• Tidak ada hasil yang ditemukan

Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 45-61)

TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA

3.6 Struktur Organisasi

3.6.5 Departeman Mutu (Quality Operation Department)

3.6.5.1 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)

Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian GMP compliance, validasi, dan release yang masing-masing dikepalai oleh seorang supervisor. Fungsi dan tanggung jawab departemen ini yaitu menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor tetap terjamin. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan. Departemen ini langsung dipimpin oleh kepala bagian QO (Head of Quality Operations).

Tujuan Departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas, sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku.

Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun Kebijakan Mutu (Quality Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut.

Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain dijabarkan melalui bagan berikut :

Gambar 3.1. Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab departemen QA Dari bagan di atas, dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut :

a. Penanganan dan Pengaturan Sistem dokumentasi & GMP Complience

Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007).

Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007):

1) Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2) Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)

3) Catatan pengolahan Batch/Catatan pengemasan Batch (Batch Record) 4) Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, batch)

6) Protokol dan laporan validasi 7) Dokumen registrasi

8) Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,

9) Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain.

Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007).

Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu dimplementasikan pada kegiatan sehari-hari secara kontinyu. Pelaksanaan yang kontinyu perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan info dan perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan.

b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP)

Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang (Head of Quality Operations) dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu

produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007).

Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru.

SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk direview dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan dan aturan yang ditetapkan oleh Authority. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangi, diprint pada lembar kertas salem, dan diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. Bila SOP sudah diefektifkan, maka akan didistribusikan kepada departemen-departemen yang terkait menggunakan lembar ditribusi, kemudian SOP yang lama akan ditarik dan digantikan dengan SOP versi terbaru.

c. Penanganan Personil (Training)

Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk membentuk, meningkatkan dan atau memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja serta nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan. Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyeleggaraan pelatihan karyawan bidang operasional (Manufacturing). Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka

yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT. Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT. Actavis Indonesia (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS.

Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-GMP dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-GMP antara lain: persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan semua aspek yang mengacu pada standar GMP atau Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur melalui kuis dan inspeksi diri. Pada evaluasi efektifitas training, atasan umumnya menggunakan Training Effectiveness Evaluation Form (TEF). Form kemudian ditandatangani karyawan yang bersangkutan dan atasannya dan kemudian dikirimkan ke HRD bersama dengan fotokopi sertifikat training . Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Pelatihan Karyawan, 2011).

d. Tinjauan Kualitas Produk (Product Quality Review/PQR)

Tinjauan Kualitas Produk merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara berkala atau periodik. Proses tersebut menilai kualitas setiap produk yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. Data yang diperlukan oleh bagian QA meliputi data bahan baku dan bahan kemas yang digunakan dalam produksi, hasil investigasi dan batch yang ditolak, data deviasi, OOS (Out of Spesification), keluhan (Complaint), usulan perubahan (change

analisis dan stabilitas dari bagian QC, sedangkan data dari bagian produksi adalah data IPC dan validasi proses.

Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang nantinya digunakan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, dimana tidak diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi.

Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk impor dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan akan disimpan oleh QA selama 6 tahun.

e. Validasi

Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

Validasi pada PT. Actavis Indonesia dilakukan sesuai dengan tahapan sebagai berikut , tahap pertama yaitu membuat Validaton Master Plan atau disebut juga dengan Rencana Induk Validasi (RIV). RIV tersebut direvisi setiap 3 tahun atau dapat direvisi kurang dari 3 tahun bila dianggap perlu. Validaton

Master Plan merupakan dokumen yang terstruktur dan detail mengenai informasi

bagaimana kegiatan validasi dilaksanakan, termasuk didalamnya adalah status validasi dari fasilitas, utilitas, mesin, proses, metoda analisa, sistem komputer, dan metode pembersihan. Selanjutnya yaitu pembuatan Validation Project Plan (VPP) untuk masing-masing fasilitas produksi yang terdapat di PT. Actavis Indonesia (MPF, BLF, dan TPF). VPP berisi rencana aktivitas validasi secara spesifik berdasarkan proyek validasi fasilitas/utilitas, mesin/alat, metoda pembersihan, sistem komputer, maupun proses. VPP direvisi setiap 3 tahun atau dapat direvisi kurang dari 3 tahun bila dianggap perlu. Lampiran VPP disetujui secara terpisah dan diupdate setiap 6 bulan. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan Validation

Plan (VP). Masing-masing kegiatan validasi dibuat validation plan sebagai

Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Beberapa jenis validasi yang dilakukan oleh bagian Quality Assurance PT. Actavis Indonesia, yaitu :

1) Validasi Fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti purified water,compresed air, HVAC, dll.

2) Validasi alat, yang meliputi alat atau mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta alat atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan. Validasi terhadap alat disebut juga dengan kualifikasi. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi rancangan (Design Qualification) yang bertujuan untuk memastikan bahwa spesifikasi desain dari suatu sitem (seperti dimensi mesin, spesifikasi produk, dan sebagainya) sesuai dengan User

Requirement Spesification (URS) dan sesuai dengan GMP, kualifikasi

instalasi (Installation Qualification) yang bertujuan memastikan semua komponen mesin atau peralatan telah terpasang dengan baik, kualifikasi operasional (Operational Qualification) untuk memastikan bahwa fungsi-fungsi komponen pada alat atau sistem dapat beroperasi dengan baik, dan kualifikasi kinerja (Performance Qualification) untuk memastikan bahwa mesin atau sistem dapat menghasilkan output yang sesuai dengan yang diharapkan. Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap mesin yang telah terinstal apabila pada mesin tersebut ada perubahan baik berupa modifikasi maupun perubahan lokasi dimana dengan adanya peubahan tersebut besar kemungkinan dapat mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan.

3) Validasi proses, yang memerlukan validasi proses yaitu produk baru, alat/mesin baru, perubahan alat atau mesin yang digunakan pada proses kritis, perubahan proses produksi, perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif, dan perubahan ukuran bets lebih dari 10%.

4) Validasi pembersihan (Cleaning Validation), dilakukan pada semua prosedur pembersihan alat atau mesin yang kontak dengan produk. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur pembersihan tersebut terbukti tepat dan efektif untuk mencegah kontaminasi silang (cross

contamination), serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas

dari kontaminasi mikroba.

Sebelum melakukan kegiatan validasi, QA akan membuat protokol validasi yang selanjutnya akan direview dan disetujui oleh semua departemen terkait dan Head of Quality Operations. Setelah protokol validasi disetujui, kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan. Setelah kegiatan validasi selesai, QA akan membuat laporan validasi. Protokol dan laporan validasi atau kualifikasi setelah disetujui selanjutnya didistribusikan ke departemen terkait dengan menggunakan lembar distribusi, sedangkan protokol dan laporan validasi atau kualifikasi yang asli disimpan di QA selama minimum 11 tahun setelah suatu sistem, mesin, atau proses sudah tidak digunakan. Hardcopy dari dokumen validasi disimpan oleh QA.

f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control)

Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi, yang dapat meliputi tata cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, protap, perubahan terhadap sistem pendukung (seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya), perubahan referensi, serta mencakup juga bila terjadi perubahan pemasok (supplier) baik untuk bahan baku maupun bahan pengemas. Tujuannya adalah menganalisa dampak dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung, mempersiapkan dan mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan guna melaksanakan perubahan, serta mendokumentasikan semua perubahan pada suatu sistem yang memungkinkan untuk dilakukan penelusuran kembali (SOP Change Control, 2010).

Perubahan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis (SOP Change Control, 2010) :

1) Perubahan Mayor : yaitu perubahan yang berpotensi besar memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap identitas, dosis, kualitas, atau potensi dari suatu produk.

2) Perubahan Minor : yaitu perubahan yang berpotensi kecil memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap identitas, dosis, kualitas, atau potensi dari suatu produk.

Perubahan-perubahan dari masing-masing produk tersebut harus dicantumkan, dijelaskan, dan didokumentasikan ke dalam Change Control. Change Control merupakan suatu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sistem tetap dalam keadaan tervalidasi (SOP Change Control, 2010).

Change issuer mengajukan perubahan dengan mengisi lembar kontrol

perubahan kemudian meminta persetujuan departemen terkait. Lembar kontrol perubahan selanjutnya diserahkan ke QA untuk direview dan disebarkan ke dapartemen lain untuk mendapatkan masukan dan peninjauan lebih dalam mengenai pengaruh yang mungkin terjadi. Jika perlu, diadakan rapat untuk menentukan risk assessment dan dilakukan penilaian resiko yang mungkin terjadi, perlu atau tidaknya dilakukan validasi. Setelah ditinjau oleh departemen lain dan ditanda tangani, change control dikembalikan ke QA untuk disetujui oleh Head of

Qualification Operational kemudian dilaporkan ke SCA untuk dilakukan

penilaian resiko terhadap registrasi produk yang berkaitan dengan usulan perubahan yang diajukan.

Change Control yang telah diajukan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh bagian SCA dengan prosedur sebagai berikut (SOP Change Control, 2010) : 1) SCA menerima dokumen Change Control dari QA yang menyatakan bahwa

telah ada perubahan yang berkaitan dengan produk tertentu.

2) SCA memeriksa Change Control dan melakukan assesment perlu atau tidak dilaporkan ke BPOM.

3) Jika diputuskan bahwa perubahan tersebut perlu dilaporkan, dokumen lengkap registrasi untuk variasi disiapkan sesuai Change Control yang disetujui QA.

4) Bila ada kekurangan dokumen yang dibutuhkan untuk registrasi variasi, maka

Regulatory Supervisor akan menginformasikan ke QA.

Setelah dari SCA, change control kembali ke Head of Qualification untuk direview dan memperoleh keputusan terakhir mengenai hasil perubahan, jika sudah diputuskan, informasi mengenai perubahan selanjutnya disebarkan ke departemen terkait untuk diimplementasikan.

g. Audit Internal dan Eksternal

Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri (self inspection) dan audit pemasok (vendor audit).

1) Inspeksi Diri (Self Inspection)

Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Actavis Corporate

Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim

auditor yang telah ditunjuk, terdiri dari manager QA, direktur manufaktur, supervisor GMP compliance, dan beberapa manager yang terkait. Manager QA selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independent dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri

Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Area-area yang akan diinspeksi meliputi gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), semua area produksi, QC (lab kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal), lab pengembangan produk, engineering (utilities, gudang dan bengkel), registrasi, HRD dan sarana penunjang lainnya seperti kantin dan limbah.

Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Inspeksi diri PT Actavis Indonesia dilakukan setiap tahun, dan jadwalnya disusun oleh QA. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahukan kepada auditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF,MPF,TPF),

engineeringutilities, gudang, perencanaan dan pembelian, QC, Pengembangan

Produk (Product Development), dan QA.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific affair, dan departemen personalia.

Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan pengoreksian (corrective action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. CAPA dikembalikan ke QA akan ditindaklanjuti sesuai dengan jadwal yang ada. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.

Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/awal, bahan kemas,dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga

(toll in). Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan

baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan.

Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan “lulus”. Untuk sumber yang ada di luar negeri dan belum dilakukanaudit pemasok maka audit tersebut akan dipusatkan oleh Actavis Global. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian

Purchasing Department dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier,

2009).

h. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi (SOP Pelulusan Produk Jadi, 2009)

Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan

batch oleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan

proses tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan

batch yang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi

perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi, keaslian dokumen, catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor

memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan batch, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi.

Setelah evaluasi catatan batch, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 45-61)