• Tidak ada hasil yang ditemukan

4) Indeks dominansi

4.1. Karakteristik Fisik dan Kimia Perairan 1 Suhu

4.1.5. Derajat keasaman ( pH)

Pengukuran pH in situ pada saat pasang berkisar antara 7,16-7,46, sedangkan pada saat surut berkisar antara 7,46-7,66 (Gambar 13). Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa sebaran nilai pH relatif merata pada setiap stasiun pengamatan.Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP

Gambar 13. Derajat keasaman (pH) perairan Teluk Banten

No.51/MNLH/I/2004, kisaran pH tersebut masih memenuhi baku mutu untuk kelangsungan hidup biota laut, dengan baku mutu yang disarankan berkisar antara 7-8,50. Menurut Purnomo (1979) in Mumin (2004), pH air normal yang mendukung kehidupan udang adalah 7-8,90. Air dengan pH yang rendah atau tinggi di luar batas normal, mempunyai pengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan udang Penaeid.

Derajat keasaman (pH) akan mempengaruhi daya tahan organisme dan reaksi enzimatik. Kondisi ini pun menunjukkan bahwa kawasan ekosistem mangrove ini masih mendukung kehidupan g a s t ro po d a, me ng ing a t ba hw a kisaran pH 5-9 masih dapat mendukung kehidupan biota perairan. Derajat keasaman atau pH yang optimum bagi Moluska bentik berkisar antara 6,5-7,5 (Russle-Hunter 1968 in Razak 2002). Gastropoda umumnya banyak dijumpai pada daerah yang pHnya lebih besar dari 7 ( Siagian 2001inSuwondoet al.2006). 4.1.6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Pengukuran DO pada saat pasang berkisar antara 3,48-5,67 mg/l, sedangkan pada saat surut berkisar antara 6,78-7,13 mg/l (Gambar 14). Kadar DO normal berkisar 5,7-8,5 mg/l. Adanya perbedaan nilai antarstasiun, baik saat pasang dan surut dapat dipengaruhi oleh proses respirasi tumbuhan dan hewan serta dekomposisi anaerob. Batas kadar DO yang mematikan berbeda-beda tergantung pada jenis,

Gambar 14. Kadar DO perairan Teluk Banten

kesehatan, dan stadia biota serta faktor-faktor lingkungan lainnya (Poernomo 1979in Mumin 2004).

Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan pada saat surut di setiap stasiun pengamatan kadar DO diperoleh lebih tinggi. Hal ini diduga adanya pengaruh dari proses fotosintesis fitoplankton yang memproduksi oksigen sehingga kadar DO di perairan meningkat. Pada stasiun IV, V, dan VI saat pasang diperoleh nilai DO berturut-turut 3,48, 4,25, dan 4,45 mg/l, kadar ini lebih rendah dari 5 mg/l sebagai baku mutu air laut untuk biota laut sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/2004. Rendahnya kadar oksigen terlarut (DO) di ketiga stasiun tersebut diduga dipengaruhi oleh pergerakan air (arus) yang relatif kecil daripada stasiun lain. Ketersediaan oksigen terlarut di perairan sebagian besar dihasilkan melalui proses fotosintesis fitoplankton, sisanya dipengaruhi oleh proses difusi dari udara ke dalam air. Disamping itu, proses pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, respirasi biota perairan dan limbah yang masuk ke badan air juga dapat menentukan ketersediaan oksigen terlarut (DO) di perairan (Nybakken 1988).

Secara keseluruhan kadar oksigen terlarut di kawasan ini masih mendukung kehidupan gastropoda, karena batas minimal kadar oksigen terlarut bagi organisme di pantai adalah 4 mg/l, selebihnya tergantung ketahanan organisme, keaktifan, kehadiran pencemaran dan suhu air (Osenberget al. 1992 in Mukhtasor 2007).

Gambar 15. Kadar BOD perairan Teluk Banten 4.1.7. Biochemichal Oxygen Demand(BOD)

Kadar BOD hasil pengukuran pada saat pasang berkisar antara 9,01 mg/l -27,83 mg/l, sedangkan pada saat surut berkisar antara 9.31 mg/l-19.55 mg/l (Gambar 15). Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/ 2004, baku mutu BOD untuk biota laut tidak melebihi kadar 20 mg/l, sedangkan berdasarkan data yang diperoleh terdapat beberapa stasiun yang telah melampaui baku mutu BOD yaitu stasiun I, II, V, dan VI pada saat pasang, sedangkan pada saat surut setiap stasiun menunjukkan kadar BOD yang memenuhi baku mutu. Hal ini diduga bahwa adanya arus dan gelombang dapat mengangkat partikel-partikel di dasar yang kaya dengan bahan organik sehingga tercampur membentuk partikel-partikel tersuspensi di perairan, mengingat bahwa ekosistem mangrove merupakan penyulai bahan organik utama di perairan sekitarnya disamping adanya pengaruh masukan bahan organik dari limbah rumah tangga yang dibawa aliran sungai.

4.1.8. Ammonia

Salah satu senyawa yang dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan air adalah ammonia, namun senyawa ini bersifat toksik bagi hewan perairan. Di lokasi penelitian kadar ammonia pada saat pasang berkisar antara 0,17 mg/l – 0,38 mg/l, sedangkan pada saat surut berkisar antara 0,19 mg/l – 0,37 mg/l (Gambar 16). Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/ 2004 baku mutu ammonia untuk biota laut tidak melebihi kadar 0,3 mg/l.

Gambar 16. Kadar ammonia perairan Teluk Banten

Ammonia merupakan salah satu senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan kolom air. Ammonia juga bersumber dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota perairan yang mati) oleh mikroba dan jamur dikenal dengan istilah ammonifikasi. Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktifitas mikroba pada kondisi anaerob juga menghasilkan gas ammonia. Pada perairan anoksik (tanpa oksigen), biasanya di dasar perairan, kadar ammonia relatif tinggi (Boyd 2001).

Senyawa-senyawa nitrogen organik yang larut dalam air maupun berupa partikel tersuspensi yang berasal dari organisme mati dan hasil eksresi hewan bahari cepat dirombak menjadi ammonia (Koesoebiono 1980). Rendahnya kadar ammonia di stasiun I, diduga telah terjadi perombakan nitrogen organik dari tahap ammonia ketahap berikutnya (seperti nitrit atau nitrat), hal ini di dukung dengan ketersediaan oksigen yang memenuhi dalam yang mempercepat proses nitrifikasi oleh bakteri tertentu. Sebaliknya di stasiun IV, V, dan VI memiliki kadar ammonia tinggi, hal ini diduga proses perombakan bahan organik masih dalam tahap awal sebelum terjadi prosesnitrifikasike tahap berikutnya seperti yang diungkapkan Koesoebiono (1980). 4.1.9. Nitrat

Nitrat merupakan bentuk nitrogen utama di perairan dan nutrien utama bagi pertumbuhan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitogen di perairan. Kadar

Gambar 17. Kadar nitrat perairan Teluk Banten

nitrat di lokasi penelitian pada saaat pasang berkisar antara 0,17 mg/l – 0,44 mg/l, sedangkan pada saat surut 0,12 mg/l – 0,29 mg/l (Gambar 17). Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/ 2004, baku mutu nitrat untuk biota laut adalah tidak melebihi kadar 0,008 mg/l. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar nitrat di setiap stasiun pengamatan telah melampaui baku mutu yang disarankan. Kadar nitrat di perairan akan dimanfaatkan produser primer (fitoplankton) sebagai unsur hara bagi petumbuhan dan perkembangan selnya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas primer perairan.

Tingginya kadar nitrat di stasiun I, ditandai dengan melimpahnya bahan organik yang diduga mengandung bahan-bahan nitrogen organik seperti organisme dan tumbuhan yang mati, eksresi organisme ataupun bawaan dari aliran sungai yang mengandung limbah organik seperti pupuk pertanian, tinja, dan berbagai macam sampah organik, mengingat bahwa stasiun ini berada disekitar muara pelabuhan.

Dalam pembentukan nitrat ini terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri tertentu dengan mengoksidasi senyawa nitrogen anorgaik yang terbentuk. Untuk kasus ini, diduga prosesnitrifikasisudah mencapai tahap akhir yaitu terbentuknya nitrat, yang pada mulanya adalah ammonia. Hal ini terlihat dari tingginya nitrat disertai dengan menurunnya kadar ammonia.

4.1.10. Fosfat

Kadar fosfat pada saat pasang berkisar antara 0,02 mg/l – 0,07 mg/l, sedangkan pada saat surut berkisar antara 0,03 mg/l – 0,08 mg/l (Gambar 18). Keputusan

Gambar 18. Kandungan fosfat perairan Teluk Banten

Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/ 2004, baku mutu fosfat untuk biota laut adalah tidak melebihi kadar 0,015 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran, mengindikasikan bahwa kandungan fosfat di kawasan ini telah melebihi baku mutu yang disarankan.

Keberadaan fitoplankton dapat mempengaruhi kadar fosfat di perairan. Hal ini dipengaruhi karena fosfat merupakan salah satu bentuk nutrien yang diperlukan produser primer (fitoplankton atau makrofita) untuk pertumbuhan dan perkembangan selnya (Boyd 2001).

Di stasiun I, kadar fosfat pada saat surut diperoleh lebih tinggi, hal ini diduga pada saat surut terjadi pencampuran air dari sungai Pelabuhan yang membawa sumber-sumber fosfat. Sebaliknya di stasiun V dan VI pada saat pasang, kadar fosfat lebih tinggi, hal ini diduga pada saat pasang naik air dari laut cenderung masuk menempati daerah intertidal, salah satunya mengalir melalui parit-parit tambak dan terjadi pencampuran dengan air yang bersumber dari tambak yang masih aktif yang diduga menggunakan pupuk fosfat.

4.1.11. Arus

Kecepatan arus pada saat pasang berkisar antara 1,82 cm/s – 7,30 cm/s, sedangkan pada saat surut berkisar antara 1,76 cm/s – 5,46 cm/s (Gambar 19). Pergerakan arus pasang surut yang masuk dan keluar dari perairan teluk, berdampak terhadap bentuk morfologi dasar dari perairan ini. Di lokasi dasar perairan yang dipengaruhi arus pasang surut yang cepat biasanya akan mengendapkan sedimen

Gambar 19. Arus perairan Teluk Banten

pasir dan sedimentasi umumnya rendah. Sebaliknya, pada lokasi dengan arus pasang surut yang rendah, dapat mengendapkan sedimen lumpur sehingga sedimentasi lebih tinggi.

Di perairan Teluk Banten, pasang surut tertinggi dijumpai pada musim timur (0,55 m). Menurut WYRTKI (1961) in Sutomo dan Riyono (1990), kecepatan arus pada puncak musim timur bulan Agustus di sepanjang pantai utara jawa berkisar antara 6-12 cm/dtk.

Perairan Teluk Banten merupakan perairan yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sehingga kondisi oseanografi di perairan ini akan dipengaruhi oleh dinamika laut-atmosfer di Laut Jawa, seperti munculnya arus musim yang secara dominan mempengaruhi variasi musiman suhu dan salinitas perairan, serta timbulnya gelombang berpengaruh terhadap proses fisik di tepi pantai, misalnya proses abrasi pantai dan angkutan sedimen di pantai.

Dokumen terkait