• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiprah Al Jam’iyatul Washliyah Dalam Pembangunan Islam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Strategi Politik Pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah

4.5.1. Kiprah Al Jam’iyatul Washliyah Dalam Pembangunan Islam

hajat hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap kelompok masyarakat berupaya untuk menyesuaikan diri dengan melengkapi keperluannya. Sesuai dengan perkembangannya Al Jam’iyatul Washliyah sebagai organisasi Islam tentu telah banyak memiliki peran yang mampu membesarkan kehidupan berbangsa dalam pembangunan. Sebagaimana diketahui bahwa Al Jam’iyatul Washliyah akan terus melanjutkan amal usahanya dengan

60 Wawancara dengan DR. Amran di jakarta

meningkatkan partisipasinya memajukan pendidikan, dakwah dan amal sosial, ikut memberantas berbagai penyakit sosial yang timbul di masyarakat, termasuk transnational crime. Penyakit sosial tersebut di antaranya masalah korupsi, kemaksiatan, pencurian, pembunuhan, perkelahian antar masyarakat, pelacuran, aborsi, perjudian, perdagangan manusia, perusakan terhadap lingkungan hidup, penyalahgunaan obat terlarang, pencucian uang, penyebaran penyakit menular dsb.

Ormas Islam yang ada di Indonesia telah masuk kedalam sebuah sistem yang wajib mengikuti dinamiki politik pembangunan bangsa. Muncul politik pembangunan didalam tubuh ormas Islam Al Jam’iyatul Washliyah. Tampaknya ormas Islam yang ada di Indonesia telah masuk kedalam sebuah sistem ketatanegaraan yang menganat system demokrasi. Sebagai warga Negara pengurus besar Al Jam’iyatul Washliyah harus patuh dan tunduk terhadap regulasi atau peraturan yang ditetapkan oleh bangsa atas dasar kemuliaan Negara. Adanya sebuah sistem diperlukan dalam pembangunan. Hal ini disebabkan sistem dapat disebuah pola yang dikehendaki dalam pembangunan sebuah sistem atau lebih akan memengaruhi bagaimana pembangunan dijalankan dan dicapai tujuan. System itu kemudian secara internasional atau juga besifat nasional. Sistem adalah mekanisme yang dimiliki oleh actor pembangunan dalam merealisasikan tujuan pembangunan.

Mekanisme terjadi secara struktural dan memiliki hubungan atau keterikatan antara satu titik tertentu dan titik yang lainnya.

System yang dibangun didalam tubuh organisasi Al Jam’iyatul Washliyah sangat bersifat normative artinya dari politik pembangunan yang dikembangankan dari level atas hingga bawah di jalankan saling bersinergi. Contoh yang sederhana ditemukan adalah ketika ormas Islam Al Jam’iyatul Washliyah tampil diberbagai kegiatan internasional para elit level atas dan bawah terus berkoordinasi yang masing-masing level menjalankan tugas dan pokok sesuai dengan komitmen

bersama. Masih banyak hal lain yang ditemukan di tubuh organ Al Jam’iyatul Washliyah dalam pengembangan sistem politik pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah yakni: Bidang pendidikan internal Al Jam’iyatul Washliyah melancarkan upaya mengimbangi laju pendidikan pada masyarakat sipil lainya dengan cara menjadikan madrasah milik pribadi menggantinya menjadi madrasah Al Jam’iyatul Washliyah dan kemudian mengatur kurikulum dan kebijakan pendididikan madrasah, konflik internal yang terjadi dalam hal tersebut timbul kepermukaan dengan over tenaga pendidik guru lama dengan Guru baru. Dan konflik terus bergulir dengan melihat bahwa peralihan tersebut untuk mengatasi permasalahan tersebut pengurus besar Al Jam’iyatul Washliyah mendirikan majelis tarbiyah (Dewan Pendidikan), dan (Dewan Fatwa) kedua lembaga tersebut bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh para yang menentang modernisasi sekolah-sekolah Al Jam’iyatul Washliyah. Begitu juga dengan pengendalian kurikulum dalam pendidikan semua keputusan di kendalikan oleh kedua lembaga tersebut.

Pengaruh Modrenisasi terhadap Al Jam’iyatul Washliyah dari hasil pengamatan peneliti, selama ini tidak menjadi penghambat dalam politik pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah.61 Sebab ormas Al Jam’iyatul Washliyah hingga sampai saat ini masih terus mampu melakukan pergerakan yang dianggap terus berkembang dengan membangun organisasi bahagian baru Al Jam’iyatul Washliyah untuk melengkapi kelembagaan yang ada; Pertama: Korps Mubaliliq Al Wahliyah; pada umunya warga Al Jam’iyatul Washliyah adalah orang yang sangat dekat dengan ajaran agama. Banyak pula diantaranya menjadi profesinya sebagai Muballigh sesuai dengan anjuran Islam, bahwa setiap mukmin itu berkewajiban untuk menyampaikan ajaran agama Islam walau satu ayat pun yang diketahuinya.

61 Wawancara dengan DR. Amran di tangerang tanggal 9 maret 2017 pukul 20.00 s/d selesai

Adapun tujuan dibentuknya korps di atas adalah untuk menghimpun para muballigh Al Jam’iyatul Washliyah di mana saja pun berada, memperdaya anggota dengan mengenalkannya ketegah-tengah masyarakat, mempromosikan anggota keberbagai lapangan dakwah, membangun SDM nya dengan didaktik metodik, mengadakan pertemuan berkala dan evaluasi dakwah, penganalisa perkembangan dakwah dan lain.

Al Jam’iyatul Washliyah juga ikut membangun dan menampilkan budaya daerah yang sesuai dengan ajaran Islam, dan ikut dalam berbagai pertandingan baik di lapangan olah raga maupun keterampilan lain bersifat nasional dan internasional di antaranya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dll. Sebagai salah satu contoh kiprah kader muda Al Jam’iyatul Washliyah dalam politik pembanguan Islam adalah mengislamkan masyarakat Badui belakangan datang Muhammadiyah dan Kristen.

Tentu hal tersebut menjadi prestasi Al Jam’iyatul Washliyah dalam politik keormasan dalam masyarakat sipil yang ada di Indonesia.

Selanjutnya korps wartawan Al Jam’iyatul Washliyah untuk menyiarkan kebesaran Al Jam’iyatul Washliyah dari ketertinggalan dengan membentuk kegiatan dengan mengarahkan anggota yang berprofesi sebagai wartawan, memberdayakan anggotanya dengan mengupayakan agar selalau tampil dalam berbagai kesempatan, mencari peluang untuk selalu memberitakan kegiatan Al Jam’iyatul Washliyah pada penerbitannya masing-masing minimal dalam seminggu, membangun budaya menulis dilingkungan Al Jam’iyatul Washliyah, ikut mendorong tercapainya publik opini terhadap keinginan Al Jam’iyatul Washliyah yang perlu mendapat dukungan dari masyarakat sesuai dengan kepentingan umat Islam.

Selanjutnya, korps pengusaha Al Jam’iyatul Washliyah untuk membangun kekuatan ekonomi warga Al Jam’iyatul Washliyah dimana para pedagang dan para pengusaha yang diharapakan dapat mendirikan suatu wadah usaha di lingkungan

tertentu. Dengan adanya wadah tersebut kekuatan para pengusaha/pedagang di lingkungan Al Jam’iyatul Washliyah terpada sehingga dapat membuat kegiatan secara bersama untuk memajukan usaha keluarga besar Al Jam’iyatul Washliyah .

Selanjutnya, korps seniman Al Jam’iyatul Washliyah pembentukan wadah seniman ini tentu saja bukan tidak mengalami pasang surut di tubuh Al Jam’iyatul Washliyah sendiri sebagaimana diketahui bahwa tujuan didirikan wadah tersebut adalah karena dilihat kurang adanya kreasi dari anggota masyarakat terhadap seni, dan juga sebagai dijadikan sebagai media dakwah untuk dapat mengimbangi kemajuan seni dan budaya yang tidak islami. Wadah ini kemudian tidak berjalan dengan maksimal sehingga sangat diharapkan adanya sebuah organ yang dapat mendongkrak kemajuan seniman di tubuh Al Jam’iyatul Washliyah sendiri.

4.6. Pencapaian Pembangunaan Islam Al Jam’iyatul Washliyah

Al Jam’iyatul Washliyah merupakan sebuah ORMAS Islam yang merupakan pengejawantahan dari masyarakat sipil yang memiliki pola fikir yang konsisten dalam pembangunan bangsa. Dengan sikap yang saling memberi manfaat terhadap satu sama lain seperi; institusi, lembaga-lembaga lainnya. Al Jam’iyatul Washliyah tumbuh dan berkembang sesuai dengan wujud awal pendirian dengan menafsirkan kehidupan sosial merupakan langkah dalam merajut hubungan silaturrahmi yang berazaskan Islam dan mampu mengamalkan asas tunggal Pancasila sebagai asas berorganisasi. Tentu menjadikan sebuah masyarakat sipil yang mampu bersosial dengan masyarakat sipil lainnya. Sebagai cara dalam mengimplementasikan hal tersebut ormas Al Jam’iyatul Washliyah memiliki tiga program utama yakni, pendidikan, sosial dan dakwah kepada masyarakat secara umum.

Capaian untuk kerja lima tahunan PB Al Jam’iyatul Washliyah. Pendidikan, pengembangan agama dengan Mazhab Syafi’i Yang tersebar di seluruh tanah air dengan banyaknya para ulama dan masyarakat yang tergabung dalam keluarga besar

Alwa Shliyah dan perlu dicatat adalah organisasi Al Washlaiyah mampu berkembang dengan pesat hingga sampai ke Timur Tengah dan jauh lebih awal diperkenalkan Oleh Ismail Banda yang menaikkan bendera yang menyatakan Indonesia merdeka pada awal pendirian.

Al Jam’iyatul Washliyah mengartikulasikan sosial sebagai sebuah pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem. Sejak berdiri, Al Jam’iyatul Washliyah memang memiliki perhatian intens terhadap dunia pendidikan, sebagai salah satu peranannya adalah perubahan kondisi umat Islam.

Sejarah mencatat ada tiga poin penting memberikan perhatian besar yakni;

Pendidikan, Dakwah dan Sosial.

Metode dakwah yang digunakan Al Jam’iyatul Washliyah masih menggunakan pola lama dengan retorika dan di atas mimbar sehingga hasilnya yang diperoleh tentu sama dengan awal pendiriannya. Banyak umat yang tidak tergarap oleh ajaran agama yang baik dan benar, karena mimbar dengan metode retorika hanya dapat menyerap sekitar 5% umat Islam. dari segi manajemennya, dakwah Al Jam’iyatul Washliyah belum tertata dengan baik, yang patut disoroti antara kelembagaan dakwah Al Jam’iyatul Washliyah yang belum mampu berkoordinir da’i yang sudah beredar di berbagai daerah. Selain itu dari segi materi dakwah juga belum terlihat banyak perubahan. Orientasi dakwah yang masih berputar pada masalah ukhrawi membuat dakwah Al Jam’iyatul Washliyah tidak mampu membuat kebutuhan orang banyak.

Dakwah sebagai komunitas politik pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah.

Tidak sedikit dikalangan elit Al Jam’iyatul Washliyah menjadi promotor dalam organisasi eksternal termasuk di partai politik. Elit politik tersebut sering menjadi alim ulama yang berkapasitas sebagai penceramah yang menjadikan dakwah sebagai alat untuk mendekatkan diri terhadap konstituen.

Dalam pandangan Abu Ridha (2003) ada Lima pemberdayaan untuk melakukan agenda perubahan melalui dakwah. Pertama, pemberdayaan atas hal yang bersifat rohani atau mental spiritual. Kedua, pemberdayaan yang bersifat fisik atau jasmani. Ketiga, pemberdayaan menyangkut sosial. Keempat, pemberdayaan yang berkaitan dengan ekonomi. Kelima, pemberdayaan politik. Untuk itu kader dakwah harus menjadi agen perubahan di masyarakat dari merekalah disusun agenda perubahan dengan arah dan cita-cita dakwah. Hakikat dakwah yang sedang dan telah berjalan di Al Jam’iyatul Washliyah tidak sepenuhnya seragam dengan apa yang di kemukakan diatas namun hanya saja ada kemiripan yang tidak signifikan dalam proses perjalanan strategi dakwa yang dilakukan oleh Al Jam’iyatul Washliyah.

Sementara untuk sektor pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah banyak dipengaruhi oleh pola Timur Tengah dengan menonjolkan metode menghafal dengan mempergunakan bahasa arab. Namun pada akhir-akhir ini kurikulumnya sudah mulai disesuaikan dengan kurikulum yang dikembangkan oleh departemen agama.

Peranan Al Jam’iyatul Washliyah dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang sangat besar bagi perubahan kondisi umat Islam Indonesia. Dalam menyelenggarakan pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah membentuk sebuah majelis yang mengurusi pendidikan. Pada tahun 1934 majelis tersebut diberi nama Tarbiyah pada tahun 1955 majelis tersebut berganti menjadi nama majelis pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang sering disebut (MPPK). majelis pendidikan, pengajaran dan kebudayaan dibagi menjadi tiga yakni pendidikan rumah tangga (informal), madrasah/perguruan (formal), masyarakat(informal).

Al Jam’iyatul Washliyah memandang bahwa ketiga variabel di atas sangat erat kaitannya untuk memajukan dunia pendidikan Islam di Indonesia apabila salah satu variabel lemah maka variabel lainnya tentu akan mengalami pengaruh yang buruk bagi lingkungan pendidikan lainnya. Pada Muktamar ke empat belas di Medan

pada variabel pendidikan informal membentuk rumah tangga yang bahagia, harmonis dan penuh rasa tanggung jawab dan rasa bertakwa kepada Alllah Swt.

Untuk pendidikan madrasah membentuk manusia mukmin yang takwa, berpengetahuan luas dan dalam cerdas dan tangkas dalam berjuang menuntut ilmu.

Sementara untuk tujuan pendidikan masyarakat adalah membina masyarakat umat yang beriman dan takwa kepada Allah SWT memiliki rasa sosial dan perikemanusiaan yang mendalam.

Sebagai organisasi pembaharu pendidikan Islam, Al- Washliyah memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan kualitas pendidikan Indonesia. Dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Al- Jam’iyatul Washliyah disebutkan bahwa salah satu usaha Al Jam’iyatul Washliyah dalam mencapai tujuannya yaitu menegakkan ajaran Islam untuk terciptanya masyarakat yang beriman, bertakwa, cerdas, amanah, adil, makmur dan diridai Allah SWT adalah dengan cara mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dalam semua jenis dan jenjang pendidikan, serta mengatur kesempurnaan pendidikan dan pengajaran dan kebudayaan. Usaha lain organisasi ini adalah melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara memperbanyak tabligh, tazkir, ta’lim, penerangan dan penyuluhan di tengah-tengah umat. Pencapaian Al Jam’iyatul Washliyah dalam pendidikan dapat dilihat dari banyaknya pendirian sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Tabel jumlah aset PB Al Jam’iyatul Washliyah.

No Provinsi Perguruan Tinggi Sekolah Umum Dalam Berbagai Jenis

Jenis-Jenis Sekolah Umum

Jenis-Jenis Sekolah Agama Al Jam’iyatul Washliyah

1 Banda

9 unit PTS Total Sekolah dan Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah adalah 609 unit

Sumber: Al Jam’iyatul Washliyah Sumut

Tentu dengan kehadiran beberapa perguruaan tinggi hingga dasar yang dimiliki oleh Al Jam’iyatul Washliyah merupakan sebuah fakta sosial bahwa ormas atau masyarakat sipil ini mampu turut serta dalam membangun bangsa. Sebagai masyarakat sipil yang wajib ikut serta mengikuti putusan peraturan pemerintah secara kolektif dan telah diuraikan sehingga dapat membatasi moral dan perilaku dari tiap-tiap individu di dalam struktur kelembagaan Al Jam’iyatul Washliyah.

Kehadiran Al Jam’iyatul Washliyah kehadapan masyarakat begitu berdampak positif sebab kehadiranya adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.

Rahman Dahlan (2017) mengatakan bahwa capaian Al Jam’iyatul Washliyah sesudah barang tentu tidak diragukan lagi itu terlihat dari telah banyak ikut serta dalam membangun bangsa sejak awal pendiriannya namun tidak terlalu naik kepermukaan seperti ormas lain atau masyarakat sipil lainnya tentu ini merupakan kesedihan tersendiri didalam tubuh Al Jam’iyatul Washliyah. Sungguh sangat jarang ditemukan Al Jam’iyatul Washliyah mau berdebat secara anarki untuk kebesaran Al Jam’iyatul Washliyah. Al Jam’iyatul Washliyah hadir dihadapan negara sebagai salah satu alat untuk menjadikan negara menjadi kuat dan bermartabad di hadapan negara lain. Tujuan yang hendak diinginkan adalah ingin menunjukkan keberhasilan Al Jam’iyatul Washliyah sektor pendidikan dengan semarak pendirian sekolah yang samakin menggurita di level daerah dan kota.62

Muhammad Syukri Saleh (2003:15) aktivitas pembangunan adalah satu cara mengabadikan atau beribadah kepada Allah S.W.T. pembangunan berteraskan Islam yang dimaksudkan bahwa pembangunan yang bergabung antara dua bentuk pembangunan: pembangunan material dan pembangunan kerohanian dan dilaksanakan menurut garis panduan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.

4.7. Pengaruh Asas Tunggal Pancasila Terhadap Politik Pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah.

Fenomena politik orde baru boleh dijelaskan dengan melihat polemik pembangunan bangsa terhadap politik pembangunan ormas Islam di Indonesia.

Negara hadir sebagai perlindungan terhadap seluruh organisasi yang ada dengan harapan agar keberlangsungan seluruh kegiatan organisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan bangsa, dengan harapan ormas tersebut mampu mengisi

62 Dahlan, Rahman 2017. Wawancara Terbuka Di Jakrata Pusat. Tanggal 11 –April 2017 Pukul: 13.00 S/D Selesai.

pembangunan Negara yang berdaulat. Tidak sedikit manusia yang berkeinginan agar bangsa Indonesia mampu berdiri tegak menjadi Negara yang maju meskipun harus melalui proses yang begitu panjang. Kehadiran masyarakat sipil sebagai pengisi pembangunan bangsa yang memiliki ekspektasi yang tinggi diharapkan mampu mendongkrak kemajuan bangsa pada masa Orde Baru hingga saat ini.

Fenomena politik yang terjadi diatas menitikberatkan pada jatuh bangunnya kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan peraturan yang dianggap sebagai solusi pembangunan bangsa. Tumbuh kembangnya organisasi dan partai politik di Indonesia pada masa orde baru tahun 1985 /1986. Sementara diketahui bahwa dampak dari peraturan pemerintah Pada dekade 1980an, publik Indonesia diramaikan wacana pemerintah Pancasila sebagai asas tunggal. Organisasi dan partai politik pun mau tidak mau harus menerima UU Nomor 3/1985. Atau bubar. Akibatnya banyak tanggapan dari kalangan organisasi dan pengurus partai politik yang menganggap kebijakaan tersebut menitikberatkan keberadaan organisasi di Indonesia. Sebagai tolak ukur bahwa dalang atau penyebab dari kebijakan tersebut hadir tidak lepas daripada Awal lahirnya wacana asas tunggal Pancasila, bermula dari bentrok fisik antara massa pendukung PPP dengan Golkar di Lapangan Banteng Jakarta, sehingga ada kekhawatiran pemerintah terhadap kerukunan dan ketentraman masyarakat.63

Gagasan Asas Tunggal ini pada awalnya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari berbagai pemimpin umat Islam dan beberapa purnawirawan militer ternama. Meskipun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, Presiden Soeharto tetap meneruskan gagasannya itu dan membawanya ke MPR. Melalui Sidang MPR

‘Asas Tunggal” akhirnya diterima menjadi ketetapan MPR, yaitu; Tap MPR No.

II/1983. Kemudian pada 19 Januri 1985, pemerintah dengan persetujuan DPR, mengeluarkan Undang-Undang No.3/1985 yang menetapkan bahwa partai-partai

63 Fikrul Hanif Sufyan dalam Sang Penjaga Tauhid: Studi Protes Tirani Kekuasaan 1982-1985 (2014)

politik dan Golkar harus menerima Pancasila sebagai asas tunggal mereka. Empat bulan kemudian, pada tanggal 17 Juni 1985, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.8/1985 tentang ormas, yang menetapkan bahwa seluruh organisasi sosial atau massa harus mencantumkan Pancasila sebagai asas tunggal mereka. Sejak saat itu tidak ada lagi sospol yang berasaskan lain selain Pancasila, semua sudah seragam.

Demokrasi Pancasila yang mengakui hak hidup “Bhineka Tunggal Ika”, dipergunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk mematikan kebhinekaan, termasuk memenjarakan atau mencekal tokoh-tokoh pengkritik kebijakan pemerintah Orde Baru.

Pelaksanaan Asas Tunggal Pancasila Situasi kondisi yang digambarkan di atas, menjadikan Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap setiap

‘kekuatan’ yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Dan mencanangkan tentang asas tunggal Pancasila yang artinya tidak ada dasar lain selain Pancasila dalam parpol maupun organisasi masyarakat (ormas). Hal ini tercantum pada UU No. 3 tahun 1985 tentang ditetapkannya Pancasila sebagai asas Partai Politik. Tidak lama setelah dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan kebijakan mengenai Pancasila sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi kemasyarakatan melalui UU No. 8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu dua tahun untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Tanggal 27 Maret dan 16 April 1980, Presiden Suharto mengeluarkan peringatan tersebut melalui pidatonya pada Rapim ABRI di Pekanbaru. Dia mengatakan bahwa sebelum Orde Baru, Pancasila telah diancam oleh ideologi-ideologi lain, seperti Marxisme, Leninisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme dan agama. Setiap organisasi di negara ini harus menerima Pancasila sebagai ideologi, sehingga merupakan keharusan bahwa angkatan bersenjata mendukung kelompok-kelompok yang membela dan mengikuti Pancasila. Soeharto, bahkan mengisyaratkan agar

ABRI harus mendukung Golongan Karya (Golkar), sebagai konsekuensi dukungan atas pemerintahan yang membela Pancasila. ABRI dengan demikian harus berdiri di atas politik.

Menurut David Jenkis (1980), Soeharto dan kroninya di ABRI merasa bahwa jika militer ‘netral’ dalam pemilu, maka partai Islam (PPP) akan mengalahkan Golkar. Dari pidato-pidato Soeharto, Islam jelas digambarkan sebagai ancaman terhadap Pancasila, karena itu netralitas ABRI sama saja dengan membahayakan Pancasila. Dalam pidato tahunannya di depan DPR, 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto menegaskan lagi bahwa “seluruh kekuatan sosial dan politik harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka satu-satunya adalah Pancasila.”

Pernyataan ini makin menegaskan adanya proses hegemoni ideologi, sesuatu yang belum pernah ada dalam sejarah Indonesia sebelumnya, dimana negara mampu menggunakan hegemoni ideologi seefektif yang dilakukan Orde Baru. Dengan demikian, perjalanan panjang Orde Baru pada dasarnya didasarkan pada keinginan untuk ‘menguatkan’ dan ‘menancapkan’ ideologi Pancasila sebagai satu- satunya ideologi sah negara. Dengan ‘berlindung’ dibalik ideologi Pancasila, Orde Baru yang didukung kino-kinonya (ABRI, Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan ‘luar’ biasa di negara Indonesia, tanpa dapat disentuh oleh kekuatan manapun. Sebab, setiap kekuatan di luar mainstream ‘negara’ saat itu akan dianggap sebagai merongrong ideologi Pancasila. Setelah ideologi komunisme mampu ditumpas, maka Soeharto masih menganggap ada kekuatan lain yang ‘berbahaya’, yaitu yang datang dari kekuatan Islam. Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal pada perkembangan selanjutnya adalah semakin memperjelas arah kepentingan politik negara dengan menggunakan ideologi Pancasila. Semua organisasi, apapun bentuk dan jenisnya, harus mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam anggaran dasarnya.

Sebagai sebuah rezim yang dipimpin oleh seorang Presiden tentu kebijakan peraturan yang ada wajib diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari golongan manapun. Ketika Orde baru melakukan strategi ekonomi pertumbuhan dengan menjalankan industrialisasi, sehingga diperlukan kondisi politik yang mapan untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu, padahal kenyataannya masyarakat Indonesia sangat majemuk dan memiliki potensi konflik yang sangat besar. Oleh sebab itu Pemerintah pada masa itu melakukan upaya stabilitas melalui politik rakyat seperti yang terjadi dalam sejarah, pemerintah berusaha menggabungkan partai-partai yang demikian banyak pada era Soekarno khasnya masa demokrasi parlementer yang menyebabkan pemerintahan tidak stabil. Sehingga tidak ada tempat bagi aspirasi ideologi, serta yang lebih penting mempersempit politik partai agar tidak menjadi gangguan terhadap kemampuan pemerintah.

Hal senada terulang pada masa orde baru banyak ragam yang terlihat memiliki kesan yang kurang bersahabat dengan sekelompok masyarakat berbagai

Hal senada terulang pada masa orde baru banyak ragam yang terlihat memiliki kesan yang kurang bersahabat dengan sekelompok masyarakat berbagai