UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ADE LIYA HARYUNI, S. Farm.
1106046622
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
ADE LIYA HARYUNI, S. Farm.
1106046622
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Ade Liya Haryuni, S. Farm.
NPM : 1106046622
Program Studi : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia, Jl. Raya Bogor Km.28, Jakarta Timur, Periode 6 Februari – 30 Maret 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker – Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Riska Lestari, S.Si., Apt. ( ...)
Pembimbing 2 : Dr. Iskandarsyah, M.Si., Apt. ( ...)
Penguji I : ( ...)
Penguji II : ( ...)
Penguji III : ( ...)
Ditetapkan di : Depok Tanggal :
KATA PENGANTAR
Segala puji kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kami nikmat yang luar biasa sehingga kami masih dapat menuntut ilmu dalam profesi apoteker. Nikmat itu pula yang membuat kami berhasil menjalankan tugas-tugas kami sebagai peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas Farmasi Universitas Indonesia di PT. Actavis Indonesia hingga terselesainya laporan hasil PKPA. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus kami penuhi oleh mahasiswa program profesi apoteker untuk mencapai gelar profesi apoteker.
Tugas dan manfaat yang kami dapat selama menjalani PKPA dan menyelesaikan tugasnya tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang senantiasa terbuka membantu kami dalam proses belajar selama bertugas. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada:
1. Bapak Thomas Runkel sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia 2. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis
Indonesia
3. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT. Actavis Indonesia
4. Bapak Rias Prasetya sebagai Manager Quality Control PT. Actavis Indonesia
5. Ibu Erna Hidayati Eka sebagai Manager Product Development PT. Actavis Indonesia
6. Ibu Riska Lestari, Sari Yuliana, Suchi Ramadhani, para supervisor dan seluruh staf departemen PT. Actavis Indonesia
7. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
9. Dr. Iskandarsyah, M.Si., Apt. atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
10.Bapak dan ibu tercinta serta saudara yang telah memberikan dukungan moral, material, perhatian, dan semangat sehingga pelaksanan PKPA dan penyelesaian laporan berjalan dengan lancar.
11.Seluruh staf Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia dan Seluruh staf PT. Actavis Indonesia.
12.Seluruh teman Apoteker UI angkatan LXXIV, khususnya teman-teman sekelompok PKPA yang telah banyak membantu.
13.Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis menerima semua kritik dan saran guna memperbaiki kualitas laporan yang kami buat. Semoga hasil laporan ini dapat berguna bagi dunia farmasi dan kesehatan masyarakat Indonesia.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ... 3
2.1 Industri Farmasi ... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik... 5
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. ACTAVIS INDONESIA ... 16
3.1 Sejarah PT. Acatavis Indonesia ... 16
3.2 Visi dan Misi ... 17
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas... 17
3.4 Sarana Penunjang ... 18
3.5 Produk dan Sertifikat GMP ... 18
3.6 Struktur Organisasi ... 20
BAB 4 PEMBAHASAN ... 72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
5.1 Kesimpulan ... 87
5.2 Saran ... 87
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Pengambilan Contoh ... 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Struktur Organisasi Asia Pasifik ... 89
2 Struktur PT. Actavis Indonesia ... 90
3 Struktur Manajemen Operasional PT. Actavis Indonesia ... 91
4 Struktur Manajemen Operasional Supply Chain ... 92
5 Struktur Organisasi Manajemen Perencanaan Operasional ... 93
6 Struktur Organisasi Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance) . 94 7 Struktur Organisasi Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control / QC) ... 95
8 Struktur Organisasi Departemen Keuangan dan IT ... 96
9 Struktur Organisasi Departemen Sales dan Marketing ... 97
10 Struktur Organisasi Departemen Pengembangan Produk ... 98
11 Struktur Organisasi Departemen Engineering dan EHS ... 99
12 Struktur Organisasi Scientific Affair ... 100
13 Struktur Organisasi Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 101
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Peranan penting yang dipegang oleh industri farmasi untuk menjamin produk obat sesuai dengan tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan yang berlaku dan tidak membahayakan konsumen karena keamanan (safety), mutu (quality), dan kemanjuran (efficacy) yang tidak memenuhi syarat. Mutu obat harus dibentuk sejak awal mulai dari penanganan material, proses produksi (pengolahan dan pengemasan), penyimpanan dan distribusi obat. Sesuai keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/MENKES/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988, jaminan bahwa suatu obat yang diproduksi oleh industri farmasi bermutu tinggi adalah melalui penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan, dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan proses pembutan. (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam indutri farmasi karena turut berperan dalam menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional, terutama dalam menghadapi kenyataan di lapangan industri.
Untuk menghasilkan tenaga farmasis yang profesional dibutuhkan dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak seperti perguruan tinggi farmasi, organisasi profesi, industri farmasi, rumah sakit dan pemerintah dalam pembekalan yang menyeluruh secara teori dan praktek sebagai aplikasi ilmu dan teknologi 2 kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab farmasis di suatu institusi seperti industri farmasi. Dengan demikian Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa calon apoteker.
Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (UI) telah bekerja sama dengan PT Actavis Indonesia untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Praktek kerja profesi tersebut dilaksanakan pada tanggal 6 Februari – 30 Maret 2012. Praktek kerja profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, serta memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dilakukan PT. Actavis Indonesia.
2. Mengamati kegiatan yang dilakukan oleh PT. Actavis Indonesia.
3. Mengamati peranan apoteker dalam industri farmasi sehingga dapat dibandingkan dengan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan dan menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi (Departemen Kesehatan RI, 1990) 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/ 1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat (Departemen Kesehatan RI, 1990). Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.
2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi
Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut : a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk
Perseroan Terbatas atau Koperasi. b. Memiliki rencana investasi.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Pedoman CPOB 2006 (current GMP).
e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua Apoteker warga negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan pengawasan mutu, sesuai persyaratan CPOB.
f. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.
2.1.4 Kewajiban Lain Industri Farmasi
Kewajiban lain yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu :
a. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam enam bulan, sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam setahun. b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan.
d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan, dan keselamatan kerja.
e. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). 2.1.5 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi apabila suatu industri farmasi melakukan hal-hal berikut:
a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan usaha tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini dan atau
b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar dan atau
c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri dan atau
d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu, dan atau
e. Tidak memiliki ketentuan dalam izin usaha industri farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan ini.
Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan oleh Direktur Jenderal dan dilaksanaan setelah dikeluarkan :
a. Peringatan secara tertulis kepada perusahaan industria farmasi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
b. Pembekuan izin usaha industri untuk jangka waktu enam bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegatan Usaha Industri Farmasi.
Pembekuan izin usaha industri farmasi dapat dicairkan kembali apabila industri farmasi tersebut telah memenuhi seluruh pesyaratan sesuai ketentuan dalam Surat Keputusan.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices (GMP)” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Dalam CPOB/GMP ada 12 aspek yang telah diatur yaitu sistem manajemen mutu; personalia (karyawan); bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu (Quality audit); keluhan (complain), penarikan kembali obat jadi (recall) danproduk kembali; dokumentasi; kontrak analisa dan produksi; kualifikasi dan validasi.
2.2.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu, dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006):
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya;
b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut dengan pemastian mutu atau Quality Assurance (QA).
2.2.2 Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi, dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat
berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu, hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan, hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi yang jelas, tidak ada tanggungjawab yang tumpang tindih. Tiap fungsi mempunyai kewenangan untuk melakukan tugasnya sesuai dengan deskripsi tugasnya. Pada CPOB 2006 menyebutkan adanya personalia kunci. Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu,dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Personil kunci adalah apoteker yang terdaftar dan kompeten (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk teknik, perawatan, dan petugas kebersihan), dan bagi
lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan.
Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama, atau lebih rendah dicakup dalam kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
2.2.3 Bangunan dan fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar diperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas hendaklah dibersihkan dan, dimana perlu, didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci.
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
2.2.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan , hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya, termasuk penutup rambut. Hendaklah dihindarkan bersentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara, dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, tetapi juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene, sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :
a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari batch ke batch.
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi batch yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006):
a. Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran, dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal kadaluarsa.
b. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.
c. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh diserahkan.
d. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.
e. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. f. Kegiatan Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch.
g. Pengawasan Selama Proses
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
1. Semua parameter produk, volume, atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
2. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.
h. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
2.2.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Selain itu, bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengawasan mutu, teknik, dan gudang (termasuk
gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari system manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identitas dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan. Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh yang melaksanakan dan saksi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009).
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas sangat penting untuk memastikan bahwa tiap menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu sesuai dengan zaman. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas, menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis hendaklah merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
BAB 3
TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA
3.1 Sejarah PT. Actavis Indonesia
PT. Actavis Indonesia berada di bawah Actavis Group yang merupakan perusahaan farmasi generik bertaraf internasional yang didirikan pada tahun 1956 di Islandia dengan nama Pharmaco dan merupakan perusahaan pembelian atau grosir obat-obatan untuk kawasan domestik. Pada tahun 1972 Pharmaco memulai produksi obat-obatan sendiri untuk pasar domestik dan tahun 1999 mulai bereksperimen secara internasional. Tahun 2000 hingga 2003, Pharmaco banyak melakukan merger dan akuisisi terhadap perusahaan-perusahaan di wilayah Eropa. Akhirnya pada tahun 2004 Pharmaco secara resmi mengubah namanya menjadi Actavis Group. Pada tahun 2005 Actavis Group mengakuisisi banyak perusahaan-perusahan farmasi maupun perusahaan pendukungnya di seluruh dunia dan salah satunya mengakuisisi Alpharma’s Human Generic yang menempatkan Actavis menjadi jajaran 4 besar perusahaan generik internasional
PT. Dumex Indonesia merupakan pabrik dari Actavis group yang pertama kali berada di Indonesia, diresmikan pada tanggal 8 november 1969 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak HM. Soeharto. Pada tahun 1983 PT. Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT. Dumex Alpharma Indonesia, kemudian menjadi PT. Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya Divisi Internasional oleh Actavis, maka pada bulan Maret 2006 PT. Alpharma berubah menjadi PT. Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis Group.
PT. Actavis Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rektal tube. Produk-produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik.
PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersetifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007.
3.2 Visi dan Misi
Visi PT. Actavis Indonesia adalah menjadi perusahaan farmasi terdepan di Indonesia yang memproduksi dan menjual produk generik dengan kualitas internasional dan harga yang terjangkau.
Misi PT. Actavis Indonesia adalah:
a) Memaksimalkan bisnis dengan menerapkan kekuatan global untuk memenangkan pasar.
b) Kualitas produk yang tinggi dengan memenuhi aturan standar lokal dan internasional serta sejalan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan.
c) Menambah jumlah produk dan meluncurkan produk dengan cepat disertai dengan pelayanan penjualan dan marketing yang baik agar menjadikan pengalaman yang mengesankan bagi pelanggan.
d) Selalu terinovasi untuk terus mengurangi biaya agar harga menjadi terjangkau tanpa mengorbankan kualitas dan pelayanan.
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas
PT. Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjend TB. Simatupang Kav. 22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia dengan lokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat ini yang berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik yang ada di dalamnya. 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya.
Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semisolid/topikal (Topical Plant Facility)
d. Gudang raw material dan packaging material e. Gudang produk jadi
f. Gedung engineering dan workshop
g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product Development)
h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)
3.4 Sarana Penunjang
Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT Actavis Indonesia, sarana-sarana tersbut anatara lain:
1. Sumber energi
PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik berasal dari PLN dangenerator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrikpadam.
2. Sumber air
PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolahlebih lanjut, yaituair sumur bor dan air PAM.
3. Udara tekan (Compressed air)
PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik.Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesinproduksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara keringke dalam kabinet mesin.
4. Air Handling Unit (AHU)
AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan.Pada masing-masingruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah terjadinyakontaminasi silang.
3.5 Produk dan Sertifikat GMP(Site Master File 11th Edition. PT Actavis Indonesia, 2012)
PT. Actavis Indonesia telah memperoleh sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP (PICS)
dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, likuid, dan semi solid, sehingga produk-produk Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa.
PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2006), untuk produk antara lain :
a) Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility) terdiri dari sediaan topikal non antibiotik, tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, salep/krim non antibiotik, larutan oral non antibiotik, tablet antibiotik tidak bersalut, tablet antibiotik bersalut, kapsul antibiotik gelatin keras, salep/krim antibiotik, larutan oral antibiotik, enema non antibiotik, dan suspensi kering antibiotik oral.
b) Fasilitas Betalaktam (Betalactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral.
c) Sertifikat GMP untuk produk non steril (Kapsul dan tablet baik penisilin maupun non penisilin, likuid, dan semi solid) didapatkan dari European Authority (IGZ, MHRA, NOMA) berlaku selama 3 tahun sejak audit terakhir bulan oktober 2009.
d) Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority (2008).
e) Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System)
f) ISO 9001:2000 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System).
g) ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System).
h) OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).
Produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor yang saat ini ditunjuk ada 4 perusahaan dengan skala nasional, yaitu:
2. PT. Mensa Bina Sukses (MBS) 3. PT. Sawah Besar Farma (SBF)
3.6 Struktur Organisasi
PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 4 orang direktur, yaitu: Direktur Keuangan & IT (Finance & IT Director), Direktur Operasional (Operation Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human Resource Director), dan Direktur Pemasaran dan Penjualan (Ethical and Oncology Sales and Marketing Director) serta dibantu oleh beberapa manager senior dari Penjualan OTC, Scientific Affairs (SCA), dan Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan.
Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional (Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu (Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management Department), Operasi (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh beberapa supervisor.
3.6.1 Regional Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD) Departemen HRD mempunyai 4 bagian yaitu BagianKompensasi dan Keuntungan (compensation and benefit), Penerimaan dan Pelatihan yang menangani keluar masuknya karyawan dan kegiatan pelatihan sertaevaluasi masa percobaan untuk pengangkatan menjadi karyawan tetap, BagianPengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi bertugas untukmengembangkan standar kompetensi para karyawan sesuai dengan kebutuhan,serta Bagian Pelayanan and Support yang berfungsi untuk memberikan servissesuai kebutuhan karyawan misalnya penyediaan kantin. Disamping itu terdapatpula Bagian Operasional yang berfungsi untuk mendukung 4 bagian tersebut danjuga berkaitan dengan hubungan perindustrian (industrial relationship) sepertiserikat karyawan.
3.6.2 Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department)
Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manager. Ruang lingkup dari departemen ini yaitu Purchasing, Gudang (Warehouse).
3.6.2.1Purchasing
Departemen ini bertanggung jawab terhadap penyediaan material-material yang diperlukan oleh PT. Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, buffer stock dan sales order.
Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan dicantumkan dalam pembuatan purchase order (PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap pemasok dan supplier berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan. Pembelian bahan baku dilakukan pada supplier yang tercantum i ASL dengan manufacturing yang sudah disetujui oleh PT. Actavis.
3.6.2.2Gudang (Warehouse)
Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi dan obat jadi. Oleh karene aitu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stock secara administratif dan mutu tetap terjaga. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk
menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP Tata Cara Masuk Area Gudang).
Gudang di PT. Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu:
1. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas (packaging material),
2. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility (BLF), dan
3. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods).
Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk import serta sebagai tempat pendistribusian kepada supplier. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Produk jadi yang belum release atau pun produk yang sudah di release dari bagian QA setelah melalui berbagai pemeriksaan baik kimia maupun mikrobiologi disimpan dalam gudang finished good.
Kegiatan pengecekan/stok opnam barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan packaging dilakukan setiap 1 tahun sekali dan untuk pengecekan dari luar (external) dilakukan setiap bulan desember untuk bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi.
Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari supplier dan produk jadi (finish good) dari departemen produksi dan pihak Toll. Supplier bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah supplier dating, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh supplier dengan purchase order (PO) dari bagian purchasing yang tertera dengan yang terdapat pada sistem Mfg Pro, jika
terjadi perbedaan maka segera menanyakan ke bagian purchasing. Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta Certificate of Analysis (CoA) untuk bahan baku dan bahan kemas primer. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluarsa (expaired date). Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem Mfg Pro dengan status “QUARANTINE”.
Barang yang baru diterima di gudang akan diberi label “QUARANTINE” berwarna kuning dan disimpan di lokasi karantina. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di QC. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan untuk dikembalikan ke supplier.
Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi memiliki beberapa kondisi penyimpanan:
1. Kondisi AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25C (15-25C), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.
2. Kondisi non AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30C, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.
3. Lemari pendingin
Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15C, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. Untuk gudang produk jadi, hanya satu jenis produk jadi onkologi yang harus disimpan pada suhu di bawah 8C, sedangkan produk jadi lainnya disimpan pada suhu kurang dari 25C . 4. Lemari penyimpanan narkotik
Bahan baku dan produk narkotik disimpan dalam lemari besi khusus penyimpanan narkotik dan terkunci
5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar.
Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 10 level dimana pada gudang penyimpanan bahan baku dan bahan kemas, level 1-5 digunakan untuk menyimpan bahan baku dan di atas level 5 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Untuk peyimpanan produk jadi, produk-produk likuid disimpan di bagian bawah.
Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, dimonitor setiap hari pada pagi dan siang, dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter keseseuaian suhu diukur berdasarkan MKT yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu, dimana MKT harus di bawah 25C (tergantung klasifikasi ruangan, untuk rerigerator maka MKT harus di bawah 15C). Jika MKT di atas 25C, maka dilakukan tindakan investigasi dan perbaikan untuk mengubah suhu ruangan menjadi 25C kembali, jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk sementara.
Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi dan distribusi produk jadi ke distributor untuk dipasarkan. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem Mfg Pro. Picklist berisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang yang harus disiapkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan forecast marketing.
Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian
dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang supervisor dispensing dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen.
Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO Receipt) ke lokasi GWIP untuk bulk dan penerimaan produk jadi untuk diperiksa oleh QC. Setelah selesai diproduksi, maka produk dapat dikirim ke gudang walau pun belum ada hasil analisa, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor batch dan setelah cocok maka barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada pencatatan pada log book mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data di mana WO Receipt dilakukan oleh produksi sebelum produk jadi dikirim ke gudang produk jadi. Proses penerimaannya dilakukan pada loading area yang telah disiapkan.
Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan mengeluarkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke system Mfg Pro, seetelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Petugas gudang akan menyiapkan produk jadi yang diminta berdasarkan packing list dari bagian Finance. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. surat panggilan tersebut dibuat setelah menerima
packing list (paralel antara penyiapan produk jadi dan kirim surat panggilan). Kemudian, distributor datang dan tanda tanganbpada packing list (sebagai serah terima). Setelah itu, packing list akan dikembalikan ke bagian keuangan untuk melakukan pemotongan stok barang yang ada dalam sistem (shipment) dan mencetak invoice. Kemudian packing list dan invoice diserahkan ke distributor dan selanjutnya produk jadi dibawa oleh pihak distributor. Proses penyerahan barang ke distributor dilakukan di ruang transito dan dilakukan crosscheck kesesuaian barang.
3.6.3 PPIC (Product Planning and Inventory Control)
PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara departemen produksi, pemasaran, pengadaan, finance, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam proses penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhioleh sistem prpoduksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain:
a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi.
b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi. c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
produksi.
PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 3.6.6.1Production Planning Control (PPC)
Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut:
a) Merencanakan produksi.
b) Membuat Work order untuk produksi
c) Memonitor stok produk jadi (Finished Goods).
d) Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi.s
3.6.6.2Inventory Control & MRP System
Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut:
a) Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada digudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi (lead time production).
b) Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya.
c) Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas.
d) Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi.
e) Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC.
Alur tahapan PPIC adalah sebagai berikut. PPIC membuat rencana produksi (Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Replenshment Planning) pada sistem MFG-Pro berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran. Melalui sistem MFG-Pro tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku yang ada, work in rocess dan finished good yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Purchasing mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok (supplier). Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke Purchasing. Bila sudah dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan menerima material sesuai dengan
kuantitas dan jadwal pengiriman material. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Sebelum barang masuk gudang, bagian QC melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina (diberi label kuning) hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC (diberi label hijau). Barang yang ditolak diberi label Rejected (merah) dan dipindahkan ke lokasi reject di area terpisah.
PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta PIcklist yang ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan produksi. PT Actavis telah memiliki sistem ERP yang terintegrasi yaitu Mfg Pro. Komputer online MfgPro di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer.
3.6.4 Departemen Produksi
Departemen produksi dipimpin oleh seorang manager produksi yang bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manager produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisior yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen QA/QC untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi.
Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan solid, semisolid (krim) dan likuid (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan solid (tablet, kaplet dan kapsul).
Departemen produksi PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF),danFasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF).
Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang dikeluarkan oleh bagian produk pengembangan dan produksi. Departemen ini akan bekerja sama dengan departemen lain dengan melakukan kegiatan validasi atau kualifikasi agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area abu-abu (grey area) dan area hitam (black area). Area abu-abu yaitu ruang tempat bahan obat/obat atau bahan pengemas primer (permukaan dalam) masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputiruang penimbangan bahan bakunon steril,pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area hitam (black area) yaitu ruang tempat bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain diluar ruang produksi misalnya gudang. PT Actavis tidak memiliki area putih (white area) karena tidak memproduksi produk steril.Produksi produk steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing).
Untuk memasuki area abu-abu harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus atau shoe cover, topi yang menutupi rambut atau head cover, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room / Airlock).
Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga tekanan udara positif didalam ruang pertama.
b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang.
c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara positif terhadap ruang kedua.
Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area hitamdengan area abu-abu.
Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Departemen produksi melaksanakan produksi dibawah pengawasan QC (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch Record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label “bersih” lengkap dengan nama pembersihnya dan tanggal pembersihan.
Untuk memonitor kelancaran jalannya suatu proses produksi, PT. Actavis Indonesia memiliki beberapa orang terkualifikasi (Qualified Person) atau disebut juga Inspektor yang bertugas melakukan inspeksi di area produksi. Secara rinci tugas dan wewenang seorang inspektor antara lain :
a. Melaksanakan inspeksi diseluruh area produksi b. Memeriksa kebenaran proses produksi
c. Memeriksa kebenaran dan identitas produk obat d. Memeriksa logbook produksi
e. Membuat laporan pemeriksaan identitas produk jadi f. Memeriksa kebersihan alat/mesin dan jalur produksi g. Membuat hasil/laporan inspeksi secara berkala
h. Menghentikan proses produksi bila tidak sesuai dengan aturan dan mengakibatkan hal-hal yang fatal terhadap produk obat dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari QO supervisor / Head of QO.
Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang
dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor batch dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya.
Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin/terjadwal yaitu pembersihan harian, pembersihan mingguan, pembersihan antar batch, dan pembersihan antar produk. Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam catatan batch. Pembersihan antar produk adalah berupa kegiatan sanitasi total dengan tujuan agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan angka mikroba, dan partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang digunakan selama produksi.
Dalam setiap proses produksi obat, terdapat laporan harian produksi yang merupakan laporan mengenai jenis produk, nomor batch, jumlah yang dihasilkan, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan dan keterangan lain yang terjadi selama proses produksi. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam catatan batch dan tercatat di dalam catatan batch.
Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen QC. Pengambilan sampeldilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia, serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang akan diedarkan dimasyarakat.
3.6.4.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facilities/MPF)
Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production coordinator) dengan dibantu 4 orang supervisor. Bangunan sediaan padat pada fasilitas multiproduk bergabung dengan sediaan cair. Untuk menghindari adanya kontaminasi silang perlu dilakukan pengaturan tekanan antar ruang yang sesuai