• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Mempelajari Sistem Pelaksanaan, Memverifikasi Program

4.2.2 Desain dan fasilitas

Desain internal dan layout yang baik dari suatu perusahaan akan sangat mendukung penerapan sistem higiene yang baik untuk melindungi produk,

terutama dari kontaminasi silang selama proses produksi berlangsung (CAC 2003). Desain perusahaan semestinya dibuat sedemikian rupa sehingga

dapat memisahkan area bersih dan area kotor (Lelieveld et al. 2003). Desain tersebut kemudian didukung dengan penyediaan fasilitas yang sesuai dengan

standar higiene yang berlaku. Standar tersebut secara umum diantaranya aman (tidak mengandung bahan kimia berbahaya), mudah dibersihkan, tahan lama, tidak korosif dan memiliki permukaan yang halus.

(1) Lokasi perusahaan

Pada saat akan menentukan lokasi perusahaan, pihak manajemen harus memperhatikan potensi kontaminasi dari lingkungan yang mungkin terjadi. Berdasarkan CAC (2003) perusahaan harus terletak jauh dari lingkungan tercemar dan kegiatan industri yang dapat menjadi ancaman kontaminasi yang serius; daerah rawan hama; dan daerah dimana limbah baik padat maupun cair tidak dapat dibersihkan secara efektif. Keberadaan sumber air dan pembuangan limbah juga perlu dipertimbangkan (Marriot dan Gravani 2006).

PT X berada di kompleks Perum Perikanan samudera Jakarta (PPSJ) Nizam Zachman. Jarak PT X dengan perusahaan lain berada pada jarak yang cukup sehingga resiko gangguan yang berasal dari bau lingkungan luar dapat dihindarkan. Berdasarkan penilaian kesesuaian dengan acuan (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003), area unit pengolahan memadai untuk melakukan penanganan tuna loin dalam kondisi saniter dan higienis dan area bersih terpisah dari area kotor.

(2) Desain dan layout

Desain dan tata ruang unit pengolahan merupakan salah satu area paling kritis dalam mencegah terjadinya kontaminasi (Marriot & Gravani 2006). Menurut CAC (2003) desain interior perusahaan pengolahan makanan harus tahan lama, mudah dibersihkan, serta kedap air. Prinsip utama yang harus dipenuhi dalam membuat desain interior adalah harus dapat meminimalisasi kemungkinan kontaminasi internal dan mencegah akumulasi kontaminasi eksternal.

Bangunan PT. PT X terdiri dari tiga lantai (denah dapat dilihat pada Lampiran 10). Pada Lantai 1 terdapat pos satpam, tempat penyimpanan tas dan sepatu, tempat parkir, ruang penerimaan bahan baku, dan ruang produksi. Pada lantai 2, terdapat ruang mekanik, musholla, ruang penyimpan styrofoam, ruang istirahat karyawan, ruang administrasi, laboratorium, ruang ganti karyawan, dan dapur. Pada lantai 3, terdapat gudang penyimpanan bahan pengemas, ruang penyimpanan bahan kimia, binatu, dan kamar istirahat (mess karyawan).

Ruang produksi terdiri dari ruang produksi 1 dan ruang produksi 2 yang dihubungkan dengan anteroom. Antara ruang produksi 1 dan 2 juga terdapat ruang cold storage. Pada ruang produksi 1 terdapat ruang Air Blast Freezer (ABF) 1 dan chilling room 1. Pada ruang produksi 2 terdapat ruang ABF 2, chilling room 2, tempat pembuatan ice flake dan ruang smoking. Di sisi samping ruang produksi terdapat selokan yang mengalirkan limbah cair ke luar unit pengolahan.

1) Ruang penerimaan

Ruang penerimaan bahan baku di UPI PT X terpisah dengan ruang produksi. Pemisah kedua ruangan ini adalah pintu yang diberi plastik curtain. Ruang penerimaan digunakan untuk melakukan prosedur penerimaan bahan baku, proses cutting dan fileting.

Lantai, dinding, dan langit-langit ruang penerimaan bahan baku PT X terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. Pada ruangan ini juga tersedia air bersih dalam jumlah yang cukup. Lantai didesain dengan kemiringan yang cukup sehingga limbah cair dapat mengalir dengan baik ke saluran pembuangan pada sudut ruangan. Selain itu, ruang penerimaan bahan baku tertutup dari lingkungan luar. Untuk mencegah masuknya serangga (lalat), PT X memasang lampu anti serangga pada pintu masuk ikan dan pintu masuk karyawan. Berdasarkan penilaian kesesuaian dengan acuan (Lampiran 6) (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) ruang penerimaan bahan baku PT X memenuhi persyaratan higiene.

2) Ruang penanganan dan pengolahan

Ruang penanganan dan pengolahan adalah ruangan utama pada industri pengolahan pangan. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menata ruangan ini. Konstruksi bangunan, tata letak peralatan, dan pemilihan bahan untuk alat-alat yang kontak dengan bahan baku harus direncanakan dan dipilih sesuai dengan kegunaannya (Lelieveld et al. 2003). Kondisi ruang penanganan dan pengolahan di unit pengolahan ini yaitu tertutup dari lingkungan luar; komponen ruangan (lantai, dinding, dan langit-langit) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan bersih dan diperbaiki; tersedia air bersih dalam jumlah cukup; saluran limbah mengalir dengan baik; dan di pintu masuk di pasang lampu anti serangga.

Berdasarkan penilaian kesesuaian dengan acuan (Lampiran 6) (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) ruang penanganan dan pengolahan PT X memadai untuk melaksanakan proses produksi secara higienis. 3) Lantai

Lantai di unit pengolahan PT X adalah ubin keramik berukuran 30x30 cm yang berwarna putih. Ubin ini kedap air dan tidak korosif. Kemiringan lantai di area pengolahan masih cukup untuk mengalirkan air dari proses pengolahan karena tidak terlihat air menggenang di lantai ruang produksi. Berdasarkan penilaian kesesuaian dengan acuan (Lampiran 6) (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) kondisi lantai memenuhi persyaratan. 4) Dinding

Dinding bangunan PT X adalah tembok beton. Tinggi dinding dari lantai hingga langit-langit di ruang pengolahan ± 4 meter. Ketinggian ini cukup untuk terlaksananya proses produksi yang higienis. Dinding bagian dalam di ruang pengolahan dilapisi dengan ubin keramik hingga ketinggian 1.5 meter dan sisanya dicat berwarna putih. Pelapisan dinding dengan ubin keramik membuat dinding bagian dalam kedap air, mudah dibersihkan dan tahan lama. Pertemuan antara dinding dan lantai juga tidak membentuk sudut sehingga dapat mencegah akumulasi atau penumpukan debu dan kotoran. Berdasarkan penilaian kesesuaian dengan acuan (Lampiran 6) (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) kondisi dinding memenuhi persyaratan.

5) Langit-langit

Langit-langit bangunan UPI PT X berwarna putih terang, terlihat bersih dan halus. Berdasarkan pengamatan, tidak dijumpai pipa-pipa yang menonjol pada langit-langit unit pengolahan. Pemeliharaan langit-langit dilakukan dengan pembersihan yang teratur dan pengecekan kondisi langit-langit. Hal ini merupakan tindakan yang tepat karena adanya celah pada langit-langit dapat menjadi tempat akumulasi debu dan kotoran maupun rembesan air yang dapat jatuh mengenai produk yang sedang diproses (Wierenga & Holah 2003; Winarno & Surono 2004). Kondisi langit-langit bangunan di PT X memenuhi persyaratan acuan (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) pada penilaian kesesuaian higiene desain dan layout (Lampiran 6).

6) Pintu

Pintu utama menuju ruang produksi terbuat dari bahan stainless steel yang cukup kuat dan mudah dibersihkan. Pada pintu tersebut dipasang tombol pembuka/penutup otomatis. Tirai dari plastik curtain dipasang pada pintu untuk mencegah masuknya debu dari lingkungan luar secara berlebihan. Plastik curtain yang digunakan sebagai tirai pintu bersifat relatif tahan lama, tahan korosi, permukaannya halus serta mudah dicuci. Alat penangkal serangga dan lalat dipasang pada setiap pintu ruang pengolahan yang berhubungan dengan lingkungan luar. Kondisi pintu tersebut sesuai dengan acuan (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) yang digunakan pada tahap penilaian kesesuaian higiene pada aspek desain dan layout (Lampiran 6). 7) Ventilasi

Menurut Cramer (2006), ventilasi yang dibangun harus dapat berrfungsi untuk membuang asap, uap atau bau tidak sedap dari UPI dan membawa udara segar. Ventilasi juga berfungsi memberikan kenyamanan kepada pekerja. Sistem sirkulasi udara pada PT X menggunakan blower dan air conditioner (AC). Blower berfungsi mengalirkan udara ke luar ruangan sedangkan AC berfungsi mengalirkan udara pada ruangan. PT X tidak melakukan proses produksi yang menghasilkan asap maupun uap panas sehingga penggunaan blower dan air conditioner (AC) pada ruang proses dapat dikatakan sesuai.

8) Penerangan

Penerangan ruang proses menggunakan lampu TL (tube lamp) 40 watt. Wierenga dan Holah (2003) menyatakan bahwa lampu harus dilindungi dengan pelapis, biasanya polikarbonat, untuk melindungi kaca dan memuatnya bila pecah. Dalam hal ini, PT X menyusun lampu dalam rumah-rumahan yang masing- masing terdiri dari dua lampu TL. Setiap rumah-rumahan lampu dilindungi dengan plastik mika transparan. Plastik mika berfungsi untuk memudahkan pembersihan dan melindungi lampu.

Kekuatan cahaya lampu minimum untuk pengolahan adalah 500-600 lux (Wierenga & Holah 2003). Fasilitas penerangan di ruang proses PT X tidak diukur menggunakan alat khusus sehingga tidak diketahui secara pasti intensitasnya. Namun, berdasarkan pengamatan intensitas penerangan sudah

memadai untuk mendukung berlangsungnya proses pengolahan yang higienis. Kondisi penerangan sesuai persyaratan pada acuan (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) yang digunakan pada tahap penilaian kesesuaian higiene pada aspek desain dan layout (Lampiran 6).

(3) Peralatan

Perlengkapan dan peralatan yang kontak dengan bahan baku atau produk tuna loin diantaranya meja produksi, talenan, pisau, keranjang, timbangan, spons, dan nampan. Meja produksi, pisau dan nampan terbuat dari bahan stainless steel, sedangkan keranjang, dan talenan dari bahan plastik yang keras. Peralatan yang digunakan tersebut bersifat tahan karat, kedap air, dan permukaannya relatif halus sehingga mudah dibersihkan.

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menangani produk di unit pengolahan ini tidak digunakan untuk melakukan hal yang lain. Setelah digunakan, peralatan dikumpulkan dan dibawa menuju ruang pencucian untuk dibersihkan dan didisinfeksi. Ruang pencucian berada di ruang yang terpisah dari ruang pengolahan. Saluran pembuangan air di tempat pencucian juga cukup baik, terlihat dari tidak adanya air yang tergenang.

(4) Fasilitas

Keputusan untuk menambah investasi fasilitas dalam proses produksi selalu berorientasi pada profit yang akan diperoleh perusahaan. Berinvestasi untuk fasilitas higiene sangat penting untuk dilakukan karena akan menjadi pondasi yang kuat bagi kegiatan produksi perusahaan terutama untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Untuk itu diperlukan suatu rancangan higiene yang bagaimanapun juga harus cocok dan mendukung persyaratan-persyaratan lainnya (Lelieveld et al 2003).

1) Suplai air dan es

Air dalam industri pangan digunakan sebagai bahan baku proses dan pencucian alat. Air sebagai bahan baku dan bahan pembantu dalam proses produksi dapat meningkatkan potensi kontaminasi. Oleh karena itu, semua air yang kontak dengan produk harus berkualitas air minum (potable water) dan bebas dari bakteri patogen (Lelieveld et al. 2003; Winarno & Surono 2004).

Pasokan air bersih PT X diperoleh dari Perusahaan Air Minum (PAM) Muara Baru. Air bersih tersebut belum memenuhi standar air minum untuk keperluan proses produksi. Air dengan kualitas air minum diperoleh dengan melakukan proses filtrasi, ozonisasi dan penyinaran utraviolet (UV).

Pengawasan kualitas air dan es dilakukan setiap satu minggu sekali. Sampel air diambil dari keran yang ada pada ruang produksi dan sampel es diambil dari mesin flake ice. Sampel air dan es diambil secara aseptik masing-masing sebanyak dua sampel. Sampel tersebut kemudian dianalisis kualitasnya di laboratorium internal PT X (contoh hasil pengujian air dapat dilihat pada Lampiran 20)

Upaya pengendalian dan pengawasan distribusi air dilakukan oleh mekanis. Upaya tersebut dilakukan dengan pemberian nomor pada setiap outlet dan keran air. Penomoran tersebut bertujuan untuk menandai keran mana saja yang mengeluarkan air yang berkualitas air minum, tidak berkualitas air minum dan air hangat. Prosedur ini sesuai dengan acuan (Dirjen P2HP 2007, Mariot dan Gravani 2006, CAC 2003, Leliveld et al. 2003) yang digunakan pada tahap penilaian kesesuaian fasilitas air dan es (Lampiran 6).

2) Fasilitas pencucian tangan dan disinfeksi

Fasilitas pencucian tangan dan foot bath di PT X terdapat di pintu masuk menuju ruang produksi. Hanya terdapat satu pintu masuk menuju ruang produksi yang juga digunakan sebagai pintu keluar. Fasilitas foot bath di unit pengolahan ini berupa bak dengan kedalaman ±40 cm dan berisi air yang mengandung klorin 200 ppm.

Fasilitas pencuci tangan dioperasikan menggunakan sensor atau tidak dioperasikan dengan tangan. Setiap fasilitas pencuci tangan dilengkapi dengan sabun sebagai desinfektan. Berdasarkan wawancara dengan manajer pabrik, sabun yang digunakan telah sesuai dengan persyaratan yang dibuat oleh Dinas Perikanan setempat. Fasilitas pencucian tangan dan disinfeksi telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

3) Ruang ganti, kamar mandi dan toilet

Ruang ganti karyawan digunakan untuk tempat mengganti baju yang dikenakan dari luar dengan baju khusus (seragam) untuk bekerja. Ruang ganti tersebut berada di ruangan dan bangunan yang terpisah dari unit produksi. Ruang

ganti untuk karyawan pria dan wanita dibedakan namun letaknya berdampingan. Ruang ganti karyawan dilengkapi dengan loker untuk menyimpan barang-barang pekerja. Dinding dan lantai ruang ganti terbuat dari ubin keramik berwarna putih yang mudah dibersihkan.

Jumlah toilet di unit pengolahan ini empat buah yang terdiri dari dua toilet untuk karyawan proses, satu toilet untuk karyawan administrasi dan tamu, serta satu toilet dilantai tiga untuk karyawan binatu dan sanitasi. Jumlah toilet atau jamban untuk 50 – 100 karyawan adalah tiga jamban (Winarno dan Surono 2004). Jumlah karyawan proses pada PT X adalah 87 orang yang terdiri dari 77 orang dan 10 orang karyawan administrasi. Berdasarkan hal tersebut empat toilet yang ada dapat mencukupi bagi 87 karyawan.

Jenis jamban yang digunakan pada toilet adalah tipe leher angsa, sesuai dengan spesifikasi toilet menurut Winarno dan Surono (2004). Toilet yang diperuntukkan bagi karyawan administrasi, supervisor, dan manajer berada di tempat terpisah dan relatif bersih. Demikian pula kondisi toilet yang diperuntukkan bagi pekerja. Toilet dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan. Fasilitas ruang ganti, kamar mandi dan toilet di PT X telah memenuhi persyaratan.

4) Ruang pendinginan dan gudang beku

Permukaan lantai, dinding, dan langit-langit ruang pendingin dan ruang pembekuan terbuat dari bahan plat stainless steel. Bahan ini bersifat kedap air sehingga mudah dicuci dan didisinfeksi pada saat tidak beroperasi. Selain itu, relatif tahan lama dan dapat mencegah akumulasi kotoran, jamur, dan pengelupasan.

Pada ruang pendinginan dan gudang beku terdapat alat sensor suhu yang dimonitor oleh petugas setiap dua jam sekali. Pihak PT X melakukan perekaman pada kegiatan kontrol dan monitoring suhu ruang pendingin (chilling room) dengan chilling temperature monitoring kontrol (Lampiran 11), ruang pembekuan dengan frezzing monitoring report (Lampiran 12) dan gudang (cold storage) dengan cold storage temperature report (Lampiran 13). Tirai udara dipasang pada pintu gudang beku, ruang pembeku dan ruang pendingin sedangkan pada anteroom tidak dipasang tirai udara.

Kapasitas ruang pendingin (chilling room) dan pembeku (air blast freezing) yang dimiliki oleh PT X memadai untuk menampung produk. Menurut pihak perusahaan gudang beku (cold storage) mempunyai kapasitas terbatas dan kurang memadai sehingga menyulitkan pihak perusahaan untuk menerapkan sistem FIFO (first in first out). Tidak diterapkannya sistem FIFO dalam penyimpanan produk merupakan suatu penyimpangan waktu dan suhu yang dapat menjadi penyebab bahaya histamin. Oleh karena itu, sistem ini harus segera diperbaiki.

5) Sistem pembuangan limbah

Penanganan limbah dan sampah merupakan salah satu permasalahan penting pada industri pangan. Permasalahan utama limbah dari industri pengolahan pangan adalah bahan organik yang terkandung di dalamnya. Bahan organik yang sangat banyak dalam limbah industri pengolahan pangan merupakan sumber makanan bagi mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh dengan cepat. Hal ini dapat menyebabkan ketersediaan oksigen yang terlarut dalam air menjadi berkurang. Penurunan jumlah oksigen terlarut secara signifikan dapat

membahayakan organisme akuatik yang ada di dalamnya (Marriot & Gravani 2006).

Penanganan limbah cair di PT X diantaranya dilakukan dengan membuat sistem penampungan limbah secara bertingkat. Limbah cair dari pengolahan dialirkan ke luar unit pengolahan dengan selokan pada pojok ruangan. Limbah cair ini disaring kemudian dialirkan menuju tangki penampungan pada Unit Pengolahan Limbah (UPL) di kompleks Perum Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) Muara Baru, Jakarta Utara.

Limbah ikan dari proses cuting seluruhnya dibeli oleh pengumpul untuk dimanfaatkan, sehingga tidak ada bagian ikan yang dibuang. Limbah padat selain ikan (plastik, spons, gloves, dll.) ditempatkan dalam wadah fiber yang memiliki tutup. Limbah padat dan kering ditempatkan pada wadah yang berbeda. Setiap hari, petugas sanitasi mengumpulkan limbah-limbah padat dengan trash bag kemudian limbah tersebut akan diangkut oleh petugas kebersihan Muara Baru (Alur pembuangan limbah padat dapat dilihat pada Lampiran 14).

6) Pengawasan binatang pengerat (pest kontrol)

Prosedur pengendalian binatang pengganggu dilakukan dengan memasang perangkap di sekitar bangunan unit pengolahan dan lampu insectkill di setiap pintu masuk menuju ruang produksi. Selain itu, perusahaan juga melakukan fogging setiap bulan.

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa perusahaan mengontrak suatu instansi untuk penanganan binatang pengganggu. Instansi tersebut membuat peta penyebaran pemasangan perangkap untuk memudahkan pengontrolan. Pengontrolan dilakukan dua kali seminggu pada sore hari setelah proses produksi selesai.

Fogging merupakan prosedur disinfeksi ruangan menggunakan bahan kimia yang didispersikan. Berdasarkan wawancara dengan supervisor sanitasi unit pengolahan, fogging dilakukan setiap satu bulan sekali. Prosedur ini dilakukan pada saat tidak ada proses produksi dan biasanya dilakukan pada sore hari. Fogging efektif untuk menurunkan populasi mikroba di udara hingga 2-3 log dalam 30-60 menit. Alat fogging yang paling efektif adalah kompresor udara yang dapat menghasilkan partikel berukuran 10-20 mikron. Untuk disinfeksi permukaan, fogging hanya efektif jika bahan kimia dapat mengendap di permukaan alat (Holah 2003).

Dokumen terkait