi penurunan luas wilayah jelajah apabila dibandingkan Mukhtar (1982) yaitu sebesar 23,2 ha. Luas wilayah tersebut juga berbeda dengan Sularso (2004) bahwa wilayah jelajah monyet ekor panjang di Taman Nasional Alas Purwo pada Resor Rowobendo 27,71 ha, Trianggulasi 23,64 ha dan Pura Giri Salaka 20,84 ha. Diantara 4 (empat) koloni yang diamati terdapat perbedaan luas wilayah jelajah yang kemungkinan dipengaruhi oleh ukuran koloni, kerapatan tumbuhan pakan dan perilaku. Luas wilayah masing- masing koloni monyet ekor panjang di CAP seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas wilayah jelajah setiap koloni monyet ekor panjang di CAP

No Koloni luas (Ha) Jumlah individu (ekor)

1 Pasir Putih Utara 8,13 44

2 Pasir Putih Selatan 20,48 19

3 Goa Rengganis 17,97 26

4 Cihaur 5,65 16

Jumlah 52,25 105

Rata-rata 13,06 26

Sistem kekerabatan primata berpengaruh pada perbedaan area pencarian pakan yang dimonopoli dengan perilaku teritorial sebagai salah satu bentuk persaingan interfensi dan juga memungkinkan terjadinya pemisahan area pencarian pakan (Schoener 1993). Pemisahan area pencarian pakan dapat secara horizontal berupa wilayah jelajah dan secara vertikal berupa perbedaan penggunaan strata tajuk.

Tabel 2. Ukuran populasi masing-masing koloni monyet ekor panjang

No Koloni

Jumlah individu (ekor)

Kelasumurdanjeniskelamin Keterangan

1 PasirPutihUtara 44 4A,14MJ,7MB,5DJ,4DB,6TB,4TJ A= Anak, J =Jantan

2 PasirPutihSelatan 19 2A,3MJ,2MB,4DJ,2DB,2TB,4TJ M=Muda, B=Betina

3 GoaRengganis 26 2A,6MJ,5MB,4DJ,4DB,3TB,2TJ D=Dewasa

4 Cihaur 16 2A,4MJ,3MB,2DJ,1DB,2TB,2TJ T =Jantan

Ukuran koloni monyet ekor panjang yang diamati rata-rata terdiri dari 26 ekor dan sebagian besar termasuk kelas umur muda dan anak dengan persentase jantan lebih banyak. Jumlah individu anggota tersebut lebih kecil daripada Rowe (1996) yaitu rata-rata sebesar 29 ekor dan Sularso (2004) yaitu rata-rata 39 ekor. Kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh perilaku, baik perilaku seksual (Engelhardt 2004), startegi makan (Purnama 1998), perilaku antipredator (van Schaik & van Noordwijk 1985), perilaku sosial (Mukhtar 1982, Watanabe et al. 1996, Ratna 2004) dimana dalam suatu koloni monyet ekor panjang terdapat strata sosial antar individu anggotanya.

34 Dengan perilaku satwaliar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan, baik dari dalam maupun dari luar (Tanudimadja 1978). Hal ini diperkuat pernyataan Bailey (1984) bahwa populasi satwaliar mempertahankan nilai-nilai adaptif baik perilaku kompetitif dan kooperatif melalui sistem evolusi sosial, yakni sistem hierarki dan teritorial. Sistem hierarki dan teritorialisme ini selanjutnya mengendalikan perilaku agresivitas intraspesifik secara terbatas yang memungkinkan terbentuknya dan berfungsinya kelompok sosial.

Keberadaan individu tua jantan dalam satu koloni monyet ekor panjang berfungsi sebagai ketua koloni (alpha male) yaitu 1 individu, sedangkan individu tua jantan lainnya berfungsi sebagai subordinat alpha male. Dalam primata yang berkoloni peran alpha male paling dominan dalam semua aktivitas dibandingkan individu jantan lainnya.

Koloni Pasir Putih Utara dengan anggota terbanyak yaitu 44 individu mempunyai luas wilayah jelajah 8,13 ha. Aktivitas pengunjung banyak terjadi pada wilayah jelajah koloni Pasir Putih Utara dan Pasir Putih Selatan. Sebagian kebutuhan pakan koloni ini terpenuhi dari aktivitas pengunjung seperti pemberian pakan oleh pengunjung dan sampah. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku makan sehingga menjadi tidak tergantung lagi pada stok pakan alami. Oleh karena itu luas wilayah jelajah koloni Pasir Putih Utara terkecil diantara koloni lainnya, meskipun ukuran koloninya terbesar. Perubahan perilaku makan akibat aktivitas pengunjung berimbas pada luas wilayah jelajah koloni monyet ekor panjang Pasir Putih Utara.

Koloni Pasir Putih Selatan beranggotakan 19 individu dan mempunyai wilayah jelajah terluas yaitu 20,48 ha. Aktivitas pengunjung pada wilayah jelajah koloni ini relatif kurang intensif dibandingkan dengan koloni Pasir Putih Utara, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan koloni Goa Cirengganis dan Cihaur. Mencermati ukuran populasi dan luas wilayah koloni ini diketahui bahwa intensitas pengunjung tidak begitu berpengaruh pada perilaku makannya, sehingga masih tergantung pada ketersediaan sumber pakan alami.

Berbeda dengan koloni monyet ekor panjang Pasir Putih Utara dan Selatan, wilayah jelajah koloni Goa Cirengganis dan Cihaur intensitas pengunjung sangat kurang. Koloni Goa Cirengganis sekitar pukul 11.00 – 13.00 WIB hampir bisa

dipastikan selalu berada di sekitar Goa Cirengganis meskipun wilayah jelajah hariannya berubah-ubah. Hal ini terjadi karena “pengelola” Goa Cirengganis biasanya memberi pakan koloni ini. Oleh karena itu wilayah sekitar Goa Cirengganis merupakan daerah teritori koloni monyet ekor panjang ini.

Wilayah jelajah koloni monyet ekor panjang Cihaur bebas dari pengaruh aktivitas pengunjung. Oleh karena itu koloni ini masih liar, perilaku tidak berubah dan tingkat ketergantungan pada sumber pakan alami masih sangat tinggi. Sebaran koloni dan wilayah jelajah monyet ekor panjang di CAP yang diamati disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta wilayah jelajah koloni monyet ekor panjang

Vegetasi yang terdapat pada wilayah jelajah monyet ekor panjang dianalisis dengan menggunakan metode uji petik pada 2 (dua) lokasi berbeda dengan setiap lokasi terdapat 5 (petak ukur). Analisis vegetasi pada wilayah jelajah menunjukkan bahwa jenis tumbuhan sumber pakan yang disukai monyet ekor

36

Eupashorium odoratum, harendong Melastoma polyantum, popohan Buchanania

arborescens, jejerukan Acronychya laurifoliamempunyai kerapatan relatif tinggi.

hasil analisis vegetasi secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. b. Lutung

Penggunaan ruang secara horizontal atau luas wilayah jelajah masing- masing koloni lutung di CAP disajikan pada Tabel 3. Rata-rata wilayah jelajah koloni lutung yang diamati yaitu 10,07 ha.

Tabel 3. Luas wilayah jelajah setiap koloni lutung di CAP

No Koloni luas (Ha) Jumlah individu (ekor)

1 Pasir Putih Utara 8,44 13

2 Pasir Putih Selatan 9,48 10

3 Goa Rengganis 16,09 24

4 Cihaur 6,28 10

Jumlah 40,29 57

Rata-rata 10,07 14

Luas wilayah jelajah tersebut lebih besar dibandingkan dengan wilayah jelajah lutung di TWAP sebesar 2,78–6,67 ha atau rata-rata 3,46 ha (Husodo & Megantara 2002) dan sebesar 4,7–8,8 ha (Brotoisworo 1991 dan Megantara 1992). Namun apabila dibandingkan dengan luas wilayah jelajah lutung di kawasan hutan jati Jawa Tengah sebesar 32-43 ha (Djuwantoko 1994) dan Rowe (1996) sebesar 13 ha maka luas wilayah jelajah lutung tersebut lebih kecil. Apabila dibandingkan dengan luas wilayah jelajah monyet ekor panjang, luas wilayah jelajah lutung di CAP lebih kecil dan sesuai dengan hasil penelitian Rowe (1996). hasil tersebut juga berbeda dengan kepadatan populasi lutung di Taman Nasional Alas Purwo sebesar 50 ekor per km2 (Susetyo 2004). Berdasarkan data pembanding tersebut maka diduga kerapatan relatif dan frekuensi relatif tumbuhan sumber pakan lutung di CAP lebih rendah daripada wilayah TWA Pangandaran. Ukuran koloni lutung yang diamati berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Ukuran populasi masing-masing koloni lutung

No Koloni

Jumlah individu

(ekor) Kelasumurdanjeniskelamin Keterangan

1 PasirPutihUtara 13 1MB,2MJ,4DB,1DJ,4TB,1TJ A= Anak, J =Jantan

2 PasirPutihSelatan 10 1MB,1MJ,6DB,1TB,1TJ M=Muda, B=Betina

3 GoaRengganis 24 4A,6MB,3MJ,5DB,1DJ,4TB,1TJ D=Dewasa

4 Cihaur 10 1MJ,6DB,2TB,1TJ T =Jantan

Seperti halnya pada koloni monyet ekor panjang, intensitas aktivitas pengunjung pada wilayah jelajah koloni lutung Pasir Putih Utara dan Selatan tinggi. Pada wilayah jelajah koloni lutung Goa Cirengganis dan Cihaur aktivitas pengunjung relatif tidak ada. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hanya terdapat 1 ekor individu tua jantan yang bertindak sebagaialpha malenamun juga terdapat individu jantan lain sebagai subordinatnya. Hal ini sesuai dengan Kool (1989) namun berbeda dengan Kartikasari (1982). Menurut Kartikasari (1982), dalam suatu koloni lutung hanya terdapat 1 ekor jantan. Pada koloni Goa Cirengganis yang merupakan koloni terbesar, jumlah anggota koloni adalah 24 ekor. Jumlah tersebut berbeda dengan Medway (1970) yang menyatakan bahwa individu anggota koloni lutung budeng antara 6 – 23 ekor. Jumlah anggota koloni tersebut lebih besar dari Rowe (1996) yaitu 13 ekor.

Mencermati data pada Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa ukuran koloni berpengaruh kuat pada luas wilayah jelajah dibandingkan pengaruh perilaku, kerapatan relatif dan frekuensi relatif tumbuhan sumber pakan. Intensitas aktivitas pengunjung yang tinggi, khususnya pada koloni Pasir Putih Utara, tidak merubah perilaku lutung terutama perilaku makan. Aktivitas pengunjung menyebabkan koloni ini relatif tidak begitu takut dengan kehadiran manusia dibandingkan dengan koloni lainnya.

Berbeda dengan monyet ekor panjang, lutung cenderung berada pada ketinggian dan sebagian besar pakannya berupa dedauan dan pucuk yang tersedia setiap saat tanpa mengenal musim. Oleh karena itu wilayah jelajah lutung pada umumnya lebih sempit daripada wilayah jelajah monyet ekor panjang.

38 Untuk mengetahui pengaruh vegetasi terhadap wilayah jelajah lutung maka dilakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi pada wilayah jelajah lutung diambil dengan metode uji petik pada 2 (dua) lokasi yang berbeda dengan setiap lokasi terdapat 5 (petak ukur). Tumbuhan sumber pakan yang disukai lutung (Lampiran 17) seperti V. pubescens, bayur Pterospermum javanicum, kiara beas Ficus

sumatrana, kiandong Rhodamnia cinerea dan B. arborescens mempunyai

kerapatan relatif tinggi. Hasil analisis vegetasi secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Sebaran koloni dan wilayah jelajah koloni lutung yang diamati disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta wilayah jelajah koloni lutung c. Derajat Asosiasi Penggunaan Ruang secara Horizontal

Nilai ukuran kesamaan penggunaan sumberdaya oleh pasangan spesies berdasarkan data ekologis disebut afinitas spesies yang biasanya diukur dalam

fungsi kesamaan. Fungsi kesamaan (resemblance function) adalah ukuran

komposisi spesies atau antar spesies dalam penggunaan sumberdaya (Krebs 1989).

Jumlah pohon yang digunakan untuk aktivitas monyet ekor panjang pada kawasan CAP yaitu sebanyak 581 batang yang terdiri dari 71 jenis, 10 jenis diantaranya hanya digunakan monyet ekor panjang. Jumlah pohon yang digunakan lutung beraktivitas yaitu sebanyak 773 batang yang terdiri dari 84 jenis, 23 jenis diantaranya hanya digunakan oleh lutung. Jumlah jenis pohon yang digunakan bersama adalah 61 jenis. Berdasarkan frekuensi penggunaan jenis pohon yang tersebar pada wilayah jelajah kedua primata tersebut maka diperoleh asosiasi interspesifik menurut Indeks Jaccard yaitu 0,96. Jumlah jenis pohon yang digunakan bersama antara monyet ekor panjang dengan lutung sangat besar, sehingga persaingan interspesifik diantara keduanya juga besar. Hal ini mengindikasikan adanya preferensi kedua primata ini terhadap jenis-jenis pohon tertentu. Indeks Jaccard dipilih karena tidak bias bahkan pada jumlah sampel kecil (n < 10) (Goodall 1973).

d. Tumpang Tindih Relung Penggunaan Ruang secara Horizontal

Besarnya tumpang tindih relung penggunaan ruang secara horizontal diperoleh dengan cara menampalkan wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan wilayah jelajah lutung. Luas tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan lutung rata-rata sebesar 54,10% dengan rincian lengkapnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan lutung

No Daerah tumpang tindih luas

(ha)

Persentase (%)

1 Lutung – Monyet Pasir Putih Utara 5,42 65,39

2 Lutung – Monyet Pasir Putih Selatan 4,43 29,54

3 Lutung – Monyet Goa Rengganis 10,93 64,15

4 Lutung – Monyet Cihaur 2,31 38,75

5 Lutung Cihaur – Monyet Goa Rengganis 1,80 14,83

6 Lutung Pasir Putih Utara – Monyet Pasir Putih Selatan 0,54 3,76

Jumlah 25,43

Rata-rata tumpang tindih 54,10

Analisis tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan lutung disajikan pada Gambar 7.

40

Gam bar 7. Peta tum pang tindih wilayah jelajah m onyet ekor panjang dengan lutung

Tumpang tindih terbesar terdapat pada koloni monyet ekor panjang Goa Cirengganis dengan koloni lutung Goa Cirengganis dan koloni lutung Cihaur yaitu sebesar 70,84%. Hal ini menunjukkan bahwa 12,73 ha dari 17,97 ha wilayah jelajah monyet ekor panjang Goa Cirengganis digunakan bersama dengan koloni lutung Goa Cirengganis dan lutung Cihaur. Dengan tingkat tumpang tindih wilayah jelajah tersebut maka amatlah sulit untuk membedakan pemisahan wilayah jelajah. Hal ini berbeda dengan Alikodra (1990) yang menyatakan bahwa pada hutan tropis basah terdapat pemisahan penggunaan ruang horizontal dan vertikal yang jelas antara monyet ekor panjang dengan lutung. Namun demikian, jarang sekali monyet ekor panjang dan lutung pada ruang dan waktu yang sama teramati memanfaatkan sumberdaya yang sama pula.

Kondisi tersebut menunjukkan adanya segregasi relung pakan dan relung ruang diantara kedua primata ini. Segregasi relung terjadi sebagai akibat adanya kompetisi atau peningkatan efisiensi wilayah pencarian pakan dan perbedaan

bagian tumbuhan yang dimakan. Dalam kasus ini, pemisahan relung dapat menurunkan tingkat kompetisi dan meningkatkan kesempatan kedua primata yang berkohabitasi ini untuk memanfaatkan area tumpang tindih wilayah jelajah tersebut (Garcia & Arroyo 2005).

Analisis vegetasi pada area tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan lutung diambil dengan metode uji petik pada 2 (dua) lokasi yang berbeda dengan setiap lokasi terdapat 5 (petak ukur). Dari analisis vegetasi tersebut diperoleh data kerapatan relatif dan frekuensi relatif tumbuhan tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. hasil analisis vegetasi pada area tumpang tindih wilayah jelajah monyet ekor panjang dengan lutung disajikan pada Lampiran 16. 2. Penggunaan Ruang secara Vertikal

Penggunaan ruang secara vertikal pada satwa yang berkohabitasi biasanya berupa pembagian strata tajuk dalam melakukan aktivitas (Johns 1986, Peres 1993, Lopes 1993, Walker 1996, Singh et al. 2000). Posisi ketinggian semua aktivitas monyet ekor panjang pada pohon baik sendiri maupun bersama lutung adalah 11,968 m. Data ini sesuai dengan Anwar et al. (1984) dimana posisi ketinggian aktivitas monyet ekor panjang pada pohon yaitu antara 10 – 20 m.

Posisi ketinggian semua aktivitas lutung pada pohon baik sendiri maupun bersama monyet ekor panjang adalah 12,821 m. Analisis rata-rata posisi ketinggian aktivitas monyet ekor panjang dengan lutung dengan Independent-

Samples T Test menunjukkan hasil berbeda nyata atau H0 ditolak dengan Sig.

2_tailed 0,000 atau < a“(0,025). Analisis rata-rata posisi ketinggian aktivitas

monyet ekor panjang dengan lutung disajikan pada Lampiran 3. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan ruang secara vertikal antara monyet ekor panjang dengan lutung dalam beraktivitas.

Data stratifikasi vertikal aktivitas monyet ekor panjang dan lutung di CAP berguna untuk membuat rancangan ilmiah yang memperhatikan aspek konservasi dan strategi pengelolaan. Hal ini sesuai dengan Singh et al. (2000) yang menyatakan bahwa informasi tentang substrata pemanfaatan pakan, jenis pakan, aktivitas dan lain-lain dapat membantu dalam membuat rancangan ilmiah yang memperhatikan aspek konservasi dan strategi pengelolaan.

42

a. Monyet Ekor Panjang

Pada beberapa primata, persaingan intraspesifik dalam mencari makan berkembang dengan bertambahnya ukuran kelompok melalui persaingan campur tangan/gangguan (Isbell 1991). Monyet ekor panjang adalah satwa teresterial dan analisis rata-rata posisi ketinggian aktivitas menunjukkan bahwa monyet ekor panjang cenderung menempati strata tajuk yang lebih rendah daripada lutung. Oleh karena itu aktivitas harian monyet ekor panjang banyak dilakukan pada atau dekat dengan permukaan tanah. Persentase aktivitas harian monyet ekor panjang pada permukaan tanah dengan di pohon berdasarkan waktu disajikan pada Gambar 8 berikut ini.

Gambar 8. Persentase penggunaan pohon untuk beraktivitas monyet ekor panjang. Posisi ketinggian aktivitas harian setiap koloni monyet ekor panjang yang diamati disajikan secara lengkap pada Gambar 9 sampai dengan Gambar 12. Koloni Cihaur memulai aktivitasnya antara pukul 5.20-5.46 WIB pada cuaca cerah dan berakhir pada pukul 18.10-18.21 WIB. Individu anggota koloni ini mulai beraktivitas di tanah pada pukul 7.26-10.35 WIB. Pada sela-sela aktivitas pada permukaan tanah, monyet ekor panjang juga melakukan aktivitas pada pohon. Koloni Ciahur ini tidak menggunakan pohon sarang yang sama setiap harinya.

Gambar 9. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Cihaur berdasarkan kelas umur

Aktivitas koloni Goa Cirengganis dimulai pada pukul 5.20-5.46 WIB saat cuaca cerah dan berakhir pada pukul 18.10-18.25 WIB. Aktivitas pada permukaan tanah dimulain pada pukul 7.27-10.26 WIB. Keunikan koloni ini yaitu pada sekitar pukul 11.00-13.00 WIB semua anggota koloni berkumpul dan beraktivitas di sekitar Goa Cirengganis. Perilaku ini berlangsung rutin setiap hari, meskipun wilayah jelajah harian yang digunakan berbeda-beda.

Gambar 10. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Goa Cirengganis berdasarkan kelas umur

44 Pada awal pengambilan data lapangan koloni ini menggunakan wilayah jelajah di sebelah utara Goa Cirengganis, sedangkan pada akhir pengambilan data lapangan koloni ini menggunakan wilayah jelajah di sebelah selatan Goa Cirengganis. Koloni ini tidak mempunyai pohon sarang yang tetap. Diduga perilaku ini merupakan strategi anti predator dan juga untuk mendekati keberadaan tumbuhan sumber pakan.

Gambar 11. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Pasir Putih Utara berdasarkan kelas umur

Ukuran koloni monyet Pasir Putih Utara merupakan terbesar diantara koloni yang diamati, namun luas wilayah jelajahnya lebih kecil dibandingkan dengan koloni Pasir Putih Selatan dan Goa Cirengganis. Individu anggota koloni ini pada kondisi cuaca cerah memulai aktivitasnya antara pukul 5.20-5.26 WIB dan berakhir sekitar pukul 18.11-18.30 WIB. Aktivitas di tanah koloni Pasir Putih Utara ini dimulai antara pukul 6.17-8.46 WIB. Koloni ini selama pengambilan data lapangan berlangsung diketahui hanya menggunakan satu pohon sarang yaitu

F. sumatrana, teramati sebanyak 2 kali melakukan aktivitas renang/mandi dan

mempunyai wilayah jelajah harian tetap. Koloni Pasir Putih Utara ini paling banyak melakukan aktivitas di tanah dibandingkan dengan koloni monyet ekor panjang lainnya (Gambar 11).

Berbeda dengan koloni Pasir Putih Utara, koloni monyet ekor panjang Pasir Putih Selatan mempunyai wilayah jelajah paling luas diantara koloni lain yang diamati yaitu 20,48 ha. Aktivitas individu anggota koloni ini pada kondisi cuaca cerah dimulai sekitar pukul 5.20-5.30 WIB dan pada kondisi cuaca mendung sekitar pukul 5.36-5.40 WIB. Aktivitas harian koloni ini berakhir antara pukul 18.10-18.45 WIB. Aktivitas pada permukaan tanah dimulai sekitar pukul 6.41- 8.06 WIB. Berbeda dengan koloni tetangganya yaitu koloni Pasir Putih Utara, koloni ini selama pengambilan data lapangan tidak mempunyai pohon sarang yang tetap.

Gambar 12. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang koloni Pasir Putih Selatan berdasarkan kelas umur

Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang masing- masing koloni disajikan pada Gambar 13. Intensitas penggunaan pohon dalam aktivitas monyet ekor panjang mencapai puncaknya terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur dan pada sore hari menjelang tidur.

46

Gambar 13. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang berdasarkan koloni

Posisi ketinggian aktivitas monyet ekor panjang pada pohon baik sendiri maupun bersama lutung berdasarkan frekuensinya disajikan pada Tabel 6. Sebanyak 70,42% aktivitas monyet ekor panjang di pohon berada pada strata C yaitu ketinggian 4 -18 m dari permukaan tanah.

Tabel 6. Posisi ketinggian aktivitas harian monyet ekor panjang pada pohon berdasarkan frekuensi

No Strata Tajuk

Monyet ekor panjang

Sendiri Bersama lutung

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 Strata A (>30 m) 0 0 0 0 2 Strata B (18 - 30 m) 238 16,73 24 1,69 3 Strata C (4 - 18 m) 831 58,40 171 12,02 4 Strata D (1 - 4 m) 89 6,25 58 4,08 5 Strata E (0 - 1) 5 0,35 7 0,49 Jumlah 1163 81,73 260 18,27

Posisi ketinggian monyet ekor panjang pada pohon seperti aktivitas berpindah, makan, istirahat dan sosial disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata posisi ketinggian setiap aktivitas monyet ekor panjang pada pohon

No Aktivitas Rata-rata Posisi Ketinggian (m) Selang ketinggian (m)

1 2 3 4 Berpindah Makan Istirahat Sosial 10, 98 12,54 12,23 10,63 0 - 30 1 - 30 1 - 30 0 - 30

Berdasarkan analisis statistik perbandingan rata-rata setiap aktivitas dengan

menggunakan Independent- Samples T Test dengan a+ =0,05 diperoleh hasil

sebagai berikut :

1. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas berpindah dengan aktivitas makan monyet ekor panjang pada pohon berbeda nyata atau H0 ditolak dengan

Sig.2-tailed 0,000 atau < a+(0,025). Analisis disajikan pada Lampiran 4.

Posisi ketinggian monyet ekor panjang dalam melakukan aktivitas berpindah berbeda dengan posisi ketinggian pada saat makan. Sebagian besar aktivitas berpindah antar pohon pada monyet ekor panjang berada lebih rendah dibandingkan dibandingkan dengan posisi makan.

2. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas berpindah dengan aktivitas istirahat monyet ekor panjang pada pohon berbeda nyata atau H0 ditolak dengan

Sig.2-tailed 0,007 atau < a (0,025). Analisis disajikan pada Lampiran 5.

Aktivitas istirahat monyet ekor panjang pada pohon berada pada posisi lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berpindah.

3. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas berpindah dengan aktivitas sosial monyet ekor panjang pada pohon tidak berbeda nyata atau H0 diterima dengan Sig.2-tailed 0,530 atau > aI (0,025). Analisis disajikan pada Lampiran 6. Sebagian besar aktivitas sosial monyet ekor panjang dilakukan pada cabang pohon yang rendah, biasanya pada pangkal cabang. Kondisi ini berkaitan dengan unsur keamanan dan kenyamanan dalam melakukan aktivitas sosial.

4. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas makan dengan aktivitas istirahat monyet ekor panjang pada pohon tidak berbeda nyata atau H0 diterima dengan Sig.2-tailed 0,552 atau > aU(0,025). Analisis disajikan pada

48 Lampiran 7. Pada umumnya aktivitas istirahat dilakukan di sela-sela aktivitas makan, sehingga posisi ketinggian satwa cenderung tidak berubah

5. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas makan dengan aktivitas sosial monyet ekor panjang pada pohon berbeda nyata atau H0 ditolak dengan Sig.2-

tailed 0,002 atau < a« (0,025). Analisis disajikan pada Lampiran 8.

Aktivitas makan banyak dilakukan pada ujung tajuk, sedangkan aktivitas sosial dilakukan pada cabang atau pangkal cabang. Data tersebut menunjukkan bahwa posisi ketinggian aktivitas makan dengan sosial berbeda.

6. Rata-rata posisi ketinggian aktivitas istirahat dengan aktivitas sosial monyet ekor panjang pada pohon berbeda nyata atau H0 ditolak dengan

Sig.2-tailed0,012 atau < aH(0,025). Analisis disajikan pada Lampiran 9.

Gerak-gerik satwaliar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang datang dari lingkungannya disebut perilaku. Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan

Dokumen terkait