• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.9. Desain Penelitian

Untuk menunjukkan langkah-langkah dalam penelitian ini, maka penelitian didesain sebagai berikut:

Gambar 3.9 Desain penelitian

Metode penelitian

Tinjauan kepustakaan Politik Pembangunan

Al Washliyah

Interview

Data

Hasil Dan Pembahasan

Analisis

Ideologi Strategi capaian

Civil Society

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sejarah Al Jam’iyatul Washliyah

Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30 November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Al Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Jam’iyatul Washliyah lahir ketika bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda (Nederlands Hindie), sehingga pendiri Al Jam’iyatul Washliyah ketika itu turut pula berperang melawan penjajah Belanda. Tidak sedikit tokoh Al Jam’iyatul Washliyah yang ditangkap Belanda dan dijebloskan ke penjara. Tujuan utama untuk mendirikan organisasi Al Jam’iyatul Washliyah ketika itu adalah untuk mempersatukan umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Perpecahan dan perbedaan tersebut merupakan salah satu strategi Belanda untuk terus berkuasa di bumi Indonesia.

Organisasi Al Jam’iyatul Washliyah turut pula meraih kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan umat di Indonesia. Penjajah belanda yang menguasai bumi Indonesia terus berupaya agar bangsa Indonesia tidak bersatu, sehingga mereka terus mengadu domba rakyat. Segala cara dilakukan penjajah agar rakyat Indonesia terpecah belah. karena bila rakyat Indonesia bersatu maka dikhawatirkan bisa melawan penjajah Belanda. Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi Agama Islam. Umat Islam kala itu dapat dipecah belah lantaran perbedaan pandangan dalam hal ibadah dan cabang dari agama (furu’iyah). Kondisi ini terus meruncing, hingga umat Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari kian tajam dan sampai pada tingkat meresahkan.

Dengan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara khususnya

di Kota Medan, pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan, berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah itu. Upaya untuk mempersatukan umat Islam terus dilakukan dan akhirnya terbentuklah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah yang Artinya Perkumpulan Yang Menghubungkan.

Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah SWT (Hablun Minallah) dan menghubungkan manusia dengan manusia (Sesama Umat Islam) atau Hablun Minannas.

4.1.1. Visi dan Misi Al Jam’iyatul Washliyah

Setelah lama berdiri Al Jam’iyatul Washliyah banyak mengalami kemajuan meskipun kemajuan tersebut masih jauh dari harapan para pendiri-pendiri Al Jam’iyatul Washliyah. Pasang surut tersebut merupakan salah satu ciri atas keunikan internal Al Jam’iyatul Washliyah sebagaimana ditemukan bahwa istilah politik pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah banyak yang tidak ingin menjadi aktor utama untuk membuat terobosan baru sehingga menyulitkan untuk menjadikan Al Jam’iyatul Washliyah sebagai organisasi terbesar di Indonesia. Sebagai langkah-langkah yang di tempuh dengan penguatan visi Al Jam’iyatul Washliyah cara pandang yang jauh ke depan organisasi ini harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif sedangkan misi Al Jam’iyatul Washliyah ini adalah jabaran dari visi dalam bentuk program kerja bidang pendidikan, dakwah dan sosial.

Sejak awal mulai berdirinya, Al Jam’iyatul Washliyah memposisikan diri secara independen yang tidak berafiliasi ke partai politik manapun, ormas yang bergerak dalam wilayah non-politik, yang berbeda sama sekali dengan partai politik yang sesungguhnya arah dan keterlibatan kebijakan organisasinya senantiasa bermuatan politik. Al Jam’iyatul Washliyah tidak membatasi anggotanya secara pribadi yang ingin mengembangkan kariernya dalam rangka amal shalih

(pendidikan, dakwah dan sosial/ekonomi) kepada partai politik dan ormas yang sah tidak bertentangan dengan ideologi Negara RI.

Al Jam’iyatul Washliyah tetap independen secara organisasi, tetapi luas untuk pribadi anggotanya dalam berbagai partai politik, yang tentu saja tidak menyertaikan simbol-simbol Al Jam’iyatul Washliyah didalamnya. Al Jam’iyatul Washliyah sama sekali tidak bergerak dalam wilayah politik. Ini tidak berarti bahwa Al Jam’iyatul Washliyah lalu alergi pada urusan politik, sebab politik dalam arti siyasah adalah juga menjadi bagian dari urat nadi perjalanan kehidupan umat manusia, sepertinya dakwah memang sudah tidak dapat dipisahkan lagi dalam urusan keumatan dalam agama Islam. Sesungguhnya dakwah yang berarti menyeru, memanggil dan juga mengajak untuk hal tertentu. Berdasarkan istilah, dakwah dapat diartikan sebagai proses mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. Proses dan dapat dilakukan secara lisan maupun perbuatan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Dakwah tidak hanya disampaikan melalui ceramah tapi juga aksi seperti kegiatan sosial misalnya membangun masjid, perpustakaan atau memberikan santunan agar orang jauh dari kekufuran dan kefakiran. Dari penjelasan yang telah dikemukakan diatas bahwa perlu kiranya dijelaskan pula apa sebenarnya visi dan misi Al Jam’iyatul Washliyah.

Visi Al Jam’iyatul Washliyah adalah melaksanakan hablum minallah wa hablum minas dan turut menciptakan Negara yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur, serta terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang islami.

Misi Al Jam’iyatul Washliyah adalah membangun umat masyarakat dan bangsa Indonesia untuk bertakwa kepada Allah SWT, berpengetahuan luas serta berakhlak mulia.

Berdasarkan dokumen resmi yang ada, diketahui bahwa pada awal pembentukannya organisasi Al Jam’iyatul Washliyah memiliki misi :

a. Mengusahakan berlakunya hukum-hukum Islam.

b. Memperbanyak tablig, tazkir dan pengajian di tengah-tengah umat Islam.

c. Menerbitkan kitab-kitab, surat-surat kabar, majalah, surat-surat siaran dan mengadakan taman bacaan.

d. Membangun perguruan dan mengatur kesempurnaan pelajaran, pendidikan dan kebudayaan.

e. Menyantuni fakir miskin dan memelihara serta mendidik anak yatim piatu.

f. Menyampaikan seruan Islam kepada orang-orang yang belum beragama Islam.

g. Mendirikan, memelihara dan memperbaiki tempat beribadat.

h. Memajukan dan menggembirakan penghidupan dengan jalan yang halal.

• Landasan Ideologi

Di dalam anggaran dasar Al Jam’iyatul Washliyah pasal 2 tercantum azas Al Jam’iyatul Washliyah. Perkumpulan ini berazaskan pada ajaran Islam dalam hukum fikih bermazhab Syafi’i dan dalam i’tiqad Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah.39 Maksudnya adalah bahwa setiap gerak, cita-cita, dan usaha-usaha perhimpunan ini haruslah sesuai dengan tuntutan dan ajaran Islam. Tujuan utama untuk mendirikan organisasi Al Jam’iyatul Washliyah ketika itu adalah untuk mempersatukan umat yang berpecah belah dari berbagai perbedaan pandangan.

• Landasan Struktural

Landasan struktural adalah adanya organisasi yang teratur, rapi, pembagian tugas yang jelas dari pimpinan yang di atas sampai dengan pengurus dan anggota yang di bawah, berpucuk, bercabang, berurat, dan berakar, stabil, dan disiplin,

39 AD/ART Al Washliyah, 2010, cet. ke-1, h. 5.

berjenjang naik tangga turun. Kebenaran yang tidak terorganisir dapat dipunahkan oleh kebatilan yang terorganisir.40

Untuk landasan struktural ini, anggaran dasar Al Jam’iyatul Washliyah pasal 9 sampai dengan 17 dapat diperjelas dan diperinci oleh Anggaran Rumah Tangga Al Jam’iyatul Washliyah antara lain:

1. Susunan pimpinan

- Pengurus Besar (PB) sebagai pimpinan yang tertinggi untuk seluruh Indonesia.

- Pimpinan Wilayah (PW) sebagai pimpinan yang tertinggi untuk suatu wilayah daerah tingkat I (provinsi).

- Pimpinan Daerah (PD) sebagai pimpinan tertinggi untuk suatu wilayah daerah tingkat II (kabupaten/kota).

- Pimpinan Cabang (PC) sebagai pimpinan tertinggi untuk suatu wilayah daerah tingkat III (kecamatan).

- Pimpinan Ranting (PR) sebagai pimpinan yang tertinggi di dalam suatu wilayah daerah desa/kelurahan/kampung.

2. Dewan yakni Dewan Fatwa dan Dewan Pertimbangan. Dewan ini hanya ada di tingkat Pengurus Besar saja.

3. Majelis

a. Majelis Pendidikan b. Majelis Dakwah c. Majelis Amal Sosial

d. Majelis Pembinaan dan Pengembangan Ekonomi Ummat e. Majelis Konsolidasi dan Kaderisasi

40 Ismed Batubara & Ja’far, Bunga Rampai Al-Jam’iyatul Washliyah (Banda Aceh: Al-Washliyah University Press, 2010), cet. ke-1, h. 30.

f. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia

g. Majelis Hubungan Kelembagaan, Organisasi Dalam dan Luar Negeri 4. Bahagian

a. Ikatan Putera Puteri Al Jam’iyatul Washliyah / Ikatan Pelajar Al Jam’iyatul Washliyah (IPA) untuk para pelajar.

b. Himpunan Mahasiswa Al Jam’iyatul Washliyah (HIMMAH) untuk mahasiswa.

c. Gerakan Pemuda Al Jam’iyatul Washliyah (GPA) untuk pemuda.

d. Angkatan Puteri Al Jam’iyatul Washliyah (APA) untuk Wanita (pemudi) e. Ikatan Guru dan Dosen Al Jam’iyatul Washliyah (IGDA) untuk guru dan

dosen

f. Ikatan Sarjana Al Jam’iyatul Washliyah (ISARAH) untuk para sarjana, dan g. Muslimat Al Jam’iyatul Washliyah untuk para ibu-ibu.41

Semua organisasi bahagian tersebut berada pada garis kordinasi dengan Al Jam’iyatul Washliyah sesuai tingkatan masing-masing sebagai organisasi induknya.

Dan mempunyai pucuk pimpinan organisasi masing-masing (Pimpinan Pusat) pula yang juga berkedudukan di Jakarta. Organisasi bagian adalah organisasi otonom yang tidak terlepas dari organisasi Al Jam’iyatul Washliyah, berada dibawah pengawasan dan bimbingan Pengurus Besar, serta seasas dan setujuan dengan Al Jam’iyatul Washliyah.

Sejak Al Jam’iyatul Washliyah didirikan tahun 1930, organisasi ini terus melakukan pengembangan dalam menjalankan usaha-usahanya, yaitu dakwah, pendidikan dan amal sosial. Untuk memaksimalkan pencapaian usaha tersebut, maka secara struktural Al Jam’iyatul Washliyah membentuk kepengurusan dari mulai

41 AD/ART Al Washliyah, 2010, cet. ke-1, h. 26-30.

tingkat Pengurus Besar yang berkedudukan di Ibukota Negara, sampai ke tingkat Pimpinan Ranting di Desa/Kelurahan.

Sumatera Utara sebagai daerah tempat kelahiran organisasi Al Jam’iyatul Washliyah telah memiliki struktur kepengurusan baik itu organisasi induk maupun organisasi bagiannya. Saat ini berdasarkan data yang ada pada Pimpinan Wilayah Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara, terdapat 25 Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten/Kota, yatitu :

1. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Langkat.

2. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Deli Serdang.

3. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Karo.

5. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Dairi.

6. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Pakpak Barat.

7. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Simalungun.

8. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Batubara.

9. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Asahan.

10. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Labuhan Batu Utara.

11. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Labuhan Batu.

12. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

13. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Toba Samosir.

14. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Tapanuli Selatan.

15. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Padanglawas.

16. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Padanglawas Utara.

17. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Mandailing Natal.

18. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Tapanuli Tengah.

19. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Nias.

20. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kota Medan.

21. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kota Binjai.

22. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kota Tebing Tinggi.

23. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kota Tanjung Balai.

24. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kota Padang Sidimpuan.

25. Pimpinan Daerah Al Jam’iyatul Washliyah Kota Sibolga.

Mengingat peran serta Al Jam’iyatul Washliyah sangat besar dalam pembangunan bangsa sehingga dari visi yang di tanamkan di Al Jam’iyatul Washliyah benar-benar untuk kebangkitan umat Islam di dunia. Menurut Shukri Hanapi (2011).42 istilah kebangkitan semula Islam merujuk kepada kesungguhan umat Islam menegakkan semula Islam dalam kehidupan. Ia bersifat menyeluruh dan merangkumi berbagai sudut. Misalnya, sudut pengkajian pemahaman, penghayatan, pelaksanaan dan perkembangan Islam.

4.2. Kondisi Kaderisasi PB Al Jam’iyatul Washliyah

Al Jam’iyatul Washliyah dilahirkan sebagai sarana untuk meneruskan estafet perjuangan suci yang dimulai oleh Rasulullah SAW, diteruskan para Sahabat dan Tabi’in, lalu diteruskan dari generasi ke generasi yang akhirnya sampai ke Indonesia. Al Jam’iyatul Washliyah muncul merupakan bentuk partisipasi terkoordinir untuk memajukan umat Islam dan anak bangsa di bumi nusantara sekaligus membentuk perlawanan untuk serta mengusir penjajah. Dalam menggalang persatuan dan kesatuan, Al Jam’iyatul Washliyah dalam salah satu usahanya selalu membangun jiwa kebersamaan di antara anggotanya, dalam menggalang semangat kebersamaan Al Jam’iyatul Washliyah menciptakan suatu struktur yang dinamakan Koordinator Kader Al Jam’iyatul Washliyah (KOKAL) pembentukan kokal tersebut bertujuan agar dapat menjadi pemersatu kader-kader

42 Shukri Hanapi (2011)

yang pro terhadap Golkar dan PPP. Dalam menjalin hubungan dengan warga Al Jam’iyatul Washliyah melakukan konsolidasi yang baik di mana terbina hubungan batin diantara anggotanya seolah-olah mereka bagaikan suatu keluarga besar yang saling membela. Semangat kebangsaan warga Al Jam’iyatul Washliyah selalu dibawa dalam menggerakkan massa untuk menggunakan hak-hak politiknya dan lain-lain.

Kader dakwah juga melakukan mobilisasi horizontal ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, menyiapkan masyarakat agar mereka menerima Islam serta produk kebijakan yang islamik. Sebenarnya tak ada yang luar biasa dengan capaian, suatu kepercayaan dalam umat. Bahkan tidak terlalu salah kalau dikatakan, bahwa capaian itu agak terlambat.

Pada awal perumusan peraturan pemerintah terhadap organisasi kemasyarakat di Indonesia internal Al Jam’iyatul Washliyah melaksanakan Sidang PB dengan tujuan melaksanakan tuntutan agama Islam untuk kebahagiaan dunia dan akhirat serta tidak menjadikan Al Jam’iyatul Washliyah sebagai masyarakat sipil yang anti terhadap isu-isu negatif dalam bernegara yang dapat memecah belah bangsa yang sama halnya sebelum kemerdekaan oleh Belanda. Ketika penerapan azas tunggal Pancasila diberlakukan seluruh ormas-ormas Islam di Indonesia termasuk ke ranah ormas Islam Al Jam’iyatul Washliyah terlihat dalam implementasinya adanya sikap yang tidak baik yakni pembatasan kegiatan kaderisasi oleh pemerintah, wajib melakukan pelaporan setiap kali akan mengadakan kaderisasi. Dengan keadaan tersebut menimbulkan persoalan bagi internal Al Jam’iyatul Washliyah yakni proses kaderisasi internal mengalami dilema yang sangat serius sehingga pada saat itu terdapat kelompok-kelompok yang tergabung dalam keluarga besar Al Jam’iyatul Washliyah melakukan penolakan terhadap azas tunggal Pancasila yang disebut sebagai Komando Jihad yang terbentuk secara konstan di luar internal Al

Jam’iyatul Washliyah yang memiliki peranan untuk penyeimbang kebijakan pemerintah dan memiliki sikap tegas terhadap penolakan asas tunggal Pancasila.43

Hambatan dalam kaderisasasi struktur PB Al Jam’iyatul Washliyah akibat asas tunggal Pancasila yakni semakin tidak terkoordinasinya kader-kader di level daerah akibat pola komunikasi yang tidak terbangun dengan maksimal akhirnya memberi dampak yang besar dengan melemahkan proses kaderisasi masyarakat sipil Al Jam’iyatul Washliyah. Keadaan tersebut semakin dirasakan hingga sampai awal reformasi dengan melihat bahwa hubungan di tingkat lokal tidak mampu menjalin komunikasi secara intens hingga pada level paling bahwa sekalipun.

4.3. Kondisi Organisasi Al Jam’iyatul Washliyah

Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi massa namun kegiatannya tidak terlepas dari kegiatan politik praktis, baik secara individu maupun secara kelembagaan, memberi pengaruh dalam menentukan komposisi keanggotaan dalam posisi legislatif. Organisasi Al Jam’iyatul Washliyah memiliki potensi untuk menggerakkan dan memobilisasi massa dan dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan berdasarkan pendapat dan pandangan politiknya. Peranannya dalam politik praktis cukup besar yakni di partai Masyumi, lalu kemudian bergerak ke partai-partai besar seperti Golkar dan PPP. Organisasi Al Jam’iyatul Washliyah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembangunan bangsa terlihat dari sepak terjang para tokoh-tokoh pendiri bangsa sepeti Ismail Banda, Arsyad Thalib Lubis, Abdurrahman Syihab, Adnan Lubis, Muhammad Yunus dan tokoh lainnya. Namun sangat ironis ketika melihat campur tangan negara yang begitu besar untuk menundukkan seluruh elemen ormas agar patuh akan aturan-aturan negara dampak dari itu adalah sebagai partai penguasa Golkar ingin menguasai tatanan elemen masyarakat dan menjadikan gesekan di internal masyarakat sipil lainnya. Selain itu

43 Wawancara dengan Rijal Sirait, tanggal 10 April 2017.

Al Jam’iyatul Washliyah juga mengalami dilema akan sikap otoritarianisme pemerintah sehingga menimbulkan benturan yakni dalam pembentukan kegiatan Muktamar dan juga meminta agar materi akidah mengikuti ketentuan dari pemerintah.

Sebagai ormas Islam yang bergerak bidang sosial Al Jam’iyatul Washliyah dalam memperkasakan masyarakat berupaya menciptakan perubahan untuk kemaslahatan warga dengan memiliki program kerja terutamanya berupaya unutk meningkatkan pendidikan masyarakat. Untuk menciptakannya Al Jam’iyatul Washliyah membentuk beberapa majlis yang digerakkan dengan berbagai kekhasan yaitu, Majlis Tabligh untuk mengurusi kegiatan dakwah Islam dalam bentuk ceramah. Majlis Tarbiyah untuk mengurusi masalah pembinaan pendidikan dan pengajaran. Majlis Dana Belajar yang mengurusi dukungan keuangan untuk pelajar-pelajar diluar negeri. Majlis Fatwa yang mengeluarkan fatwa mengenai masalah sosial yang belum jelas status hukumnya bagi masyarakat. Majlis Hazanatul Islamiyah yang mengurus bantuan sosial untuk anak yatim piatu dan fakir miskin;

serta aktifitas tolong menolong, Majlis Penyiaran Islam yang bergerak dibidang percetakan dan penerbitan majalah, jurnal, dan sebagainya. Tabliqh berfungsi meningkatkan pengetahuan baik yang berkaitan dengan masalah dunia maupun akhirat.

Di samping itu pula berfungsi sebagai sarana komunikasi sehingga terjadi interaksi dan saling memberi informasi dan menerima pengetahuan atau pengalaman, kenyataan tersebut menunjukkan bahwa tabligh memiliki banyak fungsi, seperti menambah pengetahuan masyarakat, mempererat hubungan sosial dan sekaligus meningkatkan jumlah ahli Al Jam’iyatul Washliyah. Organisasi ini juga mengikuti cara modern, bahkan kadang-kadang untuk Tabligh Akbar Al Jam’iyatul Washliyah menyebarkan selebaran yang berisi pokok-pokok pembicaraan yang akan disiapkan

dengan cara ini orang-orang Al Jam’iyatul Washliyah akan mengetahui ini tabligh terlebih dahulu dan diharapkan pengunjung lebih banyak yang datang.

Sedangkan untuk kegiatan tarbiyah didirikan lembaga formal untuk pendidikan pengajaran atau yang dikenal dengan madrasah. Dalam mengatur lembaga pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah lebih mengutamakan keterbukaan sehingga lembaga pendidikan mengalami kemajuan. Majelis penerbitan Al Jam’iyatul Washliyah selain bertugas untuk menyiarkan Al Jam’iyatul Washliyah juga menjadi sarana iklan bagi perusahaan dan juga organisasi lainnya. Majlis fatwa mengeluarkan fatwa selalu mengikuti hukum yang telah ditetapkan oleh ulama-ulama fiqih yang diyakini tidak menyimpang dari sumbernya yakni Al-qur’an dan Hadits namun masalah-masalah tertentu yang menyangkut bidang sosial mereka bersikap Tasamuh (toleran).

Majelis Hazantul Islamiyah berusaha mengumpulkan dana melalui zakat, wakaf dan sumbangan masyarakat. Tujuannya adalah memelihara anak miskin dan yatim piatu, membantu penyiaran Islam dan orang-orang yang baru memeluk agama Islam (Mualaf), serta kegiatan tolong menolong lainnya yang bersifat suka rela.

PEMBAHASAN

4.4. Ideologi Sebagai Identitas Politik Pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah

Ideologi hadir dalam setiap program politik, program yang dimaksudkan adalah pemeliharaan dan transformasi tatanan sosial. Dalam pandangan lain ideologi dikaitkan dengan proses pembenaran hubungan dengan proses dominasi.44 Menurut Mansour Faqih (1999:48-49) ideologi pembangunan (developmentalisme,) adalah satu paham dimana ideologi atau modernisasi sejak dalam gagasan dan konsepsi

44 Warjio 2015. Politik Belah Bambu Jokowi. Penerbit: Puspantara Jl. Abadi Komp.Abadi Place Blok E-01 Tj. Rejo –Medan Hal. 26

tidak dalam usaha untuk memajukan atau terciptanya dunia yang adil secara mendasar. 45

Pada umumnya, perspektif ideologi politik pembangunan didasarkan pada dua kutub yaitu kutub kapitalisme dan kutub sosialisme. Paham kapitalisme menginginkan individu tanpa ada intervensi dari pemerintah sedikitpun, semuanya dibiarkan bersaing dalam pasar bebas. Sebaliknya, pada sosialisme menegaskan harta benda, industrialisme dan perusahaan menjadi milik negara; hak-hak individu dikesampingkan, sedangkan hak-hak kolektif dikesampingkan. Perspektif dua ideologi ini biasanya didasarkan pada dua kekuatan negara adidaya yakni Amerika S erikat dan Uni Soviet. memfokuskan diri atau terjebak hanya pada fokus dua ideologi-ideologi lainnya. Sesungguhnya mengesampingkan ideologi-ideologi lainnya. Ada banyak ideologi yang digunakan dalam ideologi pembangunan tersebut.

Menurut Warjio(2016: 264) ada lima ideologi pembangunan yang biasa digunakan dalam pembangunan yakni pertama liberalisme, kapitalisme, nasionalisme, ekologisme, Islam.

Secara teoritik menerangkan bahwa dasarnya Filosofis politik pembangunan Islam terbagi menjadi lima. Pertama, Tauhid, yaitu percaya kepada keesaan Allah dan semua yang ada di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya. Dalam konteks upaya pembangunan, manusia harus sadar bahwa sumber daya yang tersedia adalah kepunyaan-Nya sehingga tidak boleh hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Manusia hanya penerima amanat atas segala sumber daya yang disediakan dan harus mengupayakan agar manfaat yang dihasilkan dapat dibagi kepada manusia lainnya. Kedua, Rububiyah, yaitu percaya kepada Allah SWT yang menentukan keberlanjutan dan hidup dari ciptaannya serta menuntut siapa saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan. Dalam konteks upaya pembangunan,

45 Mansour Faqih (1999:48-49

manusia harus sadar bahwa pencapaian tujuan pembangunan tidak hanya bergantung pada upaya sendiri, tetapi juga pada pertolongan Allah SWT, baik material maupun spiritual.

Ketiga, Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Di

Ketiga, Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Di